Nama: OKTA RIANIS RAHMAWATI
NPM: 2313054047
Kelas: 3A
1. Kasus-kasus Perlindungan dan Pemberdayaan Anak di Dalam Negeri
a. Kasus Kekerasan terhadap Anak
Kekerasan fisik dan emosional: Kekerasan yang terjadi di lingkungan rumah, sekolah, atau masyarakat. Contohnya, anak menjadi korban kekerasan orang tua, guru, atau teman sebaya. Data Komnas Perlindungan Anak menunjukkan bahwa kekerasan fisik dan emosional merupakan jenis kekerasan yang paling banyak dilaporkan.
Kekerasan seksual: Termasuk eksploitasi seksual, pelecehan, dan perdagangan anak untuk tujuan eksploitasi seksual. Banyak kasus terjadi di rumah tangga atau lingkungan dekat anak.
Kekerasan berbasis teknologi: Maraknya eksploitasi anak melalui internet, seperti cyberbullying dan penyebaran konten pornografi anak. Kasus ini semakin meningkat dengan meningkatnya akses anak-anak ke media digital.
b. Eksploitasi Anak
Pekerja anak: Banyak anak dipekerjakan dalam sektor informal seperti buruh tani, rumah tangga, atau sebagai pemulung. Hal ini seringkali melibatkan kondisi kerja yang tidak aman dan merampas hak pendidikan mereka.
Eksploitasi dalam perdagangan manusia: Anak-anak diperdagangkan untuk dipekerjakan secara paksa, baik dalam negeri maupun lintas negara.
c. Pernikahan Anak
Praktik pernikahan di bawah umur masih menjadi masalah besar di Indonesia, terutama di wilayah pedesaan. Faktor penyebab termasuk kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan norma budaya.
d. Anak Jalanan
Banyak anak yang hidup di jalanan karena keterbatasan ekonomi keluarga. Mereka rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, dan kekurangan akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
e. Anak dengan Kebutuhan Khusus
Anak-anak dengan disabilitas sering kali menghadapi diskriminasi, kurangnya akses terhadap pendidikan inklusif, serta minimnya layanan kesehatan khusus.
f. Kasus Konflik Hukum
Anak-anak yang terlibat dalam sistem peradilan pidana, baik sebagai pelaku maupun korban, sering kali tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Ada kasus di mana anak dipenjara bersama orang dewasa, yang melanggar UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
2. Pencegahan dan Intervensi Kasus Perlindungan dan Pemberdayaan Anak di Dalam Negeri
a. Upaya Pencegahan
Edukasi dan Sosialisasi: Melalui kampanye publik tentang
hak-hak anak, pentingnya pendidikan, dan pencegahan kekerasan. Contohnya, program "Sekolah Ramah Anak" yang diinisiasi oleh Kementerian PPPA.
Pelatihan kepada orang tua dan guru tentang pola asuh positif serta manajemen konflik tanpa kekerasan.
Penguatan Sistem Hukum dan Kebijakan: Implementasi UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
Penurunan angka pernikahan dini dengan menaikkan usia minimal menikah melalui UU No. 16 Tahun 2019.
Peningkatan Akses Pendidikan: Program wajib belajar 12 tahun dan distribusi Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk membantu anak-anak dari keluarga miskin tetap bersekolah.
Pencegahan Eksploitasi Digital: Kerja sama pemerintah dengan platform teknologi untuk memblokir konten berbahaya dan melakukan edukasi tentang keamanan digital bagi anak-anak.
b. Upaya Intervensi
Pusat Pelayanan Terpadu (PPT): Layanan rehabilitasi psikologis dan hukum untuk anak-anak korban kekerasan atau eksploitasi. PPT tersedia di banyak kota besar melalui rumah sakit atau dinas sosial.
Rumah Aman (Shelter):
Pemerintah dan LSM menyediakan rumah aman bagi anak korban kekerasan domestik, trafficking, atau kekerasan seksual. Rumah aman ini juga menjadi tempat pendampingan psikologis dan reintegrasi sosial.
Sistem Peradilan Anak yang Berkeadilan: Anak yang terlibat dalam kasus hukum mendapatkan perlakuan khusus sesuai UU Sistem Peradilan Pidana Anak, seperti diversi atau rehabilitasi, alih-alih hukuman penjara.
Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Untuk mengurangi jumlah pekerja anak dan pernikahan dini, pemerintah meluncurkan program seperti Program Keluarga Harapan (PKH) yang memberikan bantuan tunai bersyarat kepada keluarga miskin.
Layanan Psikososial: Penyediaan layanan konseling untuk anak dan keluarga guna menangani trauma akibat kekerasan atau eksploitasi.
Kampanye Bersama LSM dan Komunitas Lokal: Organisasi seperti UNICEF, Save the Children, dan Komnas Anak berkolaborasi dengan komunitas untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan pelatihan berbasis komunitas.
c. Pemantauan dan Evaluasi
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI): Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan menangani pengaduan kasus anak.
Monitoring melalui Teknologi: Sistem informasi berbasis digital seperti Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) untuk melaporkan kasus kekerasan terhadap anak secara cepat.