FORUM JAWABAN POST TEST

FORUM JAWABAN POST TEST

Number of replies: 33

Analisis Jurnal tersebut dengan menggunakan bahasa anda sendiri, terlebih dahulu tulis nama, npm, dan kelas

In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Mita Yogi Handayani 2213053107 -
Nama : Mita Yogi Handayani
NPM : 2213053107
Kelas : 2H

Identitas Jurnal :
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Volume dan Halaman : Vol.16, No.1, Hal 1-110
Tahun Terbit : 2019
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Nama Penulis : Efriza, Luky Sandra Amalia, Sarah Nuraini Siregar, Defbry Margiansyah, R. Siti Zuhro, Dhuroruddin Mashad

PEMBAHASAN
Pemilihan umum serentak (pemilu serentak) diselenggarakan pada tahun 2019 di Indonesia adalah pemilu pertama dalam pemilihan presiden dan wakil presiden ssrta pemilihan anggota legislatif (pileg). Oleh karena itu, menarik untuk melihat dinamika sosial politik yang terjadi pra-pemilu
2019.

Jurnal ini menyajikan 6 bahasan topik, dimana pertopik nya ditulis oleh masing-masing penulis. Untuk artikel pertama yaitu Penguatan Sistem
Presidensial dalam Pemilu Serentak 2019, artikel kedua yaitu Upaya Mobilisasi Perempuan Melalui Narasi Simbolik ‘Emak Emak Dan Ibu Bangsa’ Pada Pemilu 2019, artikel ketiga yaitu Netralitas Polri Menjelang Pemilu Serentak 2019, artikel keempat yaitu Populisme Di Indonesia Kontemporer: Transformasi Persaingan Populisme dan Konsekuensinya dalam Dinamika
Kontestasi Politik Menjelang Pemilu 2019, artikel kelima yaitu Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019 dan artikel terakhir yaitu Menelaah Sisi Historis Shalawat Badar : Dimensi Politik Dalam Sastra Lisan Pesantren.

Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu.
Demokrasi dapat diartikan
sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan
penting yang harus dilalui. Di Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor seperti budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi. Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan
pemerintahan yang efektif.

Pemilu presiden 2019 dan masalahnya
Pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi
politiknya, sebab pemilu sebagai pilar utama demokrasi. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak
pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat.

Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama dan diwarnai dengan berebut suara muslim. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal
yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Meskipun dikotomi santri-abangan cenderung makin cair, pendapat tentang pentingnya pasangan calon yang merepresentasikan santri dan abangan
masih cukup kuat.

Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu bukan hanya penanda suksesi
kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah. Ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi
terhambat. Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Bagi massa, parpol gagal melaksanakan
peran dan fungsinya dan cenderung menggunakan institusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri, Di sisi lain, pembenahan partai tampak
semakin sulit di tengah maraknya kasus korupsi yang dialami partai atau politisi di parlemen. Pengalaman dari pemilu ke pemilu menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi relatif sama.

Pemilu dalam Masyarakat Plural
Dalam pilpres 2019tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa.Pemilu di era reformasi telah memberikan nilai
positif. Misalnya, proses liberalisasi politik di era transisi ini tidak hanya membuat proses politik menjadi semakin plural, tetapi juga kompetitif.
Pemilu serentak pada dasarnya merupakan upaya demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal.

Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Reformasi
Politik dan pemilu menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam
pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan
hasilnya. Sejauh ini tataran empirik menunjukkan adanya tarikan politik, khususnya, dari penguasa
terhadap birokras. Salah satu isu krusial pilpres 2019 adalah politisasi birokrasi. Setelah dua dekade berlalu, birokrasi Indonesia masih belum terbebas dari model birokrasi patrimonial, yakni sistem birokrasi yang bercirikan patron-client, sarat dengan power culture, moral hazard, dan safety first philosophy. Dan Sejak era reformasi masalah reformasi birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah menjadi isu sentral dan perdebatan publik.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Devana Okta Mahdalena 2253053034 -
Nama : Devana Okta Mahdalena Npm : 2253053033
Kelas : 2/H
POSTES

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya

Sebagai pilar utama demokrasipemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyatkhususnyauntuk menyalurkan aspirasi politiknyamemilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damaiKeberhasilan penyelenggaraan pemilu pemilu legislatifpemilihan kepala daerah dan pemilihan presidendan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsaMeskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luasdi tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat.

Politisasi IdentitasBerebut Suara Muslim

Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agamaFenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima'ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. hasil ijtimayang di dalamnya terdapat representasi ulama sebagai penantang petahana- merekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama. (pasangan capres-cawapres bertipe nasionalis- agamis)Dua tokoh seperti Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera PKS)Salim Segaf al-Jufri dan ulama kondangUstad Abdul Somad muncul dalam bursa cawapres Prabowo" .

Pemilu dan Kegagalan Parpol

Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinantapi juga merupakan koreksi evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpinNamun, ketika fungsi parpol tidak maksimal. proses konsolidasi demokrasi terhambatHal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasiHal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai calegTujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu. Partai Nasdem, misalnyatercatat sebagai partai yang paling banyak mengambil artis sebagai calon legislatifnya dalam pemilu 2019 .

Pemilu dalam Masyarakat Plural

Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesiadengan mengutip teori etik filsuf Jerman. Immanuel Kant (1724- 1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agamamoralitasatau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflikDalam konteks Indonesiakiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak hanya kemajemukan etnik dan daerahtetapi pada saat yang bersamaan adalah subbudaya etnik dan daerah yang majemuk pula.
Dalam konteks pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilainilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu PancasilaUUD NRI 1945. NKRIdan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsaGambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajamPenggunaan istilah "cebong" sebagai julukan pendukung Jokowi dan "kampret" sebagai julukan pendukung Prabowo bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsaDemikian juga dengan penggunaan politisasi identitas (SARA)Sebagai sarana demokrasi rutin lima tahunanpilpres dan pileg 2019 belum disikapi secara positif dengan mengedepankan nilai saling menghargai/menghormatisaling mempercayai dan saling berempati sebagaimana tersirat dalam nilai-nilai Pancasila .
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Alya Wahidah Assarifah -
Nama : Alya Wahidah Assarifah
Kelas : 2H
NPM : 2213053290

Analisis Jurnal

DEMOKRASI DAN PRESIDEN PEMILU 2019

Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.


Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa.Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsipprinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik dalam konteks ini pilpres dapat digolongkan sebagai demokrasi formal. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat.

Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Nisa Az Zukhrufi -
Nama : Nisa az zukhrufi
Npm : 2213053142
Kelas : 2H
ANALISIS JURNAL

Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Volume dan Halaman : Vol.16, No.1, Hal 1-110
Tahun Terbit : 2019
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Nama Penulis : Efriza, Luky Sandra Amalia, Sarah Nuraini Siregar, Defbry Margiansyah, R. Siti Zuhro, Dhuroruddin Mashad, Sutan Sorik.

PEMBAHASAN :
Demokrasi secara sederhana dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Demokrasi yang berlangsung di daerah-daerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Secara umum demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap kebijakan publiknya. Argumen Smith (1985) dan Arghiros (2001) menyatakan bahwa nilai-nilai demokrasi telah mendasari perilaku, baik elite maupun masyarakat. Untuk itu, sebagian besar pemilih terlebih dulu perlu memiliki kesadaran dan kematangan politik yang cukup memadai.

Perlu dikedepankan kembali tujuan utama pilpres sebagai sarana untuk menegakkan dan mewujudkan kedaulatan rakyat dan kebebasan politik masyarakat. Keragaman yang menjadi spirit Bhinneka Tunggal Ika cenderung diabaikan, padahal Indonesia yang berbentuk archipelago, membentang dari Sabang sampai Merauke memiliki karakteristik dan kekhasannya sendiri membutuhkan nilai-nilai toleransi, yakni menerima perbedaan, baik agama maupun suku atau etnis (SARA). Berkurangnya nilai-nilai toleransi, khususnya, dalam pemilu telah menimbulkan ekses negatif, seperti kekerasan dan kerusuhan.

Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Pemilu yang di adakan serentak pada dasarnya merupakan upaya demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi idea.

Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas.Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemenelemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by CHEZA MELVINOSA 2213053251 -
Nama : Cheza Melvinosa
NPM : 2213053251
Kelas : 2H

Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Volume : 16
Nomor : 1
Halaman : 69-81
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama Penulis : R. Siti Zuhro

Pembahasan
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness.

Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahansosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.

Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia.

Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institusi penegak hukum. Padahal trust building merupakan suatu keniscayaan dalam proses deepening democracy/ konsolidasi demokratisasi. Tumbuhnya rasa saling percaya di antara penyelenggara pemilu, parpol dan masyarakat menjadi syarat utama terbangunnya demokrasi yang berkualitas dan penopang terwujudnya stabilitas politik dan keamanan dalam masyarakat. Secara teoretis
konflik atau sengketa dalam pemilu bisa diredam jika peserta pemilu (parpol), penyelenggara pemilu, pemerintah, dan institusi penegak hukum mampu menunjukkan profesionalitas dan independensinya, tidak partisan dan memiliki komitmen yang tinggi dalam menyukseskan pemilu.

Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemenelemen kekuatan lainnya seperti civil society,
elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat.

Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan
institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres. Hal tersebut perlu dilakukan karena sukses tidaknya pemilu, konflik tidaknya pilpres sangat bergantung pada tinggi-rendahnya tingkat kepercayaan rakyat kepada para stakeholders tersebut. Karena itu bisa disimpulkan bahwa semakin substansial demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar kemungkinan munculnya public trust dan pemilu yang damai. Sebaliknya, semakin prosedural demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak percayaan publik dan semakin rentan pula sengketa/konflik yang akan muncul.

Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Refiana Sari 2213053261 -
Nama : Refiana Sari
NPM : 2213053261
Kelas : 2H

Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Volume : 16
Nomor : 1
Halaman : 69-81
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama Penulis : R. Siti Zuhro

Hasil Analisis (Pembahasan)
Konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999.
Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsipprinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut. Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres).
Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia. Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemenelemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat.
Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres. Hal tersebut perlu dilakukan karena sukses tidaknya pemilu, konflik tidaknya pilpres sangat bergantung pada tinggi-rendahnya tingkat kepercayaan rakyat kepada para stakeholders tersebut
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Meldayanti putri 2213053088 -
Nama :Meldayanti putri
NPM : 2213053088
Kelas : 2H
ANALISIS MATERI

Deepening Democracy dan Tantangannya

Dalam konteks Indonesia, proses
demokrasi yang berlangsung dipengaruhi
beberapa faktor,misalnya budaya politik,
perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut
berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak
Pemilu 1999. Dinamikanya,bahkan, semakin
pesat dan semarak setelah dilaksanakannya
pemilu presiden secara langsung sejak 2004
dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara
langsung sejak 2005.
Demokrasi yang berlangsung di daerahdaerah merupakan landasan utama bagi
berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pemilihan kepala daerah secara langsung
merupakan terobosan penting yang dimaksudkan
sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening
democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi
kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan
masyarakat lokal. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga
merupakan tindak lanjut perwujudan prinsipprinsip demokrasi yang meliputi jaminan
atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan
persamaan, khususnya dalam hak politik.
Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat
dikategorikan sebagai proses demokrasi formal
yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap
hak-hak politik tersebut. Oleh karena itu, dalam
studi ini pilpres dilihat bukan hanya sebatas
pesta demokrasi semata, melainkan juga sebagai
instrumen proses pendalaman demokrasi di
tingkat nasional. Sebagai instrumen pendalaman
demokrasi, pilpres merupakan upaya penciptaan
pemerintahan yang efektif pasca pemilu.
Pendalaman demokrasi bisa berasal dari
negara dan bisa pula dari masyarakat. Dari
sisi negara, pendalaman demokrasi dapat
bermakna, pertama, pengembangan pelembagaan
mekanisme penciptaan kepercayaan semua
aktor politik seperti masyarakat sipil, partai
politik dan birokrasi (state apparatus).

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya

Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu
merupakan sarana dan momentum terbaik bagi
rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi
politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di
lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya
secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan
pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah
dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem
demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa
untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai
amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak
politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh
konstitusi serta partisipasi politik masyarakat
semakin luas, di tataran empirik pemilu masih
belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia
benar-benar berdaulat . Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima
pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak
pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres
dalam waktu bersamaan. Berbeda dengan
pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu 2019
menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang
terukur dan terformat. Untuk memenuhi hal itu,
semua pihak harus berkomitmen untuk selalu meningkatkan kualitas pemilu, bukan saja secara
prosedural, melainkan juga secara substansial.
Dengan kata lain, pilpres dan pileg 2019 perlu
disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa,
profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila.
Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan
rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol,
maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu
yang paling gamang. Sebab, di satu sisi dengan
adanya presidential threshold (PT) mereka harus
berkoalisi dalam mengusung pasangan calon
presiden (capres) dan calon wakil presidennya
(cawapres), di sisi lain dalam saat yang bersamaan
mereka juga harus berjuang secara sendiri-sendiri
untuk merebut kursi legislatif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Mera Dwi Pratiwi Mera -
Nama: Mera Dwi Pratiwi
NPM: 2253053040
Kelas: 2H

Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung
fluktuatif dan belum berjalan secara regular
karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai
politik, civil society, media massa) belum
berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai
pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan
untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi
kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan
unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan
akuntabilitas.
Prasyarat untuk menciptakan hal
tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen
semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan
yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses
pendalaman demokrasi akan terhambat ketika
parpol melalui para elitenya dan stakeholders
terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak
mendorong proses demokrasi.
Mereka cenderung
constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai
demokrasi substansial, khususnya yang terkait
dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias
kompetisi, political equality, dan peningkatan
political responsiveness.
Tantangan pendalaman demokrasi semakin
besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan
hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak
hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan
demokrasi, tapi juga stabilitas nasional.
Apalagi
ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan
sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional
di medsos, ujaran kebencian dan maraknya
berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan
dengan sengketa dan konflik.
Beberapa masalah yang muncul selama
tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan
solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa
masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya
perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum
mampu mengefektifkan dan memaksimalkan
peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab,
tata kelola pemilu yang belum mampu
mengakomodasi keragaman masyarakat, dan
kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan
rumah yang harus segera dibenahi Indonesia.
Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan
pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019
yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang
cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan
menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu
yang berkualitas memerlukan parpol dan
koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting
karena pemilu tidak hanya merupakan sarana
suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil
dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi
ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
Tantangan yang cukup besar dalam menjalani
pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi
demokrasi yang berkualitas sulit terbangun.
Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup
dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor
4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum
mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara
yang menjalankan demokrasi substantif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Diva Azzahra -
Nama:Diva soraya azzahra
Npm:2253053035
Kelas:2H


ANALISIS JURNAL

Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Volume : 16
Nomor : 1
Halaman : 69-81
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama Penulis : R. Siti Zuhro

Pembahasan
Konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh masyarakat pada aturan demokrasi. tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedur lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut. Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. 
Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.Proses demokrasi tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999.

Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Sherli Marsela 2213053233 -

Nama: Sherli Marsela

NPM: 2213053233

Kelas: 2H

Identitas Jurnal 
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Volume dan Halaman : Vol.16, No.1, Hal 1-110
Tahun Terbit : 2019
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Nama Penulis : Efriza, Luky Sandra Amalia, Sarah Nuraini Siregar, Defbry Margiansyah, R. Siti Zuhro, Dhuroruddin Mashad

Artikel pertama yang ditulis oleh Efriza, "Penguatan Sistem Presidensial dalam Pemilu Serentak 2019," mencoba menjelaskan mengenai dinamika koalisi dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dan sekaligus menjelaskan upaya koalisi dalam pemilu serentak 2019. Disamping itu, tulisan ini mengkritisi ketiadaan perubahan besar dari diterapkannya sistem pemilihan umum serentak 2019, yang disebabkan oleh masih diterapkannya presidential threshold dan masih lemahnya pelembagaan partai politik itu sendiri, sehingga pola koalisi yang dibangun oleh kedua pasangan calon presiden tetap bersifat pragmatis semata.

Artikel yang ditulis oleh Luky Sandra Amalia ini membahas upaya mobilisasi suara perempuan dilakukan melalui penyematan label 'emakemak'dan 'ibu bangsa'. Tulisan ini berpendapat bahwa label emak-emak maupun ibu bangsa yang disematkan oleh kedua kubu capres-cawapres kepada pemilih perempuan hanya sebatas narasi simbolis untuk memobilisasi suara perempuan yang mencapai lebih separoh jumlah pemilih. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya patriarki yang masih berkembang di masyarakat.

Sementara itu, artikel "Netralitas Polri Menjelang Pemilu Serentak 2019" yang ditulis oleh Sarah Nuraini Siregar menganalisa secara khusus netralitas Polri dalam proses pemilu 2019. Pertama, karena Polri mengemban fungsi keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat; termasuk dalam hal ini menjaga keamanan pemilu 2019. Secara umum fungsi ini dijalankan oleh setiap anggota Polri, namun secara khusus fungsi preventif berupa deteksi potensi gangguan keamanan sampai di tingkat desa melekat pada anggota Babinkamtibmas." yang ditulis oleh Fenomena "Populisme Di Indonesia Kontemporer: Transformasi Persaingan Populisme dan Konsekuensinya dalam Dinamika Kontestasi Politik Menjelang Pemilu 2019" ditulis oleh Defbry Margiansyah mencoba menganalisa transformasi dari persaingan populisme di dua pemilu berbeda dan konsekuensi yang ditimbulkan bagi politik elektoral, termasuk elaborasi pola.

Dengan menggunakan konsep populisme secara eklektik dan tesis penyesuaian elit, tulisan ini menunjukkan bagaimana politik populis hanya diinstrumentalisasikan sebagai wahana kepentingan elit dan oligarki penyokong dengan mengesksploitasi berbagai aspek mulai dari identitas primordial, relasi klientalistik, prestasi dan personality kandidat secara pragmatis, tetapi tidak memberikan prospek yang lebih besar bagi transformasi politik dan pendalaman demokrasi secara substansial kedepannya.

Artikel selanjutnya membahas tentang "Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019" yang ditulis oleh R. Siti Zuhro yang membahas tantangan konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Artikel selanjutnya membahas mengenai "Menelaah Sisi Historis Shalawat Badar : Dimensi Politik Dalam Sastra Lisan Pesantren" ditulis oleh Dhuroruddin Mashad.Tulisan ini membahas mengenai tradisi lisan pesantrens alah satunya Shalawat Badar yang ternyata memperlihatkan karakateristiknya yang beda, yakni tampil kental dengan nuansa politik. Shalawat ini acapkali dijadikan sarana mobilisasi kaum santri dalam berbagai kontestasi politik.



In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by PUTRI ZAFIKA AQWINTARI -
NAMA: PUTRI ZAFIKA AQWINTARI
NPM:2213053285
KELAS:2H

ANALISIS JURNAL

Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Volume : 16
Nomor : 1
Halaman : 69-81
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama Penulis : R. Siti Zuhro

PEMBAHASAN
Konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.
Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitas kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness.

Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia.
Secara teoretis
konflik atau sengketa dalam pemilu bisa diredam jika peserta pemilu (parpol), penyelenggara pemilu, pemerintah, dan institusi penegak hukum mampu menunjukkan profesionalitas dan independensinya, tidak partisan dan memiliki komitmen yang tinggi dalam menyukseskan pemilu.

Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen elemen kekuatan lainnya seperti civil society,elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey.
Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat.

Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan
institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres.

Karena itu bisa disimpulkan bahwa semakin substansial demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar kemungkinan munculnya public trust dan pemilu yang damai. Sebaliknya, semakin prosedural demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak percayaan publik dan semakin rentan pula sengketa/konflik yang akan muncul.

Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Mutiara Putri 2213053247 -
Nama : Mutiara Putri
NPM : 2213053247
Kelas : 2H

ANALISIS JURNAL

Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Volume : 16
Nomor : 1
Halaman : 69-81
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama Penulis : Efriza, Luky Sandra Amalia, Sarah Nuraini Siregar, Defbry Margiansyah, R. Siti Zuhro, Dhuroruddin Mashad

Hasil Analisis
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor, misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.

Dinamika politik menjelang pemilu 2019 cenderung memanas, terutama terkait tuduhan kecurangan. Kedua pasangan calon presiden pada saat itu saling melaporkan satu sama lain dengan dugaan adanya kecurangan yang menguntungkan pasangan lawan. Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.

Pemilu dalam konteks demokrasi tak lain dimaksudkan untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif.
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal.

Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional.

Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab.

Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang berkualitas juga.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Bunga Amanda Sastra Ayu Pitaloka -
Nama: Bunga Amanda Sastra Ayu Pitaloka
Npm: 2213053034
Kelas: 2 H

Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Volume : 16
Nomor : 1
Halaman : 69-81
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama Penulis : R. Siti Zuhro

Hasil Analisis (Pembahasan):
Konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.

pilpres dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut. Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres).
Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia. Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemenelemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan.

partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres. Hal tersebut perlu dilakukan karena sukses tidaknya pemilu, konflik tidaknya pilpres sangat bergantung pada tinggi-rendahnya tingkat kepercayaan rakyat.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by INTAN SARI 2213053002 -
nama : intan sari
npm :2213053002
kelas : 2H


Identitas Jurnal :
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Volume dan Halaman : Vol.16, No.1, Hal 1-110
Tahun Terbit : 2019
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Nama Penulis : Efriza, Luky Sandra Amalia, Sarah Nuraini Siregar, Defbry Margiansyah, R. Siti Zuhro, Dhuroruddin Mashad


pembahasan
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk
kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden.

Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi
memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi
demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat.
Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan.

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu
merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di
lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat
semakin luas, di tataran empirik pemilu masih
belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia
benar-benar berdaulat.

Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi
identitas dan agama. Fenomena politisasi
identitas dan agama juga diwarnai dengan
berebut suara muslim.7
Munculnya sejumlah
isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang
merugikan mereka pada akhirnya melahirkan
gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan
calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat
representasi ulama sebagai penantang petahanamerekomendasikan Prabowo untuk memilih
cawapres yang berasal dari kalangan ulama
(pasangan capres-cawapres bertipe nasionalisagamis).

Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu bukan hanya penanda suksesi
kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/
evaluasi terhadap pemerintah dan proses
deepening democracy untuk meningkatkan
kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.

Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol
sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader mcalon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan
selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan
selebritis tersebut sebagai vote getter partai
dalam pemilu.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Mesri Rahayu 2213053250 -
NAMA: MESRI RAHAYU
NPM: 2213053250
KELAS: 2H
TUGAS: ANALISIS JURNAL

IDENTITAS JURNAL
Nama jurnal: Jurnal Penelitian Politik
Volume: 16
Nomor: 1
Halaman: 69-81
Tahun terbit: ISSN 1929-8001
Judul jurnal: Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama penulis: R. Siti Zuhro

PEMBAHASAN:
Demokrasi dapat diwujudkan melalui proses konsolidasi demokrasi. Konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Proses pendalaman demokrasi atau konsolidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-elemen kekuatan lainnya seperti civil society, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat.

Partisipasi masyarakat menggambarkan bagaimana tingkat keterlibatan masyarakat dalam proses politik, apakah hanya sekedar manipulasi, konsultasi, aktif atau sampai tingkat decision making process? Masyarakat menaati ketentuan-ketentuan aturan yang dijadikan
acuan dalam proses politik dan pemerintahan.

Proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Secara khusus pilpres yang berkualitas akan berpengaruh positif terhadap pemerintahan yang efektif. Sehingga, pendalaman demokrasi dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Deasy Adelia Syahrani 2213053091 -
Nama : Deasy Adelia Syahrani
Npm : 2213053091
Kelas : 2H

MENGANALISIS JURNAL TENTANG DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019

Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas.

Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Dalam pilpres ini tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilainilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam.

Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by INDAH APRILIA WINDIYANI -
Nama : Indah Aprilia Windiyani
NPM : 2213053033
Kelas : 2H

Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Volume : 16
Nomor : 1
Halaman : 69-81
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama Penulis : R. Siti Zuhro

Pembahasan
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Demokrasi yang berlangsung di daerah daerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsipprinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat.

Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.

Pemilu dan Kegagalan Parpol
Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk memetakan dan menjawab persoalan bangsa. Bagi massa, parpol gagal melaksanakan peran dan fungsinya dan cenderung menggunakan institusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri.

Pemilu dalam Masyarakat Plural
Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, idak semua pihak menyadari pentingnya nilainilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa.

Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Setelah dua dekade berlalu, birokrasi Indonesia masih belum terbebas dari model birokrasi patrimonial, yakni sistem birokrasi yang bercirikan patron-client, sarat dengan power culture, moral hazard, dan safety first philosophy. Dalam sistem pemilu saat ini, bahkan, netralitas birokrasi sulit tercapai karena banyaknya penetrasi politik ke dalam birokrasi. Sebagai akibatnya, seusai pemilu/pilkada tidak sedikit pejabat yang jabatannya terancam.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by SILMI NUR'AFIFAH 2213053129 -
Nama : Silmi Nur'Afifah
NPM : 2213053129
Kelas : 2H


Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Volume : 16
Nomor : 1
Halaman : 69-81
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama Penulis : R. Siti Zuhro


Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. untuk mewujudkan makna tersebut demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis,khususnya sejak Pemilu 1999. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam
pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif.

Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat.

Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka padaakhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Yang menarik hasil ijtima ulama tersebut justru mendapat sanggahan dari kelompok umat Islam lainnya karena dinilai tidak mewakili ulama-ulama lainnya. Sebab, NU, misalnya, tidak merasa turut terlibat dalam ijtima’ ulama tersebut. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.

Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan
kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institusi penegak
hukum.

Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-elemen kekuatan lainnya seperti civil society,
elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Hal tersebut perlu dilakukan karena sukses tidaknya pemilu, konflik tidaknya pilpres sangat bergantung pada tinggi-rendahnya tingkat kepercayaan rakyat
kepada para stakeholders tersebut.

Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Maylien Dwinita Putri -
Analisis Jurnal

Nama : Maylien Dwinita Putri
NPM : 2213053029
Kelas : 2H


Pada saat ini, proses pendalaman demokrasi di Indonesia lebih cenderung goyah dan belum berjalan lancar, hal ini dikarnakan pilar dari demokrasi (seperti partai politik, pemilu, civil society, serta media massa) belum berfungsi secara efektif dan belum maksimal. Padahal, pemilu ini berfungsi sebagai pilar utama demokrasi bagi rakyat dalam menyampaikan aspirasi politiknya dalam memilih wakil-wakil terbaik di lembaga legislatif dan eksekutif secara damai. Proses pendalaman demokrasi yang belum maksimal ini, menyebabkan sebuah tantangan bagi pemilu. Hal ini terlihat jelas pada pemilu 2019, yang mana marak sekali para partai mencalonkan kalangan selebritis sebagai calon legislatif (caleg). Lebih lanjut, tantangan lainnya yaitu para parpol melalui para elit politik dan stakeholders menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Selain itu, ketika pemilu berlangsung, banyak masyarakat yang melontarkan ujaran kebencian karena tidak menyukai parpol serta maraknya berita-berita hoax yang membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.

Banyak pekerjaan yang harus dibenahi oleh Indonesia dalam menyelesaikan masalah ketika pilpres berlangsung. Beberapa masalah itu seperti sengitnya perebutan suara oleh kaum Muslim, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, serta minimnya kepercayaan publik terhadap netralitas aparat negara, penyelenggara pemilu, maupun institusi penegak hukum. Seharusnya, penumbuhan rasa saling percaya diantara penyelenggara pemilu, parpol, dan masyarakat itu saling dikembangkan dan di jaga kerena rasa percaya itu menjadi syarat utama dalam membangun demokrasi yang berkualitas agar terwujudnya stabilitas politik yang baik dan keamanan dalam masyarakat.

Berkaca dari pemilu 2019, tampaknya pemilu yang dilaksanakan ini mempunyai tantangan yang cukup besar, sehingga konsolidasi demokrasi yang berkualitas sangat sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Hal ini karena pemilu 2019 dirasa cukup menghawatirkan. Sebab, disatu sisi karena adanya Presidential Threshold (PT) mereka harus mampu berkoalisi untuk mengusung pasangan capres dan cawapres. Sedangkan disisi lainnya mereka secara bersamaan harus berjuang sendiri-sendiri untuk merebut kursi legislatif.

Berdasarkan hal tersebut, sangat dibutuhan peran penting dari semua stakeholders seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) serta institusi penegak hukum dalam bersinergi dan bekerja sama terkait tugasnya untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres nantinya. Dengan begitu, jika demokrasi yang terbangun semakin substansial, maka akan semakin besar tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah dan terciptanya pemilu yang damai.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Shinta Dwi Kartika 2213053127 -
Nama : Shinta Dwi Kartika
NPM : 2213053127
Kelas : 2H
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Tugas Analisis Jurnal

A. IDENTITAS JURNAL
1. Nama jurnal : Jurnal penelitian politik
2. Halaman jurnal : 69-81
3. Tahun terbit : 2019
4. Judul jurnal : Dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019
5.Nama penulis jurnal : R. Siti Zuhro
6. Kata kunci jurnal : Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun Kepercayaan.
7. Volume : Vol 16
8. Nomor : 01

B. ISI JURNAL
Secara sederhana, demokrasi dapat diartikan sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk merealisasikan arti tersebut tidaklah mudah karena demokrasi perlu proses yang panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilewati, seperti proses konsolidasi demokrasi. Dalam lingkup Indonesia, terdapat beberapa faktor mempengaruhi proses demokrasi yang berlangsung, misalnya faktor budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Demokrasi yang berlangsung di daerah- daerah adalah landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional.
- Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu didefinisikan sebagai sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, terutama, untuk menyampaikan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu serentak 2019 merupakan pemilu kelima pasca Orde Baru dan juga merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu yang bersamaan.
- Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim Pemilu serentak 2019 tidak pernah lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Adanya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
- Pemilu dan Kegagalan Parpol Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, melainkan pemilu merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah serta proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat menjalankan tugasnya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi berjalan tidak maksimal atau terhambat. Pemilu dalam Masyarakat Plural Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724- 1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik. Pemilu dan Politisasi Birokrasi Sebagai bagian dari beberapa upaya untuk menjadikan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Pemilu dalam konteks demokrasi yaitu ditujukan untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif. Sedangkan salah satu isu krusial pilpres 2019 adalah politisasi birokrasi.

C. PENUTUP
Sejauh ini Indonesia mampu mengadakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Hal ini penting karena pemilu tidak hanya menjadi sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, melainkan menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by febe ririn ariyani 2213053277 -
Nama : Febe Ririn Ariyani
NPM : 2213053277
Kelas : 2H

Identitas Jurnal :
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Volume dan Halaman : Vol.16, No.1, Hal 1-110
Tahun Terbit : 2019
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Nama Penulis : Efriza, Luky Sandra Amalia, Sarah Nuraini Siregar, Defbry Margiansyah, R. Siti Zuhro, Dhuroruddin Mashad

PEMBAHASAN

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya

Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di
lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai.
Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak
pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Berbeda dengan
pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial,
pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Untuk memenuhi hal itu,
semua pihak harus berkomitmen untuk selalu meningkatkan kualitas pemilu, bukan saja secara prosedural, melainkan juga secara substansial. Dengan kata lain, pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang. Sebab, di satu sisi dengan adanya presidential threshold (PT) mereka harus
berkoalisi dalam mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presidennya
(cawapres), di sisi lain dalam saat yang bersamaan mereka juga harus berjuang secara sendiri-sendiri untuk merebut kursi legislatif.

Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim

Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi
identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. sejak pemilu 1955 parpol Islam pun belum pernah memperlihatkan dominasi politiknya. Bahkan, suaranya cendrung semakin mengalamI penurunan. Jika pada pemilu 1955, gabungan suara parpol Islam mencapai 43,7%, pada pemilu 2014 suaranya turun menjadi 31.4%.10 Gambaran tersebut dengan jelas
memperlihatkan bahwa dikotomi santri-abangan telah semakin kurang relevan.

Pemilu dan Kegagalan ParpoL

Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik
nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk
memetakan dan menjawab persoalan bangsa. Pengalaman dari pemilu ke pemilu
menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi relatif sama: perilaku distortif, melanggar hukum dan menghalalkan semua cara (vote buying). Tapi parpol sebagai peserta pemilu belum mampu merespon dan memberi solusi konkrit. Harapan
rakyat pasca pemilu, mereka bisa menyaksikan kinerja pemerintah/parlemen yang lebih berpihak pada nasib rakyat. Karena pemilu diharapkan berkorelasi positif terhadap kesejahteraan rakyat.

Pemilu dalam Masyarakat Plural
Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan
multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik. Dalam konteks Indonesia, kiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak hanya kemajemukan etnik dan daerah, tetapi pada saat yang bersamaan adalah ’subbudaya etnik dan daerah’ yang majemuk pula. Lepas dari itu, harus diakui juga bahwa pemilu di era reformasi telah memberikan nilai positif. Misalnya, proses liberalisasi politik di era transisi ini tidak hanya membuat proses politik menjadi semakin plural, tetapi juga kompetitif.
Setidaknya, hal ini bisa dilihat dalam berbagai arena kontestasi politik.

Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Pemilu dalam konteks demokrasi tak lain dimaksudkan untuk menghasilkan pemerintahan
yang efektif. Sedangkan salah satu isu krusial pilpres 2019 adalah politisasi birokrasi.
Persoalannya, bagaimana menjadikan birokrasi tetap profesional, independen dan netral secara politik dalam pemilu. Harus diakui bahwa birokrasi sangat rentan dijadikan alat kepentingan politik.
Sejak era reformasi masalah reformasi birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah menjadi isu sentral dan perdebatan publik. Krusialnya isu reformasi birokrasi ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan rakyat yang semakin kuat agar birokrasi menjadi ‘abdi rakyat’. Adalah sulit diingkari bahwa kualitas birokrasi yang buruk menjadi salah satu sumber keterbelakangan
Indonesia. Selain infrastruktur dan korupsi, birokrasi telah menjadi salah satu penghambat
pembangunan. Secara umum, pola relasi antara birokrasi dan politik cenderung dinamis, khususnya ketika proses politik berlangsung, yaitu saat birokrasi dan politik sedang memproses penyusunan peraturan atau perundang-undangan dan peraturan daerah. Intensitas relasi juga terjadi saat birokrasi menjalankan programnya dan saat institusi politik
melakukan pengawasan. Keseimbangan pola relasi antara politik dan birokrasi berpengaruh
terhadap proses pembangunan, baik di pusat maupun daerah.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Alda puspita 2213053168 -
Nama : Alda Puspita
Kelas : 2H
Npm : 2213053168

Proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi oleh beberapa faktor,misalnya budaya politik,
perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin
pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004
dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.
Demokrasi yang berlangsung di daerah daerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional.

Demokrasi di Indonesia telah berlangsu g selama 21 tahun (1998-2019) dan masih diwarnai prosedural
ketimbang substantif. Masalahnya kepastian sosial politik (social political certainty) terasa menjauh seiring dengan hadirnya keriuhan,
kegaduhan, penistaan agama, isu intoleransi, masalah kebhinekaan yang menimbulkan konflik/sengketa dan silang pendapat serta berita-berita
hoax yang muncul tanpa henti.

Selain permasalahan hoaks dan ujaran
kebencian, isu politisasi agama dalam pilpres 2019 menjadi salah satu hal yang paling menonjol dalam masa kampanye. Uniknya,
kedua belah pihak mengklaim paling mewakili suara umat Islam. Penggunaan politisasi agama
dan character assassination dalam kampanye semakin mempertajam ketegangan sosial yang
berdampak pada munculnya rasa saling tak percaya dan saling tak menghargai antar sesama
anak bangsa. Dampaknya, demokrasi yang terbangun menafikan nilai-nilai budaya positif, seperti saling menghargai/menghormati, saling
mempercayai dan saling berempati.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Adelina Kusumawati 2213053234 -

Nama    : Adelina Kusumawati

NPM : 2213053234

Kelas : 2H

Identitas Jurnal 
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Volume dan Halaman : Vol.16, No.1, Hal 1-110
Tahun Terbit : 2019
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Nama Penulis : Efriza, Luky Sandra Amalia, Sarah Nuraini Siregar, Defbry Margiansyah, R. Siti Zuhro, Dhuroruddin Mashad

Jurnal Penelitian Politik nomor ini menyajikan 6 artikel yang membahas topik-topik yang terkait dengan isu elektoral. Artikel pertama yang ditulis oleh Efriza, “Penguatan Sistem Presidensial dalam Pemilu Serentak 2019,” mencoba menjelaskan mengenai dinamika koalisi dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dan sekaligus menjelaskan upaya koalisi dalam pemilu serentak 2019. Tulisan ini juga membahas mengenai penerapan sistem presidensial yang dapat dikatakan ada kelemahan karena diterapkannya sistem multipartai. Disamping itu, tulisan ini mengkritisi ketiadaan perubahan besar dari diterapkannya sistem pemilihan umum serentak 2019, yang disebabkan oleh masih diterapkannya presidential threshold dan masih lemahnya pelembagaan partai politik itu sendiri, sehingga pola koalisi yang dibangun oleh kedua pasangan calon presiden tetap bersifat pragmatis semata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemilu Serentak 2019 membawa harapan terjadinya coattail effect, sehingga terjadi peningkatan dukungan politik di legislatif terhadap pemerintahan yang terpilih nantinya. Hal ini menunjukkan terjadinya penguatan terhadap sistem presidensial karena dukungan memadai di legislatif.

Artikel berikutnya, “Upaya Mobilisasi Perempuan Melalui Narasi Simbolik ‘Emak-Emak Dan Ibu Bangsa’ Pada Pemilu 2019”. Artikel yang ditulis oleh Luky Sandra Amalia ini membahas upaya mobilisasi suara perempuan dilakukan melalui penyematan label ‘emak- emak’dan ‘ibu bangsa’. Emak-emak adalah sebutan bagi perempuan pendukung paslon penantang sedangkan ibu bangsa merupakan panggilan untuk perempuan yang berada di barisan kubu petahana. Tulisan ini berpendapat bahwa label emak-emak maupun ibu bangsa yang disematkan oleh kedua kubu capres-cawapres kepada pemilih perempuan hanya sebatas narasi simbolis untuk memobilisasi suara perempuan yang mencapai lebih separoh jumlah pemilih. Tidak ada yang lebih konkrit dari yang lain, kedua istilah tersebut sama-sama mendomestikasi peran perempuan.

Sementara itu, artikel “Netralitas Polri Menjelang Pemilu Serentak 2019” yang ditulis oleh Sarah Nuraini Siregar menganalisa secara khusus netralitas Polri dalam proses pemilu 2019. Terdapat dua pertimbangan atas ulasan ini. Pertama, karena Polri mengemban fungsi keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat; termasuk dalam hal ini menjaga keamanan pemilu 2019. Kedua, karena Polri juga memiliki fungsi preventif untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan, khususnya menjelang pemilu. Artikel selanjutnya membahas tentang “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019” yang ditulis oleh R. Siti Zuhro yang membahas tantangan konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019. Pembangunan demokrasi Indonesia sebagaimana tercermin dari pilpres
masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Artikel selanjutnya membahas mengenai “Menelaah Sisi Historis Shalawat Badar : Dimensi Politik Dalam Sastra Lisan Pesantren” ditulis oleh Dhuroruddin Mashad. Tulisan ini membahas mengenai tradisi lisan pesantren salah satunya Shalawat Badar yang ternyata memperlihatkan karakateristiknya yang beda, yakni tampil kental dengan nuansa politik. Shalawat ini acapkali dijadikan sarana mobilisasi kaum santri dalam berbagai kontestasi politik. Realitas ini menjadi bukti bahwa entitas Shalawat Badar kenyataannya merupakan manifestasi dari relasi antara sastra – agama - politik. Naskah ini dimaksud untuk melakukan rekonstruksi historis tetang konteks politik ketika Shalawat Badar lahir.

“Penataan Demokrasi & Pemilu di Indonesia Pasca Reformasi”. Review yang ditulis Sutan Sorik mengulas buku yang ditulis oleh Ni’matul Huda dan M. Imam Nasef tentang Demokrasi dan Pemilu di Indonesia Pasca Reformasi. Ulasan berfokus pada tiga hal yaitu tentang dinamika pelaksanaan demokrasi dan pemilu di Indonesia dengan batasan pasca reformasi, baik dari segi aspek normatif maupun empiris, bagaimana desain sistem penyelenggaraan pemilu, serta bagaimana pemecahan dan harapan untuk masa depan demokrasi dan kelembagaan penyelenggara pemilu agar mampu meng-upgrade demokrasi yang sedang dibangun. Walaupun ada kritik untuk buku ini tentang belum mengupas persoalan sumber daya manusia (SDM) yang memengaruhi performa lembaga-lembaga yang menjalankan demokrasi dan pemilu, akan tetapi ulasan ini sepakat dengan penulis bahwa masih perlu adanya penataan demokrasi dan pemilu di Indonesia.


In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Asty Yulia Pratiwi 2213053255 -
Nama : Asty Yulia Pratiwi
NPM : 2213053255
Kelas : 2H

Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Volume dan Halaman : Vol.16, No.1, Hal 1-110
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Nama Penulis : R. Siti Zuhro

Hasil Analisis Jurnal
Secara sederhana demokrasi dapat diartikan sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, dalam mewujudkannya tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang serta tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. konsolidasi demokrasi adalah sarana untuk meningkatkan prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Pemilu adalah pilar demokrasi yang terpenting dan cara terbaik bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi politiknya dengan memilih perwakilan terbaiknya di lembaga legislatif dan Presiden/Wakil Presiden secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi menjadi syarat kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat dari para pendiri bangsa. Demokrasi akan terkonsolidasi apabila para tokoh politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan hal penting yang dimaksudkan sebagai upaya untuk pendalaman demokrasi (deepening democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan masyarakat lokal. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya merupakan sebuah tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik.

Penggunaan politisasi agama dan character assassination dalam kampanye semakin mempertajam ketegangan sosial yang berdampak pada munculnya rasa saling tak percaya dan saling tak menghargai antarsesama anak bangsa Berkurangnya nilai-nilai toleransi, khususnya, dalam pemilu telah menimbulkan ekses negatif, seperti kekerasan dan kerusuhan. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, memperebutkan suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Meskipun dikotomi santri-abangan cenderung makin cair, pendapat tentang pentingnya pasangan calon yang merepresentasikan santri dan abangan masih cukup kuat. Tetapi, hal tersebut tidak menjamin kemenangan. Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu harus mampu menjalankan tugasnya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini terbukti dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan artis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan artis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu. demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar kemungkinan munculnya public trust dan pemilu yang damai. Sebaliknya, semakin prosedural demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak percayaan publik dan semakin rentan pula sengketa/konflik yang akan muncul. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Sebagai negara demokrasi keempat terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum membuktikan dirinya sebagai negara yang mempraktikan demokrasi substantif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Annisa Rintiara 2213053050 -
NAMA : ANNISA RINTIARA
NPM : 2213053050
KELAS : 2H

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya

Sebagai pilar utama demokrasipemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyatkhususnyauntuk menyalurkan aspirasi politiknyamemilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damaiKeberhasilan penyelenggaraan pemilu pemilu legislatifpemilihan kepala daerah dan pemilihan presidendan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsaMeskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luasdi tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat.

Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemenelemen kekuatan lainnya seperti civil society,
elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat.

Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan
institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres. Hal tersebut perlu dilakukan karena sukses tidaknya pemilu, konflik tidaknya pilpres sangat bergantung pada tinggi-rendahnya tingkat kepercayaan rakyat kepada para stakeholders tersebut. Karena itu bisa disimpulkan bahwa semakin substansial demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar kemungkinan munculnya public trust dan pemilu yang damai. Sebaliknya, semakin prosedural demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak percayaan publik dan semakin rentan pula sengketa/konflik yang akan muncul.

Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by YUANI TRI ASTUTI 2213053046 -
Nama:Yuani Tri Astuti
Npm:2213053046
Kls:2H

Tugas Analisis Jurnal Penelitian Politik mengenai “Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019”.

Pemilihan umum serentak (pemilu serentak) yang diselenggarakan tahun 2019 di Indonesia merupakan pemilu pertama di mana pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif (pileg). Hal ini menjadi alasan dilaksanakannya penelitian ini, karena peristiwa ini pastilah akan menampilkan dinamika menarik di tengah kehidupan masyarakat tepatnya pada bidang sosial politik ketika masa pra-pemilihan.

Jurnal Penelitian Politik nomor 10/E/KPT/2019 memuat 6 artikel yang masing-masing membahas topik yang terkait dengan isu electoral (sistem demokrasi pemilihan wakil rakyat). Artikel pertama yang ditulis oleh Efriza, “Penguatan Sistem Presidensial dalam Pemilu Serentak 2019,” mencoba menjelaskan mengenai dinamika koalisi dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dan sekaligus menjelaskan upaya koalisi dalam pemilu serentak 2019. Artikel kedua berjudul, “Upaya Mobilisasi Perempuan Melalui Narasi Simbolik ‘Emak-Emak Dan Ibu Bangsa’ Pada Pemilu 2019”. Artikel yang ditulis oleh Luky Sandra Amalia ini membahas upaya mobilisasi suara perempuan dilakukan melalui penyematan label ‘emak-emak’dan ‘ibu bangsa’. Tulisan ini berpendapat bahwa label emak-emak maupun ibu bangsa yang disematkan oleh kedua kubu capres-cawapres kepada pemilih perempuan hanya sebatas narasi simbolis untuk memobilisasi suara perempuan yang mencapai lebih separoh jumlah pemilih. Tidak ada yang lebih konkrit dari yang lain, kedua istilah tersebut sama-sama mendomestikasi peran perempuan. Melalui label emak-emak maupun ibu bangsa, kedua kubu seolah menegaskan bahwa perempuan harus menjadi ibu/emak yang tugasnya hanya di ranah domestik. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya patriarki yang masih berkembang di masyarakat.

Pada artikel berikutinya yang dibahas ialah “Netralitas Polri Menjelang Pemilu Serentak 2019” yang ditulis oleh Sarah Nuraini Siregar menganalisa secara khusus netralitas Polri dalam proses pemilu 2019. Kemudian, yang keempat menyinggung fenomena “Populisme Di Indonesia Kontemporer: Transformasi Persaingan Populisme dan Konsekuensinya dalam Dinamika Kontestasi Politik Menjelang Pemilu 2019” yang ditulis oleh Defbry Margiansyah di mana artikel ini mencoba untuk menganalisa transformasi dari persaingan populisme di dua pemilu berbeda dan konsekuensi yang ditimbulkan bagi politik elektoral, termasuk elaborasi pola-pola kerja populisme dalam proses kontestasi politik dan faktor-faktor yang melatarbelakangi kembalinya politik populisme di Indonesia. Selanjutnya ada artikel kelima yang membahas tentang “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019” artikel ini ditulis oleh R. Siti Zuhro dengan pokok pembahasan mengenai tantangan konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019. Artikel selanjutnya membahas mengenai “Menelaah Sisi Historis Shalawat Badar : Dimensi Politik Dalam Sastra Lisan Pesantren” ditulis oleh Dhuroruddin Mashad, tulisan ini membahas mengenai tradisi lisan pesantrens alah satunya Shalawat Badar yang ternyata memperlihatkan karakateristiknya yang beda, yakni tampil kental dengan nuansa politik. Shalawat ini acapkali dijadikan sarana mobilisasi kaum santri dalam berbagai kontestasi politik.

Secara khusus, analisis penuh akan saya fokuskan pada artikel kelima yang berjudul, “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019” yang ditulis oleh R. Siti Zuhro.

Di dalam tulisan ini dibahas tentang tantangan konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019. Seperti yang jelas diketahui, pada pembangunan demokrasi Indonesia yang jelas tercermin sebagaimana kondisi pilpres, masih mengalami banyak masalah. Pendalaman dan pemahaman mengenai demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum dilaksanakan dan diperankan secara efektif. Dan mengecewakannya, ternyata pada Pilpres 2019 perlu diakui bahwa kita masih belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula dalam membangun kepercayaan publik. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi secara efektif ataupun maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Pemilu dalam konteks demokrasi tak lain dimaksudkan untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif. Sedangkan salah satu isu krusial pilpres 2019 adalah politisasi birokrasi. Persoalannya, bagaimana menjadikan birokrasi tetap profesional, independen dan netral secara politik dalam pemilu. Harus diakui bahwa birokrasi sangat rentan dijadikan alat kepentingan politik. Keberpihakan birokrasi pada satu kekuatan politik tertentu akan menimbulkan kerawanan tersendiri. Setelah dua dekade berlalu, birokrasi Indonesia masih belum terbebas dari model birokrasi patrimonial, yakni sistem birokrasi yang bercirikan patron-client, sarat dengan power culture, moral hazard, dan safety first philosophy. Dalam sistem pemilu saat ini, bahkan, netralitas birokrasi sulit tercapai karena banyaknya penetrasi politik ke dalam birokrasi. Sebagai akibatnya, seusai pemilu/pilkada tidak sedikit pejabat yang jabatannya terancam.

Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institusi penegak hukum. Padahal trust building merupakan suatu keniscayaan dalam proses deepening democracy/ konsolidasi demokratisasi. Tumbuhnya rasa saling percaya di antara penyelenggara pemilu, parpol dan masyarakat menjadi syarat utama terbangunnya demokrasi yang berkualitas dan penopang terwujudnya stabilitas politik dan keamanan dalam masyarakat. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Lutpi mawar jerlika 2213053100 -
Nama: Lutpi Mawar Jerlika
Kelas:2H
Npm:2213053109.
Analisis:
Identitas Jurnal :
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Volume dan Halaman : Vol.16, No.1, Hal 1-110
Tahun Terbit : 2019
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Nama Penulis : Efriza, Luky Sandra Amalia, Sarah Nuraini Siregar, Defbry Margiansyah, R. Siti Zuhro, Dhuroruddin Mashad


DEMOKRASI DAN PRESIDEN PEMILU 2019

Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat. Demokrasi akan terkonsolidasi bila
Sebagai pilar utama demokrasipemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyatkhususnyauntuk menyalurkan aspirasi politiknyamemilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damaiKeberhasilan penyelenggaraan pemilu pemilu legislatifpemilihan kepala daerah dan pemilihan presidendan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsaMeskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luasdi tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulatPembahasan
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness.

Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahansosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.

Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by RANI SELVIA -
Nama : Rani selvia
Kelas : 2H
NPM : 2213053209

ANALISIS JURNAL
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Volume dan Halaman : Vol.16, No.1, Hal 1-110
Tahun Terbit : 2019
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Nama Penulis : Efriza, Luky Sandra Amalia, Sarah Nuraini Siregar, Defbry Margiansyah, R. Siti Zuhro, Dhuroruddin Mashad, Sutan Sorik.


Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar 4 kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan.

pemilu adalah sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa.Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsipprinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik dalam konteks ini pilpres dapat digolongkan sebagai demokrasi formal.


Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by RELLYS PRATIWI -
Nama : Rellys Pratiwi
NPM : 2213053070
Kelas : 2 H

Analisis Jurnal Demokrasi Dinamika Politik menjelang Pemilu Serentak 2019
Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik,perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
Proses demokrasi (demokratisasi) tersebutberlangsung relatif dinamis, khususnya sejakPemilu 1999. Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata
kelola pemerintahan. Secara khusus pilpres yang berkualitas akan berpengaruh positif terhadap pemerintahan yang efektif (governable). Secara umum bila demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap
kebijakan publiknya.

Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat.Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim.7 Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat representasi ulama sebagai penantang petahanamerekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama (pasangan capres-cawapres bertipe nasionalisagamis).

Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk memetakan dan menjawab persoalan bangsa. Parpol hanya memperdebatkan soal electoral threshold sebagai legitimasi kelayakan. Dalam konteks pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilainilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan
penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Septa Anggraeni -
Nama : Septa Anggraeni
NPM : 2213053241
Kelas : 2H

Ananalisis Jurnal Penelitian Politik
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya

Pemilihan umum yang disingkat pemilu menjadi sangat dekat hubungannya dengan masalah politik dan pergantian pemimpin. Dilansir dari situs resmi Komisi Pemilihan Umum, dalam sebuah negara demokrasi, pemilu merupakan salah satu pilar utama dari proses akumulasi kehendak masyarakat. Pemilu sekaligus merupakan proses demokrasi untuk memilih pemimpin.
Pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan usaha politiknya dengan memilih perwakilan terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Secara teoritis pemilihan umum dianggap merupakan tahap paling awal dari berbagai rangkaian kehidupan tata negara yang demokratis. Sehingga pemilu merupakan motor penggerak mekanisme sistem politik Indonesia.

Menurut Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, terdapat sejumlah pelanggaran Pilpres 2019 yang sistematis, terstruktur, dan masif meliputi penyalahgunaan APBN dan/atau Program Kerja Pemerintah, ketidaknetralan aparatur negara, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, dan diskriminasi perlakuan, dan penyalahgunaan penegakan hukum.[5]
Disebutkan juga dalam permohonan adanya kekacauan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU dalam kaitannya dengan Daftar Pemilih Tetap, seperti banyaknya kesalahan input data pada Situng yang mengakibatkan terjadinya ketidaksesuaian data (informasi) dengan data yang terdapat pada C1 yang dipindai KPU sendiri di 34 provinsi. BPN Prabowo-Sandi telah menemukan penjumlahan suara sah yang tidak sesuai dengan jumlah DPT/DPTb/DPK dan kesalahan data yang terdapat pada C1. Prabowo-Sandiaga menilai KPU tidak teliti, memiliki aplikasi sistem perhitungan yang belum sempurna, tidak profesional, serta terdapat kejanggalan lainnya yang terdapat pada data C1.[5]
Selain itu, BPN Prabowo-Sandi juga menyatakan perolehan suara yang berbanding terbalik dengan KPU. Perolehan suara yang diajukan dalam permohonan disebutkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin memperoleh suara 63.573.169 atau 48%. Sementara Prabowo-Sandiaga mendapat total suara 68.650.239 atau 52%
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by ADELIA SHINTIA NINGRUM -
Nama : Adelia Shintia Ningrum
NPM : 2213053192
Kelas : 2H

Identitas Jurnal :
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Volume dan Halaman : Vol.16, No.1, Hal 69-81
Tahun Terbit : 2019
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Nama Penulis : Efriza, Luky Sandra Amalia, Sarah Nuraini Siregar, Defbry Margiansyah, R. Siti Zuhro, Dhuroruddin Mashad

Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi.
Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.
Proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin
pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.
Demokrasi yang berlangsung di daerah daerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional.

Demokrasi di Indonesia telah berlangsung selama 21 tahun (1998-2019) dan masih diwarnai prosedural
ketimbang substantif. Masalahnya kepastian sosial politik (social political certainty) terasa menjauh seiring dengan hadirnya keriuhan,
kegaduhan, penistaan agama, isu intoleransi, masalah kebhinekaan yang menimbulkan konflik/sengketa dan silang pendapat serta berita-berita
hoax yang muncul tanpa henti.
Selain permasalahan hoaks dan ujaran kebencian, isu politisasi agama dalam pilpres 2019 menjadi salah satu hal yang paling menonjol dalam masa kampanye. Uniknya,
kedua belah pihak mengklaim paling mewakili suara umat Islam. Penggunaan politisasi agama dan character assassination dalam kampanye semakin mempertajam ketegangan sosial yang berdampak pada munculnya rasa saling tak percaya dan saling tak menghargai antar sesame anak bangsa. Dampaknya, demokrasi yang terbangun menafikan nilai-nilai budaya positif, seperti saling menghargai/menghormati, saling
mempercayai dan saling berempati.
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Shella Priscillia 2253053054 -
Nama : Shella Priscillia
Npm : 253053054
Kelas : 2H

ANALISIS JURNAL
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Volume dan Halaman : Vol.16, No.1, Hal 1-110
Tahun Terbit : 2019
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Nama Penulis : Efriza, Luky Sandra Amalia, Sarah Nuraini Siregar, Defbry Margiansyah, R. Siti Zuhro, Dhuroruddin Mashad, Sutan Sorik


Konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999.
Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsipprinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut. Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres).
Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan
institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres.
Karena itu bisa disimpulkan bahwa semakin substansial demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar kemungkinan munculnya public trust dan pemilu yang damai. Sebaliknya, semakin prosedural demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak percayaan publik dan semakin rentan pula sengketa/konflik yang akan muncul.
Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Desvyta Shelzalia Indra 2253053050 -
Nama:Desvyta Shelzalia Indra
NPM:2253053050
Kelas:2 H

ANALISIS JURNAL

Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Volume : 16
Nomor : 1
Halaman : 69-81
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama Penulis : R. Siti Zuhro

PEMBAHASAN
Konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.
Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitas kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness.

Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia.
Secara teoretis
konflik atau sengketa dalam pemilu bisa diredam jika peserta pemilu (parpol), penyelenggara pemilu, pemerintah, dan institusi penegak hukum mampu menunjukkan profesionalitas dan independensinya, tidak partisan dan memiliki komitmen yang tinggi dalam menyukseskan pemilu.

Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen elemen kekuatan lainnya seperti civil society,elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey.
Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat.

Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan
institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres.

Karena itu bisa disimpulkan bahwa semakin substansial demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar kemungkinan munculnya public trust dan pemilu yang damai. Sebaliknya, semakin prosedural demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak percayaan publik dan semakin rentan pula sengketa/konflik yang akan muncul.

Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.