CASE STUDY

CASE STUDY

CASE STUDY

Number of replies: 5

Dalam era Revolusi Industri 4.0, teknologi seperti Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), dan Big Data telah mengubah cara manusia bekerja, belajar, dan berinteraksi. Di sisi lain, muncul konsep Society 5.0, yang menekankan penggunaan teknologi untuk menciptakan masyarakat yang berpusat pada manusia dan berkelanjutan.

Namun, kemajuan teknologi ini sering kali tidak diimbangi dengan kesadaran ekologis. Banyak pelajar lebih mengenal tren digital ketimbang isu lingkungan sekitar. Di sinilah konsep Ecopedagogy menjadi penting yaitu pendekatan pendidikan yang menekankan kesadaran lingkungan, keadilan sosial, dan keberlanjutan sebagai bagian dari pembelajaran kritis.

Pertanyaan:

  1. Sebagai seorang pendidik atau aktivis muda, bagaimana Anda akan merancang pendekatan Ecopedagogy yang dapat menarik minat generasi digital agar lebih peduli terhadap isu lingkungan?
  2. Bagaimana Anda  bisa menggabungkan teknologi Revolusi Industri 4.0 (seperti AI, IoT, atau Augmented Reality) dalam praktik Ecopedagogy untuk menciptakan dampak nyata dalam masyarakat menuju Society 5.0?

In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Erma Oktaviani 2423031004 -
Pada era Revolusi Industri 4.0, teknologi seperti Internet of Things (IoT), Kecerdasan Buatan (AI), dan Big Data telah mengubah cara manusia berkerja, berinteraksi, dan belajar. Akan tetapi, percepatan transformasi digital yang signifikan ini kerap kali tidak sejalan dengan peningkatan kesadaran lingkungan di kalangan generasi muda. Sebagian besar siswa lebih mengenal dunia digital daripada memahami isu-isu lingkungan di sekitarnya. Sebagai akibatnya, pendekatan Ecopedagogy menjadi penting untuk menghubungkan kesenjangan tersebut. Ecopedagogy bukan hanya memberikan pengetahuan mengenai lingkungan, namun juga mendorong siswa untuk berpikir kritis mengenai sistem sosial-ekonomi dan teknologi yang berpengaruh pada kelestarian bumi (Morrell & O’Connor, 2019). Dalam hal ini menjadi tantangan besar juga bagu guru, dimana guru harus mengembangkan model pembelajaran yang dapat menggabungkan nilai keberlanjutan dengan pola pikir digital yang khas dari generasi milenial dan Gen-Z.

Pendekatan Ecopedagogy yang efektif bagi generasi digital dapat dikembangkan melalui pembelajaran proyek lingkungan yang memanfaatkan teknologi Revolusi Industri 4.0. Menurut laporan Deloitte (2014), ciri-ciri utama Industry 4.0 meliputi jaringan vertikal, integrasi horizontal, dan rekayasa melalui yang menggabungkan sistem fisik dan virtual dalam sebuah jaringan pintar (sistem produksi siber-fisik). Prinsip ini dapat diterapkan dalam pendidikan melalui proyek "ekosistem cerdas sekolah," contohnya siswa merancang sistem pantauan lingkungan berbasis IoT untuk mengukur kualitas udara, suhu, atau kelembaban di sekitar sekolah. Data itu dianalisis dengan aplikasi berbasis cloud computing dan disajikan dalam bentuk visual interaktif. Oleh karena itu, siswa tidak hanya memahami konsep lingkungan dari segi teori, tetapi juga terlibat secara langsung dalam penelitian berbasis data yang otentik, yang sekaligus mengembangkan keterampilan literasi digital dan ekologis mereka (Deloitte, 2014:3–6)

Selain IoT, penerapan Kecerdasan Buatan (AI) juga dapat memperkuat praktik Ecopedagogy. Menurut temuan Sogeti Things3 Report (VINT, 2014), AI dan komunikasi Machine-to-Machine (M2M) memungkinkan sistem digital beroperasi secara mandiri dan responsif terhadap perubahan di lingkungan sekitar. Dalam bidang pendidikan, AI dapat dimanfaatkan untuk menganalisis citra satelit yang bertujuan memantau deforestasi atau pencemaran air, sehingga siswa dapat belajar menghubungkan data teknologi dengan kondisi ekologis yang nyata. Augmented Reality (AR) juga dapat dimanfaatkan untuk menyajikan simulasi interaktif mengenai pengaruh perubahan iklim terhadap ekosistem hutan atau lautan. Pendekatan ini mengubah pembelajaran lingkungan yang awalnya bersifat naratif menjadi pengalaman mendalam yang menumbuhkan empati ekologis siswa melalui teknologi (Komputasi Empatik) (VINT, 2014)
Integrasi teknologi ini tidak hanya meningkatkan antusiasme belajar, tetapi juga menanamkan kesadaran kritis bahwa perkembangan teknologi harus ditujukan untuk keberlanjutan manusia dan lingkungan. Ini sejalan dengan konsep Society 5.0 yang muncul di Jepang, di mana masyarakat menjadikan teknologi sebagai alat untuk mengatasi masalah sosial dan ekologis, bukan hanya sebagai instrumen ekonomi. Laporan mengenai Industry 4.0 menyatakan bahwa teknologi eksponensial seperti kecerdasan buatan, robot, dan sensor mampu meningkatkan efisiensi energi, mengurangi sampah, serta mendukung sistem produksi yang berkelanjutan jika diarahkan dengan tepat (Deloitte, 2014). Oleh sebab itu, pendidikan yang menghubungkan Ecopedagogy dengan teknologi digital tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif, tetapi juga menanamkan tanggung jawab sosial serta etika digital-ekologis pada siswa
Integrasi nilai-nilai Ecopedagogy dengan teknologi Industry 4.0 merupakan langkah nyata menuju komunitas Society 5.0 yang berfokus pada manusia. Dalam hal ini, teknologi harus dimanfaatkan untuk memperbaiki kesejahteraan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Dengan mendidik siswa untuk menciptakan inovasi digital yang ramah lingkungan seperti sistem pengelolaan sampah otomatis menggunakan sensor, atau aplikasi pemetaan pohon di sekolah pendidikan berfungsi sebagai alat untuk memperkuat karakter dan tanggung jawab global. Ecopedagogy digital mengembangkan generasi eco-innovator, yaitu individu yang paham teknologi sekaligus peduli lingkungan. Dengan pembelajaran ini, siswa menyadari bahwa setiap inovasi teknologi membawa tanggung jawab ekologis dan etika sosial (UNESCO, 2021).
Dengan demikian, perpaduan antara Industry 4.0 dan Ecopedagogy menawarkan paradigma pendidikan baru yang tidak hanya membekali generasi dengan kemampuan digital, tetapi juga memiliki karakter ekologis. Teknologi seperti IoT, AI, dan Big Data harus digunakan sebagai alat pembelajaran yang kritis, empatik, dan kolaboratif untuk menciptakan masyarakat Society 5.0 yang adil dan berkelanjutan. Ecopedagogy yang berbasis teknologi akhirnya berfungsi sebagai penghubung antara kemajuan sains dan tanggung jawab etis, membangun keseimbangan antara manusia, teknologi, dan alam.

Deloitte. (2014). Industry 4.0: Challenges and Solutions for the Digital Transformation and Use of Exponential Technologies. Zurich: Deloitte AG.
Sogeti VINT. (2014). Things3: The Internet of Things and Empathetic Computing. VINT Research Report.
Morrell, D., & O’Connor, J. (2019). Ecopedagogy and Critical Environmental Education: Rethinking Learning in the Anthropocene. New York: Routledge.
UNESCO. (2021). Education for Sustainable Development: Towards Achieving the SDGs (ESD for 2030). Paris: UNESCO.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Eldes Safitri 2423031002 -
Sebagai seorang pendidik atau aktivis muda, bagaimana Anda akan merancang pendekatan Ecopedagogy yang dapat menarik minat generasi digital agar lebih peduli terhadap isu lingkungan?

jawab:
Sebagai pendidik atau aktivis muda, pendekatan ecopedagogy untuk generasi digital perlu dikemas secara kreatif, interaktif, dan relevan dengan dunia mereka yang sangat terhubung dengan teknologi. Salah satu cara yang efektif adalah dengan mengintegrasikan media sosial, video pendek, vlog, atau konten digital lainnya yang menyampaikan isu-isu lingkungan secara ringan namun informatif. Misalnya, membuat tantangan digital seperti “zero waste week challenge” atau kampanye digital yang melibatkan partisipasi aktif siswa dalam gerakan peduli lingkungan. Selain itu, pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) yang mendorong siswa untuk melakukan observasi dan aksi nyata terhadap masalah lingkungan di sekitarnya, kemudian membagikannya dalam bentuk konten digital, akan membantu menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap isu tersebut. Dengan demikian, pembelajaran tidak hanya bersifat kognitif, tetapi juga menyentuh ranah afektif dan psikomotorik secara bermakna.

Bagaimana Anda bisa menggabungkan teknologi Revolusi Industri 4.0 (seperti AI, IoT, atau Augmented Reality) dalam praktik Ecopedagogy untuk menciptakan dampak nyata dalam masyarakat menuju Society 5.0?

jawab:
Dalam praktik ecopedagogy, teknologi Revolusi Industri 4.0 dapat dimanfaatkan untuk memperkuat pemahaman siswa terhadap isu lingkungan sekaligus menciptakan dampak nyata di masyarakat. Misalnya, penggunaan Augmented Reality (AR) dapat digunakan untuk menyimulasikan dampak perubahan iklim atau deforestasi dalam pembelajaran IPS, sehingga siswa bisa “melihat langsung” perubahan yang terjadi di lingkungan. Internet of Things (IoT) dapat diterapkan dalam proyek pemantauan lingkungan di sekolah, seperti mengukur kualitas udara atau suhu sekitar dengan sensor digital, lalu dianalisis oleh siswa sebagai bagian dari pembelajaran lintas disiplin. Sementara itu, Artificial Intelligence (AI) bisa dimanfaatkan untuk mengenali pola konsumsi energi atau sampah rumah tangga dan merekomendasikan solusi hemat energi atau gaya hidup berkelanjutan. Dengan menggabungkan teknologi ini dalam pendekatan ecopedagogy, siswa tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga menjadi agen perubahan yang mampu berkontribusi menuju terwujudnya Society 5.0—masyarakat yang cerdas secara teknologi dan beretika secara ekologis.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Yuni Erdalina 2423031008 -
Dalam era Revolusi Industri 4.0, teknologi seperti Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), dan Big Data telah mengubah cara manusia bekerja, belajar, dan berinteraksi. Namun, kemajuan teknologi ini sering kali tidak diimbangi dengan kesadaran ekologis. Banyak pelajar lebih mengenal tren digital ketimbang memahami isu lingkungan di sekitar mereka. Di sinilah konsep Ecopedagogy menjadi penting, yakni pendekatan pendidikan yang menekankan kesadaran lingkungan, keadilan sosial, dan keberlanjutan melalui proses belajar yang kritis dan reflektif.
Sebagai seorang pendidik atau aktivis muda, pendekatan Ecopedagogy dapat dirancang dengan menyesuaikan karakter generasi digital yang menyukai pembelajaran interaktif, visual, dan berbasis pengalaman langsung. Kegiatan seperti proyek “Sekolah Hijau Digital” dapat mengajak siswa untuk mengamati kondisi lingkungan di sekitar sekolah, mendokumentasikannya, dan membuat kampanye digital sederhana menggunakan media sosial atau video edukatif. Dengan demikian, teknologi tidak hanya menjadi alat hiburan, tetapi juga sarana untuk membangun kesadaran ekologis dan solidaritas sosial.
Integrasi teknologi Revolusi Industri 4.0 dalam Ecopedagogy dapat dilakukan secara kontekstual dan sederhana, terutama di sekolah pedesaan. Misalnya, penggunaan teknologi dapat dimulai dari hal sederhana seperti membuat alat pengukur suhu dan kelembapan udara menggunakan sensor murah atau aplikasi ponsel. Siswa juga dapat mencatat data cuaca harian, mengamati perubahan lingkungan sekitar sekolah, dan membandingkannya dengan informasi dari internet. Aktivitas ini tidak hanya melatih literasi sains dan teknologi, tetapi juga menumbuhkan rasa peduli terhadap keberlanjutan lingkungan secara nyata.
Pendekatan ini sejalan dengan pandangan Harefa (2020) yang menekankan bahwa Ecopedagogy harus berangkat dari konteks lokal agar peserta didik mampu memahami hubungan antara kehidupan manusia dan lingkungan sekitar. Selain itu, Siregar dan Nasution (2022) menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi digital berbasis komunitas sekolah mampu meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan peduli lingkungan melalui kegiatan sederhana dan kreatif. Lebih lanjut, Wulandari (2023) menegaskan bahwa penerapan Ecopedagogy di era Society 5.0 menuntut guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran transformatif yang menghubungkan kesadaran ekologi dengan inovasi digital.
Dengan demikian, penggabungan prinsip Ecopedagogy dan teknologi 4.0 menjadi langkah strategis untuk menuju Society 5.0 masyarakat yang berpusat pada manusia, cerdas secara digital, dan berkelanjutan secara ekologis.

Daftar Pustaka
Harefa, Y. (2020). Ecopedagogy dan Transformasi Kesadaran Ekologis di Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 25(3), 221–230.
Siregar, F., & Nasution, M. (2022). Pemanfaatan Teknologi Digital dalam Pendidikan Lingkungan Berbasis Sekolah. Jurnal Inovasi Pendidikan IPS, 7(2), 145–156.
Wulandari, D. (2023). Integrasi Ecopedagogy dan Society 5.0 dalam Pembelajaran Berbasis Proyek. Jurnal Pendidikan Progresif, 13(1), 33–45.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Gilang Rickat Trengginas 2423031005 -

Sebagai seorang pendidik, saya akan merancang Ecopedagogy yang bersifat pengalaman-berbasis (experiential) dan disesuaikan dengan perkembangan digital saat pelajaran dimulai dari isu lingkungan lokal (misalnya sampah sekolah, polusi sungai) lalu dirangkaikan dengan tugas nyata seperti program pengembangan taman sekolah dengan menanam jenis tanaman baik sayur, buat, maupun tanaman obat. Pendekatan ini menekankan refleksi kritis bukan sekadar fakta, sehingga siswa belajar mengaitkan penyebab sosial-ekonomi dengan kerusakan lingkungan dan mencari solusi kolektif. Strategi seperti pembelajaran berbasis masalah (PBL), kerja lapang, dan kolaborasi lintas usia membuat materi “hidup” dan menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap perubahan (Yunansah & Herlambang, 2017).

Agar anak muda zaman sekarang tertarik, kita bisa pakai cerita visual dan sistem seperti game. Misalnya, lewat aplikasi sekolah, ada tantangan kecil mingguan seperti mengurangi sampah plastik. Bisa juga pakai peta digital buat lihat titik sampah atau polusi di wilayah mereka, atau gunakan Augmented Reality (AR) untuk memperlihatkan dampak krisis iklim di lokasi sekolah—seolah-olah mereka bisa "melihat" sendiri akibatnya. Cara ini bikin hal-hal yang abstrak jadi nyata dan mudah dirasakan. Selain itu, lewat media sosial sekolah, aksi siswa bisa dipamerkan lewat video pendek atau infografis, supaya hasil usaha mereka diapresiasi teman-temannya (Rahman et al., 2024).

Penggunaan teknologi juga harus tepat guna dan bertanggung jawab. Misalnya, pasang alat sensor sederhana untuk memantau udara, kelembapan tanah, atau pemakaian listrik di sekolah. Data yang terkumpul bisa dianalisis siswa lewat dashboard sederhana, sehingga mereka bisa belajar baca data dan ambil keputusan—seperti usulan penghematan energi berdasarkan data nyata. Di sisi lain, penting juga mengajarkan etika teknologi: bagaimana menjaga privasi, memastikan data akurat, dan memahami bahwa teknologi harus membantu manusia, bukan malah menjauhkan kita. Dengan begitu, teknologi jadi jembatan antara ilmu dan aksi di masyarakat (Kristianti et al., 2019).

Semua langkah ini diarahkan untuk menciptakan masyarakat yang maju teknologinya, tapi tetap manusiawi dan ramah lingkungan. Caranya, dengan merancang kurikulum yang mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kelestarian alam. Misalnya, lewat proyek kolaborasi antar-sekolah dan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah lingkungan berbasis data. Guru juga perlu dilatih agar mampu memanfaatkan teknologi dengan tujuan sosial dan lingkungan. Dengan sinergi antara pendidikan, teknologi, dan kebijakan, kita bisa menuju masyarakat yang tidak hanya pintar, tetapi juga berkelanjutan (Faulinda Ely Nastiti, 2020).

 Referensi :

  • Faulinda Ely Nastiti, A. R. N. ‘Abdu. (2020). Kesiapan Pendidikan Indonesia Menghadapi era society 5.0. Edcomtech: Jurnal Kajian Teknologi Pendidikan, 5(1), 61–66.
  • Kristianti, N., Raya, U. P., Timang, J. H., Raya, P., & Tengah, K. (2019). Pengaruh Internet of Things (IOT) pada Education Business Model. Jurnal Keilmuan Dan Aplikasi Bidang Teknik Informatika, 12(2), 50–56.
  • Rahman, S., Chairunisa, A. T., Dianti, P., Marini, A., & Yunus, M. (2024). Pemanfaatan Teknologi Augmented Reality dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Sindoro: Cendikia Pendidikan, 9(3), 81–90.
  • Yunansah, H., & Herlambang, Y. T. (2017). Pendidikan berbasis Ekopedagodik dalam Menumbuhkan Kesadaran Ekologis dan Mengembangkan Karakter Siswa Sekolah Dasar: Sebuah Telaah Kritis dalam Perspektif Pedagogik Kritis. EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar, 9(1), 27–34.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Iskandar 2423031007 -
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Nama : Iskandar
NPM : 2423031007

Mohon izin menjawab ibu
Ecopedagogy di Era Revolusi Industri 4.0 menuju Society 5.0

Menurut Misiaszek (2021), Ecopedagogy merupakan bentuk pendidikan kritis yang mengintegrasikan kesadaran ekologis, keadilan sosial, dan tanggung jawab global ke dalam proses pembelajaran. Di era digital, pendekatan ini menuntut kreativitas untuk menghubungkan antara dunia teknologi dan dunia ekologi agar generasi muda tidak terjebak dalam hegemoni digital yang konsumtif. Ecopedagogy menekankan pentingnya refleksi kritis terhadap dampak teknologi terhadap bumi dan masyarakat. Sebagai pendidik muda, rancangan ecopedagogy yang menarik bagi generasi digital dapat dimulai dengan menjadikan isu lingkungan sebagai bagian dari pengalaman digital mereka. Misalnya, siswa diajak membuat eco-digital storytelling di media sosial tentang krisis sampah plastik atau perubahan iklim lokal. Pendekatan ini mengubah paradigma belajar dari “ceramah lingkungan” menjadi digital activism. Siswa tidak hanya belajar tentang isu ekologi, tetapi juga berperan aktif menyebarkan kesadaran melalui teknologi yang mereka gunakan setiap hari.

Menurut Sterling (2020), keberhasilan ecopedagogy di era Revolusi Industri 4.0 bergantung pada kemampuan guru menciptakan transformative learning environment, yaitu lingkungan belajar yang mendorong kesadaran reflektif dan tindakan nyata terhadap keberlanjutan. Teknologi digital dapat menjadi media refleksi sosial-ekologis jika diarahkan dengan benar. Guru dapat mendesain project-based learning berbasis data lingkungan, seperti memonitor kualitas udara menggunakan sensor IoT sederhana atau menganalisis data polusi dari aplikasi digital. Dengan demikian, siswa tidak hanya menjadi pengamat, tetapi juga ilmuwan muda yang terlibat langsung dalam pengumpulan data ekologis. Pendekatan berbasis proyek seperti ini mendorong kolaborasi lintas disiplin antara IPS, IPA, dan Teknologi. Hal ini memperkuat interdisciplinary mindset yang penting dalam Society 5.0 masyarakat yang memanfaatkan teknologi untuk kemaslahatan manusia dan alam. Leal Filho et al. (2022) menekankan bahwa integrasi teknologi digital seperti AI dan Big Data dalam ecopedagogy dapat memperluas pemahaman siswa tentang hubungan manusia dan ekosistem. Melalui pemodelan data lingkungan, siswa dapat melihat pola perubahan iklim, tingkat deforestasi, atau konsumsi energi di daerah mereka. Sebagai contoh, guru dapat mengajak siswa menggunakan AI-driven data visualization untuk menganalisis tren suhu global atau banjir di wilayah perkotaan. Visualisasi ini membuat data lebih hidup dan mendorong empati ekologis melalui bukti ilmiah yang mudah dipahami. Selain itu, siswa dapat belajar memanfaatkan teknologi untuk citizen science, yaitu mengumpulkan data lokal menggunakan sensor sederhana yang terhubung ke internet. Hal ini menjadikan teknologi sebagai alat pemberdayaan masyarakat, bukan sekadar hiburan digital.

Menurut Bowers (2021), tantangan terbesar dalam ecopedagogy adalah mengubah kesadaran ekologis menjadi kebudayaan digital baru yang beretika. Generasi muda perlu diarahkan untuk melihat teknologi sebagai ruang moral, di mana setiap inovasi harus mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial. Untuk itu, guru dapat mengintegrasikan AI ethics ke dalam pembelajaran IPS dan PPKn. Siswa diajak berdiskusi bagaimana keputusan berbasis algoritma dapat berdampak terhadap keadilan ekologis misalnya penggunaan drone untuk penebangan hutan atau otomatisasi industri yang meningkatkan limbah karbon Dengan menggabungkan etika teknologi dan kesadaran ekologis, siswa belajar bahwa kemajuan teknologi tidak netral. Mereka dilatih menjadi warga digital yang kritis, peduli, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan inti dari Society 5.0 yang human-centered. Menurut UNESCO (2023), pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di era Society 5.0 harus mengintegrasikan sustainability literacy dengan kompetensi abad ke-21: berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan kreativitas digital. Ecopedagogy berfungsi sebagai platform yang menjembatani kesadaran ekologi dan literasi teknologi. Sebagai pendidik muda, pendekatan praktis dapat berupa augmented reality (AR) berbasis lingkungan. Misalnya, menggunakan aplikasi AR untuk mensimulasikan dampak deforestasi atau polusi di sekitar sekolah. Visualisasi ini membuat siswa mengalami “realitas ekologis” secara emosional dan intelektual Pendekatan tersebut tidak hanya meningkatkan minat belajar, tetapi juga mengubah sikap terhadap lingkungan. Dengan perpaduan antara empati, teknologi, dan aksi sosial, ecopedagogy menjadi gerakan pendidikan yang mampu mencetak generasi digital yang sadar bumi bukan hanya melek teknologi.

Rancangan ecopedagogy untuk generasi digital harus memanfaatkan teknologi Revolusi Industri 4.0 secara kreatif dan kritis. Melalui integrasi IoT, AI, dan AR, pendidikan dapat menghubungkan pengalaman digital dengan realitas ekologis. Guru dan aktivis muda berperan sebagai fasilitator kesadaran lingkungan, bukan sekadar penyampai informasi. Tujuan akhirnya bukan hanya memahami teknologi, tetapi menggunakannya untuk menciptakan eco-human society sebagaimana visi Society 5.0 sebuah masyarakat di mana kemajuan digital sejalan dengan harmoni alam dan keadilan sosial.

Referensi
Bowers, C. A. (2021). Educating for eco-intelligence in a digital age. Routledge.
Leal Filho, W., Salvia, A. L., & Pretorius, R. (2022). Digital technologies and education for sustainable development. Springer Nature.
Misiaszek, G. W. (2021). Ecopedagogy: Critical environmental education in transforming the world. Bloomsbury Academic.
Sterling, S. (2020). Sustainable education: Re-visioning learning and change in the digital era. Green Books.
UNESCO. (2023). Education for sustainable development in the age of AI and Society 5.0. Paris: UNESCO Publishing.