Nama : Rohmah Shela Saputri
NPM : 2213053112
Kelas : 2G
Identitas jurnal:
Judul jurnal : Kearifan Budaya Lokal Perekat Identitas Bangsa
Volume dan Halaman : Vol. 05 dan Hal. 9-16
Tahun Terbit: 2016
Nama jurnal: Bakti Saraswati
Nama Penulis: Ida Bagus Brata
Pendahuluan:
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan kebudayaannya masing-masing. Identitas seseorang ditentukan oleh keanggotaannya di dalam berbagai kesatuan sosial. Memahami kebudayaan Indonesia dari berbagai segi penting artinya dalam rangka menemukan integrasi sebagai unsur penting dalam usaha persatuan bangsa. Pantaslah motto “Bhinneka Tunggal Ika” menjadi bingkai dalam memahami isi (nilai) kebudayaan ini. Multikulturalisme memiliki maknai sebagai sebuah kepercayaan yang menyatakan bahwa kelompok-kelompok etnik atau budaya (ethnic and cultural groups) dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co-existence. Multikulturalisme juga merupakan sebuah formasi sosial yang membukakan jalan bagi dibagunnya ruang-ruang. bagi identitas yang beragam sekaligus jembatan yang menghubungkan ruang-ruang itu sebagai sebuah integrasi (Sparingga, 2003). Sebagai bangsa yang memiliki sejarah panjang, sehingga tidak dapat dihindari bahwa bangsa Indonesia berada dalam kehidupan dengan beraneka budaya di dalamnya, seperti: budaya Jawa, Sunda, Madura, Minang, Batak, Makasar, Bugis, Toraja, Manggarai, Sikka, Sumba, Bali, Sasak dan lainlain yang hidup berdampingan dan saling melengkapi satu sama lain.
Pembahasan:
KERANGKA KONSEPSUAL DAN TEORETIK
Secara konsepsual kearifan loka adalah bagian dari kebudayaan. Haryati Subadio (1986:18-19) mengatakan kearifan lokal (local genius) secara keseluruhan meliputi, bahkan mungkin dapat dianggap sama dengan cultural identity yang dapat diartikan dengan identitas atau keperibadian budaya suatu bangsa. Sifat-sifat hakiki kearifan lokal menurut Poespowardojo, yaitu:
1. Mampu bertahan terhadap budaya luar;
2. Mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar;
3. Memiliki kemampuan mengintegrasi unsur-unsur budaya luar ke dalam kebudayaan asli;
4. Mampu mengendalikan;
5. Mampu memberikan arah pada perkembangan budaya.
Mengikuti sejarah perjalanan bangsa ini dengan mudah bisa dilihat bahwa persoalan agama, etnisitas, serta identitas ialah isu sensitif yang sering kali bisadimanipulasi agar memicu reaksi-reaksi emosional yang sering kali apabila tidak diantisipasi dengan baik berpotensi menimbulkan hal-hal yang bersifat fatal.
KEARIFAM LOKAL SEBAGAI PEREKAT IDENTITAS BANGSA.
Penguatan jati diri suatu kelompok etnik atau bangsa menjadi begitu penting di era globalisasi, dengan harapan jangan sampai tercerabut dari akar budaya yang kita warisi dari para pendahulu di tengah tengah kecenderungan homogenitas kebudayaan sebagai akibat dari globalisasi. Struktur masyarakat Indonesia yang multi dimensional merupakan suatu kendala bagi terwujudnya konsep integrasi secarahoorizontal. Hal ini dapat dilihat dari beberapa karakteristik yang dapat dikenali sebagai sifat dasar dari suatu masyarakat majemuk sebagaimana yang telah dikemukakan oleh van den Berghe yakni: 1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok yang sering kali mempunyaikebudayaan atau lebih tepat sub kebudayaan, yang berbeda satu sama lainnya;
2. Mempunyai struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non komplementer;
3. kurang mengembangkan konsesus di antara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar;
4. Secara relatif seringkali terjadi konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya;
5. secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi; serta
6. Adanya dimensi politik oleh suatu kelompok di atas kelompok-kelompok yang lain.
Koentjaraningrat (1980), mengemukakan, bahwa dalam rangka menganalisis hubungan antara suku bangsa atau antara golongan, maka beberapa hal diantaranya, yaitu:
1) Sumber-sumber konflik;
2) Potensi untuk toleransi;
3) Sikap dan pandangan dari suku bangsa atau golongan terhadap sesama suku bangsa atau golongan;
4) Tingkat masyarakat dimana hubungan dan pergaulan antara suku bangsa atau golongan tadi berlangsung.
Dalam kaitan ini Geriya (2000) bahwa ada tujuh indikator terkait dengan kemampuan ketahanan modal budaya suatu kolektiva untuk tumbuh secara surplus atau defisit, yaitu:
(1) ketahanan ideal (ketahanan sistem nilai);
(2) ketahanan struktural (ketahanan kelembagaan);
(3) ketahanan pisikal (ketahanan sistem budaya fisik);
(4) ketahanan mental (ketahanan sikap mental);
(5) Ketahanan fungsional (ketahanan fungsi unsure-unsur kebudayaan);
(6) ketahanan sistemik (ketahanan totalitas sistem masyarakat); dan
(7) ketahanan prosesual (ketahanan dan kelenturan menghadapi perubahan).
Sistem nilai adalah inti dari kebudayaan. Konfigurasi nilai menjadi identitas dan karakteristik dasar suatu kebudayaan (Alisyahbana, 1985). Kearifan lokal yang fungsional bagi pelestarian dan pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahaun, contoh: upacara saraswati. Penting untuk disadari bahwa bangsa Indonesia mewarisi berbagai kekayaan alam, kekayaan hayati, dan kekayaan keanekaragaman sosiokultural. Kekayaan ini adalah modal dasar yang harus dikelola untuk kesejahteraan masyarakatnya dandiharapkan mampu menumbuhkembangkan identitas ke-Indonesiaan, menjadi referensi dalam mengembangkan wawasan kebangsaan, membangun bobot kualitas manusia dan bangsa Indonesia, kemuliaan harkat dan martabat bangsa yang memancar ke dalam bagi keadaban warga negara bangsa dan ke luar dalam membangun citra dan pergaulan antar bangsa dalam bingkai diplomasi kebudayaan. Pada era globalisasi saat inimuncul upaya-upaya untuk membangkitkan kembali atau pemberdayaan, pelestarian serta pengembangan adat istiadat dan peran dari lembaga-lembaga adat dan mampu menjawab berbagai tantangan ke depan, jadi kearifan lokal itu dapat dijadikan sebagai perekat sekaligus memperkokoh identitas bangsa.
Kesimpulan :
Menurut uraian penjelasan diatas tampaknya bangsa Indonesia memang ditakdirkan sebagai bangsa yang multikultur, atas dasar itulah semua komponen bangsa ini berkewajiban memelihara dan mendidik masyarakat supayamampu hidup bersama dalam keanekaragaman tanpa kehilangan identitas budaya masing-masing serta mampu memberi jaminan hidup budaya orang/etnis lain. Jadi, perlu pembelajaran yang tepat agar budaya kekerasan yang banyak terjadi dikikis dengan budaya damai.