Nama : Asty Yulia Pratiwi
NPM : 2213053255
Kelas : 2H
Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Volume dan Halaman : Vol.16, No.1, Hal 1-110
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Nama Penulis : R. Siti Zuhro
Hasil Analisis Jurnal
Secara sederhana demokrasi dapat diartikan sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, dalam mewujudkannya tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang serta tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. konsolidasi demokrasi adalah sarana untuk meningkatkan prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Pemilu adalah pilar demokrasi yang terpenting dan cara terbaik bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi politiknya dengan memilih perwakilan terbaiknya di lembaga legislatif dan Presiden/Wakil Presiden secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi menjadi syarat kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat dari para pendiri bangsa. Demokrasi akan terkonsolidasi apabila para tokoh politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan hal penting yang dimaksudkan sebagai upaya untuk pendalaman demokrasi (deepening democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan masyarakat lokal. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya merupakan sebuah tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik.
Penggunaan politisasi agama dan character assassination dalam kampanye semakin mempertajam ketegangan sosial yang berdampak pada munculnya rasa saling tak percaya dan saling tak menghargai antarsesama anak bangsa Berkurangnya nilai-nilai toleransi, khususnya, dalam pemilu telah menimbulkan ekses negatif, seperti kekerasan dan kerusuhan. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, memperebutkan suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Meskipun dikotomi santri-abangan cenderung makin cair, pendapat tentang pentingnya pasangan calon yang merepresentasikan santri dan abangan masih cukup kuat. Tetapi, hal tersebut tidak menjamin kemenangan. Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu harus mampu menjalankan tugasnya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini terbukti dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan artis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan artis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu. demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar kemungkinan munculnya public trust dan pemilu yang damai. Sebaliknya, semakin prosedural demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak percayaan publik dan semakin rentan pula sengketa/konflik yang akan muncul. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Sebagai negara demokrasi keempat terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum membuktikan dirinya sebagai negara yang mempraktikan demokrasi substantif.