Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Nama : Riski agistia
NPM : 2213053303
Kelas : 2D
Prodi : PGSD
Post Test
Analisis Jurnal
A. Identitas Jurnal
1. Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi
2. Halaman : 21-30
3. Volume : VII
4. Nomor : No. 01
5. Tahun Terbit : Juni 2017
6. Judul Jurnal : Penegakan Hukum Dan Perlindungan Negara
7. Nama Penulis : M. Husein Maruapey
8. Kata Kunci : Keputusan, Negara, Warga Negara, Perlindungan Hukum.
B. Isi Jurnal
Abstrak
Figur Pemimpin yang satu ini terkenal dengan Ceplas Ceplosnya. tegas, keras dan apa adanya dalam bertutur kata tanpa memandang dengan siapa lawan bicaranya, apalagi terjadi kekeliruan dalam pekerjaan oleh bawahannya. Dialah Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang telah ditetapkan sebagai dugaan kasus dugaan penistaan agama oleh Bareskrim Polri. Keputusan tersebut murni dituntut oleh pertimbangan hukum dan bukan karena adanya
tekanan masyarakat. Keputusan yang diambil memiliki resiko. Namun, antisipasi siap menghadapi risiko sekecil apapun. “Demonstrasi damai yang dilakukan mayoritas Muslim pada tanggal 4 November 2016 adalah unjuk rasa untuk menuntut Negara dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia agar bekerja secara profesional dan
segera mengsangkakan Ahok sebagai pihak yang tertuduh menistakan Alquran. Diikuti oleh Alim Ulama, Kaum
Pemudah, Organisasi Sosial kemasyarakatan mendesak kepada Presiden dan jajarannya untuk memproses secara transparan dan membuka kasus penistaan Alquran yang dilakukan Ahok. Walaupun unjuk rasa yang dilakukan berakhir dengan damai, namun diakui oleh Kapolri Jend Tito Karnavian,bahwa ada segelintir pihak tertentu yang mencoba memanfaatkan aksi damai tersebut dengan melakukan tindakan konstitusional.Oleh karena itu kehadiran Negara adalah untuk melindungi warga negaranya terhadap tindakan yang dapat mencederai tatanan hukum . Negara
wajib memperlakukan dan melindungi siapapun terhadap kejaliman dan ketidakadilan yang menerpa warga negaranya. Dalam UUD 1945 Pasal 27 Bahwa Setiap warga Negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Selama Orde Baru, komunitas Tionghoa di Indonesia menghadapi keberatan dan
kurang mendapat tempat di hati pemerintahan Soeharto. Dalam beberapa dekade, tokoh atau
tokoh masyarakat dari komunitas ini terus berjuang untuk mendapatkan haknya sebagai warga negara dan hak-hak lain termasuk hak politik untuk dipilih dan memilih yang dilindungi oleh Undang-Undang. Perjuangan
yang dilakukan oleh komunitas ini terbukti berhasil dengan keluarnya UU No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Salah satu
yang menjadi bukti bahwa komunitas ini merupakan bagian dari bangsa indonesia adalah kesamaan dimata hukum dan pemerintahan, sehingga untuk kali pertama DKI, Ibu Kota Jakarta dikomandai oleh etnis Tionghoa yakni Ahok Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok adalah Gubernur pertama
dari komunitas Tionghoa yang siap untuk mengambil alih
kepemimpinan ibu kota. Usul mendapat tantangan, terutama dari Partai Gerindra dan Front Pembela Islam (FPI), DPRD DKI Jakarta dalam sidang paripurna hari Jumat
(11/04/15) memutuskan menetapkan Ahok sebagai gubernur. Berbeda dengan Joko Widodo (Jokowi)
yang penuh dengan pendekatan persuasif, Ahok terkenal karena bisa memuntahkan kemarahan pada pejabat yang kerjanya tidak
becus. Para pendukungnya percaya dia bisa mengoyahkan birokrasi yang tidak efisien. Meskipun banyak yang meragukan tokoh nonMuslim ini ketika ia terpilih sebagai wakil gubernur pada tahun 2012, gaya tangguh Ahok
dan kampanyenya dalam mengusung
transparansi di negara yang tingkat korupsinya tinggi seperti Indonesia, telah membantunya memenangkan dukungan publik yang kuat.
Purnama dilahirkan dalam sebuah
keluarga kaya di pulau Belitung. Ia
menamatkan studi geologi di universitas di Jakarta, sebelum kembali ke kampung halamannya dan masuk ke dunia bisnis. Terutama pada masa pemerintahan otoriter, perusahaan swasta merupakan ruang lingkup
di mana etnis Tionghoa menghadapi
kesulitan yang lebih sedikit. Banyak
konglomerat terkemuka di era Suharto yang berasal dari minoritas Tionghoa.
Ketika salah satu proyeknya mengalami kesulitan dengan pejabat setempat, Purnama menjadi begitu kecewa dan hampir pindah ke
luar negeri. Namun ayahnya membujuknya untuk tetap tinggal di tanah air. Sang ayah juga yang mendorong dia menggunakan bakatnya
untuk membantu mereka yang kurang beruntung
. Ia kemudian masuk dalam kancah politik lokal tahun 2004.
Gaya Ahok mungkin berbeda dengan
Jokowi. Tapi dia telah berjanji untuk
melanjutkan program sebelumnya, termasuk memperluas akses ke pelayanan kesehatan dan
pendidikan bagi masyarakat miskin, serta meningkatkan layanan transportasi umum dan
lalu lintas di ibu kota. Dalam perjalanan
memimpin ibu kota negara ahok tak ubahnya pedang yang siap menghunus siapapun yang dianggap bersalah. Bah harimau yang siap menerkam mangsanya, ahok tanpa pandang
bulu menghujat bawahannya dengan cacian serta makian . beginilah cara dan gaya ahok memimpin jakarta yang diwarnai dengan heterogenitasnya, yang diwarnai dengan premanismenya. Dijakartalah hidup berbagai
suku bangsa dengan latar belakang budaya dan karakter yang berbeda. Sungguh suatu keniscayaan bagi setiap gubernur yang
memimpin jakarta. Tak ubahnya berhadapan
dengan persoalan sosial kemasyarakatan,
tetapi persoalan yang sangat menonjol adalah
bagaimana mewujudkan Jakarta dengan pola
kepemimpinan yang ideal, kepemimpinan
yang tegas, cerdas, humanis serta berpihak
pada rakyat dan tetap memegang teguh nilai
nilai keindonesiaan.
Menyikapi gaya kepemimpinan Ahok,
membuat orang nomor satu di Indonesia,
Presiden Jokowi harus memastikan berbagai
langkah dan kebijakan dalam meredam amarah
umat Islam.
Safari ke seluruh tokoh dan elit termasuk
para kiyai dan ulama, dianggap berlebihan
oleh masyarakat. Langkah dan kebijakan
Jokowi tersebut dianggap sebagai upayah
mengintervensi permasalahan kasus penistaan
agama. Akan tetapi hal mendasar yang patut menjadi perhatian kita semua, bahwa Presiden
sebagai Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan merupakan pengejewan
negara yang bertugas dan bertugas untuk
melindungi seluruh warga negara dan bangsa,
termasuk Ahok (Pembukaan UUD 1945)
yang menjadi sasaran kemarahan umat islam
dengan hujatan serta di demo jutaan
masyarakat muslim 4 november 2016. Dilain
pihak, Selaku Kepala Pemerintahan,dan
Panglima tertinggi mempunyai tugas untuk
menjaga kedaulatan negara dari berbagai
ancaman, bahaya dan tantangan baik yang
datang dari luar maupun dari dalam, sehinga
NKRI tetap berdiri kokoh demi terwujudnya
masyarakat sejahtera,adil dan sejahtera.
C. Penutup
Masalah penegakan hukum di Indonesia
merupakan masalah yang sangat serius dan
terus menjadi perhatian pemerintah Jokowi
saat ini, berbagai kebijakan pada bidang
hukum menjadi prioritas utama dalam rangka
penegakan hukum.Presiden Jokowi dalam
beberapa kesempatan melalui media cetak dan
elektronik terus menyampaikan “Tidak akan
mencampuri dan mengintervensi Masalah
Hukum yang sedang ditangani oleh Lembaga
Kepolisian dan Lembaga Hukum lainnya”.
Dilain pihak Presiden terus membentuk
lembaga – lembaga hukum dalam rangka
memangkas pungutan liar pada bidang-bidang
pelayanan publik. Hal ini menunjukan
Presiden serius dengan proses penegakan
hukum, sebagai bagian dari good governance.
Reformasi hukum yang digadang gadang
hingga saat ini belum memenuhi harapan
masyarakat, terbukti masih tingginya angka
kriminilitas, Narkoba, Korupsi, asusila dan
permasalahan hukum lainnya seperti pungutan
liar yang kian menerpa bangsa ini. Karakter
masyarakat terutama Aparat penegak hukum
dan aparat pada jajaran birokrasi yang tidak
amanah serta tidak jujur dalam menjaga
kepercayaan masyarakat dan negara bahkan
ketidakpuasan terhadap pendapatan menjadi
penyebab utama tingginya KKN serta
persoalan hukum lainnya. Dilain pihak proses
penegakan hukum yang kian dituntut
oleh pencari keadilan menjadi salah satu
permasalahan yang harus dibenahi oleh
Pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar
kewibawaan Negara di mata rakyat mendapatkan
keuntungan dan martabatnya. Bahwa Negara
menjamin dan melindungi seluruh warga
negara. Negara menjamin hak-hak setiap
warga negara, sebagaimana status dan fungsi
dari negara itu sendiri yang diatur dalam
Konstitusi Negara Republik Indonesia.