CASE STUDY

CASE STUDY

CASE STUDY

Number of replies: 19

PT Sumber Hijau adalah perusahaan agribisnis besar di Indonesia yang bergerak di bidang kelapa sawit. Perusahaan ini telah mengalami pertumbuhan signifikan dalam 5 tahun terakhir dan berencana melakukan ekspansi ke wilayah Kalimantan Timur.

Namun, ekspansi ini menimbulkan kritik dari LSM lingkungan dan masyarakat adat karena dikhawatirkan akan merusak hutan hujan tropis dan mengganggu keberlanjutan sumber daya lokal. Di sisi lain, manajemen berargumen bahwa proyek ini akan menyerap banyak tenaga kerja lokal dan memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi regional.

Seiring dengan meningkatnya tekanan dari investor global yang mendukung prinsip ESG (Environmental, Social, Governance), PT Sumber Hijau merasa perlu untuk memperkuat pelaporan keberlanjutannya. Mereka ingin menggunakan standar GRI (Global Reporting Initiative) dan juga merujuk pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya:

  • SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim)
  • SDG 15 (Ekosistem Daratan)
  • SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi)

Manajemen juga menghadapi dilema dalam mengintegrasikan informasi keberlanjutan ke dalam laporan keuangan konvensional yang disusun berdasarkan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), yang belum sepenuhnya mengatur pelaporan isu ESG.

 

Pertanyaan:

  1. Analisislah tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau dalam menyelaraskan ekspansi bisnis dengan prinsip keberlanjutan dan pelaporan SDGs.
  2. Jelaskan bagaimana pendekatan teori akuntansi positif dan normatif dapat digunakan untuk memahami pelaporan keberlanjutan dalam kasus ini.
  3. Bagaimana PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangannya, meskipun PSAK belum sepenuhnya mengakomodasi pelaporan ESG? Jelaskan pendekatan atau standar pelaporan apa yang bisa digunakan dan bagaimana penerapannya.
  4. Sebagai akuntan yang bertanggung jawab dalam pelaporan keberlanjutan, bagaimana Anda akan menyarankan perusahaan untuk menyusun narasi laporan yang dapat menjawab ekspektasi stakeholder lokal maupun global?

In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Nashita Shafiyah -

Nama : Nashita Shafiyah 

NPM : 2413031009

1. Tantangan utama PT Sumber Hijau
Tantangan terbesar PT Sumber Hijau adalah bagaimana menyeimbangkan antara ekspansi bisnis dengan menjaga lingkungan dan hak masyarakat lokal. Di satu sisi, ekspansi bisa menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, tapi di sisi lain ada risiko deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan konflik sosial. Selain itu, perusahaan juga harus menghadapi tekanan dari investor global yang menuntut laporan ESG sesuai SDGs, sementara PSAK sendiri belum sepenuhnya mengatur soal keberlanjutan. Jadi, masalahnya bukan hanya soal bisnis, tapi juga soal legitimasi sosial, reputasi, dan kepercayaan investor.

2. Teori positif dan normatif
Teori positif bisa menjelaskan bahwa pilihan kebijakan akuntansi atau pelaporan keberlanjutan biasanya dipengaruhi kepentingan manajemen dan tekanan eksternal. Misalnya, manajemen bisa memilih mengungkap lebih banyak informasi ESG karena ada dorongan dari investor. Sedangkan teori normatif lebih menekankan apa yang seharusnya dilakukan, yaitu pelaporan yang transparan, jujur, dan sesuai nilai keberlanjutan. Jadi positif melihat kenapa perusahaan bertindak begitu, sedangkan normatif melihat bagaimana seharusnya perusahaan bertindak.

3. Integrasi SDGs ke laporan keuangan
Walaupun PSAK belum detail soal ESG, perusahaan bisa pakai standar lain seperti GRI (Global Reporting Initiative) atau laporan terintegrasi. Caranya dengan membuat laporan keberlanjutan yang dihubungkan dengan laporan keuangan, misalnya mencatat provisi biaya reklamasi tambang di laporan keuangan dan menjelaskan kaitannya dengan SDG 13 dan SDG 15. Jadi, laporan keuangan tetap sesuai PSAK, tapi ditambah narasi keberlanjutan sesuai standar global.

4. Saran untuk narasi laporan
Kalau saya jadi akuntan, saya akan menyarankan narasi yang jujur dan seimbang. Perusahaan perlu mengakui adanya kritik dari LSM dan masyarakat adat, lalu menjelaskan langkah konkret untuk mengurangi dampak lingkungan serta memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Di sisi lain, perusahaan juga harus menyampaikan target dan indikator yang jelas, misalnya jumlah tenaga kerja lokal yang diserap atau luas lahan yang direstorasi. Dengan begitu, laporan tidak hanya meyakinkan investor global, tapi juga bisa diterima oleh masyarakat lokal yang langsung terdampak.


In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Nasroh Aulia -
Nama : Nasroh Aulia
NPM : 2413031004

1. Tantangan utama dalam menyelaraskan ekspansi bisnis dengan prinsip keberlanjutan dan pelaporan SDGs

PT Sumber Hijau menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan antara ekspansi bisnis dan tanggung jawab keberlanjutan. Rencana perluasan usaha dapat meningkatkan pendapatan dan membuka lapangan kerja, namun juga berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Tekanan dari LSM, masyarakat adat, serta investor global yang menuntut penerapan prinsip ESG semakin memperumit situasi. Selain itu, PSAK belum sepenuhnya mengatur pelaporan keberlanjutan, sehingga perusahaan perlu mencari cara agar laporan keuangannya tetap transparan dan sesuai dengan prinsip SDGs.

2. Pendekatan teori akuntansi positif dan normatif dalam memahami pelaporan keberlanjutan

Teori akuntansi positif menjelaskan bahwa perusahaan melaporkan keberlanjutan karena dorongan ekonomi dan politik, misalnya untuk mempertahankan reputasi dan menarik investor.

Teori akuntansi normatif menjelaskan bagaimana seharusnya pelaporan dilakukan berdasarkan nilai moral dan tanggung jawab sosial. Dalam hal ini, PT Sumber Hijau diharapkan menyajikan laporan keberlanjutan secara etis dan transparan sesuai tujuan SDGs.

3. Integrasi pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangan meskipun PSAK belum mengakomodasi ESG

Meskipun PSAK belum mengatur ESG secara rinci, PT Sumber Hijau dapat menggunakan standar pelaporan internasional seperti GRI, Integrated Reporting (IIRC), atau IFRS Sustainability Disclosure Standards (ISSB). Standar-standar ini membantu perusahaan menggabungkan informasi keuangan dan keberlanjutan dalam satu laporan. PT Sumber Hijau juga dapat menambahkan bagian khusus yang menjelaskan kontribusi terhadap SDGs seperti pengurangan emisi karbon (SDG 13), perlindungan ekosistem darat (SDG 15), dan penyediaan lapangan kerja layak (SDG 8). Dengan cara ini, laporan menjadi lebih transparan dan sejalan dengan praktik pelaporan global.

4. Bagaimana Anda akan menyarankan perusahaan untuk menyusun narasi laporan yang dapat menjawab ekspektasi stakeholder lokal maupun global

Sebagai akuntan yang bertanggung jawab, saya menyarankan perusahaan membuat laporan keberlanjutan yang jujur, terbuka, dan mudah dipahami. Laporan harus menunjukkan komitmen terhadap lingkungan, masyarakat, dan ekonomi, serta menjelaskan langkah nyata yang dilakukan. Dengan bahasa yang jelas dan data yang transparan, laporan dapat memenuhi harapan masyarakat lokal dan standar global seperti GRI dan SDGs.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Serly Natasa -
Nama: Serly Natasa
Npm: 2413031028

1. Tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau dalam menyelaraskan ekspansi bisnis dengan prinsip keberlanjutan dan pelaporan SDGs adalah menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di Kalimantan Timur dengan perlindungan ekosistem hutan hujan tropis dan hak masyarakat adat. Perusahaan menghadapi kritik dari LSM lingkungan dan masyarakat adat terkait risiko deforestasi, kerusakan ekosistem, dan perubahan sosial ekonomi yang dapat merugikan keberlanjutan jangka panjang. Selain itu, PT Sumber Hijau harus mengatasi keterbatasan standar akuntansi nasional (PSAK) yang belum menyeluruh mengakomodasi pelaporan ESG, sehingga membutuhkan integrasi pelaporan yang kompleks memenuhi baik ekspektasi lokal maupun investor global yang menuntut ketaatan pada prinsip ESG dan SDGs 15,13 dan 8.

2. Pendekatan teori akuntansi positif dan normatif dapat membantu memahami pelaporan keberlanjutan PT Sumber Hijau sebagai berikut:
• Teori akuntansi positif menjelaskan bahwa pelaporan keberlanjutan muncul karena tekanan eksternal dari pemangku kepentingan, seperti investor global dan masyarakat lokal, yang mendorong perusahaan melakukan pengungkapan demi menjaga legitimasi dan hubungan baik. Dalam kasus PT Sumber Hijau, teori ini menjelaskan motivasi perusahaan menyesuaikan laporan agar sesuai tuntutan pasar dan regulasi tidak tertulis.
•Teori akuntansi normatif berfokus pada bagaimana pelaporan seharusnya dilakukan sesuai prinsip etika dan tanggung jawab sosial. PT Sumber Hijau harus menggunakan pendekatan ini untuk merumuskan laporan yang tidak hanya memenuhi tuntutan legal formal tetapi juga menggambarkan komitmen etis terhadap keberlanjutan lingkungan dan sosial serta transparansi kepada seluruh stakeholder. 

3. PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangannya dengan menggunakan standar pelaporan keberlanjutan terakreditasi internasional seperti GRI (Global Reporting Initiative) dan SASB (Sustainability Accounting Standards Board).
• GRI membantu melaporkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan secara terstruktur dan komprehensif, bagus untuk menjelaskan kontribusi dan dampak terhadap SDG 13 (Perubahan Iklim), SDG 15 (Ekosistem Daratan), dan SDG 8 (Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan Layak).
• SASB menghubungkan isu keberlanjutan dengan risiko keuangan yang relevan bagi laporan keuangan konvensional.
PT Sumber Hijau juga dapat membuat laporan keberlanjutan terpisah yang terintegrasi dengan laporan keuangan PSAK, dengan cross-referencing untuk memberikan gambaran utuh yang transparan kepada pemangku kepentingan.

4. Sebagai akuntan yang bertanggung jawab atas pelaporan keberlanjutan, saran penyusunan narasi laporan adalah:
• Membuat narasi yang transparan dan koheren mengenai dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari ekspansi perusahaan, termasuk mitigasi risiko deforestasi dan pelibatan konstruktif masyarakat adat serta penciptaan lapangan kerja.
• Menjelaskan secara jelas kontribusi PT Sumber Hijau dalam mendukung SDGs 13, 15, dan 8, dengan data indikator kinerja yang konkret dan pencapaian yang terukur.
• Menggunakan bahasa yang inklusif dan mudah dipahami untuk berbagai pemangku kepentingan lokal dan global, menyelaraskan narasi etika dan bisnis demi membangun kepercayaan.
• Mengombinasikan data kualitatif dan kuantitatif, serta testimoni dari masyarakat dan mitra kerja untuk meningkatkan kredibilitas laporan pelaporan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Fathiyah Dzahirah 2413031001 -
Nama : Fathiyah Dzahirah
NPM : 2413031001

1. Tantangan utama PT Sumber Hijau adalah menyeimbangkan ekspansi ekonomi dengan tanggung jawab lingkungan dan sosial, terutama terkait deforestasi dan hak masyarakat adat. Perusahaan harus memastikan kegiatan bisnisnya sejalan dengan SDG 13, 15, dan 8, sambil memenuhi tuntutan transparansi dari investor ESG dan mengelola potensi konflik sosial serta reputasi.

2. Dalam teori akuntansi positif, pelaporan keberlanjutan dipandang sebagai respons strategis terhadap tekanan pasar dan stakeholder, sedangkan teori normatif menekankan kewajiban moral perusahaan untuk melaporkan dampak sosial dan lingkungan secara etis. Kombinasi keduanya membantu memahami bahwa pelaporan keberlanjutan bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga strategi legitimasi dan keberlangsungan usaha.

3. PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan SDGs dengan menggunakan kerangka GRI Standards dan Integrated Reporting (IIRC) sebagai pelengkap PSAK. Pendekatan ini memungkinkan pengungkapan kinerja ESG melalui laporan keberlanjutan terintegrasi yang menjelaskan hubungan antara dampak lingkungan, sosial, dan nilai ekonomi perusahaan.

4. Sebagai akuntan, laporan sebaiknya disusun dengan narasi transparan dan berbasis data, menonjolkan komitmen terhadap perlindungan ekosistem, pemberdayaan masyarakat lokal, dan penciptaan pekerjaan layak. Narasi harus menunjukkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan tanggung jawab sosial-lingkungan, agar memenuhi ekspektasi stakeholder lokal maupun investor global yang berorientasi pada keberlanjutan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Eris Ana Dita -
Nama : Eris Ana Dita
Npm : 2413031017

1. Tantangan Utama PT Sumber HijauPT Sumber Hijau menghadapi tantangan menyelaraskan ekspansi bisnis dengan prinsip keberlanjutan, yaitu: tekanan dari LSM lingkungan dan masyarakat adat terkait risiko kerusakan hutan hujan tropis dan gangguan ekosistem lokal.Kebutuhan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan sesuai SDG 8 (Pekerjaan Layak & Pertumbuhan Ekonomi), SDG 13 (Perubahan Iklim), dan SDG 15 (Ekosistem Daratan).

2. Pendekatan Teori Akuntansi Positif dan NormatifTeori akuntansi positif menjelaskan pelaporan keberlanjutan sebagai respons adaptif perusahaan terhadap tekanan pasar, investor, dan kondisi bisnis yang dinamis, untuk mendukung pengambilan keputusan strategis (misalnya fleksibilitas dalam pelaporan ESG).Teori akuntansi normatif menekankan pelaporan sebagai kewajiban moral dan sosial perusahaan untuk memenuhi harapan normatif masyarakat dan menjaga legitimasi sosial (misalnya pelaporan CSR sebagai bagian dari strategi mempertahankan kepercayaan publik).Kedua teori ini dapat digunakan untuk memahami keputusan PT Sumber Hijau dalam pelaporan keberlanjutan, baik sebagai strategi memenuhi tuntutan stakeholder dan juga sebagai bentuk tanggung jawab sosial yang mengikat secara moral.

3. Integrasi Pelaporan SDGs ke dalam Laporan Keuangan PSAKMeskipun PSAK belum sepenuhnya mengatur pelaporan ESG, PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan informasi keberlanjutan dengan menggunakan pendekatan terpisah namun terkait (seperti laporan keberlanjutan spesifik yang mengacu pada standar GRI).Menyusun laporan keberlanjutan yang berdampingan dengan laporan keuangan konvensional, dengan menautkan indikator kinerja ESG dan SDGs yang relevan serta menyajikan narasi dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan.

4. Standar dan Pendekatan PelaporanStandar GRI (Global Reporting Initiative) adalah acuan utama yang banyak dipakai perusahaan untuk menyusun laporan keberlanjutan sesuai dengan praktik global dan mengakomodasi kebutuhan pengukuran dampak non-keuangan.GRI memberikan struktur disclosure yang komprehensif, termasuk pengelolaan aspek sosial, lingkungan, dan tata kelola.Laporan keberlanjutan yang memuat indikator GRI yang paralel dengan SDGs dapat memudahkan pelaporan dan peningkatan reputasi perusahaan.

5. Saran Penyusunan Narasi Laporan KeberlanjutanNarasi laporan harus transparan dan mengakui dilema antara ekspansi ekonomi dan konservasi lingkungan, menjelaskan strategi mitigasi dan kontribusi positif terhadap SDGs.Menyajikan data dan cerita yang mudah dipahami serta relevan bagi stakeholder lokal (misalnya masyarakat adat dan LSM) dan global (investor dan regulator).Menggambarkan komitmen jangka panjang perusahaan dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Mourien Ganesti -
Nama : Mourien Ganesti
Npm : 2413031013

1. PT Sumber Hijau menghadapi tantangan signifikan dalam menyelaraskan pertumbuhan bisnisnya di Kalimantan Timur dengan prinsip keberlanjutan, terutama dalam hal pelaporan terkait SDGs seperti SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim), SDG 15 (Ekosistem Daratan), dan SDG 8 (Pekerjaan yang Layak dan Pertumbuhan Ekonomi). Masalah utama yang dihadapi termasuk konflik antara kemajuan ekonomi dan perlindungan lingkungan, di mana ekspansi ke daerah hutan tropis bisa merusak habitat dan meningkatkan emisi gas rumah kaca, yang pada gilirannya memicu reaksi dari organisasi lingkungan serta komunitas lokal, meskipun manajemen menggarisbawahi manfaat seperti perekrutan tenaga kerja lokal. Tekanan dari pemangku kepentingan global yang mendukung ESG serta kekhawatiran dari masyarakat setempat terkait hilangnya sumber daya menimbulkan kesulitan dalam memenuhi semua harapan tanpa mengorbankan satu pihak. Selain itu, batasan dalam standar pelaporan PSAK yang belum sepenuhnya mengakomodasi ESG membuat integrasi indikator SDGs ke dalam laporan keuangan konvensional menjadi rumit, sehingga perusahaan terpaksa mengandalkan pedoman eksternal seperti GRI yang memerlukan investasi tambahan. Ada pula peningkatan risiko terhadap citra dan kepatuhan hukum, dengan adanya kemungkinan penolakan dari investor atau sanksi jika pelaporan tidak memenuhi standar, oleh karena itu diperlukan pendekatan menyeluruh seperti audit independen dan dialog dengan pemangku kepentingan untuk menjaga keseimbangan antara profitabilitas dan keberlanjutan.

2. Teori akuntansi yang bersifat positif dan normatif dapat memberikan pemahaman mengenai pelaporan keberlanjutan di PT Sumber Hijau, yang meliputi integrasi ESG dan SDGs dalam kegiatan pelaporannya. Teori positif, yang menitikberatkan pada pengamatan empiris terhadap praktik akuntansi yang ada, dapat memperjelas bagaimana perusahaan menyampaikan laporan keberlanjutan untuk memenuhi kebutuhan pasar, seperti pengaruh investor ESG terhadap nilai saham, contohnya dengan mengimplementasikan GRI akibat tekanan dari pasar global untuk menghindari risiko penarikan investasi, seperti yang terwujud dalam penelitian empiris mengenai perusahaan kelapa sawit. Sebaliknya, teori normatif, yang memberikan pedoman preskriptif, mendorong perusahaan untuk secara transparan melaporkan dampak ekspansi terhadap SDGs, meskipun hal ini berarti harus mengungkapkan risiko negatif, guna meningkatkan transparansi serta akuntabilitas, misalnya dengan mencantumkan metrik emisi karbon atau pengukuran deforestasi sesuai dengan rekomendasi dari IFRS Foundation. Kombinasi dari kedua teori ini menawarkan pandangan yang lebih menyeluruh, di mana positif mencerminkan kondisi pasar dan normatif mendorong peningkatan etis untuk sustinabilitas jangka panjang.

3. Meskipun PSAK belum sepenuhnya merumuskan pedoman untuk laporan ESG, PT Sumber Hijau telah berhasil mengintegrasikan pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangan mereka dengan cara seperti Sustainability Reporting atau Integrated Reporting, yaitu suatu metode yang memungkinkan penggabungan informasi finansial dan non-finansial. Standar yang dapat digunakan mencakup GRI Standards, yang berhubungan langsung dengan SDGs seperti GRI 305 untuk emisi (SDG 13), GRI 304 untuk keberagaman hayati (SDG 15), serta GRI 403 untuk ketenagakerjaan (SDG 8), ditambah dengan IFRS Sustainability Disclosure Standards (S2) yang berasal dari IFRS Foundation dan Integrated Reporting Framework dari IIRC. Dalam prakteknya, perusahaan dapat menambahkan bagian khusus dalam catatan laporan keuangan, misalnya Catatan 30 atau 31, yang memuat indikator SDGs dengan data yang konkret, seperti pengukuran emisi karbon dari aktivitas perkebunan kelapa sawit atau jumlah tenaga kerja lokal yang dipekerjakan. Laporan terpadu juga dapat disusun untuk menunjukkan hubungan antara ekspansi dan SDGs, contohnya bagaimana investasi di teknologi ramah lingkungan dapat mengurangi dampak perubahan iklim sekaligus meningkatkan keuntungan. Melibatkan auditor eksternal untuk memastikan akurasi data ESG sangat penting, demi menjamin kredibilitas dan mencegah tuduhan greenwashing, meskipun hal ini memerlukan biaya tambahan, tetapi memberikan manfaat jangka panjang seperti akses ke dana hijau.

4. Sebagai akuntan profesional, saya akan menyarankan PT Sumber Hijau untuk mengembangkan laporan yang objektif, transparan, dan fokus pada berbagai pemangku kepentingan, dengan menggabungkan angka dan cerita naratif untuk membangun kepercayaan publik. Rangka narasi harus mencakup semua elemen terkait, mulai dari pengakuan dilema ekspansi seperti risiko penggundulan hutan dibandingkan dengan potensi ekonomi, untuk menunjukkan rasa empati terhadap pemangku kepentingan setempat, dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan menampilkan elemen visual seperti diagram. Penyatuan fakta dan kisah penting, contohnya dengan menunjukkan penurunan emisi sebesar 20% untuk SDG 13 bersamaan dengan testimoni dari pekerja lokal atau dialog dengan masyarakat adat, bertujuan untuk memenuhi ekspektasi global mengenai transparansi ESG dan keadilan sosial di tingkat lokal. Pendekatan yang berfokus pada pemangku kepentingan mencakup melakukan survei atau diskusi dengan LSM, investor, dan komunitas untuk mengidentifikasi isu penting, dan kemudian membahasnya dalam narasi, misalnya dengan menambahkan bagian tentang langkah mitigasi seperti program restorasi hutan untuk SDG 15. Prinsip etika dan validasi harus diterapkan, menjadikan narasi sebagai basis data yang telah diverifikasi, serta menyertakan pernyataan penyangkalan untuk menghadapi ketidakpastian, serta menggunakan standar seperti GRI, dan menyediakan pelatihan internal bagi akuntan agar narasi bebas dari bias. Dengan cara ini, laporan dapat menceritakan kisah yang dapat dipercaya, meminimalkan konflik, dan mendukung keputusan investasi yang berkelanjutan, serta merekomendasikan konsultasi dengan pakar ESG eksternal jika diperlukan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Syifa Dwi Putriyani -
Nama: Syifa Dwi Putriyani
NPM: 2413031024

1. Tantangan Utama PT Sumber Hijau

PT Sumber Hijau menghadapi dilema besar dalam memperluas bisnisnya di Kalimantan Timur tanpa mengabaikan prinsip keberlanjutan dan pelaporan SDGs. Perusahaan harus menyeimbangkan antara peningkatan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja dengan perlindungan hutan hujan tropis dan hak masyarakat adat. Tekanan datang dari berbagai pihak, termasuk LSM lingkungan dan komunitas lokal, yang menyoroti ancaman deforestasi dan dampak sosial-ekonomi yang bisa merusak keberlanjutan jangka panjang. Tantangan lainnya adalah keterbatasan standar akuntansi nasional (PSAK) yang belum sepenuhnya mendukung pelaporan ESG, sehingga PT Sumber Hijau harus menyesuaikan sistem pelaporannya agar memenuhi standar global seperti SDGs 8, 13, dan 15.


2. Pendekatan Teoretis dalam Pelaporan Keberlanjutan

Penerapan teori akuntansi positif dan normatif membantu menjelaskan dinamika pelaporan keberlanjutan perusahaan ini. Melalui teori akuntansi positif, dapat dipahami bahwa pelaporan dilakukan karena dorongan eksternal dari investor, masyarakat, dan regulator. PT Sumber Hijau menyesuaikan laporan mereka agar tetap dianggap kredibel dan mendapatkan legitimasi sosial. Sedangkan teori akuntansi normatif menekankan pentingnya aspek etika dalam pelaporan. Perusahaan tidak cukup hanya mematuhi aturan formal, tetapi juga perlu menunjukkan komitmen moral dan tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat sekitar.


3. Strategi Integrasi SDGs dalam Laporan Keuangan

Untuk memastikan pelaporan SDGs terhubung dengan laporan keuangan, PT Sumber Hijau dapat mengadopsi standar internasional seperti GRI (Global Reporting Initiative) dan SASB (Sustainability Accounting Standards Board). Standar GRI memfasilitasi penyusunan laporan keberlanjutan yang komprehensif, mencakup dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan yang terkait dengan SDG 8, 13, dan 15. Sedangkan SASB membantu menghubungkan isu keberlanjutan dengan potensi risiko finansial yang mempengaruhi laporan keuangan utama.
Laporan keberlanjutan dapat dibuat secara terpisah namun tetap terintegrasi dengan laporan PSAK melalui sistem cross-referencing, sehingga publik dapat memperoleh gambaran utuh mengenai kinerja keberlanjutan perusahaan.

4. Saran untuk Penyusunan Narasi Laporan

Sebagai akuntan yang bertugas menyusun pelaporan keberlanjutan, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan: Sajikan informasi secara jujur dan transparan mengenai dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang ditimbulkan dari ekspansi perusahaan. Tampilkan kontribusi konkret terhadap SDGs 8, 13, dan 15 melalui data dan indikator kinerja yang terukur. Gunakan gaya bahasa yang komunikatif, mudah dipahami, serta relevan bagi pemangku kepentingan lokal maupun internasional. Kombinasikan data kuantitatif dan kualitatif dengan narasi dan testimoni dari masyarakat serta mitra usaha untuk memperkuat kredibilitas laporan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Refamei Kudadiri -
Nama: Refamei Kudadiri
Npm: 2413031014

1.Tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara tujuan ekonomi dan tanggung jawab lingkungan-sosial. Ekspansi ke Kalimantan Timur berpotensi meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja (selaras dengan SDG 8), tetapi juga menimbulkan risiko terhadap ekosistem hutan tropis (bertentangan dengan SDG 13 dan SDG 15). Selain itu, perusahaan perlu menghadapi tantangan reputasi dan legitimasi sosial, di mana tekanan dari publik dan investor ESG mengharuskan perusahaan menunjukkan bukti konkret komitmen keberlanjutan, bukan sekadar klaim dalam laporan.

2. Dalam konteks teori akuntansi, teori akuntansi positif membantu menjelaskan perilaku manajemen dalam menyusun laporan keberlanjutan sebagai respons terhadap tekanan eksternal. Manajemen mungkin memilih strategi pelaporan yang dapat menjaga citra perusahaan dan menarik dukungan investor, misalnya dengan menonjolkan kontribusi sosial dan mitigasi lingkungan. Sementara itu, teori akuntansi normatif berperan memberikan pedoman etis dan ideal mengenai bagaimana pelaporan seharusnya dilakukan. Teori ini menekankan bahwa laporan keberlanjutan harus mencerminkan kebenaran ekonomi dan tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan, bukan sekadar strategi komunikasi untuk kepentingan bisnis.

3. Meskipun PSAK belum sepenuhnya mengatur pelaporan ESG, PT Sumber Hijau tetap dapat mengintegrasikan laporan keberlanjutan dengan mengacu pada standar GRI (Global Reporting Initiative) dan prinsip Integrated Reporting (IIRC). GRI membantu perusahaan mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan secara terstruktur, sementara kerangka Integrated Reporting memungkinkan perusahaan menggabungkan informasi non-keuangan ke dalam laporan tahunan, sehingga pembaca dapat memahami bagaimana faktor keberlanjutan berkontribusi pada nilai jangka panjang. Dalam praktiknya, PT Sumber Hijau dapat menyusun laporan keberlanjutan terpisah yang kemudian dirujuk dalam laporan tahunan, atau menggabungkannya melalui format integrated report yang menampilkan keterkaitan antara kinerja keuangan dan pencapaian SDGs

4. Sebagai akuntan yang bertanggung jawab dalam pelaporan keberlanjutan, saya akan menyarankan agar narasi laporan PT Sumber Hijau disusun secara jujur, transparan, dan seimbang. Laporan sebaiknya tidak hanya menonjolkan manfaat ekonomi dari ekspansi, tetapi juga menjelaskan langkah konkret dalam melindungi lingkungan dan menghormati hak masyarakat adat. Misalnya, laporan bisa memaparkan rencana konservasi, penggunaan teknologi ramah lingkungan, kemitraan dengan komunitas lokal, serta indikator capaian SDG 13, 15, dan 8 secara kuantitatif dan kualitatif. Dengan pendekatan ini, laporan tidak hanya memenuhi ekspektasi investor global yang menuntut transparansi ESG, tetapi juga membangun kepercayaan masyarakat lokal bahwa perusahaan beroperasi dengan tanggung jawab dan berorientasi pada keberlanjutan jangka panjang.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Rahma Amelia -
Nama: Rahma Amelia
NPM:2413031026

1. Tantangan utama PT Sumber Hijau dalam menyelaraskan ekspansi bisnis dengan prinsip keberlanjutan dan pelaporan SDGs
Tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau terletak pada upaya menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Ekspansi ke Kalimantan Timur berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan penyerapan tenaga kerja, namun juga menimbulkan risiko ekologis seperti deforestasi dan terganggunya habitat satwa liar. Di sisi lain, perusahaan harus merespons tekanan dari LSM, masyarakat adat, serta investor global yang menuntut praktik bisnis berkelanjutan sesuai prinsip ESG dan SDGs. Tantangan lainnya adalah memastikan bahwa klaim keberlanjutan perusahaan bukan sekadar formalitas atau “greenwashing”, tetapi benar-benar diukur dan dilaporkan secara transparan. Selain itu, kesulitan juga muncul karena sistem pelaporan keuangan yang berbasis PSAK belum sepenuhnya mengakomodasi pengungkapan aspek lingkungan dan sosial, sehingga perusahaan perlu mencari cara agar informasi keberlanjutan dapat disajikan secara kredibel dan sejalan dengan standar internasional seperti GRI.

2. Pendekatan teori akuntansi positif dan normatif dalam memahami pelaporan keberlanjutan
Teori akuntansi positif berfokus pada penjelasan perilaku aktual perusahaan dalam menyusun laporan keuangan, sedangkan teori akuntansi normatif menjelaskan bagaimana seharusnya laporan keuangan disusun berdasarkan prinsip etika dan tujuan sosial. Dalam konteks PT Sumber Hijau, teori positif dapat menjelaskan mengapa manajemen memilih mengungkapkan informasi keberlanjutan — misalnya karena tekanan investor global, kebutuhan menjaga reputasi, atau untuk memperoleh legitimasi publik. Sementara itu, teori normatif menekankan bahwa perusahaan seharusnya melaporkan informasi keberlanjutan karena tanggung jawab moral terhadap masyarakat dan lingkungan, bukan semata-mata untuk kepentingan ekonomi. Dengan menggabungkan kedua pendekatan ini, dapat dipahami bahwa pelaporan keberlanjutan bukan hanya strategi bisnis, tetapi juga wujud komitmen etis dalam menjalankan tanggung jawab sosial dan menjaga keberlanjutan jangka panjang.

3. Integrasi pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangan meskipun PSAK belum mengakomodasi ESG

Meskipun PSAK belum sepenuhnya mengatur pelaporan keberlanjutan, PT Sumber Hijau tetap dapat mengintegrasikan aspek SDGs melalui penggunaan standar tambahan seperti GRI Standards (Global Reporting Initiative), IFRS Sustainability Disclosure Standards (IFRS S1 dan S2) yang diterbitkan oleh ISSB, atau mengacu pada Sustainability Accounting Standards Board (SASB). Melalui pendekatan ini, perusahaan dapat menyajikan laporan keberlanjutan terpisah namun tetap terhubung dengan laporan keuangan utama melalui indikator kinerja lingkungan (seperti emisi karbon dan luas lahan konservasi), indikator sosial (seperti penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat), serta indikator ekonomi (seperti kontribusi terhadap PDB daerah). Integrasi dapat dilakukan melalui bagian management discussion and analysis (MD&A) atau laporan tahunan yang memuat keterkaitan antara kinerja keuangan dan pencapaian SDGs. Dengan demikian, walaupun PSAK belum mengatur secara detail, pelaporan perusahaan tetap relevan dan kredibel di mata stakeholder global.

4. Saran dalam penyusunan narasi laporan keberlanjutan untuk memenuhi ekspektasi stakeholder lokal dan global

Sebagai akuntan yang bertanggung jawab atas pelaporan keberlanjutan, penting untuk menyusun narasi laporan yang jujur, seimbang, dan berbasis data. Narasi sebaiknya dimulai dengan menjelaskan komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan dan alasan strategis di balik ekspansi yang dilakukan, disertai penjelasan mengenai langkah-langkah mitigasi dampak lingkungan seperti program reboisasi, konservasi keanekaragaman hayati, dan kemitraan dengan masyarakat adat. Untuk menjawab ekspektasi stakeholder global, laporan perlu menonjolkan keselarasan kegiatan perusahaan dengan SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim), dan SDG 15 (Ekosistem Daratan), lengkap dengan indikator kuantitatif dan hasil capaian. Sementara untuk stakeholder lokal, laporan harus menekankan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar, seperti peningkatan lapangan kerja, program pendidikan, dan pelestarian budaya lokal. Dengan narasi yang transparan, berbasis data, dan disertai bukti nyata, PT Sumber Hijau dapat membangun kepercayaan publik sekaligus memenuhi standar pelaporan global yang diharapkan oleh para investor ESG.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Nayla Andara -

Nama: Nayla Andara

NPM: 2413031018

1. PT Sumber Hijau menghadapi tantangan utama dalam menyelaraskan ekspansi bisnis kelapa sawit di Kalimantan Timur dengan prinsip keberlanjutan karena harus menanggapi kekhawatiran LSM dan masyarakat adat terkait potensi kerusakan hutan hujan tropis dan dampak negatif terhadap sumber daya lokal. Di sisi lain, manajemen menilai bahwa ekspansi ini penting untuk menciptakan lapangan kerja serta mendukung pertumbuhan ekonomi regional. Perusahaan juga menghadapi tekanan dari investor global yang semakin fokus pada prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) sehingga perlu memperkuat pelaporan keberlanjutan dengan mengacu pada standar Global Reporting Initiative (GRI) dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) khususnya SDG 13, 15, dan 8. Tantangan ini diperparah oleh belum adanya aturan baku dalam PSAK yang mengakomodasi pelaporan ESG secara menyeluruh.

2. Pendekatan teori akuntansi positif dapat membantu memahami pelaporan keberlanjutan PT Sumber Hijau sebagai respons manajemen terhadap tekanan eksternal dari pemangku kepentingan seperti LSM, masyarakat, dan investor untuk mempertahankan legitimasi dan reputasi perusahaan. Sebaliknya, teori akuntansi normatif menekankan bagaimana pelaporan keberlanjutan seharusnya dilakukan, yakni dengan transparansi, akuntabilitas, dan etika yang kuat agar pelaporan tidak hanya menjadi alat untuk memenuhi tuntutan tetapi juga mendorong praktik bisnis yang berkelanjutan.

3. Dalam mengintegrasikan pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangan, PT Sumber Hijau dapat menggunakan standar GRI sebagai acuan utama karena GRI memberikan kerangka komprehensif yang sesuai dengan indikator keberlanjutan dan SDGs. Perusahaan dapat menyusun laporan keberlanjutan terpisah yang melengkapi laporan keuangan konvensional berdasarkan PSAK, atau mengadopsi pendekatan integrated reporting yang menggabungkan informasi keuangan dan non-keuangan secara terpadu sehingga mencerminkan kinerja keberlanjutan secara holistik dan transparan.

4. Sebagai akuntan yang bertanggung jawab, disarankan untuk menyusun narasi laporan keberlanjutan yang menyajikan gambaran seimbang antara keuntungan ekonomi seperti penciptaan lapangan kerja dan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi regional, sekaligus menegaskan komitmen perusahaan terhadap perlindungan lingkungan dan keberlanjutan sosial. Narasi tersebut harus disusun dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan, serta melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal dan LSM. Pendekatan ini akan memperkuat legitimasi dan akuntabilitas laporan dalam memenuhi ekspektasi stakeholder lokal dan global.

In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Amara Gusti Kharisma -
1. Tantangan utama PT Sumber Hijau dalam menyelaraskan ekspansi dengan keberlanjutan dan pelaporan SDGs meliputi:
  • Konflik antara kebutuhan ekspansi bisnis dengan pelestarian hutan hujan tropis dan hak masyarakat adat, yang memicu kritik LSM lingkungan dan masyarakat lokal.
  • Tekanan untuk memenuhi ekspektasi global terkait ESG dari investor, sementara regulasi pelaporan di Indonesia (PSAK) belum mengakomodasi pelaporan isu keberlanjutan dengan lengkap.
  • Integrasi antara informasi keberlanjutan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif ke dalam laporan keuangan konvensional yang umumnya berfokus pada aspek finansial.
  • Menjaga keseimbangan antara dampak sosial (penyerapan tenaga kerja lokal) dan dampak lingkungan sesuai SDGs 8, 13, dan 15.

2. Pendekatan teori akuntansi positif dan normatif dalam pelaporan keberlanjutan:
  • Akuntansi positif fokus pada menjelaskan dan memprediksi perilaku pelaporan berdasarkan insentif perusahaan dan tekanan lingkungan (seperti tekanan investor ESG dan regulasi).
  • Akuntansi normatif menawarkan panduan bagaimana pelaporan keberlanjutan seharusnya dilakukan secara etis dan komprehensif untuk memenuhi kepentingan pemangku kepentingan.
Dalam kasus PT Sumber Hijau, pendekatan positif dapat menjelaskan keputusan manajemen dalam menghadapi tekanan eksternal dan internal, sedangkan pendekatan normatif dapat digunakan untuk merancang pelaporan yang transparan dan akuntabel sesuai tujuan keberlanjutan.

3. Integrasi pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangan PSAK yang belum sepenuhnya mengatur ESG dapat dilakukan dengan:
  • Menggunakan standar pelaporan keberlanjutan yang telah mapan seperti GRI (Global Reporting Initiative) yang membahas aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola secara terperinci.
  • Mengadopsi kerangka kerja pelaporan terintegrasi (Integrated Reporting Framework) untuk menggabungkan informasi finansial dan nonfinansial.
  • Menyajikan laporan keberlanjutan terpisah sebagai bagian dari laporan tahunan yang melengkapi laporan keuangan.
  • Mengaitkan indikator SDGs (misalnya SDG 8, 13, 15) dengan kinerja operasional dan dampak sosial perusahaan yang relevan.

4. Pendekatan atau standar pelaporan yang dapat digunakan:
  • GRI Standards yang sangat populer untuk pelaporan keberlanjutan dan memiliki panduan komprehensif untuk isu lingkungan dan sosial.
  • SASB (Sustainability Accounting Standards Board) untuk isu-isu yang memiliki dampak finansial material.
  • TCFD (Task Force on Climate-related Financial Disclosures) khusus untuk pengungkapan risiko perubahan iklim.
Penerapan standar ini harus dimulai dengan identifikasi isu material perusahaan, pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif, serta pelaporan yang jujur dan jelas mengenai dampak bisnis dan langkah mitigasi.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Waly Tanti Fitrani -
NAMA: WALY TANTI FITRANI
NPM: 2413031031

1. Tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau adalah menyeimbangkan antara tujuan ekspansi ekonomi dengan komitmen terhadap prinsip keberlanjutan dan pelestarian lingkungan. Perusahaan harus menghadapi tekanan dari berbagai pihak investor global yang menuntut penerapan prinsip ESG, LSM yang menyoroti dampak deforestasi, serta masyarakat adat yang khawatir kehilangan hak atas lahan. Selain itu, perusahaan perlu menyesuaikan sistem pelaporannya agar selaras dengan standar GRI dan SDGs (khususnya SDG 13, 15, dan 8), sementara kerangka PSAK yang digunakan masih berfokus pada informasi keuangan tradisional. Integrasi data lingkungan, sosial, dan ekonomi ke dalam laporan keuangan menjadi tantangan teknis sekaligus etis yang menuntut transparansi, akuntabilitas, dan inovasi dalam praktik pelaporan.

2. Dalam konteks PT Sumber Hijau, teori akuntansi positif dapat digunakan untuk menjelaskan 'mengapa' manajemen memilih melaporkan isu keberlanjutan, misalnya sebagai respons terhadap tekanan dari investor global, regulasi, atau untuk menjaga legitimasi sosial dan citra perusahaan. Pendekatan ini melihat pelaporan keberlanjutan sebagai perilaku strategis yang dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi dan politik perusahaan. Sementara itu, teori akuntansi normatif berfokus pada 'bagaimana seharusnya' pelaporan dilakukan, menekankan prinsip etika, transparansi, dan tanggung jawab sosial sesuai dengan standar seperti GRI dan tujuan SDGs. Dengan demikian, teori positif menjelaskan motivasi praktis di balik pelaporan, sedangkan teori normatif memberikan dasar moral dan konseptual bagi praktik pelaporan keberlanjutan yang ideal.

3. PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangannya melalui pendekatan pelaporan terintegrasi (Integrated Reporting/IR) yang menggabungkan informasi keuangan dan non-keuangan secara menyeluruh. Meskipun PSAK belum sepenuhnya mengatur ESG, perusahaan dapat menggunakan standar GRI untuk mengungkap dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang relevan dengan SDG 13, 15, dan 8, serta mengacu pada kerangka ISSB atau SASB untuk indikator kuantitatif yang dapat dihubungkan dengan kinerja keuangan. Dalam penerapannya, perusahaan dapat menambahkan bagian khusus dalam laporan tahunan yang memetakan kontribusi bisnis terhadap SDGs, menjelaskan kebijakan, target, dan hasil keberlanjutan dengan data terukur agar tetap konsisten dan dapat diaudit bersama laporan keuangan utama.

4. Sebagai akuntan yang bertanggung jawab atas pelaporan keberlanjutan, saya akan menyarankan PT Sumber Hijau untuk menyusun narasi laporan yang transparan, seimbang, dan berbasis data. Laporan harus menunjukkan komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan dengan menjelaskan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan secara jujur termasuk tantangan yang dihadapi. Untuk memenuhi ekspektasi stakeholder lokal, narasi perlu menyoroti kontribusi terhadap masyarakat, pelestarian lingkungan, dan penciptaan lapangan kerja. Sementara bagi stakeholder global, laporan harus mengaitkan kinerja perusahaan dengan target SDGs dan prinsip ESG internasional, disertai indikator kinerja dan capaian yang terukur.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by MUHAMMAD ARIFIN ILHAM -
Nama : Muhammad Arifin Ilham
NPM : 2413031003

1. Tantangan utama PT Sumber Hijau 

PT Sumber Hijau menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan pertumbuhan bisnis dengan tanggung jawab lingkungan dan sosial. Ekspansi memang mendorong ekonomi, tetapi berisiko menimbulkan deforestasi dan konflik masyarakat. Selain itu, tekanan dari investor global untuk memenuhi standar ESG dan SDGs meningkat, sementara PSAK belum mengatur secara lengkap. Tantangan ini menyangkut legitimasi, reputasi, dan kepercayaan publik.

2. Teori positif dan normatif 

Teori positif menjelaskan bahwa keputusan pelaporan sering dipengaruhi kepentingan manajemen dan tekanan eksternal, sedangkan teori normatif menekankan pentingnya pelaporan yang etis dan transparan. Jadi, teori positif menjawab “mengapa perusahaan bertindak”, sedangkan teori normatif membahas “bagaimana seharusnya perusahaan bertindak.”

3. Integrasi SDGs ke laporan keuangan 

Meski PSAK belum mengatur detail tentang ESG, perusahaan bisa mengacu pada standar global seperti GRI atau laporan terintegrasi. Misalnya, mengaitkan biaya reklamasi dalam laporan keuangan dengan SDG 13 dan SDG 15, sehingga laporan tetap sesuai PSAK namun berisi narasi keberlanjutan yang lebih komprehensif.

4. Saran untuk narasi laporan 

Sebagai akuntan, narasi laporan sebaiknya disusun secara jujur dan berimbang. Perusahaan perlu mengakui kritik masyarakat serta menunjukkan langkah nyata memperbaiki dampak lingkungan dan sosial. Sertakan juga target terukur, seperti jumlah pekerja lokal atau luas lahan direstorasi, agar laporan dapat dipercaya oleh investor maupun masyarakat.


In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Reyhta Putri Herdian -
Nama : Reyhta Putri Herdian
NPM : 2413031035

1. Tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau terletak pada upaya menyeimbangkan tujuan ekonomi dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ekspansi ke Kalimantan Timur berpotensi meningkatkan pendapatan perusahaan dan membuka lapangan kerja, namun juga berisiko menimbulkan kerusakan ekosistem hutan hujan tropis dan konflik dengan masyarakat adat. Hal ini menciptakan dilema antara pertumbuhan bisnis dan komitmen terhadap keberlanjutan. Selain itu, perusahaan harus mampu menerjemahkan prinsip SDGs—khususnya SDG 13 (Perubahan Iklim), SDG 15 (Ekosistem Daratan), dan SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi)—ke dalam kebijakan operasional dan pelaporan yang terukur. Tantangan lainnya adalah memastikan transparansi dan kredibilitas pelaporan keberlanjutan di tengah tekanan dari LSM, masyarakat lokal, dan investor global yang menuntut kepatuhan terhadap standar internasional seperti GRI dan ESG frameworks.

2. Dalam konteks teori akuntansi, pendekatan positif membantu menjelaskan perilaku manajemen PT Sumber Hijau dalam menyusun laporan keberlanjutan berdasarkan insentif ekonomi dan tekanan eksternal. Misalnya, perusahaan mungkin terdorong untuk memperkuat pelaporan ESG karena ingin menarik minat investor global dan menjaga reputasi di pasar modal. Sementara itu, pendekatan normatif berfokus pada bagaimana seharusnya pelaporan dilakukan untuk memenuhi nilai etika, tanggung jawab sosial, dan transparansi. Pendekatan normatif mendorong perusahaan agar tidak hanya mematuhi standar secara formal, tetapi juga menunjukkan komitmen moral terhadap keberlanjutan dan perlindungan lingkungan. Dengan demikian, kombinasi keduanya dapat menjelaskan dinamika antara motivasi ekonomi (positif) dan idealisme etis (normatif) dalam praktik pelaporan keberlanjutan PT Sumber Hijau.

3. Meskipun PSAK belum sepenuhnya mengakomodasi pelaporan ESG, PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan aspek SDGs ke dalam laporan keuangan melalui pendekatan pelaporan terintegrasi (Integrated Reporting / ) yang dikembangkan oleh IIRC (International Integrated Reporting Council). Pendekatan ini memungkinkan perusahaan menyatukan informasi keuangan dan non-keuangan dalam satu laporan yang menggambarkan penciptaan nilai jangka panjang. Selain itu, standar GRI Standards dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengukur dan mengungkapkan dampak sosial dan lingkungan secara konsisten. Perusahaan juga bisa merujuk pada SASB (Sustainability Accounting Standards Board) untuk mengidentifikasi indikator ESG yang relevan dengan sektor agribisnis. Dengan cara ini, pelaporan keberlanjutan dapat berjalan berdampingan dengan laporan keuangan berbasis PSAK tanpa harus melanggar kerangka regulasi yang berlaku.

4. Sebagai akuntan yang bertanggung jawab dalam pelaporan keberlanjutan, penting untuk membantu PT Sumber Hijau menyusun narasi laporan yang seimbang dan kredibel. Narasi tersebut harus menekankan komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan dan transparansi, dengan menjelaskan secara jujur dampak ekspansi terhadap lingkungan dan masyarakat, serta langkah-langkah mitigasi yang dilakukan—seperti program reboisasi, konservasi biodiversitas, dan kemitraan dengan masyarakat adat. Untuk memenuhi harapan investor global, laporan harus menunjukkan bagaimana strategi keberlanjutan sejalan dengan target SDGs dan nilai ekonomi jangka panjang perusahaan. Sedangkan bagi stakeholder lokal, perusahaan perlu menonjolkan aspek pemberdayaan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, serta penghormatan terhadap hak-hak sosial dan budaya setempat. Dengan pendekatan komunikasi yang terbuka, berbasis data, dan berorientasi pada solusi, laporan keberlanjutan akan menjadi alat penting untuk membangun kepercayaan dan legitimasi publik.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by TRIASWARI AYUNANDINI -

Nama: Triaswari Ayunandini
NPM: 2413031029

  1. PT Sumber Hijau menghadapi tantangan yang kompleks dan mendasar dalam menyelaraskan rencana ekspansi bisnisnya di Kalimantan Timur dengan prinsip keberlanjutan dan kerangka pelaporan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

    Tantangan utama yang dihadapi perusahaan adalah konflik antara pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan kelestarian ekologis jangka panjang. Ekspansi ke wilayah hutan hujan tropis secara inheren menciptakan trade-off yang sulit. Secara khusus, tantangan ini terbagi menjadi tiga aspek:

    • Tantangan Lingkungan (SDG 13 dan SDG 15)
      Risiko terbesar adalah adanya konflik langsung antara perluasan lahan sawit dengan upaya menjaga Ekosistem Daratan (SDG 15). Degradasi hutan hujan tropis dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, dan yang lebih penting, pelepasan karbon yang tersimpan dalam lahan gambut atau hutan, yang secara langsung bertentangan dengan upaya Penanganan Perubahan Iklim (SDG 13). Perusahaan harus membuktikan bahwa pertumbuhan tidak didasarkan pada deforestasi.

    • Tantangan Sosial dan Tata Kelola
      Kritik dari masyarakat adat dan LSM menciptakan risiko reputasi yang tinggi dan konflik sosial. Perusahaan harus menunjukkan kepatuhan terhadap prinsip Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi (SDG 8), tetapi juga harus mendapatkan izin sosial (Social License to Operate) melalui konsultasi yang tulus dengan masyarakat adat, memastikan tidak ada perampasan lahan, dan menjamin praktik ketenagakerjaan yang adil.

    • Tantangan Pelaporan dan Transparansi
      Meningkatnya tekanan dari investor global yang mendukung ESG menuntut akurasi dan kredibilitas yang tinggi dalam pelaporan keberlanjutan. Tantangannya adalah menghindari
      greenwashing (pencitraan hijau) dan secara jujur menyajikan data kinerja lingkungan dan sosial, termasuk risiko yang terkait dengan ekspansi, sesuai standar GRI.


  2. Pendekatan teori akuntansi positif dan normatif memberikan dua sudut pandang berbeda dalam memahami keputusan PT Sumber Hijau untuk memperkuat pelaporan keberlanjutannya.

    • Teori Akuntansi Positif
      Teori ini berfokus pada memprediksi dan menjelaskan mengapa perusahaan memilih praktik akuntansi tertentu. Dalam kasus ini, TPA dapat menjelaskan bahwa keputusan PT Sumber Hijau untuk mengadopsi standar GRI dan merujuk pada SDGs adalah respons rasional terhadap tekanan stakeholder dan biaya agensi.

      • TPA, melalui Teori Stakeholder Positif, memprediksi bahwa perusahaan akan meningkatkan pengungkapan keberlanjutan untuk mengelola hubungan dengan stakeholders utama, terutama investor global yang peduli ESG, guna memperoleh sumber daya (modal). Selain itu, melalui Teori Legitimasi, perusahaan melaporkan isu keberlanjutan untuk mempertahankan dan mendapatkan legitimasi di mata publik dan regulator (LSM dan pemerintah) setelah adanya kritik atas ekspansi. Keputusan ini didorong oleh insentif ekonomi (menarik modal ESG) dan insentif politik (mengurangi risiko regulasi).

    • Teori Akuntansi Normatif
      Teori ini berfokus pada menentukan apa yang seharusnya dilakukan perusahaan dalam pelaporan. Teori normatif, khususnya yang berlandaskan pada Teori Akuntabilitas dan True and Fair View, berpendapat bahwa PT Sumber Hijau seharusnya melaporkan dampak lingkungan dan sosialnya.

      • Menurut teori normatif, perusahaan memiliki kewajiban etika dan sosial untuk bertanggung jawab atas dampak operasinya. Standar GRI dan SDGs dianggap sebagai panduan bagaimana seharusnya pelaporan dilakukan untuk memberikan gambaran yang "benar dan adil" (true and fair view) kepada semua stakeholders, tidak hanya investor. Teori ini menekankan bahwa laporan harus mencakup biaya eksternalitas (misalnya, biaya kerusakan hutan) meskipun biaya tersebut tidak diwajibkan oleh PSAK konvensional.


  3. Meskipun PSAK (yang berbasis IFRS) belum sepenuhnya mengatur pelaporan isu ESG, PT Sumber Hijau dapat menggunakan pendekatan pelaporan terintegrasi (integrated reporting) dengan merujuk pada kerangka kerja global seperti I.F.R.S. S1 dan S2 (berasal dari ISSB) dan GRI.

    Pendekatan dan Standar:

    1. Standar Global Reporting Initiative (GRI), PT Sumber Hijau dapat menggunakan GRI untuk mengidentifikasi materi(al)itas dari isu-isu ESG-nya.

      • Perusahaan harus melakukan materiality assessment ganda (double materiality), yaitu menilai dampak isu terhadap nilai perusahaan (financial materiality) dan dampak perusahaan terhadap manusia dan lingkungan (impact materiality). Misalnya, isu deforestasi (SDG 15) adalah materi karena mengundang kritik LSM (risiko reputasi) dan karena biaya reklamasi/denda memengaruhi keuangan.

    2. Standar Pelaporan Keberlanjutan IFRS (ISSB), PT Sumber Hijau dapat mengadopsi IFRS S1 (General Requirements) dan IFRS S2 (Climate-related Disclosures) untuk memastikan informasi keberlanjutan berfokus pada nilai perusahaan dan terhubung dengan laporan keuangan.

      • Perusahaan perlu mengintegrasikan informasi risiko dan peluang terkait iklim (SDG 13) dan ekosistem (SDG 15) ke dalam laporan tahunan konvensional mereka (misalnya, dalam bagian manajemen risiko dan diskusi manajemen). Risiko fisik (misalnya, kekeringan memengaruhi hasil panen) dan risiko transisi (misalnya, pajak karbon) harus dikuantifikasi secara finansial dan diungkapkan.

    Integrasi SDGs ke Laporan Keuangan:

    Integrasi dilakukan melalui pengungkapan naratif dan kuantifikasi finansial pada bagian laporan manajemen yang terkait dengan PSAK:

    • Pengungkapan Risiko Liabilitas, Biaya yang terkait dengan reklamasi (SDG 15) atau denda atas emisi karbon (SDG 13) harus dipertimbangkan sebagai Liabilitas Kontinjensi (PSAK 57/IAS 37). Akuntan harus menghitung dan mengakui provisi liabilitas reklamasi secara cermat, mencerminkan komitmen keberlanjutan.

    • Pengungkapan Aset dan Beban, Investasi untuk praktik berkelanjutan (misalnya, alat penangkap emisi) dapat diklasifikasikan sebagai Aset Tetap atau Capital Expenditure yang mendukung SDGs. Biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan tenaga kerja lokal (SDG 8) harus dianalisis sebagai beban yang mendukung pembangunan sosial.


  4. Untuk menyusun narasi laporan yang efektif dan kredibel, yang mampu menjawab ekspektasi stakeholder lokal maupun global, saya akan menyarankan PT Sumber Hijau untuk mengadopsi pendekatan keterbukaan yang seimbang (balanced disclosure) dan fokus pada materialitas ganda.

    Saran Strategi Narasi Laporan:

    1. Mengakui Konflik (Transparansi), Narasi harus secara jujur mengakui kritik dari LSM dan masyarakat adat mengenai risiko lingkungan yang ditimbulkan oleh ekspansi. Ini akan membangun kredibilitas (mengatasi keraguan global) dan menghormati perspektif lokal. Pengakuan ini harus diikuti dengan rencana mitigasi yang terperinci.

    2. Menghubungkan SDGs dengan Nilai Finansial (Global Expectation), Narasi harus secara eksplisit menghubungkan kontribusi pada SDGs dengan strategi bisnis dan nilai perusahaan.

      • Contoh: Jelaskan bahwa upaya mitigasi deforestasi (SDG 15) mengurangi risiko rantai pasok dan memastikan akses ke pasar Eropa yang ketat terhadap isu keberlanjutan, yang pada akhirnya mendukung keberlanjutan laba. Laporan harus menggunakan indikator ISSB (IFRS S2) untuk mengukur dampak finansial dari risiko dan peluang iklim.

    3. Fokus pada Dampak Lokal (Local Expectation): Narasi harus menonjolkan pencapaian SDG 8 (Pekerjaan Layak) dengan menyajikan data spesifik mengenai:

      • Konsultasi dan Persetujuan, Bukti dokumentasi perolehan Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) dari masyarakat adat.

      • Penciptaan Nilai Lokal, Jumlah tenaga kerja lokal yang terserap dan program pengembangan keterampilan spesifik (bukan hanya janji, tapi data terukur).

      • Manajemen Konflik, Prosedur dan hasil penyelesaian sengketa lahan yang adil.

    4. Matriks Materialitas Ganda, Sertakan matriks yang menunjukkan isu-isu yang dianggap penting oleh perusahaan dan stakeholder (termasuk LSM dan masyarakat lokal), memastikan isu-isu kritis seperti deforestasi dan hak adat berada di kuadran prioritas, dan dilaporkan sesuai standar GRI.


In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Alya Khoirun Nisa -
Nama : Alya Khoirun Nisa
NPM : 2413031019.

1. Tantangan utama dalam menyelaraskan ekspansi bisnis dengan prinsip keberlanjutan dan pelaporan SDGs

Tantangan utama PT Sumber Hijau adalah menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Ekspansi bisnis ke wilayah hutan tropis berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem dan konflik sosial dengan masyarakat adat. Selain itu, perusahaan menghadapi tekanan dari investor global dan LSM lingkungan untuk memastikan bahwa kegiatan operasional mereka sejalan dengan prinsip ESG dan SDGs, terutama SDG 13 (Perubahan Iklim) dan SDG 15 (Ekosistem Daratan). Tantangan lainnya adalah bagaimana menyusun laporan keberlanjutan yang transparan dan kredibel, dengan data yang dapat diverifikasi serta menunjukkan komitmen nyata terhadap praktik bisnis berkelanjutan tanpa menghambat target ekonomi perusahaan.

2. Pendekatan teori akuntansi positif dan normatif dalam memahami pelaporan keberlanjutan

Menurut teori akuntansi positif, perilaku perusahaan dalam pelaporan keberlanjutan dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi dan tekanan eksternal, seperti harapan investor, regulasi, dan citra publik. Artinya, PT Sumber Hijau akan berusaha melaporkan informasi keberlanjutan jika hal itu menguntungkan reputasi dan akses terhadap modal. Sementara itu, teori akuntansi normatif menekankan bagaimana pelaporan seharusnya dilakukan berdasarkan nilai moral dan tanggung jawab sosial. Dari perspektif ini, pelaporan keberlanjutan PT Sumber Hijau bukan hanya untuk kepentingan bisnis, tetapi juga sebagai bentuk akuntabilitas etis terhadap masyarakat dan lingkungan. Kedua teori ini membantu memahami bahwa keputusan pelaporan ESG bukan hanya teknis, tetapi juga refleksi dari nilai dan strategi perusahaan.
3. Integrasi pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangan meskipun PSAK belum mengakomodasi ESG

Walau PSAK belum sepenuhnya mengatur pelaporan ESG, PT Sumber Hijau dapat mengadopsi pendekatan pelaporan terpadu (Integrated Reporting) dari IIRC dan standar GRI (Global Reporting Initiative). Pendekatan ini memungkinkan perusahaan menggabungkan informasi keuangan dan non-keuangan secara holistik. PT Sumber Hijau dapat menggunakan GRI Standards 2021 untuk mengukur dan melaporkan dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi, sambil tetap mengikuti PSAK untuk aspek keuangan. Selain itu, perusahaan dapat menautkan setiap indikator GRI dengan target SDGs yang relevan (misalnya GRI 305 untuk emisi gas rumah kaca dikaitkan dengan SDG 13). Dengan demikian, laporan akan lebih komprehensif dan sesuai dengan ekspektasi investor global.
4. Saran dalam penyusunan narasi laporan untuk menjawab ekspektasi stakeholder lokal dan global

Sebagai akuntan, langkah pertama adalah membantu perusahaan menyusun narasi yang transparan, seimbang, dan berbasis bukti. Narasi laporan keberlanjutan sebaiknya menjelaskan dampak positif dan negatif ekspansi secara terbuka, langkah mitigasi yang diambil (seperti reboisasi, perlindungan lahan adat, atau penggunaan energi hijau), serta capaian terhadap SDGs terkait. Untuk stakeholder lokal, laporan harus menonjolkan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitar, seperti peningkatan lapangan kerja dan program pemberdayaan. Sementara bagi stakeholder global, narasi harus menekankan kepatuhan terhadap standar ESG, kontribusi pada pengurangan emisi karbon, dan tata kelola yang transparan. Dengan pendekatan ini, laporan akan memperkuat kredibilitas dan membangun kepercayaan lintas pihak.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Tantowi Jauhari -
Nama : Tantowi Jauhari
NPM : 2413031008

1. Tantangan utama PT Sumber Hijau dalam menyelaraskan ekspansi dengan prinsip keberlanjutan dan pelaporan SDGs
PT Sumber Hijau menghadapi tantangan besar untuk menyeimbangkan antara tujuan ekspansi ekonomi dan kewajiban menjaga kelestarian lingkungan. Ekspansi ke Kalimantan Timur berisiko menimbulkan deforestasi, mengganggu habitat, serta memicu konflik dengan masyarakat adat, sehingga bertentangan dengan SDG 13 dan SDG 15. Di sisi lain, perusahaan ingin memberikan kontribusi pada SDG 8 melalui penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu, adanya tekanan dari investor global, LSM lingkungan, serta kebutuhan untuk memenuhi prinsip ESG mengharuskan perusahaan meningkatkan transparansi, tata kelola, dan kualitas pelaporan keberlanjutan, yang sering kali tidak mudah dilakukan dalam kondisi operasional yang kompleks.

2. Pendekatan teori akuntansi positif dan normatif dalam memahami pelaporan keuangan kasus ini
Teori akuntansi positif membantu menjelaskan motivasi manajemen dalam menyampaikan informasi keberlanjutan, dimana pelaporan dilakukan bukan hanya karena kewajiban moral, tetapi karena adanya tekanan pasar, tuntutan investor, dan insentif ekonomi. Dalam konteks PT Sumber Hijau, perusahaan mungkin memperluas pengungkapan ESG untuk menjaga reputasi di mata investor, meminimalkan risiko regulasi, serta memperoleh legitimasi sosial. Sementara itu, teori akuntansi normatif menekankan bagaimana pelaporan seharusnya dilakukan secara etis dan ideal. Pendekatan ini mendorong perusahaan untuk memberikan informasi yang lengkap, akurat, dan bertanggung jawab mengenai dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta mengacu pada standar seperti GRI dan SDGs, meskipun PSAK belum sepenuhnya mengatur isu ESG.

3. Integrasi pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangan meski PSAK belum mengakomodasi ESG
PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan SDGs dengan menggunakan pendekatan Integrated Reporting () yang menggabungkan informasi keuangan dan non-keuangan dalam satu dokumen strategis. Selain itu, perusahaan dapat menyusun laporan keberlanjutan berbasis GRI yang kemudian dirujuk silang dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CALK), sehingga tetap selaras dengan PSAK. Perusahaan juga dapat menambahkan pengungkapan risiko lingkungan berdasarkan PSAK 1, serta mengadopsi standar internasional seperti SASB dan TCFD untuk mengungkap risiko iklim dan keberlanjutan secara lebih rinci. Dengan kombinasi standar tersebut, perusahaan mampu menjembatani kebutuhan pelaporan ESG yang semakin mendesak meskipun PSAK belum memberikan pedoman spesifik.

4. Saran penyusunan narasi laporan yang memenuhi ekspektasi pemangku kepentingan lokal dan global
Dalam menyusun narasi laporan, perusahaan perlu menjelaskan secara transparan dampak ekspansi terhadap lingkungan dan masyarakat, termasuk langkah mitigasi seperti perlindungan hutan, konservasi keanekaragaman hayati, serta strategi pengurangan emisi. Narasi juga harus menunjukkan komitmen perusahaan terhadap hak masyarakat adat melalui penerapan FPIC serta program pemberdayaan dan penciptaan lapangan kerja lokal. Selain itu, laporan harus mengaitkan secara jelas kontribusi perusahaan terhadap SDG 8, 13, dan 15, disertai indikator kinerja yang terukur dan target jangka panjang. Dengan pendekatan komunikasi yang jujur, seimbang, dan berbasis data ini, perusahaan dapat memenuhi ekspektasi pemangku kepentingan global sekaligus menjaga legitimasi di mata masyarakat lokal.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Eka Saryuni -
Nama : Eka Saryuni
Npm : 2413031030

1. Tantangan utama PT Sumber Hijau terletak pada upaya menyeimbangkan kepentingan ekspansi bisnis dengan komitmen terhadap prinsip keberlanjutan. Perusahaan harus menghadapi kritik dari LSM lingkungan dan masyarakat adat yang melihat ekspansi sebagai ancaman terhadap hutan hujan tropis dan keberlanjutan sumber daya lokal, sementara manajemen berfokus pada manfaat ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Pertentangan ini menciptakan konflik kepentingan yang mengharuskan perusahaan menunjukkan bahwa ekspansi tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga tidak merusak lingkungan dan sosial.

2. Dari perspektif teori akuntansi positif, perusahaan cenderung menyusun pelaporan keberlanjutan karena adanya tekanan eksternal, seperti dari investor, regulator, dan LSM. Keputusan pelaporan bukan semata-mata didasarkan pada moralitas, tetapi lebih pada upaya mengurangi biaya politik, menjaga legitimasi, dan memaksimalkan nilai perusahaan. Dalam konteks ini, PT Sumber Hijau akan menggunakan pelaporan ESG sebagai strategi untuk mempertahankan dukungan pasar dan meminimalkan potensi konflik.

3. Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangan dengan memanfaatkan standar pelaporan keberlanjutan yang bersifat komplementer terhadap PSAK. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah mengadopsi GRI Standards, yang menyediakan pedoman lengkap untuk mengukur dan mengungkapkan dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial. Perusahaan juga dapat menggunakan Sustainability Accounting Standards Board (SASB) untuk aspek yang lebih terkait dengan pelaporan keuangan, terutama dalam mengkuantifikasi risiko dan peluang keberlanjutan yang relevan secara finansial.

4. Dalam menyusun narasi laporan keberlanjutan, perusahaan perlu menekankan transparansi, akuntabilitas, serta keseimbangan antara manfaat ekonomi dan komitmen lingkungan-sosial. Narasi tersebut harus diawali dengan pengakuan atas risiko dan kekhawatiran yang disampaikan oleh LSM dan masyarakat adat, sehingga perusahaan menunjukkan empati dan kesadaran terhadap dampak sosial-ekologis. Selanjutnya, narasi harus menjelaskan strategi mitigasi yang konkret, seperti perlindungan kawasan bernilai konservasi tinggi, kebijakan zero deforestation, konsultasi dengan masyarakat adat, serta komitmen terhadap pemantauan jangka panjang.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Alissya Putri Kartika -

Nama : Alissya Putri Kartika 

NPM : 2413031011


1. Pada 2022, laba PT Karya Sentosa melonjak 45%, tetapi sejumlah angka keuangan tidak selaras dengan kenaikan tersebut. Piutang usaha meningkat tajam, cadangan kerugian piutang justru menurun, dan pendapatan yang naik tidak diikuti oleh arus kas operasi. Pola seperti ini sering dikaitkan dengan praktik manajemen laba berbasis akrual.

Kenaikan piutang yang tidak sejalan dengan kas masuk dapat mengindikasikan pendapatan dicatat lebih cepat dari seharusnya. Sementara itu, turunnya cadangan kerugian piutang tanpa adanya perbaikan kualitas penagihan bisa berarti perusahaan mengubah estimasi untuk membuat laba terlihat lebih tinggi. Ditambah lagi, ketidaksesuaian antara pendapatan dan arus kas memperkuat dugaan bahwa laba tidak mencerminkan kondisi riil.

Lonjakan laba yang besar tanpa didukung peningkatan kinerja fundamental juga menjadi sinyal bahwa pencatatan akrual mungkin digunakan secara agresif. Ketika berbagai indikator seperti ini muncul bersamaan, kecurigaan terhadap praktik manajemen laba makin kuat.

Karena itu, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut mulai dari evaluasi pengakuan pendapatan, analisis umur piutang, penilaian ulang kebijakan cadangan kerugian, hingga rekonsiliasi antara laba dan arus kas untuk memastikan apakah benar terjadi manipulasi akrual. 


2. Saya membandingkan dua penelitian, yaitu karya Habib dkk. (2022) dan Bisogno & Donatella (2021). Studi Habib membahas praktik real earnings management di perusahaan-perusahaan di berbagai negara, dengan fokus pada cara mengukurnya, faktor yang memengaruhi, serta dampaknya. Mereka juga menyoroti kelemahan model pengukuran yang sering dipakai, seperti model Roychowdhury.

Sementara itu, penelitian Bisogno & Donatella meninjau praktik manajemen laba di sektor publik. Mereka melihat bagaimana manipulasi laporan bisa terjadi karena tekanan politik, kebutuhan anggaran, atau aturan pemerintah. Kajian ini juga memetakan berbagai jenis praktik manipulasi dan menunjukkan masih banyak ruang riset di bidang tersebut.

Perbedaan keduanya cukup jelas: Habib lebih berfokus pada perusahaan privat dan isu teknis pengukuran REM, sedangkan Bisogno menyoroti konteks pemerintahan dengan pendekatan yang lebih mengarah pada kebijakan dan tata kelola. Pendekatan metodologinya pun berbeda Habib lebih banyak mengulas penelitian kuantitatif, sementara Bisogno menggabungkan berbagai metode.

Untuk kasus PT Karya Sentosa, temuan Habib relevan karena gejala yang terlihat seperti perubahan akrual dan lonjakan laba yang tidak didukung kas sejalan dengan pola manajemen laba yang mereka bahas. Dari sisi Bisogno, meski fokusnya sektor publik, pembahasan mengenai motivasi non-ekonomi membantu memahami mengapa manajemen bisa mengambil keputusan yang kurang transparan.


3. Manajemen laba tidak selalu dipandang buruk; semuanya bergantung pada tujuannya. Ada pandangan yang menyatakan bahwa manajer kadang mengatur waktu atau pola transaksi untuk memberi sinyal mengenai prospek perusahaan. Dalam kondisi tertentu, langkah seperti ini justru membantu mengurangi kesenjangan informasi dan bisa dianggap wajar.

Sebaliknya, ada pandangan yang melihat manajemen laba sebagai tindakan oportunistik. Praktik ini dilakukan demi kepentingan pribadi manajer—misalnya mengejar bonus atau menjaga citra kinerja—sehingga laporan keuangan menjadi kurang mencerminkan kondisi sesungguhnya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tindakan seperti ini sering berdampak buruk dalam jangka panjang.

Secara keseluruhan, dampak manajemen laba sangat bergantung pada motif, jenis manipulasi, kualitas tata kelola, dan tekanan yang dihadapi perusahaan. Namun bagi investor dan pihak terkait, setiap tindakan yang mengurangi kejujuran laporan atau merugikan nilai jangka panjang tetap perlu diwaspadai.


4. Pola yang terlihat piutang naik, cadangan kerugian turun, pendapatan meningkat tetapi arus kas tidak bergerak searah—sering muncul pada kasus manajemen laba berbasis akrual. Temuan dalam berbagai studi juga menunjukkan bahwa perbedaan antara akrual dan kas merupakan tanda penting adanya pengaturan laba.

Meski begitu, dugaan ini tetap perlu dibuktikan lewat pemeriksaan lebih rinci, seperti audit forensik, pengecekan kebijakan akuntansi, dan konfirmasi piutang ke pelanggan, karena perubahan operasional tertentu juga bisa menghasilkan pola serupa. Literatur menekankan perlunya analisis yang lebih komprehensif karena metode pengukuran AEM dan REM punya sejumlah batasan.

Rekomendasi yang dapat dilakukan:

1) Segera konfirmasi saldo piutang ke pelanggan dan periksa umur piutang untuk melihat kualitas penagihan.

2) Tinjau ulang kebijakan cadangan kerugian piutang dan bandingkan dengan praktik industri.

3) Lakukan rekonsiliasi antara laba dan arus kas untuk melihat apakah lonjakan laba hanya sementara.

4) Periksa kembali proses pengakuan pendapatan, termasuk kontrak, waktu pencatatan, serta syarat kredit.

Dari sisi tata kelola, komite audit sebaiknya meminta penjelasan tertulis dari manajemen dan meninjau kembali sistem insentif agar tidak hanya mengutamakan laba jangka pendek. Auditor juga dapat menjalankan prosedur tambahan bila ditemukan kejanggalan.

Perusahaan perlu meningkatkan keterbukaan mengenai perubahan estimasi akuntansi dan menjelaskan perbedaan antara laba dan arus kas dalam laporan manajemen. Jika hasil audit tidak memadai, investor maupun regulator dapat meminta peninjauan lebih lanjut.

Untuk jangka panjang, kinerja periode berikutnya perlu dipantau. Bila kenaikan laba tahun 2022 tidak berlanjut dan justru diikuti penurunan arus kas, hal itu dapat menjadi tanda bahwa praktik manajemen laba sebelumnya berdampak negatif pada perusahaan.