Jelaskan kasus-kasus perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri.
Nama : Putri Aulia Rahmah
NPM : 2313054045
Pada tahun 2024, kepolisian Inggris berhasil mengungkap jaringan perdagangan anak yang melibatkan anak-anak yang dijual melalui internet untuk tujuan eksploitasi seksual. Kasus ini terungkap setelah polisi menerima laporan dari organisasi perlindungan anak yang telah melacak aktivitas mencurigakan di platform online. Setelah penyelidikan intensif, pihak berwenang berhasil menyelamatkan lebih dari sepuluh anak yang menjadi korban jaringan tersebut. Polisi bekerja sama dengan Child Exploitation and Online Protection (CEOP) dan layanan sosial untuk memastikan bahwa para korban mendapatkan perawatan medis, konseling, dan pendidikan pemulihan. Para pelaku dijatuhi hukuman penjara, sementara anak-anak yang menjadi korban dipindahkan ke pusat rehabilitasi untuk pemulihan psikologis dan fisik. Kasus ini menggambarkan pentingnya kolaborasi antara kepolisian, lembaga perlindungan anak, dan teknologi dalam melawan perdagangan anak secara online.
Di Kanada, pada 2024, pemerintah meluncurkan inisiatif baru untuk melindungi anak-anak yang berisiko akibat kekerasan dalam rumah tangga melalui program "Children's Mental Health Initiative." Program ini bertujuan memberikan dukungan psikologis kepada anak-anak yang tinggal di lingkungan berisiko tinggi, termasuk yang mengalami kekerasan fisik atau psikologis. Selain itu, program ini juga melibatkan pendidikan bagi orang tua tentang cara mengasuh anak secara positif dan tanpa kekerasan. Dalam sebuah kasus spesifik, seorang anak berusia 8 tahun yang tinggal di keluarga dengan kekerasan rumah tangga berhasil mendapatkan bantuan melalui program ini, dan sekarang dia menerima konseling secara reguler. Dengan pendekatan ini, Kanada berupaya mengurangi dampak jangka panjang dari kekerasan terhadap anak-anak dan memberi mereka kesempatan untuk tumbuh dalam lingkungan yang lebih aman dan sehat.
NPM : 2313054045
Pada tahun 2024, kepolisian Inggris berhasil mengungkap jaringan perdagangan anak yang melibatkan anak-anak yang dijual melalui internet untuk tujuan eksploitasi seksual. Kasus ini terungkap setelah polisi menerima laporan dari organisasi perlindungan anak yang telah melacak aktivitas mencurigakan di platform online. Setelah penyelidikan intensif, pihak berwenang berhasil menyelamatkan lebih dari sepuluh anak yang menjadi korban jaringan tersebut. Polisi bekerja sama dengan Child Exploitation and Online Protection (CEOP) dan layanan sosial untuk memastikan bahwa para korban mendapatkan perawatan medis, konseling, dan pendidikan pemulihan. Para pelaku dijatuhi hukuman penjara, sementara anak-anak yang menjadi korban dipindahkan ke pusat rehabilitasi untuk pemulihan psikologis dan fisik. Kasus ini menggambarkan pentingnya kolaborasi antara kepolisian, lembaga perlindungan anak, dan teknologi dalam melawan perdagangan anak secara online.
Di Kanada, pada 2024, pemerintah meluncurkan inisiatif baru untuk melindungi anak-anak yang berisiko akibat kekerasan dalam rumah tangga melalui program "Children's Mental Health Initiative." Program ini bertujuan memberikan dukungan psikologis kepada anak-anak yang tinggal di lingkungan berisiko tinggi, termasuk yang mengalami kekerasan fisik atau psikologis. Selain itu, program ini juga melibatkan pendidikan bagi orang tua tentang cara mengasuh anak secara positif dan tanpa kekerasan. Dalam sebuah kasus spesifik, seorang anak berusia 8 tahun yang tinggal di keluarga dengan kekerasan rumah tangga berhasil mendapatkan bantuan melalui program ini, dan sekarang dia menerima konseling secara reguler. Dengan pendekatan ini, Kanada berupaya mengurangi dampak jangka panjang dari kekerasan terhadap anak-anak dan memberi mereka kesempatan untuk tumbuh dalam lingkungan yang lebih aman dan sehat.
Perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri merupakan isu global yang dihadapi banyak negara. Berikut adalah beberapa contoh kasus yang mencerminkan upaya perlindungan dan pemberdayaan anak di berbagai belahan dunia:
1. UNICEF dan Program Perlindungan Anak
UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund) berperan aktif dalam melindungi anak-anak di seluruh dunia melalui berbagai program yang dirancang untuk memberikan perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan penyalahgunaan.
Contoh Kasus: Di negara-negara yang dilanda konflik seperti Suriah, UNICEF menyediakan layanan perlindungan anak, termasuk tempat aman, pendidikan darurat, dan dukungan psikososial bagi anak-anak yang terdampak perang.
2. Program Pemberdayaan Anak di Brasil
Di Brasil, terdapat program yang fokus pada pemberdayaan anak-anak melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan. Program ini bertujuan untuk mengurangi angka kejahatan dan eksploitasi anak.
Contoh Kasus: Proyek "Criança Feliz" memberikan dukungan kepada keluarga berisiko dengan memberikan akses ke pendidikan dan layanan kesehatan, serta pelatihan bagi orang tua untuk meningkatkan keterampilan pengasuhan.
3. Inisiatif Perlindungan Anak di India
India telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk melindungi anak-anak dari pernikahan dini dan eksploitasi seksual.
Contoh Kasus: Program "Beti Bachao Beti Padhao" bertujuan untuk menyelamatkan anak perempuan dari diskriminasi dan kekerasan, serta memberikan pendidikan yang layak bagi mereka.
4. Kampanye Anti-Kekerasan di Afrika Selatan
Afrika Selatan menghadapi tantangan besar terkait kekerasan terhadap anak. Berbagai kampanye telah diluncurkan untuk meningkatkan kesadaran dan melindungi anak-anak.
Contoh Kasus: Kampanye "Save Our Children" berfokus pada pencegahan kekerasan dan eksploitasi anak, serta memberikan dukungan kepada korban melalui layanan rehabilitasi dan konseling.
5. Program Perlindungan Anak di Eropa
Di Eropa, banyak negara telah mengembangkan kebijakan perlindungan anak yang komprehensif untuk menangani isu-isu seperti perdagangan manusia dan kekerasan dalam rumah tangga.
Contoh Kasus: Di Swedia, program "Barnahus" menyediakan layanan terpadu bagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan, termasuk dukungan hukum, medis, dan psikologis dalam satu tempat.
6. Pemberdayaan Anak di Jepang
Jepang memiliki program yang berfokus pada pemberdayaan anak melalui pendidikan dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Contoh Kasus: Program "Children's Council" memberikan platform bagi anak-anak untuk menyuarakan pendapat mereka tentang isu-isu yang mempengaruhi kehidupan mereka, sehingga meningkatkan kesadaran dan partisipasi mereka dalam masyarakat.
7. Perlindungan Anak di Timor Leste
Timor Leste telah mengembangkan kebijakan perlindungan anak yang bertujuan untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan eksploitasi.
Contoh Kasus: Program "Child Protection Networks" melibatkan masyarakat dalam upaya melindungi anak-anak, dengan memberikan pelatihan dan sumber daya untuk mendukung anak-anak yang berisiko.
Melalui berbagai inisiatif dan program ini, perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri terus menjadi fokus penting untuk memastikan hak-hak anak terpenuhi dan mereka dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
1. UNICEF dan Program Perlindungan Anak
UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund) berperan aktif dalam melindungi anak-anak di seluruh dunia melalui berbagai program yang dirancang untuk memberikan perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan penyalahgunaan.
Contoh Kasus: Di negara-negara yang dilanda konflik seperti Suriah, UNICEF menyediakan layanan perlindungan anak, termasuk tempat aman, pendidikan darurat, dan dukungan psikososial bagi anak-anak yang terdampak perang.
2. Program Pemberdayaan Anak di Brasil
Di Brasil, terdapat program yang fokus pada pemberdayaan anak-anak melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan. Program ini bertujuan untuk mengurangi angka kejahatan dan eksploitasi anak.
Contoh Kasus: Proyek "Criança Feliz" memberikan dukungan kepada keluarga berisiko dengan memberikan akses ke pendidikan dan layanan kesehatan, serta pelatihan bagi orang tua untuk meningkatkan keterampilan pengasuhan.
3. Inisiatif Perlindungan Anak di India
India telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk melindungi anak-anak dari pernikahan dini dan eksploitasi seksual.
Contoh Kasus: Program "Beti Bachao Beti Padhao" bertujuan untuk menyelamatkan anak perempuan dari diskriminasi dan kekerasan, serta memberikan pendidikan yang layak bagi mereka.
4. Kampanye Anti-Kekerasan di Afrika Selatan
Afrika Selatan menghadapi tantangan besar terkait kekerasan terhadap anak. Berbagai kampanye telah diluncurkan untuk meningkatkan kesadaran dan melindungi anak-anak.
Contoh Kasus: Kampanye "Save Our Children" berfokus pada pencegahan kekerasan dan eksploitasi anak, serta memberikan dukungan kepada korban melalui layanan rehabilitasi dan konseling.
5. Program Perlindungan Anak di Eropa
Di Eropa, banyak negara telah mengembangkan kebijakan perlindungan anak yang komprehensif untuk menangani isu-isu seperti perdagangan manusia dan kekerasan dalam rumah tangga.
Contoh Kasus: Di Swedia, program "Barnahus" menyediakan layanan terpadu bagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan, termasuk dukungan hukum, medis, dan psikologis dalam satu tempat.
6. Pemberdayaan Anak di Jepang
Jepang memiliki program yang berfokus pada pemberdayaan anak melalui pendidikan dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Contoh Kasus: Program "Children's Council" memberikan platform bagi anak-anak untuk menyuarakan pendapat mereka tentang isu-isu yang mempengaruhi kehidupan mereka, sehingga meningkatkan kesadaran dan partisipasi mereka dalam masyarakat.
7. Perlindungan Anak di Timor Leste
Timor Leste telah mengembangkan kebijakan perlindungan anak yang bertujuan untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan eksploitasi.
Contoh Kasus: Program "Child Protection Networks" melibatkan masyarakat dalam upaya melindungi anak-anak, dengan memberikan pelatihan dan sumber daya untuk mendukung anak-anak yang berisiko.
Melalui berbagai inisiatif dan program ini, perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri terus menjadi fokus penting untuk memastikan hak-hak anak terpenuhi dan mereka dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Nama: OKTA RIANIS RAHMAWATI
NPM: 2313054047
Kasus-kasus perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri:
1. Program Anti-Perdagangan Anak di Kamboja
Banyak anak di Kamboja menjadi korban perdagangan manusia. Organisasi internasional seperti Hagar International dan A21 berfokus pada penyelamatan anak-anak dari eksploitasi, memberikan perlindungan di rumah aman, serta program pendidikan dan pelatihan keterampilan.
2. Sekolah untuk Pengungsi Anak di Yordania
Ribuan anak pengungsi Suriah kehilangan akses pendidikan. UNICEF dan UNHCR mendirikan sekolah darurat di kamp pengungsi Zaatari, memberikan akses pendidikan dasar, terapi trauma, dan kegiatan rekreasional untuk membantu pemulihan mental mereka.
3. Rehabilitasi Tentara Anak di Afrika Tengah
Di Republik Demokratik Kongo, banyak anak direkrut sebagai tentara. UNICEF bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk membebaskan anak-anak ini, memberikan konseling psikologis, pendidikan, dan pelatihan keterampilan agar mereka bisa kembali ke masyarakat.
4. emberdayaan Anak Perempuan di India
Program seperti Educate Girls di India memberdayakan anak perempuan yang putus sekolah karena kemiskinan atau pernikahan dini. Program ini melibatkan masyarakat lokal untuk memastikan anak perempuan kembali ke sekolah dan mendapatkan pendidikan layak.
5. Penanganan Obesitas Anak di Amerika Serikat
Program Let’s Move! di Amerika Serikat (didirikan oleh Michelle Obama) mendorong pola hidup sehat bagi anak-anak dengan memperbaiki kualitas makanan di sekolah, memperbanyak aktivitas fisik, dan melibatkan keluarga dalam pengelolaan pola makan yang sehat.
Pendekatan ini mencerminkan pentingnya kolaborasi pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat dalam melindungi serta memberdayakan anak-anak.
1. Program Anti-Perdagangan Anak di Kamboja
Banyak anak di Kamboja menjadi korban perdagangan manusia. Organisasi internasional seperti Hagar International dan A21 berfokus pada penyelamatan anak-anak dari eksploitasi, memberikan perlindungan di rumah aman, serta program pendidikan dan pelatihan keterampilan.
2. Sekolah untuk Pengungsi Anak di Yordania
Ribuan anak pengungsi Suriah kehilangan akses pendidikan. UNICEF dan UNHCR mendirikan sekolah darurat di kamp pengungsi Zaatari, memberikan akses pendidikan dasar, terapi trauma, dan kegiatan rekreasional untuk membantu pemulihan mental mereka.
3. Rehabilitasi Tentara Anak di Afrika Tengah
Di Republik Demokratik Kongo, banyak anak direkrut sebagai tentara. UNICEF bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk membebaskan anak-anak ini, memberikan konseling psikologis, pendidikan, dan pelatihan keterampilan agar mereka bisa kembali ke masyarakat.
4. emberdayaan Anak Perempuan di India
Program seperti Educate Girls di India memberdayakan anak perempuan yang putus sekolah karena kemiskinan atau pernikahan dini. Program ini melibatkan masyarakat lokal untuk memastikan anak perempuan kembali ke sekolah dan mendapatkan pendidikan layak.
5. Penanganan Obesitas Anak di Amerika Serikat
Program Let’s Move! di Amerika Serikat (didirikan oleh Michelle Obama) mendorong pola hidup sehat bagi anak-anak dengan memperbaiki kualitas makanan di sekolah, memperbanyak aktivitas fisik, dan melibatkan keluarga dalam pengelolaan pola makan yang sehat.
Pendekatan ini mencerminkan pentingnya kolaborasi pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat dalam melindungi serta memberdayakan anak-anak.
Nama: Aliyah
NPM: 2313054021
Kasus-kasus perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri sangat beragam dan seringkali mencakup masalah serius yang mempengaruhi kesejahteraan anak-anak di berbagai belahan dunia.Beberapa contoh kasus utama yang menonjol dalam konteks perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri antara lain:
1. Eksploitasi Pekerja Anak
Pekerja anak adalah masalah global yang masih terjadi di banyak negara berkembang. Anak-anak yang terjebak dalam pekerjaan berbahaya sering kali bekerja dalam kondisi yang sangat buruk, seperti di tambang, pabrik, atau di jalanan. Contoh terkenal adalah kasus di negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin, di mana anak-anak sering digunakan untuk bekerja di sektor pertanian, manufaktur, atau di sektor informal seperti jualan kaki lima. Organisasi internasional seperti ILO (International Labour Organization) dan UNICEF bekerja sama dengan pemerintah negara-negara ini untuk mengatasi eksploitasi ini dan mengurangi jumlah pekerja anak dengan menyediakan akses ke pendidikan dan program perlindungan.
2. Perdagangan Anak (Child Trafficking)
Perdagangan anak adalah kejahatan yang melibatkan perekrutan, pengangkutan, atau pemindahan anak dengan tujuan eksploitasi. Kasus perdagangan anak sering kali terjadi di daerah-daerah rawan kemiskinan, di mana anak-anak dijual atau diperdagangkan untuk dijadikan pekerja rumah tangga, pekerja seks, atau bahkan digunakan dalam industri pornografi. Kasus perdagangan anak ini banyak terjadi di negara-negara Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin. Negara-negara seperti Thailand, Nepal, dan Brasil telah berupaya untuk memperkuat peraturan dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menghentikan perdagangan anak.
3. Kekerasan terhadap Anak
Kekerasan fisik dan seksual terhadap anak merupakan masalah yang sangat serius di seluruh dunia. Di banyak negara, terutama di kawasan konflik atau pasca-konflik, anak-anak sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan juga terlibat dalam kekerasan jalanan atau militerisasi. Contohnya, di negara-negara seperti Suriah, Afghanistan, dan Republik Demokratik Kongo, anak-anak sering dipaksa bergabung dalam kelompok militan atau menjadi korban kekerasan seksual sebagai senjata perang. Program perlindungan anak dan bantuan psikososial di daerah-daerah ini penting untuk pemulihan mereka.
4. Pengungsi dan Anak-anak yang Terjebak dalam Konflik
Anak-anak yang menjadi pengungsi akibat konflik atau bencana alam sering kali berada dalam kondisi yang sangat rentan. Mereka terpaksa hidup di kamp-kamp pengungsi yang kurang memadai, dengan akses terbatas ke pendidikan, kesehatan, dan perlindungan. Contohnya adalah anak-anak pengungsi Suriah yang tinggal di kamp pengungsi di Lebanon dan Turki, atau anak-anak yang terjebak dalam krisis migrasi di perbatasan Eropa. Organisasi internasional seperti UNHCR dan UNICEF bekerja untuk memberikan bantuan darurat, pendidikan, dan perlindungan hukum kepada anak-anak ini.
5. Pernikahan Anak (Child Marriage)
Pernikahan anak adalah salah satu bentuk pelanggaran hak anak yang masih terjadi di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang. Di banyak negara Afrika dan Asia Selatan, anak-anak perempuan dipaksa menikah pada usia sangat muda, yang dapat mengakibatkan dampak buruk seperti putus sekolah, kehamilan dini, dan risiko kekerasan dalam rumah tangga. Program pemberdayaan perempuan dan edukasi kesehatan reproduksi sangat penting dalam mengatasi masalah ini. Negara-negara seperti India dan Nigeria telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk mencegah pernikahan anak dan memberi akses pendidikan bagi anak perempuan
NPM: 2313054021
Kasus-kasus perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri sangat beragam dan seringkali mencakup masalah serius yang mempengaruhi kesejahteraan anak-anak di berbagai belahan dunia.Beberapa contoh kasus utama yang menonjol dalam konteks perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri antara lain:
1. Eksploitasi Pekerja Anak
Pekerja anak adalah masalah global yang masih terjadi di banyak negara berkembang. Anak-anak yang terjebak dalam pekerjaan berbahaya sering kali bekerja dalam kondisi yang sangat buruk, seperti di tambang, pabrik, atau di jalanan. Contoh terkenal adalah kasus di negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin, di mana anak-anak sering digunakan untuk bekerja di sektor pertanian, manufaktur, atau di sektor informal seperti jualan kaki lima. Organisasi internasional seperti ILO (International Labour Organization) dan UNICEF bekerja sama dengan pemerintah negara-negara ini untuk mengatasi eksploitasi ini dan mengurangi jumlah pekerja anak dengan menyediakan akses ke pendidikan dan program perlindungan.
2. Perdagangan Anak (Child Trafficking)
Perdagangan anak adalah kejahatan yang melibatkan perekrutan, pengangkutan, atau pemindahan anak dengan tujuan eksploitasi. Kasus perdagangan anak sering kali terjadi di daerah-daerah rawan kemiskinan, di mana anak-anak dijual atau diperdagangkan untuk dijadikan pekerja rumah tangga, pekerja seks, atau bahkan digunakan dalam industri pornografi. Kasus perdagangan anak ini banyak terjadi di negara-negara Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin. Negara-negara seperti Thailand, Nepal, dan Brasil telah berupaya untuk memperkuat peraturan dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menghentikan perdagangan anak.
3. Kekerasan terhadap Anak
Kekerasan fisik dan seksual terhadap anak merupakan masalah yang sangat serius di seluruh dunia. Di banyak negara, terutama di kawasan konflik atau pasca-konflik, anak-anak sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan juga terlibat dalam kekerasan jalanan atau militerisasi. Contohnya, di negara-negara seperti Suriah, Afghanistan, dan Republik Demokratik Kongo, anak-anak sering dipaksa bergabung dalam kelompok militan atau menjadi korban kekerasan seksual sebagai senjata perang. Program perlindungan anak dan bantuan psikososial di daerah-daerah ini penting untuk pemulihan mereka.
4. Pengungsi dan Anak-anak yang Terjebak dalam Konflik
Anak-anak yang menjadi pengungsi akibat konflik atau bencana alam sering kali berada dalam kondisi yang sangat rentan. Mereka terpaksa hidup di kamp-kamp pengungsi yang kurang memadai, dengan akses terbatas ke pendidikan, kesehatan, dan perlindungan. Contohnya adalah anak-anak pengungsi Suriah yang tinggal di kamp pengungsi di Lebanon dan Turki, atau anak-anak yang terjebak dalam krisis migrasi di perbatasan Eropa. Organisasi internasional seperti UNHCR dan UNICEF bekerja untuk memberikan bantuan darurat, pendidikan, dan perlindungan hukum kepada anak-anak ini.
5. Pernikahan Anak (Child Marriage)
Pernikahan anak adalah salah satu bentuk pelanggaran hak anak yang masih terjadi di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang. Di banyak negara Afrika dan Asia Selatan, anak-anak perempuan dipaksa menikah pada usia sangat muda, yang dapat mengakibatkan dampak buruk seperti putus sekolah, kehamilan dini, dan risiko kekerasan dalam rumah tangga. Program pemberdayaan perempuan dan edukasi kesehatan reproduksi sangat penting dalam mengatasi masalah ini. Negara-negara seperti India dan Nigeria telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk mencegah pernikahan anak dan memberi akses pendidikan bagi anak perempuan
nama :dhini anugrah
npm: 2353054003 (3A)
1. Kasus Perdagangan Anak di Asia Tenggara
Di kawasan Asia Tenggara, seperti Thailand dan Kamboja, banyak anak-anak menjadi korban perdagangan manusia untuk eksploitasi seksual dan kerja paksa.
• Perlindungan: Pemerintah bekerja sama dengan organisasi internasional seperti UNICEF dan IOM (International Organization for Migration) untuk menyelamatkan anak-anak tersebut, memberikan mereka tempat tinggal aman, serta pendampingan psikologis.
• Pemberdayaan: Anak-anak korban diajarkan keterampilan hidup seperti menjahit atau memasak agar mereka dapat mandiri setelah keluar dari situasi tersebut.
2. Kasus Eksploitasi Tenaga Kerja Anak di India
Di India, ribuan anak dipekerjakan secara ilegal di sektor pertanian, tambang, atau pabrik kecil.
• Perlindungan: Pemerintah India meluncurkan program seperti Child Labour Prohibition and Regulation Act untuk melarang eksploitasi anak di bawah usia tertentu. Anak-anak yang ditemukan bekerja dipindahkan ke pusat rehabilitasi.
• Pemberdayaan: Melalui program pendidikan dan pelatihan keterampilan, anak-anak ini diberi kesempatan untuk belajar dan memperoleh pekerjaan yang lebih baik di masa depan.
3. Kasus Kekerasan terhadap Anak di Amerika Serikat
Kasus kekerasan terhadap anak sering terjadi di keluarga atau lingkungan terdekat di Amerika Serikat. Contohnya, kasus pelecehan fisik atau emosional yang dialami oleh anak-anak di rumah.
• Perlindungan: Pemerintah Amerika memiliki Child Protective Services (CPS) yang bertugas menyelamatkan anak dari situasi berbahaya dan menempatkannya di keluarga angkat atau lembaga perlindungan.
• Pemberdayaan: Anak-anak ini kemudian mendapat layanan konseling, pendidikan, dan bantuan untuk mengembangkan potensi mereka.
4. Kasus Anak Pengungsi di Eropa
Banyak anak pengungsi dari Timur Tengah dan Afrika yang datang ke Eropa untuk mencari perlindungan akibat perang atau konflik di negara asal mereka.
• Perlindungan: Negara-negara seperti Jerman dan Swedia menyediakan tempat tinggal, makanan, serta layanan kesehatan untuk anak-anak pengungsi ini.
• Pemberdayaan: Mereka diberi akses pendidikan dan belajar bahasa setempat agar dapat beradaptasi serta membangun masa depan di negara baru.
5. Kasus Pernikahan Dini di Afrika
Pernikahan dini masih menjadi masalah besar di beberapa negara Afrika, seperti Niger dan Chad, di mana anak perempuan dinikahkan sebelum usia 18 tahun.
• Perlindungan: Lembaga seperti Save the Children dan Plan International melobi pemerintah untuk meningkatkan usia minimum pernikahan dan memberikan sanksi bagi pelanggar.
• Pemberdayaan: Anak perempuan diberi akses ke pendidikan, pelatihan keterampilan, dan program pemberdayaan ekonomi agar mereka bisa mandiri dan menolak tekanan untuk menikah dini.
npm: 2353054003 (3A)
1. Kasus Perdagangan Anak di Asia Tenggara
Di kawasan Asia Tenggara, seperti Thailand dan Kamboja, banyak anak-anak menjadi korban perdagangan manusia untuk eksploitasi seksual dan kerja paksa.
• Perlindungan: Pemerintah bekerja sama dengan organisasi internasional seperti UNICEF dan IOM (International Organization for Migration) untuk menyelamatkan anak-anak tersebut, memberikan mereka tempat tinggal aman, serta pendampingan psikologis.
• Pemberdayaan: Anak-anak korban diajarkan keterampilan hidup seperti menjahit atau memasak agar mereka dapat mandiri setelah keluar dari situasi tersebut.
2. Kasus Eksploitasi Tenaga Kerja Anak di India
Di India, ribuan anak dipekerjakan secara ilegal di sektor pertanian, tambang, atau pabrik kecil.
• Perlindungan: Pemerintah India meluncurkan program seperti Child Labour Prohibition and Regulation Act untuk melarang eksploitasi anak di bawah usia tertentu. Anak-anak yang ditemukan bekerja dipindahkan ke pusat rehabilitasi.
• Pemberdayaan: Melalui program pendidikan dan pelatihan keterampilan, anak-anak ini diberi kesempatan untuk belajar dan memperoleh pekerjaan yang lebih baik di masa depan.
3. Kasus Kekerasan terhadap Anak di Amerika Serikat
Kasus kekerasan terhadap anak sering terjadi di keluarga atau lingkungan terdekat di Amerika Serikat. Contohnya, kasus pelecehan fisik atau emosional yang dialami oleh anak-anak di rumah.
• Perlindungan: Pemerintah Amerika memiliki Child Protective Services (CPS) yang bertugas menyelamatkan anak dari situasi berbahaya dan menempatkannya di keluarga angkat atau lembaga perlindungan.
• Pemberdayaan: Anak-anak ini kemudian mendapat layanan konseling, pendidikan, dan bantuan untuk mengembangkan potensi mereka.
4. Kasus Anak Pengungsi di Eropa
Banyak anak pengungsi dari Timur Tengah dan Afrika yang datang ke Eropa untuk mencari perlindungan akibat perang atau konflik di negara asal mereka.
• Perlindungan: Negara-negara seperti Jerman dan Swedia menyediakan tempat tinggal, makanan, serta layanan kesehatan untuk anak-anak pengungsi ini.
• Pemberdayaan: Mereka diberi akses pendidikan dan belajar bahasa setempat agar dapat beradaptasi serta membangun masa depan di negara baru.
5. Kasus Pernikahan Dini di Afrika
Pernikahan dini masih menjadi masalah besar di beberapa negara Afrika, seperti Niger dan Chad, di mana anak perempuan dinikahkan sebelum usia 18 tahun.
• Perlindungan: Lembaga seperti Save the Children dan Plan International melobi pemerintah untuk meningkatkan usia minimum pernikahan dan memberikan sanksi bagi pelanggar.
• Pemberdayaan: Anak perempuan diberi akses ke pendidikan, pelatihan keterampilan, dan program pemberdayaan ekonomi agar mereka bisa mandiri dan menolak tekanan untuk menikah dini.
NAMA: ADILA NAFAL LAURA AYU
NPM: 2313054065
Ratusan anak di Malaysia diduga jadi korban kekerasan seksual dan fisik di panti asuhan.
Kepolisian Malaysia telah menyelamatkan 402 anak-anak dan remaja yang diduga mengalami kekerasan fisik dan seksual di 20 panti asuhan. Para korban—yang berusia antara satu hingga 17 tahun—disebut telah mengalami berbagai bentuk pelecehan. Beberapa anak yang diselamatkan dalam penggerebekan di 20 panti asuhan di Selangor dan Negeri Sembilan itu disodomi dan dipaksa untuk melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain, kata Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain. Berbicara kepada wartawan dalam konferensi pers di Kuantan pada Rabu (11/09), Razarudin mengatakan beberapa anak juga dipaksa melakukan sodomi terhadap penghuni rumah lainnya, sementara lainnya juga mengalami kekerasan fisik.
“Anak-anak berusia lima tahun terluka akibat benda panas saat mereka melakukan kesalahan,” katanya dalam konferensi pers pada Rabu (11/09) seperti dikutip dari Free Malaysia Today. Polisi Malaysia telah menangkap 171 tersangka—termasuk guru agama dan pengasuh panti asuhan. Panti asuhan tersebut diduga terkait dengan organisasi Islam terkemuka di Malaysia yang telah membantah tudingan yang ditujukan terhadapnya.
Bermula dari laporan eksploitasi anak. Penggerebekan polisi pada Rabu (11/09) di 20 panti asuhan di negara bagian Selangor dan Negeri Sembilan dipicu oleh laporan pada awal bulan ini tentang eksploitasi anak, penganiayaan dan pelecehan seksual di fasilitas lain di negara bagian Negeri Sembilan. Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain mengatakan kepada wartawan dalam konferensi pers pada Rabu (11/09), bahwa beberapa tersangka—berusia antara 17 hingga 64 tahun—diduga melakukan pencabulan terhadap anak-anak, dengan alasan bahwa hal itu merupakan bagian dari ajaran agama. Beberapa anak juga dilaporkan diajari melakukan tindakan seksual terhadap anak-anak lain di fasilitas tersebut. Dia menambahkan mereka yang sakit tidak diperbolehkan mendapatkan perawatan medis sampai kondisinya benar-benar "kritis", tambahnya.
Razarudin mengatakan 402 anak yang diselamatkan—terdiri dari 201 laki-laki dan 201 perempuan—diduga menjadi korban kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan penelantaran. Kini, anak-anak tersebut ditempatkan sementara di pusat kepolisian di ibu kota Kuala Lumpur dan akan menjalani pemeriksaan kesehatan, kata Inspektur Razarudin. Penyelidikan awal menemukan bahwa banyak anak ditempatkan di rumah-rumah ini oleh orang tua mereka agar mereka dapat menjalani pendidikan agama, menurut kantor berita pemerintah Bernama.
Penggerebekan itu terjadi beberapa hari setelah polisi membuka penyelidikan terhadap kelompok usaha Global Ikhwan Services and Business (GISB) atas kasus eksploitasi anak. Polisi kemudian mengonfirmasi bahwa kedua kasus itu saling terkait. Wakil Inspektur Jenderal Polisi, Ayob Khan Mydin Pitchay, mengatakan penyelidikan awal menemukan bahwa modus operandi GISB adalah mendirikan panti asuhan untuk mengumpulkan sumbangan, menurut laporan New Straits Times.
Kelompok itu membantah tuduhan tersebut dalam pernyataan yang diunggah di Facebook pada hari Rabu (11/09).
"Perusahaan tidak akan berkompromi dengan aktivitas apa pun yang melanggar hukum, khususnya terkait eksploitasi anak," katanya. GISB memiliki ratusan bisnis di 20 negara, yang beroperasi di berbagai sektor mulai perhotelan, makanan, hingga pendidikan. Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia, atau Suhakam, telah menyerukan regulasi yang lebih ketat di panti sosial.
"Masalahnya adalah tempat-tempat ini tidak diatur atau diawasi dengan baik," kata komisioner anak-anak Suhakam, Farah Nini Dusuki, kepada situs berita Free Malaysia Today.
"Kami memiliki masalah serius dengan pemantauan dan pengawasan, oleh karena itu kami membutuhkan masyarakat untuk lebih waspada," katanya.
NPM: 2313054065
Ratusan anak di Malaysia diduga jadi korban kekerasan seksual dan fisik di panti asuhan.
Kepolisian Malaysia telah menyelamatkan 402 anak-anak dan remaja yang diduga mengalami kekerasan fisik dan seksual di 20 panti asuhan. Para korban—yang berusia antara satu hingga 17 tahun—disebut telah mengalami berbagai bentuk pelecehan. Beberapa anak yang diselamatkan dalam penggerebekan di 20 panti asuhan di Selangor dan Negeri Sembilan itu disodomi dan dipaksa untuk melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain, kata Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain. Berbicara kepada wartawan dalam konferensi pers di Kuantan pada Rabu (11/09), Razarudin mengatakan beberapa anak juga dipaksa melakukan sodomi terhadap penghuni rumah lainnya, sementara lainnya juga mengalami kekerasan fisik.
“Anak-anak berusia lima tahun terluka akibat benda panas saat mereka melakukan kesalahan,” katanya dalam konferensi pers pada Rabu (11/09) seperti dikutip dari Free Malaysia Today. Polisi Malaysia telah menangkap 171 tersangka—termasuk guru agama dan pengasuh panti asuhan. Panti asuhan tersebut diduga terkait dengan organisasi Islam terkemuka di Malaysia yang telah membantah tudingan yang ditujukan terhadapnya.
Bermula dari laporan eksploitasi anak. Penggerebekan polisi pada Rabu (11/09) di 20 panti asuhan di negara bagian Selangor dan Negeri Sembilan dipicu oleh laporan pada awal bulan ini tentang eksploitasi anak, penganiayaan dan pelecehan seksual di fasilitas lain di negara bagian Negeri Sembilan. Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain mengatakan kepada wartawan dalam konferensi pers pada Rabu (11/09), bahwa beberapa tersangka—berusia antara 17 hingga 64 tahun—diduga melakukan pencabulan terhadap anak-anak, dengan alasan bahwa hal itu merupakan bagian dari ajaran agama. Beberapa anak juga dilaporkan diajari melakukan tindakan seksual terhadap anak-anak lain di fasilitas tersebut. Dia menambahkan mereka yang sakit tidak diperbolehkan mendapatkan perawatan medis sampai kondisinya benar-benar "kritis", tambahnya.
Razarudin mengatakan 402 anak yang diselamatkan—terdiri dari 201 laki-laki dan 201 perempuan—diduga menjadi korban kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan penelantaran. Kini, anak-anak tersebut ditempatkan sementara di pusat kepolisian di ibu kota Kuala Lumpur dan akan menjalani pemeriksaan kesehatan, kata Inspektur Razarudin. Penyelidikan awal menemukan bahwa banyak anak ditempatkan di rumah-rumah ini oleh orang tua mereka agar mereka dapat menjalani pendidikan agama, menurut kantor berita pemerintah Bernama.
Penggerebekan itu terjadi beberapa hari setelah polisi membuka penyelidikan terhadap kelompok usaha Global Ikhwan Services and Business (GISB) atas kasus eksploitasi anak. Polisi kemudian mengonfirmasi bahwa kedua kasus itu saling terkait. Wakil Inspektur Jenderal Polisi, Ayob Khan Mydin Pitchay, mengatakan penyelidikan awal menemukan bahwa modus operandi GISB adalah mendirikan panti asuhan untuk mengumpulkan sumbangan, menurut laporan New Straits Times.
Kelompok itu membantah tuduhan tersebut dalam pernyataan yang diunggah di Facebook pada hari Rabu (11/09).
"Perusahaan tidak akan berkompromi dengan aktivitas apa pun yang melanggar hukum, khususnya terkait eksploitasi anak," katanya. GISB memiliki ratusan bisnis di 20 negara, yang beroperasi di berbagai sektor mulai perhotelan, makanan, hingga pendidikan. Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia, atau Suhakam, telah menyerukan regulasi yang lebih ketat di panti sosial.
"Masalahnya adalah tempat-tempat ini tidak diatur atau diawasi dengan baik," kata komisioner anak-anak Suhakam, Farah Nini Dusuki, kepada situs berita Free Malaysia Today.
"Kami memiliki masalah serius dengan pemantauan dan pengawasan, oleh karena itu kami membutuhkan masyarakat untuk lebih waspada," katanya.
Nama: Sabrina Wulandari
NPM: 2313054069
kelas: 3A
Kasus: Anak-Anak Korban di Balik Industri Konten Keluarga di Amerika Serikat, 2023
Di balik tampilan kebahagiaan keluarga yang sering terlihat di media sosial, tersimpan kisah kelam anak-anak yang mengalami penderitaan fisik dan emosional.
Kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua terus mencuat di balik pembuatan konten bertema keluarga di Amerika Serikat. Dari Januari hingga September 2023, sejumlah kasus telah ditangani oleh kepolisian setempat.
Salah satu kasus yang ramai diperbincangkan sejak awal September 2023 melibatkan Ruby Franke (41), seorang ibu dari enam anak asal Utah. Ruby dikenal sebagai pembuat konten bertema pendidikan anak di kanal YouTube "8 Passengers" yang memiliki 2,2 juta pelanggan. Kanal tersebut kini telah dihapus. Dalam kontennya, Ruby sering menampilkan keenam anaknya, menggambarkan mereka sebagai keluarga bahagia yang hidup dengan aturan ketat.
Namun, kenyataan pahit terungkap ketika Ruby ditangkap pada Rabu, 30 Agustus 2023, atas tuduhan penganiayaan terhadap dua anak bungsunya, RF (12) dan EF (10). Kedua anak ini ditemukan dalam kondisi memprihatinkan, mengalami kelaparan, tangan terikat dengan lakban, dan terdapat bekas luka di pergelangan tangan serta kaki.
Kasus ini terungkap setelah RF melarikan diri ke rumah tetangga dalam keadaan lemah. Tetangga tersebut, yang kemudian menghubungi layanan darurat 911, menggambarkan kondisi RF sebagai sangat memprihatinkan. "Anak ini sangat kelaparan, dengan lakban di pergelangan kaki dan tangan, serta luka-luka yang terlihat jelas," ujarnya dengan suara yang terisak.
Berdasarkan informasi dari RF, polisi menemukan EF dalam kondisi serupa di ruang bawah tanah rumah Jodi Hildebrandt (54), rekan Ruby. Kedua anak tersebut segera dibawa ke rumah sakit, sementara empat anak lainnya ditempatkan dalam pengawasan layanan perlindungan anak.
Bersamaan dengan penangkapan Ruby, polisi juga menangkap Hildebrandt atas dugaan keterlibatan dalam kasus ini.
Sumber: https://www.kompas.id/baca/internasional/2023/10/02/anak-anak-teraniaya-di-balik-industri-konten-keluarga
NPM: 2313054069
kelas: 3A
Kasus: Anak-Anak Korban di Balik Industri Konten Keluarga di Amerika Serikat, 2023
Di balik tampilan kebahagiaan keluarga yang sering terlihat di media sosial, tersimpan kisah kelam anak-anak yang mengalami penderitaan fisik dan emosional.
Kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua terus mencuat di balik pembuatan konten bertema keluarga di Amerika Serikat. Dari Januari hingga September 2023, sejumlah kasus telah ditangani oleh kepolisian setempat.
Salah satu kasus yang ramai diperbincangkan sejak awal September 2023 melibatkan Ruby Franke (41), seorang ibu dari enam anak asal Utah. Ruby dikenal sebagai pembuat konten bertema pendidikan anak di kanal YouTube "8 Passengers" yang memiliki 2,2 juta pelanggan. Kanal tersebut kini telah dihapus. Dalam kontennya, Ruby sering menampilkan keenam anaknya, menggambarkan mereka sebagai keluarga bahagia yang hidup dengan aturan ketat.
Namun, kenyataan pahit terungkap ketika Ruby ditangkap pada Rabu, 30 Agustus 2023, atas tuduhan penganiayaan terhadap dua anak bungsunya, RF (12) dan EF (10). Kedua anak ini ditemukan dalam kondisi memprihatinkan, mengalami kelaparan, tangan terikat dengan lakban, dan terdapat bekas luka di pergelangan tangan serta kaki.
Kasus ini terungkap setelah RF melarikan diri ke rumah tetangga dalam keadaan lemah. Tetangga tersebut, yang kemudian menghubungi layanan darurat 911, menggambarkan kondisi RF sebagai sangat memprihatinkan. "Anak ini sangat kelaparan, dengan lakban di pergelangan kaki dan tangan, serta luka-luka yang terlihat jelas," ujarnya dengan suara yang terisak.
Berdasarkan informasi dari RF, polisi menemukan EF dalam kondisi serupa di ruang bawah tanah rumah Jodi Hildebrandt (54), rekan Ruby. Kedua anak tersebut segera dibawa ke rumah sakit, sementara empat anak lainnya ditempatkan dalam pengawasan layanan perlindungan anak.
Bersamaan dengan penangkapan Ruby, polisi juga menangkap Hildebrandt atas dugaan keterlibatan dalam kasus ini.
Sumber: https://www.kompas.id/baca/internasional/2023/10/02/anak-anak-teraniaya-di-balik-industri-konten-keluarga
Nama : Adelia Yulanda
NPM : 2313054057
Kelas : 3A
Kasus Child Trafficking Vietnam di Inggris
Tahun 2017 – 2020
Pada tahun 2017, jumlah anak-anak yang diidentifikasi sebagai potensial korban perdagangan manusia dan perbudakan di Inggris mengaalami peningkatan sebesar 66% dibandingkan tahun 2016. Selain itu, pada tahun 2018, ECPAT UK menemukan adanya bentuk baru dari eksploitasi seksual anak dengan menggunakan teknologi, yang dimana para pelaku melakukan eksploitasi terhadap anak-anak melalui internet seperti deep web/ dark web dan live streaming. Hal ini menimbulkan peningkatan jumlah pelanggaran eksploitasi terhadap anak-anak dan menciptakan tantangan bagi ECPAT UK serta pemerintah. Oleh karena itu, pada 2 tahun tersebut ECPAT UK gencar mengkampanyekan kerja sama internasional yang lebih besar dan menyerukan penguatan sistem perlindungan anak. Namun, tetap ada kesenjangan dalam pemantauan internasional, intelligence sharing dan penegakan hukum kolaboratif yang
memungkinkan pelanggar seks Inggris untuk menyelinap melalui internet (ECPAT UK, 2018a). Pada tahun 2019, peningkatan jumlah anak yang diidentifikasi secara resmi sebagai korban potensial perdagangan manusia dan perbudakan modern sebesar 45%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sebanyak 4.550 anak-anak diidentifikasi oleh
otoritas Inggris sebagai korban perdagangan tahun lalu, meskipun jumlah korban yang sebenarnya cenderung lebih tinggi. Selain itu, hampir setengah dari semua korban diidentifikasi pada tahun 2019 adalah anak-anak. Sebagian besar korban anak-anak berasal dari Inggris. Namun, banyak juga anak-anak dari luar negeri seperti Vietnam, Eritrea, Albania, dan Sudan diidentifikasi sebagai potensial korban dimana total 2.874
kasus yang dilaporkan - diikuti oleh Vietnam (246 anak), Sudan (163 anak), Albania (160 anak), Rumania (138 anak) dan Eritrea (132 anak). 76% dari semua anak yang diidentifikasi menjadi potensial korban adalah anak laki-laki. Untuk di tahun 2020, dengan adanya pandemi COVID-19 itu tidak menekan peningkatan angka perdagangan dan eksploitasi anak melihat banyaknya para pelaku yang menyalahgunakan internet dan teknologi dalam melakukan aksinya (ECPAT UK, 2020a). Oleh karena itu, melihat adanya peningkatan jumlah korban perdagangan anak yang sangat tinggi setiap tahunnya khususnya jumlah korban perdagangan anak dari Vietnam, menimbulkan kekhawatiran bagi ECPAT UK sementara pemerintah masih belum juga meningkatkan kapasitas hukum dan penguatan sistem perlindungan untuk anak baik
untuk anak dari Inggris dan luar negeri seperti Vietnam.
Tahun 2017 – 2020
Pada tahun 2017, jumlah anak-anak yang diidentifikasi sebagai potensial korban perdagangan manusia dan perbudakan di Inggris mengaalami peningkatan sebesar 66% dibandingkan tahun 2016. Selain itu, pada tahun 2018, ECPAT UK menemukan adanya bentuk baru dari eksploitasi seksual anak dengan menggunakan teknologi, yang dimana para pelaku melakukan eksploitasi terhadap anak-anak melalui internet seperti deep web/ dark web dan live streaming. Hal ini menimbulkan peningkatan jumlah pelanggaran eksploitasi terhadap anak-anak dan menciptakan tantangan bagi ECPAT UK serta pemerintah. Oleh karena itu, pada 2 tahun tersebut ECPAT UK gencar mengkampanyekan kerja sama internasional yang lebih besar dan menyerukan penguatan sistem perlindungan anak. Namun, tetap ada kesenjangan dalam pemantauan internasional, intelligence sharing dan penegakan hukum kolaboratif yang
memungkinkan pelanggar seks Inggris untuk menyelinap melalui internet (ECPAT UK, 2018a). Pada tahun 2019, peningkatan jumlah anak yang diidentifikasi secara resmi sebagai korban potensial perdagangan manusia dan perbudakan modern sebesar 45%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sebanyak 4.550 anak-anak diidentifikasi oleh
otoritas Inggris sebagai korban perdagangan tahun lalu, meskipun jumlah korban yang sebenarnya cenderung lebih tinggi. Selain itu, hampir setengah dari semua korban diidentifikasi pada tahun 2019 adalah anak-anak. Sebagian besar korban anak-anak berasal dari Inggris. Namun, banyak juga anak-anak dari luar negeri seperti Vietnam, Eritrea, Albania, dan Sudan diidentifikasi sebagai potensial korban dimana total 2.874
kasus yang dilaporkan - diikuti oleh Vietnam (246 anak), Sudan (163 anak), Albania (160 anak), Rumania (138 anak) dan Eritrea (132 anak). 76% dari semua anak yang diidentifikasi menjadi potensial korban adalah anak laki-laki. Untuk di tahun 2020, dengan adanya pandemi COVID-19 itu tidak menekan peningkatan angka perdagangan dan eksploitasi anak melihat banyaknya para pelaku yang menyalahgunakan internet dan teknologi dalam melakukan aksinya (ECPAT UK, 2020a). Oleh karena itu, melihat adanya peningkatan jumlah korban perdagangan anak yang sangat tinggi setiap tahunnya khususnya jumlah korban perdagangan anak dari Vietnam, menimbulkan kekhawatiran bagi ECPAT UK sementara pemerintah masih belum juga meningkatkan kapasitas hukum dan penguatan sistem perlindungan untuk anak baik
untuk anak dari Inggris dan luar negeri seperti Vietnam.
Nama: Khanaya Athirah Nazhifah
NPM: 2353054001
Kelas: 3A
Di 20 panti asuhan, polisi Malaysia menyelamatkan 402 remaja yang diduga mengalami kekerasan fisik dan seksual. Korban, yang berusia antara satu dan 17 tahun, disebut telah mengalami berbagai jenis pelecehan. Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain mengatakan bahwa beberapa anak yang diselamatkan dalam penggerebekan di 20 panti asuhan di Selangor dan Negeri Sembilan itu disodomi dan dipaksa melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain. Dalam konferensi pers yang diadakan di Kuantan pada Rabu (11/09), Razarudin menyatakan bahwa beberapa anak juga dipaksa melakukan sodomi terhadap orang lain di rumah, dan beberapa lainnya juga mengalami kekerasan fisik.
“Saat mereka melakukan kesalahan, anak-anak berusia lima tahun terluka akibat benda panas,” katanya dalam konferensi pers pada Rabu (11/09), seperti dikutip dari Free Malaysia Today. Termasuk guru agama dan pengasuh panti asuhan, 171 orang telah ditangkap oleh polisi Malaysia. Panti asuhan tersebut diduga terkait dengan organisasi Islam terkenal di Malaysia, yang telah membantah tuduhan tersebut.
Bermula dari laporan yang menunjukkan eksploitasi anak. Laporan tentang eksploitasi anak, penganiayaan, dan pelecehan seksual di tempat lain di negara bagian Negeri Sembilan pada awal bulan ini menyebabkan penggerebekan polisi pada Rabu (11/09) di 20 panti asuhan di Selangor dan Negeri Sembilan. Dalam konferensi pers yang diadakan pada Rabu (11/09), Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain memberi tahu wartawan bahwa beberapa tersangka—berusia antara 17 dan 64 tahun—diduga melakukan pencabulan terhadap anak-anak dengan alasan bahwa itu adalah bagian dari ajaran agama. Dilaporkan bahwa beberapa anak juga dididik untuk melakukan hubungan seksual dengan anak-anak lain di fasilitas tersebut. Dia juga mengatakan bahwa orang yang sakit tidak boleh mendapatkan perawatan medis sampai kondisinya benar-benar "kritis".
Razarudin menyatakan bahwa 402 anak yang diselamatkan, terdiri dari 201 laki-laki dan 201 perempuan, diduga menjadi korban penelantaran, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual. Inspektur Razarudin menyatakan bahwa anak-anak tersebut saat ini ditempatkan untuk sementara di pusat kepolisian ibu kota Kuala Lumpur dan akan menjalani pemeriksaan kesehatan. Kantor berita pemerintah Bernama melaporkan bahwa banyak anak ditempatkan di rumah-rumah ini oleh orang tua mereka untuk mendapatkan pendidikan agama, menurut penyelidikan awal.
Penggerebekan itu terjadi beberapa hari setelah polisi memulai penyelidikan terhadap kelompok usaha Global Ikhwan Services and Business (GISB) terkait kasus eksploitasi anak. Polisi kemudian mengkonfirmasi hubungan antara kedua kasus tersebut. Menurut laporan New Straits Times, Wakil Inspektur Jenderal Polisi Ayob Khan Mydin Pitchay mengatakan penyelidikan awal menunjukkan bahwa modus operandi GISB adalah mendirikan panti asuhan untuk mengumpulkan dana. Dalam pernyataan yang diunggah di Facebook pada hari Rabu (11/09), kelompok itu membantah tuduhan tersebut.
"Perusahaan tidak akan berkompromi dengan tindakan yang melanggar hukum, khususnya terkait eksploitasi anak." GIB memiliki ratusan perusahaan di dua puluh negara yang bekerja dalam berbagai industri, mulai dari perhotelan dan makanan hingga pendidikan. Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia, atau Suhakam, meminta peraturan yang lebih ketat di panti sosial. "Masalahnya adalah tempat-tempat ini tidak diatur atau diawasi dengan baik," kata Farah Nini Dusuki, komisioner anak-anak Suhakam, kepada Free Malaysia Today. "Kami memiliki masalah serius dengan pengawasan dan pengawasan, jadi masyarakat harus lebih waspada", katanya.
NPM: 2353054001
Kelas: 3A
Di 20 panti asuhan, polisi Malaysia menyelamatkan 402 remaja yang diduga mengalami kekerasan fisik dan seksual. Korban, yang berusia antara satu dan 17 tahun, disebut telah mengalami berbagai jenis pelecehan. Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain mengatakan bahwa beberapa anak yang diselamatkan dalam penggerebekan di 20 panti asuhan di Selangor dan Negeri Sembilan itu disodomi dan dipaksa melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain. Dalam konferensi pers yang diadakan di Kuantan pada Rabu (11/09), Razarudin menyatakan bahwa beberapa anak juga dipaksa melakukan sodomi terhadap orang lain di rumah, dan beberapa lainnya juga mengalami kekerasan fisik.
“Saat mereka melakukan kesalahan, anak-anak berusia lima tahun terluka akibat benda panas,” katanya dalam konferensi pers pada Rabu (11/09), seperti dikutip dari Free Malaysia Today. Termasuk guru agama dan pengasuh panti asuhan, 171 orang telah ditangkap oleh polisi Malaysia. Panti asuhan tersebut diduga terkait dengan organisasi Islam terkenal di Malaysia, yang telah membantah tuduhan tersebut.
Bermula dari laporan yang menunjukkan eksploitasi anak. Laporan tentang eksploitasi anak, penganiayaan, dan pelecehan seksual di tempat lain di negara bagian Negeri Sembilan pada awal bulan ini menyebabkan penggerebekan polisi pada Rabu (11/09) di 20 panti asuhan di Selangor dan Negeri Sembilan. Dalam konferensi pers yang diadakan pada Rabu (11/09), Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain memberi tahu wartawan bahwa beberapa tersangka—berusia antara 17 dan 64 tahun—diduga melakukan pencabulan terhadap anak-anak dengan alasan bahwa itu adalah bagian dari ajaran agama. Dilaporkan bahwa beberapa anak juga dididik untuk melakukan hubungan seksual dengan anak-anak lain di fasilitas tersebut. Dia juga mengatakan bahwa orang yang sakit tidak boleh mendapatkan perawatan medis sampai kondisinya benar-benar "kritis".
Razarudin menyatakan bahwa 402 anak yang diselamatkan, terdiri dari 201 laki-laki dan 201 perempuan, diduga menjadi korban penelantaran, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual. Inspektur Razarudin menyatakan bahwa anak-anak tersebut saat ini ditempatkan untuk sementara di pusat kepolisian ibu kota Kuala Lumpur dan akan menjalani pemeriksaan kesehatan. Kantor berita pemerintah Bernama melaporkan bahwa banyak anak ditempatkan di rumah-rumah ini oleh orang tua mereka untuk mendapatkan pendidikan agama, menurut penyelidikan awal.
Penggerebekan itu terjadi beberapa hari setelah polisi memulai penyelidikan terhadap kelompok usaha Global Ikhwan Services and Business (GISB) terkait kasus eksploitasi anak. Polisi kemudian mengkonfirmasi hubungan antara kedua kasus tersebut. Menurut laporan New Straits Times, Wakil Inspektur Jenderal Polisi Ayob Khan Mydin Pitchay mengatakan penyelidikan awal menunjukkan bahwa modus operandi GISB adalah mendirikan panti asuhan untuk mengumpulkan dana. Dalam pernyataan yang diunggah di Facebook pada hari Rabu (11/09), kelompok itu membantah tuduhan tersebut.
"Perusahaan tidak akan berkompromi dengan tindakan yang melanggar hukum, khususnya terkait eksploitasi anak." GIB memiliki ratusan perusahaan di dua puluh negara yang bekerja dalam berbagai industri, mulai dari perhotelan dan makanan hingga pendidikan. Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia, atau Suhakam, meminta peraturan yang lebih ketat di panti sosial. "Masalahnya adalah tempat-tempat ini tidak diatur atau diawasi dengan baik," kata Farah Nini Dusuki, komisioner anak-anak Suhakam, kepada Free Malaysia Today. "Kami memiliki masalah serius dengan pengawasan dan pengawasan, jadi masyarakat harus lebih waspada", katanya.
Nama: Keysha Shakila Alfarelia Azzahra
Npm:2313054039
Kasus-kasus perlindungan dan pemberdayaan anak yang menonjol di luar negeri:
1. Advokasi Perlindungan Anak di Situasi Darurat
Save the Children menjalankan berbagai program untuk anak-anak di situasi darurat, seperti konflik dan bencana alam. Di Yaman, mereka menyediakan layanan perlindungan terhadap kekerasan, pendidikan darurat, dan dukungan psikososial. Anak-anak dilibatkan secara aktif dalam advokasi untuk hak mereka, menunjukkan bagaimana suara mereka dapat berperan dalam perubahan kebijakan nasional maupun internasional.
2. Pemberdayaan Anak Perempuan di Bangladesh
Program pemberdayaan anak perempuan di Bangladesh berfokus pada pencegahan pernikahan dini dan memberikan akses pendidikan. Organisasi seperti UNICEF membantu anak-anak perempuan mendapatkan pendidikan formal dan pelatihan keterampilan. Hal ini membantu mereka menghindari eksploitasi dan meningkatkan kemandirian ekonomi.
3. Penanganan Anak Pengungsi Rohingya
Banyak anak Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar terjebak dalam kondisi pengungsian di Bangladesh. UNICEF memberikan pendidikan di kamp-kamp pengungsi dan mendirikan ruang ramah anak untuk mendukung pemulihan psikologis mereka. Anak-anak ini juga mendapatkan dukungan kesehatan dan perlindungan dari eksploitasi.
4. Kasus Kekerasan Anak di Afrika Barat
Di Afrika Barat, banyak anak yang menjadi korban kekerasan terkait perekrutan paksa oleh kelompok bersenjata. Program perlindungan di negara seperti Nigeria dan Mali fokus pada reintegrasi sosial anak-anak mantan tentara melalui konseling trauma dan pendidikan. Program ini juga melibatkan komunitas lokal untuk mendukung pemulihan anak-anak tersebut.
Kasus-kasus ini menunjukkan pentingnya pendekatan terintegrasi yang melibatkan anak-anak, komunitas, dan pemerintah untuk melindungi hak-hak anak dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Untuk informasi lebih lengkap, Anda dapat mengakses sumber-sumber seperti laporan Save the Children atau UNICEF.
Npm:2313054039
Kasus-kasus perlindungan dan pemberdayaan anak yang menonjol di luar negeri:
1. Advokasi Perlindungan Anak di Situasi Darurat
Save the Children menjalankan berbagai program untuk anak-anak di situasi darurat, seperti konflik dan bencana alam. Di Yaman, mereka menyediakan layanan perlindungan terhadap kekerasan, pendidikan darurat, dan dukungan psikososial. Anak-anak dilibatkan secara aktif dalam advokasi untuk hak mereka, menunjukkan bagaimana suara mereka dapat berperan dalam perubahan kebijakan nasional maupun internasional.
2. Pemberdayaan Anak Perempuan di Bangladesh
Program pemberdayaan anak perempuan di Bangladesh berfokus pada pencegahan pernikahan dini dan memberikan akses pendidikan. Organisasi seperti UNICEF membantu anak-anak perempuan mendapatkan pendidikan formal dan pelatihan keterampilan. Hal ini membantu mereka menghindari eksploitasi dan meningkatkan kemandirian ekonomi.
3. Penanganan Anak Pengungsi Rohingya
Banyak anak Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar terjebak dalam kondisi pengungsian di Bangladesh. UNICEF memberikan pendidikan di kamp-kamp pengungsi dan mendirikan ruang ramah anak untuk mendukung pemulihan psikologis mereka. Anak-anak ini juga mendapatkan dukungan kesehatan dan perlindungan dari eksploitasi.
4. Kasus Kekerasan Anak di Afrika Barat
Di Afrika Barat, banyak anak yang menjadi korban kekerasan terkait perekrutan paksa oleh kelompok bersenjata. Program perlindungan di negara seperti Nigeria dan Mali fokus pada reintegrasi sosial anak-anak mantan tentara melalui konseling trauma dan pendidikan. Program ini juga melibatkan komunitas lokal untuk mendukung pemulihan anak-anak tersebut.
Kasus-kasus ini menunjukkan pentingnya pendekatan terintegrasi yang melibatkan anak-anak, komunitas, dan pemerintah untuk melindungi hak-hak anak dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Untuk informasi lebih lengkap, Anda dapat mengakses sumber-sumber seperti laporan Save the Children atau UNICEF.
DHINI OKTAVIANI
2313054011
3A
"Anak-anak Teraniaya di Balik Industri Konten Keluarga"
Kasus penganiayaan anak dengan pelaku orangtua terus terjadi di balik layar pembuatan konten bertema keluarga di Amerika Serikat. Sepanjang Januari-September 2023 terdapat sejumlah kasus yang ditangani kepolisian setempat. Di balik kebahagiaan keluarga di layar media sosial, terdapat anak-anak yang terluka fisik dan batin. Kasus terbaru yang mencuat sejak awal September 2023 melibatkan Ruby Franke (41). Ibu enam anak di Negara Bagian Utah itu dikenal sebagai pembuat konten bertema pendidikan anak di kanal Youtube, yakni 8 Passengers. Saat ini kanal tersebut telah dihapus. Di kanal dengan 2,2 juta pelanggan itu, Franke kerap merekam keenam anaknya. Mereka mencitrakan diri sebagai keluarga hangat dan bahagia meski dengan aturan ketat. Dilaporkan Reuters, Franke ditangkap pada Rabu (30/8/2023) dengan enam dugaan penganiayaan anak terhadap dua anak terkecilnya, RF (12) dan EF (10). Kedua bocah itu ditemukan dengan kondisi kelaparan, tangan terikat plakban, serta luka-luka di pergelangan tangan dan kaki bekas ikatan.
Kasus ini mulai terungkap saat RF melarikan diri ke rumah tetangganya. ”Bocah ini sangat kelaparan, ada plakban di pergelangan kaki dan tangan serta banyak luka,” kata tetangga yang tak disebut identitasnya, menggambarkan kondisi bocah itu saat menghubungi pusat bantuan 911. Pada tetangga itu, RF meminta makanan dan air. ”Bocah ini kelihatan sekali mengalami kekerasan,” kata si tetangga dengan suara bergetar menahan tangis. Atas keterangan RF, petugas kepolisian menemukan EF dalam kondisi yang sama di ruang bawah tanah di rumah Jodi Hildebrandt (54). Kedua anak itu dibawa ke rumah sakit. Selanjutnya, empat anak termuda dari enam anak Franke ditempatkan dalam perawatan layanan perlindungan anak.
Bersamaan penangkapan Franke, kepolisian setempat juga menangkap Hildebrant. Ia konselor kesehatan mental, mitra bisnis Franke di berbagai media sosial dalam kanal Connexion yang bertema pengembangan diri.
Kedua perempuan itu diduga melakukan kekerasan bersama-sama pada anak-anak Franke. Kanal Connexion di Youtube juga telah dihapus menyusul dugaan kasus penganiayaan anak itu.
2313054011
3A
"Anak-anak Teraniaya di Balik Industri Konten Keluarga"
Kasus penganiayaan anak dengan pelaku orangtua terus terjadi di balik layar pembuatan konten bertema keluarga di Amerika Serikat. Sepanjang Januari-September 2023 terdapat sejumlah kasus yang ditangani kepolisian setempat. Di balik kebahagiaan keluarga di layar media sosial, terdapat anak-anak yang terluka fisik dan batin. Kasus terbaru yang mencuat sejak awal September 2023 melibatkan Ruby Franke (41). Ibu enam anak di Negara Bagian Utah itu dikenal sebagai pembuat konten bertema pendidikan anak di kanal Youtube, yakni 8 Passengers. Saat ini kanal tersebut telah dihapus. Di kanal dengan 2,2 juta pelanggan itu, Franke kerap merekam keenam anaknya. Mereka mencitrakan diri sebagai keluarga hangat dan bahagia meski dengan aturan ketat. Dilaporkan Reuters, Franke ditangkap pada Rabu (30/8/2023) dengan enam dugaan penganiayaan anak terhadap dua anak terkecilnya, RF (12) dan EF (10). Kedua bocah itu ditemukan dengan kondisi kelaparan, tangan terikat plakban, serta luka-luka di pergelangan tangan dan kaki bekas ikatan.
Kasus ini mulai terungkap saat RF melarikan diri ke rumah tetangganya. ”Bocah ini sangat kelaparan, ada plakban di pergelangan kaki dan tangan serta banyak luka,” kata tetangga yang tak disebut identitasnya, menggambarkan kondisi bocah itu saat menghubungi pusat bantuan 911. Pada tetangga itu, RF meminta makanan dan air. ”Bocah ini kelihatan sekali mengalami kekerasan,” kata si tetangga dengan suara bergetar menahan tangis. Atas keterangan RF, petugas kepolisian menemukan EF dalam kondisi yang sama di ruang bawah tanah di rumah Jodi Hildebrandt (54). Kedua anak itu dibawa ke rumah sakit. Selanjutnya, empat anak termuda dari enam anak Franke ditempatkan dalam perawatan layanan perlindungan anak.
Bersamaan penangkapan Franke, kepolisian setempat juga menangkap Hildebrant. Ia konselor kesehatan mental, mitra bisnis Franke di berbagai media sosial dalam kanal Connexion yang bertema pengembangan diri.
Kedua perempuan itu diduga melakukan kekerasan bersama-sama pada anak-anak Franke. Kanal Connexion di Youtube juga telah dihapus menyusul dugaan kasus penganiayaan anak itu.
Nama: Khaeranis Nadila Putri
NPM: 2313053049
Kelas: 3A
Terlibat Pelecehan Seks terhadap Anak, Polisi Tangkap 19 Orang di Australia
POLISI Australia mengatakan bahwa mereka telah menyelamatkan 13 anak setelah melakukan investigasi terhadap jaringan pelecehan anak secara daring.
Kepolisian Australia telah mengumumkan dakwaan pelecehan seksual anak terhadap 19 orang pria. Tindakan itu dilakukan, setelah mendapatkan informasi dari Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) dan menemukan jaringan pedofil internasional tersebut.
Komandan Polisi Federal Australia, Helen Schneider mengatakan, 13 anak telah diselamatkan dari jaringan tersebut. Dalam menjalankan aksinya, mereka menggunakan enkripsi dan cara-cara lain untuk membagikan materi eksploitasi anak di dark web.
Polisi menambahkan sebagian besar tersangka, berusia antara 32 dan 81 tahun, mereka memiliki karier yang membutuhkan pengetahuan teknis tentang komputer dan Internet. Beberapa tersangka diduga memproduksi sendiri materi pelecehan seksual terhadap anak.
Dua dari pria Australia tersebut, termasuk seorang pegawai negeri di Wilayah Ibu Kota Australia dan telah divonis bersalah serta dijatuhi hukuman penjara, sementara yang lainnya sedang menunggu persidangan.
Polisi Australia mulai menyelidiki jaringan tersebut setelah dua agen FBI yang menyelidiki pelanggaran pelecehan seksual terhadap anak ditembak mati pada tahun 2021.
Diketahui, agen khusus FBI Daniel Alfin dan Laura Schwartzenberger terbunuh saat menjalankan surat perintah penggeledahan di apartemen pekerja IT David Lee Huber 55, di Florida.
NPM: 2313053049
Kelas: 3A
Terlibat Pelecehan Seks terhadap Anak, Polisi Tangkap 19 Orang di Australia
POLISI Australia mengatakan bahwa mereka telah menyelamatkan 13 anak setelah melakukan investigasi terhadap jaringan pelecehan anak secara daring.
Kepolisian Australia telah mengumumkan dakwaan pelecehan seksual anak terhadap 19 orang pria. Tindakan itu dilakukan, setelah mendapatkan informasi dari Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) dan menemukan jaringan pedofil internasional tersebut.
Komandan Polisi Federal Australia, Helen Schneider mengatakan, 13 anak telah diselamatkan dari jaringan tersebut. Dalam menjalankan aksinya, mereka menggunakan enkripsi dan cara-cara lain untuk membagikan materi eksploitasi anak di dark web.
Polisi menambahkan sebagian besar tersangka, berusia antara 32 dan 81 tahun, mereka memiliki karier yang membutuhkan pengetahuan teknis tentang komputer dan Internet. Beberapa tersangka diduga memproduksi sendiri materi pelecehan seksual terhadap anak.
Dua dari pria Australia tersebut, termasuk seorang pegawai negeri di Wilayah Ibu Kota Australia dan telah divonis bersalah serta dijatuhi hukuman penjara, sementara yang lainnya sedang menunggu persidangan.
Polisi Australia mulai menyelidiki jaringan tersebut setelah dua agen FBI yang menyelidiki pelanggaran pelecehan seksual terhadap anak ditembak mati pada tahun 2021.
Diketahui, agen khusus FBI Daniel Alfin dan Laura Schwartzenberger terbunuh saat menjalankan surat perintah penggeledahan di apartemen pekerja IT David Lee Huber 55, di Florida.
Nama : Ristia Salbiah Putri
NPM : 2313054035
91 Anak Perempuan Jadi Korban Pelecehan Seksual di Australia :
Polisi Australia pada hari Selasa (1/8) mendakwa seorang mantan pekerja penitipan anak melakukan pelecehan seksual terhadap 91 anak perempuan. Pihak berwenang menyebut kasus tersebut sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah baru-baru ini.
Pria berusia 45 tahun itu menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup.
Asisten Komisaris Polisi Federal Australia Justine Gough mengatakan pria itu didakwa dengan 1.623 pelanggaran pelecehan anak yang diduga terjadi di Brisbane, Sydney, dan luar negeri selama periode 15 tahun.
Asisten Komisaris Polisi New South Wales Michael Fitzgerald mengatakan itu adalah salah satu kasus terburuk yang pernah dihadapinya dalam 40 tahun kariernya. Tuduhan-tuduhan itu termasuk pemerkosaan dan hubungan intim dengan anak di bawah usia 10 tahun. Tersangka diduga merekam aksinya di ponsel dan kameranya, kata Gough.
Polisi yakin bahwa semua anak Australia yang terlibat telah diidentifikasi dan orang tua mereka telah diberitahu tentang penyelidikan tersebut, katanya.
Polisi menangkap tersangka Agustus tahun lalu setelah memantau aktivitasnya di darknet dan melacak gambar-gambar pelecehan seksual terhadap anak yang beredar di sana.
Gough memuji keberhasilan polisi mengungkap kasus ini, tetapi mengatakan "ini adalah berita yang mengerikan".
NPM : 2313054035
91 Anak Perempuan Jadi Korban Pelecehan Seksual di Australia :
Polisi Australia pada hari Selasa (1/8) mendakwa seorang mantan pekerja penitipan anak melakukan pelecehan seksual terhadap 91 anak perempuan. Pihak berwenang menyebut kasus tersebut sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah baru-baru ini.
Pria berusia 45 tahun itu menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup.
Asisten Komisaris Polisi Federal Australia Justine Gough mengatakan pria itu didakwa dengan 1.623 pelanggaran pelecehan anak yang diduga terjadi di Brisbane, Sydney, dan luar negeri selama periode 15 tahun.
Asisten Komisaris Polisi New South Wales Michael Fitzgerald mengatakan itu adalah salah satu kasus terburuk yang pernah dihadapinya dalam 40 tahun kariernya. Tuduhan-tuduhan itu termasuk pemerkosaan dan hubungan intim dengan anak di bawah usia 10 tahun. Tersangka diduga merekam aksinya di ponsel dan kameranya, kata Gough.
Polisi yakin bahwa semua anak Australia yang terlibat telah diidentifikasi dan orang tua mereka telah diberitahu tentang penyelidikan tersebut, katanya.
Polisi menangkap tersangka Agustus tahun lalu setelah memantau aktivitasnya di darknet dan melacak gambar-gambar pelecehan seksual terhadap anak yang beredar di sana.
Gough memuji keberhasilan polisi mengungkap kasus ini, tetapi mengatakan "ini adalah berita yang mengerikan".
Lecehkan Sex Anak di Bawah Umur, Warga AS Dipenjara 38 Tahun :
Dua warga Amerika Serikat dijatuhi hukuman 38 dan 25 tahun penjara karena telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak- anak di bawah umur dengan memperjual- belikan foto-foto porno anak secara online.
Thomas Attebury (40) dijatuhi hukuman 38 tahun pada Kamis (15/7/2010) lantaran memanfaatkan teknologi internet dengan memajang foto-foto anak-anak dalam situs yang hanya bisa diakses oleh member saja.
Dalam forum itu, mereka saling bertukar pikiran dengan sesama penyuka anak-anak, saling berbagi pengalaman dan cerita, hingga saling jual beli foto-foto bugil anak-anak di bawah umur," demikian kata juru bicara Departemen Kehakiman AS seperti dilansir AFP, Sabtu (17/7/2010).
Sementara, David Williams (46) harus mendekam di penjara selama 25 tahun atas tuduhan yang sama.
"Kedua terdakwa mengaku bersalah telah melakukan konspirasi untuk mengiklankan pornografi anak, mendistribusikan pornografi anak, dua dakwaan iklan pornografi anak dan dua tuduhan mendistribusikan pornografi anak" kata hakim di pengadilan Indianapolis.
Attebury juga mengaku telah melakukan tindakan cabul terhadap tiga anak di bawah umur, salah satunya berusia di bawah usia 12.
Sementara Williams juga dinyatakan bersalah karena pada tahun 1996 melakukan pelecehan seksual terhadap anak usia lima tahun.
Mereka tertangkap oleh 'Operasi Sarang Telur,' sebuah tim penyelidikan antar-lembaga di AS yang diluncurkan pada awal tahun 2008. Operasi ini menangkap 26 pelaku di negara bagian Indiana, serta membidik 500 pelaku lain di seluruh dunia untuk keterlibatan mereka dalam kelompok online.
22 Dari mereka yang diincar di Indiana telah ditangkap, sementara empat lainnya masih dalam pengejaran.
Jaringan pornografi anak telah tumbuh dan berkembang seiring munculnya internet. Di Eropa dan Amerika Serikat langkah-langkah untuk menindak para pelaku sudah lama digencarkan, dengan cara menghapus tampilan pornografi anak dari website dan menghukum para pelaku.
Sumber :
https://www.voaindonesia.com/a/anak-perempuan-jadi-korban-pelecehan-seksual-di-australia/7206576.html
https://news.detik.com/berita/d-1401104/lecehkan-sex-anak-di-bawah-umur-warga-as-dipenjara-38-tahun
Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di luar negeri sangat beragam dan sering menjadi perhatian media global. Kasus-kasus ini cukup mengejutkan dan menyedihkan di beberapa negara. Berikut adalah beberapa contoh kasus yang terjadi di luar negeri:
1. Australia: Salah satu kasus terburuk dalam sejarah baru-baru ini adalah pelecehan seksual terhadap 91 anak perempuan oleh seorang mantan pekerja penitipan anak. Pelaku dihadapkan pada tuduhan ribuan pelanggaran dan ancaman penjara seumur hidup.
2. Amerika Serikat: Kekerasan anak biasanya terjadi di balik pembuatan konten keluarga di media sosial. Beberapa influencer terkenal telah ditangkap atas tuduhan pelecehan anak. Selain itu, penembakan di sekolah yang melibatkan anak-anak juga sering terjadi.
3. Jepang: Jepang memiliki sistem pendidikan yang sangat ketat, tetapi ada juga kasus kekerasan di sekolah. Meskipun undang-undang melarang guru menyakiti siswa secara fisik, kekerasan verbal dan psikologis masih sering terjadi.
1. Australia: Salah satu kasus terburuk dalam sejarah baru-baru ini adalah pelecehan seksual terhadap 91 anak perempuan oleh seorang mantan pekerja penitipan anak. Pelaku dihadapkan pada tuduhan ribuan pelanggaran dan ancaman penjara seumur hidup.
2. Amerika Serikat: Kekerasan anak biasanya terjadi di balik pembuatan konten keluarga di media sosial. Beberapa influencer terkenal telah ditangkap atas tuduhan pelecehan anak. Selain itu, penembakan di sekolah yang melibatkan anak-anak juga sering terjadi.
3. Jepang: Jepang memiliki sistem pendidikan yang sangat ketat, tetapi ada juga kasus kekerasan di sekolah. Meskipun undang-undang melarang guru menyakiti siswa secara fisik, kekerasan verbal dan psikologis masih sering terjadi.
Salsabila Dewanti Putri
2313054031
Kasus Pelecehan Anak Umur di Bawah Dua Tahun
Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan telah menerima dua pemberitahuan lagi dari Kota Taipei yg diduga merupakan kasus pelecehan anak, kedua anak tersebut berusia di bawah dua tahun. Keduanya merupakan anak dari pekerja migran kaburan,salah satunya bayi laki berusia 6 bulan yg dirawat di panti jompo, ditemukan menderita diare pada pagi hari tanggal 15 Maret dan dilarikan ke rumah sakit pada sore hari. Dia meninggal sebelum tiba di RS dan Seorang bayi perempuan dipanti jompo berusia 1 tahun di Taoyuan sedang tidak sehat. Pengasuhnya mencari bantuan dari panti jompo dan dikirim ke RS Setelah itu resusitasi, tanda² organ pentingnya stabil dan dirawat di unit perawatan intensif, tapi terdapat luka memar di sekujur tubuhnya,
keduanya diduga terinfeksi norovirus.
Kasus Kai Kai belum selesai Biro Sosial Kota Taipei kemarin melaporkan dua kasus besar pelecehan anak ke Departemen Perlindungan Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan. Kedua anak tersebut berusia di bawah dua tahun dan orang tuanya adalah pekerja.
Migran Kaburan keduanya diduga terkena muntaber namun salah satunya terdapat luka memar disekukur tubuh.
2313054031
Kasus Pelecehan Anak Umur di Bawah Dua Tahun
Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan telah menerima dua pemberitahuan lagi dari Kota Taipei yg diduga merupakan kasus pelecehan anak, kedua anak tersebut berusia di bawah dua tahun. Keduanya merupakan anak dari pekerja migran kaburan,salah satunya bayi laki berusia 6 bulan yg dirawat di panti jompo, ditemukan menderita diare pada pagi hari tanggal 15 Maret dan dilarikan ke rumah sakit pada sore hari. Dia meninggal sebelum tiba di RS dan Seorang bayi perempuan dipanti jompo berusia 1 tahun di Taoyuan sedang tidak sehat. Pengasuhnya mencari bantuan dari panti jompo dan dikirim ke RS Setelah itu resusitasi, tanda² organ pentingnya stabil dan dirawat di unit perawatan intensif, tapi terdapat luka memar di sekujur tubuhnya,
keduanya diduga terinfeksi norovirus.
Kasus Kai Kai belum selesai Biro Sosial Kota Taipei kemarin melaporkan dua kasus besar pelecehan anak ke Departemen Perlindungan Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan. Kedua anak tersebut berusia di bawah dua tahun dan orang tuanya adalah pekerja.
Migran Kaburan keduanya diduga terkena muntaber namun salah satunya terdapat luka memar disekukur tubuh.
Lily Fitriyani
3A
2313054005
Peran ECPAT (Every Child Protected Against Trafficking) UK dalam Menangani Kasus Child Trafficking Vietnam di Inggris Tahun 2017 – 2020
Negara Vietnam adalah salah satu negara yang masyarakatnya baik wanita, pria, dan anak-anak sering dijadikan korban eksploitasi atau perdagangan manusia, prostitusi dan kerja paksa. Laki-laki dan perempuan bermigrasi ke luar negeri untuk bekerja melalui perusahaan ekspor tenaga kerja swasta, yang sebagian besar berafiliasi dengan negara dan di sektor konstruksi, perikanan, pertanian, pertambangan, penebangan, dan manufaktur (http://un-act.org/vietnam/). Perempuan dan anak-anak Vietnam sering dijadikan sasaran para pelaku yang telah memperdaya mereka oleh peluang kerja dengan dijual ke rumah-rumah bordil di perbatasan Kamboja, Tiongkok, dan Laos. Beberapa korban juga dikirim ke beberapa negara lain, termasuk Thailand dan Malaysia. Di samping itu umumnya perdagangan tenaga kerja dan eksploitasi seksual membuat para korban Vietnam dipaksa untuk melakukan perkawinan, dan anak-anak dari daerah pedesaan dijadikan pengemis secara paksa dengan menjajakan dirinya di Jalan. Ada tiga arus perdagangan lintas batas utama yang dapat diidentifikasi dintaranya:
1. Vietnam – Tiongkok (terhitung sekitar 65% dari semua kasus yang diidentifikasi),
2. Vietnam – Kamboja (11%) dan Vietnam – Laos (6,5%). Para pelaku perdagangan manusia datang dari berbagai latar belakang, mulai dari staf agen perekrutan hingga anggota keluarga korban.
3. Perusahaan ekspor tenaga kerja Vietnam dan perantara – perantara tanpa izin yang diketahui, para pelaku ini beroperasi secara ilegal dengan cara mengeksploitasi migran yang rentan dan putus asa (ECPAT UK, 2018b).
Kelompok-kelompok kejahatan yang terorganisir terlibat dalam perdagangan lebih jauh sampai ke luar negeri, seperti kerja paksa anak-anak Vietnam di pertanian ganja di Inggris. Para pelaku perdagangan manusia juga menggunakan internet sebagai saluran untuk menarik para korban. Selain itu, mereka juga sering mendapatkan fasilitas dari para koruptor, termasuk di perbatasan dan pos pemeriksaan dalam melakukan perdagangan manusia (http://un-act.org/vietnam/).
Menurut data Modern Slavery 2019 UK Annual Report dan ECPAT UK di Inggris, secara umum setiap tahunnya kasus child trafficking mengalami peningkatan. Pada tahun 2018, ada 6.993 korban mengacu pada NRM (36% meningkat dari 2017), diantaranya 45% (3.128) yang diduga Korbannya adalah anak yang dibawah umur dan berusia 18 tahun. Negara Inggris sendiri disebut sebagai negara yang paling diminati untuk melakukan perdagangan anak dengan total 1.421 kasus yang dilaporkan–diikuti oleh Vietnam (320), Sudan (232), Albania (217), Eritrea (196), Rumania (74), Irak (66), Ethiopia (63), Afghanistan (55), Nigeria (49), dan Iran (39) (ECPAT UK, 2020b). Alasan negara Inggris sangat diminati para pelaku adalah dimana pemerintahnya yang masih tidak memfokuskan isu human Trafficking menjadi prioritas, para polisi di pos perbatasan yang mudah disuap, dan saat periode 2017 sampai 2020, negara Inggris disibukkan dengan isu Brexit yang dimana memudahkan para pelaku melakukan perdagangan manusia dan eksploitasi seksual.
3A
2313054005
Peran ECPAT (Every Child Protected Against Trafficking) UK dalam Menangani Kasus Child Trafficking Vietnam di Inggris Tahun 2017 – 2020
Negara Vietnam adalah salah satu negara yang masyarakatnya baik wanita, pria, dan anak-anak sering dijadikan korban eksploitasi atau perdagangan manusia, prostitusi dan kerja paksa. Laki-laki dan perempuan bermigrasi ke luar negeri untuk bekerja melalui perusahaan ekspor tenaga kerja swasta, yang sebagian besar berafiliasi dengan negara dan di sektor konstruksi, perikanan, pertanian, pertambangan, penebangan, dan manufaktur (http://un-act.org/vietnam/). Perempuan dan anak-anak Vietnam sering dijadikan sasaran para pelaku yang telah memperdaya mereka oleh peluang kerja dengan dijual ke rumah-rumah bordil di perbatasan Kamboja, Tiongkok, dan Laos. Beberapa korban juga dikirim ke beberapa negara lain, termasuk Thailand dan Malaysia. Di samping itu umumnya perdagangan tenaga kerja dan eksploitasi seksual membuat para korban Vietnam dipaksa untuk melakukan perkawinan, dan anak-anak dari daerah pedesaan dijadikan pengemis secara paksa dengan menjajakan dirinya di Jalan. Ada tiga arus perdagangan lintas batas utama yang dapat diidentifikasi dintaranya:
1. Vietnam – Tiongkok (terhitung sekitar 65% dari semua kasus yang diidentifikasi),
2. Vietnam – Kamboja (11%) dan Vietnam – Laos (6,5%). Para pelaku perdagangan manusia datang dari berbagai latar belakang, mulai dari staf agen perekrutan hingga anggota keluarga korban.
3. Perusahaan ekspor tenaga kerja Vietnam dan perantara – perantara tanpa izin yang diketahui, para pelaku ini beroperasi secara ilegal dengan cara mengeksploitasi migran yang rentan dan putus asa (ECPAT UK, 2018b).
Kelompok-kelompok kejahatan yang terorganisir terlibat dalam perdagangan lebih jauh sampai ke luar negeri, seperti kerja paksa anak-anak Vietnam di pertanian ganja di Inggris. Para pelaku perdagangan manusia juga menggunakan internet sebagai saluran untuk menarik para korban. Selain itu, mereka juga sering mendapatkan fasilitas dari para koruptor, termasuk di perbatasan dan pos pemeriksaan dalam melakukan perdagangan manusia (http://un-act.org/vietnam/).
Menurut data Modern Slavery 2019 UK Annual Report dan ECPAT UK di Inggris, secara umum setiap tahunnya kasus child trafficking mengalami peningkatan. Pada tahun 2018, ada 6.993 korban mengacu pada NRM (36% meningkat dari 2017), diantaranya 45% (3.128) yang diduga Korbannya adalah anak yang dibawah umur dan berusia 18 tahun. Negara Inggris sendiri disebut sebagai negara yang paling diminati untuk melakukan perdagangan anak dengan total 1.421 kasus yang dilaporkan–diikuti oleh Vietnam (320), Sudan (232), Albania (217), Eritrea (196), Rumania (74), Irak (66), Ethiopia (63), Afghanistan (55), Nigeria (49), dan Iran (39) (ECPAT UK, 2020b). Alasan negara Inggris sangat diminati para pelaku adalah dimana pemerintahnya yang masih tidak memfokuskan isu human Trafficking menjadi prioritas, para polisi di pos perbatasan yang mudah disuap, dan saat periode 2017 sampai 2020, negara Inggris disibukkan dengan isu Brexit yang dimana memudahkan para pelaku melakukan perdagangan manusia dan eksploitasi seksual.
1. Perlindungan Anak di Konflik Palestina-Israel
•Kasus: Selama konflik di Gaza, ribuan anak mengalami trauma akibat kekerasan. UNICEF dan organisasi internasional lainnya aktif memberikan bantuan psikologis dan kebutuhan dasar kepada anak-anak yang terkena dampak.
(UNICEF, laporan tahunan terkait situasi anak di zona konflik)
2. Program Pendidikan untuk Anak Pengungsi Suriah
•Kasus: Anak-anak pengungsi Suriah sering kehilangan akses pendidikan. Program seperti No Lost Generation bekerja sama dengan UNICEF dan UNHCR untuk menyediakan sekolah darurat dan pelatihan guru di kamp pengungsi di Turki, Yordania, dan Lebanon.
(UNHCR dan No Lost Generation)
•Kasus: Selama konflik di Gaza, ribuan anak mengalami trauma akibat kekerasan. UNICEF dan organisasi internasional lainnya aktif memberikan bantuan psikologis dan kebutuhan dasar kepada anak-anak yang terkena dampak.
(UNICEF, laporan tahunan terkait situasi anak di zona konflik)
2. Program Pendidikan untuk Anak Pengungsi Suriah
•Kasus: Anak-anak pengungsi Suriah sering kehilangan akses pendidikan. Program seperti No Lost Generation bekerja sama dengan UNICEF dan UNHCR untuk menyediakan sekolah darurat dan pelatihan guru di kamp pengungsi di Turki, Yordania, dan Lebanon.
(UNHCR dan No Lost Generation)
Nama: Anis Qonita Iswanto Arba
Kelas: 3A
NPM: 2313054015
Kasus pelecehan
Otoritas Malaysia pada Rabu, 11 September 2024, menyelamatkan lebih dari 400 anak-anak dan remaja yang diduga mengalami pelecehan seksual di beberapa panti sosial yang dikelola organisasi di Malaysia, yang terkait dengan aktivitas sekete agama yang dilarang. Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain mengatakan pihaknya telah menahan 171 orang dewasa, termasuk guru agama yang mengajar di rumah amal tersebut. Penggerebekan dilakukan di 20 titik yang terkoordinasi.
Mereka yang diselamatkan itu, diantaranya 201 anak laki-laki dan 201 anak perempuan usia 1 tahun dan 17 tahun. Penggerebekan dilakukan setelah masuk sejumlah laporan pada bulan ini yang menyebut adanya pengabaian, penyiksaan dan kekerasan seksual serta pelecehan. Tidak dipublikasi siapa yang menulis dan melayangkan laporan tersebut ke kepolisian. Razarudin hanya menyebutkan panti sosial itu dikelola oleh Global Ikhwan Services and Business (GISB).
GISB adalah sebuah perusahaan asal Malaysia yang punya gurita bisnis mulai dari supermarket hingga laundri. GISB juga punya cabang di beberapa negara seperti Indonesia, Singapura, Mesir, Arab Saudi, Prancis, Australia dan Thailand. Sampai berita ini diturunkan, GISB belum mau berkomentar atas tuduhan pelecehan seksual tersebut.
Akan tetapi, dalam sebuah pernyataan GISB menyangkal laporan sejumlah media sosial yang menyebut telah terjadi eksploitasi dan penggunaan pekerja anak. GISB berkeras tidak terlibat dalam segala tindakan ilegal dan akan bekerja sama dengan sejumlah otoritas untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Sedangkan Razarudin mengatakan investigasi awal kepolisian menemukan GISB telah mempekerjakan anak-anak, yang diserahkan ke panti-panti sosial itu tak lama setelah dilahirkan ibunya. Anak-anak itu lalu mendapat sejumlah bentuk penyiksaan. Razarudin menyebut ada beberapa korban diduga mengalami sodomi oleh orang dewasa dan diajarkan untuk melakukannya pada anak-anak lain di panti sosial tersebut.
Kelas: 3A
NPM: 2313054015
Kasus pelecehan
Otoritas Malaysia pada Rabu, 11 September 2024, menyelamatkan lebih dari 400 anak-anak dan remaja yang diduga mengalami pelecehan seksual di beberapa panti sosial yang dikelola organisasi di Malaysia, yang terkait dengan aktivitas sekete agama yang dilarang. Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain mengatakan pihaknya telah menahan 171 orang dewasa, termasuk guru agama yang mengajar di rumah amal tersebut. Penggerebekan dilakukan di 20 titik yang terkoordinasi.
Mereka yang diselamatkan itu, diantaranya 201 anak laki-laki dan 201 anak perempuan usia 1 tahun dan 17 tahun. Penggerebekan dilakukan setelah masuk sejumlah laporan pada bulan ini yang menyebut adanya pengabaian, penyiksaan dan kekerasan seksual serta pelecehan. Tidak dipublikasi siapa yang menulis dan melayangkan laporan tersebut ke kepolisian. Razarudin hanya menyebutkan panti sosial itu dikelola oleh Global Ikhwan Services and Business (GISB).
GISB adalah sebuah perusahaan asal Malaysia yang punya gurita bisnis mulai dari supermarket hingga laundri. GISB juga punya cabang di beberapa negara seperti Indonesia, Singapura, Mesir, Arab Saudi, Prancis, Australia dan Thailand. Sampai berita ini diturunkan, GISB belum mau berkomentar atas tuduhan pelecehan seksual tersebut.
Akan tetapi, dalam sebuah pernyataan GISB menyangkal laporan sejumlah media sosial yang menyebut telah terjadi eksploitasi dan penggunaan pekerja anak. GISB berkeras tidak terlibat dalam segala tindakan ilegal dan akan bekerja sama dengan sejumlah otoritas untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Sedangkan Razarudin mengatakan investigasi awal kepolisian menemukan GISB telah mempekerjakan anak-anak, yang diserahkan ke panti-panti sosial itu tak lama setelah dilahirkan ibunya. Anak-anak itu lalu mendapat sejumlah bentuk penyiksaan. Razarudin menyebut ada beberapa korban diduga mengalami sodomi oleh orang dewasa dan diajarkan untuk melakukannya pada anak-anak lain di panti sosial tersebut.
Kasus yang terjadi di Malaysia
Polisi Malaysia menahan CEO dan pemimpin tinggi lainnya dari sebuah kelompok bisnis Islam, Malaysia, Kamis. Ini setelah ratusan anak yang diyakini mengalami pelecehan seksual dan diselamatkan pekan lalu di rumah-rumah kesejahteraan (semacam panti sosial) yang dikelola kelompok itu.
Kepala polisi Malaysia mengatakan 12 pria dan tujuh wanita ditahan setelah penggerebekan polisi di sebuah kondominium di Kuala Lumpur. Ketua dan beberapa petinggi juga ditahan.Mengutip Associated Press (AP), kelompok bisnis Islam tersebut bernama Global Ikhwan Services and Business (GISB). CEO-nya bernama Nasiruddin Mohamad Ali.GISB mengklaim bertujuan untuk mempromosikan cara hidup Islami. Kelompok bisnis itu memiliki minimarket, toko roti, restoran, apotek, properti, dan bisnis lainnya baik di dalam maupun luar negeri, dengan 5.000 orang pekerja.Dalam keterangan resmi kepolisian Malaysia menjelaskan bagaimana beberapa anak, berusia 1 hingga 17 tahun, diyakini telah disodomi oleh wali mereka di panti milik GISB. Bahkan mereka diajarkan untuk saling melakukan pelecehan seksual.Ketika anak-anak tersebut sakit, petugas bahkan tak membawanya ke medis. Mereka juga menerima hukuman dilukai dengan sendok panas logam yang dibakar jika tak patuh."Pemeriksaan medis sejauh ini menunjukkan bahwa sedikitnya 13 remaja disodomi dan 172 anak menderita cedera fisik dan emosional jangka panjang," kata Kepala Kepolisian Malaysia, Razarudin Husain, dikutip Jumat (20/9/2024).Orang tua anak-anak itu sebenarnya adalah karyawan GISB sendiri. Namun mereka ditempatkan di rumah-rumah panti tersebut sejak masih bayi dan diyakini telah diindoktrinasi sejak usia muda untuk setia kepada kelompok tersebut.
"Anak-anak tersebut juga diyakini telah dieksploitasi untuk mengumpulkan sumbangan publik," tambahnya.
Menurut media lokal, CEO GISB Nasirudin sebelumnya mengatakan dalam sebuah video, bahwa mungkin ada kasus sodomi di rumah-rumah GISB. Tetapi ia membantah melakukan kesalahan apa pun.
Penangkapan tersebut dilakukan setelah polisi menyelamatkan 402 anak dari 20 rumah yatim piatu yang terkait dengan GISB pada 11 September. Puluhan tersangka ditangkap dalam kasus tersebut, yang membuat marah negara dan memicu seruan untuk perlindungan anak yang lebih baik di negeri itu.
Untuk perlindungan yang diberikan yaitu dengan UNICEF dan Program Perlindungan Anak UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund) berperan aktif dalam melindungi anak-anak di seluruh dunia melalui berbagai program yang dirancang untuk memberikan perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan penyalahgunaan.
Polisi Malaysia menahan CEO dan pemimpin tinggi lainnya dari sebuah kelompok bisnis Islam, Malaysia, Kamis. Ini setelah ratusan anak yang diyakini mengalami pelecehan seksual dan diselamatkan pekan lalu di rumah-rumah kesejahteraan (semacam panti sosial) yang dikelola kelompok itu.
Kepala polisi Malaysia mengatakan 12 pria dan tujuh wanita ditahan setelah penggerebekan polisi di sebuah kondominium di Kuala Lumpur. Ketua dan beberapa petinggi juga ditahan.Mengutip Associated Press (AP), kelompok bisnis Islam tersebut bernama Global Ikhwan Services and Business (GISB). CEO-nya bernama Nasiruddin Mohamad Ali.GISB mengklaim bertujuan untuk mempromosikan cara hidup Islami. Kelompok bisnis itu memiliki minimarket, toko roti, restoran, apotek, properti, dan bisnis lainnya baik di dalam maupun luar negeri, dengan 5.000 orang pekerja.Dalam keterangan resmi kepolisian Malaysia menjelaskan bagaimana beberapa anak, berusia 1 hingga 17 tahun, diyakini telah disodomi oleh wali mereka di panti milik GISB. Bahkan mereka diajarkan untuk saling melakukan pelecehan seksual.Ketika anak-anak tersebut sakit, petugas bahkan tak membawanya ke medis. Mereka juga menerima hukuman dilukai dengan sendok panas logam yang dibakar jika tak patuh."Pemeriksaan medis sejauh ini menunjukkan bahwa sedikitnya 13 remaja disodomi dan 172 anak menderita cedera fisik dan emosional jangka panjang," kata Kepala Kepolisian Malaysia, Razarudin Husain, dikutip Jumat (20/9/2024).Orang tua anak-anak itu sebenarnya adalah karyawan GISB sendiri. Namun mereka ditempatkan di rumah-rumah panti tersebut sejak masih bayi dan diyakini telah diindoktrinasi sejak usia muda untuk setia kepada kelompok tersebut.
"Anak-anak tersebut juga diyakini telah dieksploitasi untuk mengumpulkan sumbangan publik," tambahnya.
Menurut media lokal, CEO GISB Nasirudin sebelumnya mengatakan dalam sebuah video, bahwa mungkin ada kasus sodomi di rumah-rumah GISB. Tetapi ia membantah melakukan kesalahan apa pun.
Penangkapan tersebut dilakukan setelah polisi menyelamatkan 402 anak dari 20 rumah yatim piatu yang terkait dengan GISB pada 11 September. Puluhan tersangka ditangkap dalam kasus tersebut, yang membuat marah negara dan memicu seruan untuk perlindungan anak yang lebih baik di negeri itu.
Untuk perlindungan yang diberikan yaitu dengan UNICEF dan Program Perlindungan Anak UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund) berperan aktif dalam melindungi anak-anak di seluruh dunia melalui berbagai program yang dirancang untuk memberikan perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan penyalahgunaan.
Nama: Devina Saharani
Npm: 2313054009
kasus perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri jika di lihat dari kasus pertama yaitu.
Kasus perlindungan anak di luar negeri mencakup berbagai isu yang mempengaruhi kesejahteraan anak, terutama dalam konteks penculikan internasional dan Kekerasan dan Eksploitasi anak di luar negeri.
1. kasus penculikan anak internasional
Kasus di mana anak dibawa ke luar negeri tanpa izin salah satu orang tua, sering terjadi dalam konteks perceraian internasional. Pemberdayaan anak dalam konteks kasus penculikan internasional melibatkan berbagai upaya untuk melindungi dan memulihkan anak-anak yang terlibat. seperti beberapa halnya
-Konvensi Den Haag 1980: Konvensi ini memberikan kerangka hukum untuk mengatasi penculikan anak internasional dengan mendorong pengembalian anak ke negara asalnya. Negara-negara yang meratifikasi konvensi ini diwajibkan untuk mendirikan lembaga khusus yang menangani kasus penculikan, memastikan perlindungan hak anak
2. kasus kekerasan dan eksploitasi anak
Anak-anak di negara konflik atau kemiskinan rentan terhadap kekerasan, perdagangan manusia, dan eksploitasi seksual. Organisasi internasional berperan dalam memberikan dukungan dan perlindungan. Pemberdayaan anak di luar negeri, terutama dalam konteks kekerasan dan eksploitasi, melibatkan berbagai inisiatif dan program yang bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan anak-anak. beberapa contoh pemberdayaan seperti ,
- Program Perlindungan Anak di Konflik: Organisasi seperti UNICEF dan Save the Children menyediakan dukungan psikososial, pendidikan, dan perlindungan hukum bagi anak-anak yang terjebak dalam konflik bersenjata. Mereka membantu anak-anak untuk mendapatkan akses ke pendidikan dan layanan kesehatan, serta melindungi mereka dari kekerasan dan perekrutan paksa oleh kelompok bersenjata.
-Kampanye Melawan Eksploitasi Seksual: Organisasi seperti ECPAT Internasional berfokus pada penghapusan eksploitasi seksual anak melalui edukasi masyarakat, advokasi hukum, dan penyediaan layanan rehabilitasi bagi korban.
Npm: 2313054009
kasus perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri jika di lihat dari kasus pertama yaitu.
Kasus perlindungan anak di luar negeri mencakup berbagai isu yang mempengaruhi kesejahteraan anak, terutama dalam konteks penculikan internasional dan Kekerasan dan Eksploitasi anak di luar negeri.
1. kasus penculikan anak internasional
Kasus di mana anak dibawa ke luar negeri tanpa izin salah satu orang tua, sering terjadi dalam konteks perceraian internasional. Pemberdayaan anak dalam konteks kasus penculikan internasional melibatkan berbagai upaya untuk melindungi dan memulihkan anak-anak yang terlibat. seperti beberapa halnya
-Konvensi Den Haag 1980: Konvensi ini memberikan kerangka hukum untuk mengatasi penculikan anak internasional dengan mendorong pengembalian anak ke negara asalnya. Negara-negara yang meratifikasi konvensi ini diwajibkan untuk mendirikan lembaga khusus yang menangani kasus penculikan, memastikan perlindungan hak anak
2. kasus kekerasan dan eksploitasi anak
Anak-anak di negara konflik atau kemiskinan rentan terhadap kekerasan, perdagangan manusia, dan eksploitasi seksual. Organisasi internasional berperan dalam memberikan dukungan dan perlindungan. Pemberdayaan anak di luar negeri, terutama dalam konteks kekerasan dan eksploitasi, melibatkan berbagai inisiatif dan program yang bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan anak-anak. beberapa contoh pemberdayaan seperti ,
- Program Perlindungan Anak di Konflik: Organisasi seperti UNICEF dan Save the Children menyediakan dukungan psikososial, pendidikan, dan perlindungan hukum bagi anak-anak yang terjebak dalam konflik bersenjata. Mereka membantu anak-anak untuk mendapatkan akses ke pendidikan dan layanan kesehatan, serta melindungi mereka dari kekerasan dan perekrutan paksa oleh kelompok bersenjata.
-Kampanye Melawan Eksploitasi Seksual: Organisasi seperti ECPAT Internasional berfokus pada penghapusan eksploitasi seksual anak melalui edukasi masyarakat, advokasi hukum, dan penyediaan layanan rehabilitasi bagi korban.
Nama : Nisrina Athiyya Kamila
NPM : 2313054067
Kelas : 3A
studi Kasus tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Anak di Luar Negeri
1. Makani Initiative di Yordania
Program Makani, yang berarti "My Space," dirancang untuk mendukung anak-anak pengungsi Suriah di Yordania. Program ini mengintegrasikan perlindungan anak, pendidikan, pemberdayaan pemuda, dan dukungan psikososial. Anak-anak dan remaja yang kehilangan akses pendidikan akibat konflik diberi kesempatan untuk belajar kembali dalam lingkungan yang aman. Selain itu, program ini mencakup sesi konseling trauma untuk membantu mereka mengatasi pengalaman buruk selama konflik. Hasilnya, banyak anak berhasil kembali ke jalur pendidikan dan menunjukkan peningkatan kesehatan mental.
2. Peace Clubs di Republik Afrika Tengah
Peace Clubs, sebuah inisiatif oleh World Vision, dirancang untuk membantu anak-anak yang terkena dampak konflik, termasuk mantan anggota kelompok bersenjata. Program ini menyediakan tempat aman untuk bermain, belajar, dan menerima dukungan emosional. Anak-anak dilibatkan dalam aktivitas komunitas, seperti pelatihan perdamaian dan keterampilan vokasional. Salah satu fokus utama adalah mencegah rekrutmen kembali oleh kelompok bersenjata dengan menawarkan peluang pendidikan dan ekonomi. Pendekatan berbasis komunitas ini juga melibatkan pelatihan bagi orang tua dan pemimpin masyarakat tentang hak-hak anak dan resolusi konflik.
Kesimpulan
Kedua kasus ini menunjukkan pentingnya pendekatan holistik dalam perlindungan anak, yang mencakup pendidikan, dukungan psikososial, dan pemberdayaan ekonomi. Kerja sama antara organisasi internasional, pemerintah lokal, dan komunitas sangat penting untuk keberhasilan program semacam ini.
Sumber:
- Save the Children Resource Centre untuk Makani Initiative.
- World Vision International untuk Peace Clubs di Afrika Tengah.
NPM : 2313054067
Kelas : 3A
studi Kasus tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Anak di Luar Negeri
1. Makani Initiative di Yordania
Program Makani, yang berarti "My Space," dirancang untuk mendukung anak-anak pengungsi Suriah di Yordania. Program ini mengintegrasikan perlindungan anak, pendidikan, pemberdayaan pemuda, dan dukungan psikososial. Anak-anak dan remaja yang kehilangan akses pendidikan akibat konflik diberi kesempatan untuk belajar kembali dalam lingkungan yang aman. Selain itu, program ini mencakup sesi konseling trauma untuk membantu mereka mengatasi pengalaman buruk selama konflik. Hasilnya, banyak anak berhasil kembali ke jalur pendidikan dan menunjukkan peningkatan kesehatan mental.
2. Peace Clubs di Republik Afrika Tengah
Peace Clubs, sebuah inisiatif oleh World Vision, dirancang untuk membantu anak-anak yang terkena dampak konflik, termasuk mantan anggota kelompok bersenjata. Program ini menyediakan tempat aman untuk bermain, belajar, dan menerima dukungan emosional. Anak-anak dilibatkan dalam aktivitas komunitas, seperti pelatihan perdamaian dan keterampilan vokasional. Salah satu fokus utama adalah mencegah rekrutmen kembali oleh kelompok bersenjata dengan menawarkan peluang pendidikan dan ekonomi. Pendekatan berbasis komunitas ini juga melibatkan pelatihan bagi orang tua dan pemimpin masyarakat tentang hak-hak anak dan resolusi konflik.
Kesimpulan
Kedua kasus ini menunjukkan pentingnya pendekatan holistik dalam perlindungan anak, yang mencakup pendidikan, dukungan psikososial, dan pemberdayaan ekonomi. Kerja sama antara organisasi internasional, pemerintah lokal, dan komunitas sangat penting untuk keberhasilan program semacam ini.
Sumber:
- Save the Children Resource Centre untuk Makani Initiative.
- World Vision International untuk Peace Clubs di Afrika Tengah.
Beberapa kasus perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri, yakni :
1. Kasus Perdagangan Anak di India
- Tahun 2015: India meluncurkan program "Beti Bachao Beti Padhao - Tahun 2015: India meluncurkan program "Beti Bachao Beti Padhao" untuk mengatasi masalah diskriminasi terhadap anak perempuan dan perdagangan anak. Pemerintah India meluncurkan program ini untuk mengatasi masalah diskriminasi terhadap anak perempuan dan perdagangan anak. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan bagi anak perempuan dan mengurangi praktik aborsi selektif berdasarkan jenis kelamin.
- Tahun 2016: Pemerintah melaporkan penurunan angka perdagangan anak, tetapi masih banyak kasus yang tidak terdeteksi. Meskipun ada upaya pemerintah, banyak kasus perdagangan anak masih terjadi, terutama di daerah pedesaan dan perkotaan yang miskin. Laporan menunjukkan bahwa anak-anak sering kali dijadikan alat untuk pekerjaan domestik, eksploitasi seksual, dan pekerjaan berbahaya.
- Tahun 2020: Laporan menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 meningkatkan risiko perdagangan anak karena meningkatnya kemiskinan dan kurangnya akses pendidikan. Pandemi COVID-19 memperburuk situasi, di mana banyak anak menjadi lebih rentan terhadap perdagangan karena meningkatnya kemiskinan, kehilangan pekerjaan orang tua, dan penutupan sekolah. LSM melaporkan lonjakan dalam kasus perdagangan anak selama masa pandemi.
2. Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Amerika Serikat
- Tahun 2018: Kasus pemisahan keluarga imigran di perbatasan AS-Meksiko menarik perhatian dunia, di mana anak-anak dipisahkan dari orang tua mereka. Kebijakan pemisahan keluarga imigran di perbatasan AS-Meksiko menyebabkan ribuan anak dipisahkan dari orang tua mereka. Kebijakan ini bertujuan untuk menegakkan hukum imigrasi, tetapi mengabaikan dampak psikologis yang dialami anak-anak.
- Tahun 2019: Banyak organisasi hak asasi manusia mengajukan gugatan hukum untuk menghentikan praktik ini dan meminta perlindungan bagi anak-anak.
- Tahun 2021: Pemerintah AS mengumumkan langkah-langkah untuk reunifikasi keluarga dan perlindungan anak-anak yang terdampak.
3. Kasus Eksploitasi Seksual Anak di Thailand
- Tahun 2014: Thailand menghadapi kritik internasional terkait eksploitasi seksual anak, terutama di industri pariwisata.
- Tahun 2016: Pemerintah Thailand memperkenalkan undang-undang baru untuk memperkuat perlindungan anak dan menindak pelaku eksploitasi.
- Tahun 2020: Meskipun ada kemajuan, laporan menunjukkan bahwa eksploitasi seksual anak masih menjadi masalah serius di beberapa daerah.
4. Kasus Pekerja Anak di Bangladesh
- Tahun 2013: Tragedi Rana Plaza mengungkapkan kondisi kerja yang buruk di pabrik garmen, termasuk pekerja anak.
- Tahun 2016: Pemerintah Bangladesh berkomitmen untuk mengurangi pekerja anak melalui program pendidikan dan pelatihan.
- Tahun 2021: Meskipun ada kemajuan, laporan menunjukkan bahwa banyak anak masih terlibat dalam pekerjaan berbahaya.
5. Kasus Akses Pendidikan di Nigeria
- Tahun 2014: Penculikan 276 gadis di Chibok oleh Boko Haram menarik perhatian global terhadap pendidikan anak perempuan.
- Tahun 2016: Pemerintah Nigeria berjanji untuk meningkatkan keamanan sekolah dan akses pendidikan bagi anak-anak.
- Tahun 2020: Meskipun ada upaya, banyak anak masih menghadapi tantangan dalam mendapatkan pendidikan yang aman dan berkualitas.
Melalui kasus-kasus ini, terlihat bahwa perlindungan dan pemberdayaan anak memerlukan perhatian dan tindakan yang berkelanjutan dari pemerintah dan masyarakat internasional.
1. Kasus Perdagangan Anak di India
- Tahun 2015: India meluncurkan program "Beti Bachao Beti Padhao - Tahun 2015: India meluncurkan program "Beti Bachao Beti Padhao" untuk mengatasi masalah diskriminasi terhadap anak perempuan dan perdagangan anak. Pemerintah India meluncurkan program ini untuk mengatasi masalah diskriminasi terhadap anak perempuan dan perdagangan anak. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan bagi anak perempuan dan mengurangi praktik aborsi selektif berdasarkan jenis kelamin.
- Tahun 2016: Pemerintah melaporkan penurunan angka perdagangan anak, tetapi masih banyak kasus yang tidak terdeteksi. Meskipun ada upaya pemerintah, banyak kasus perdagangan anak masih terjadi, terutama di daerah pedesaan dan perkotaan yang miskin. Laporan menunjukkan bahwa anak-anak sering kali dijadikan alat untuk pekerjaan domestik, eksploitasi seksual, dan pekerjaan berbahaya.
- Tahun 2020: Laporan menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 meningkatkan risiko perdagangan anak karena meningkatnya kemiskinan dan kurangnya akses pendidikan. Pandemi COVID-19 memperburuk situasi, di mana banyak anak menjadi lebih rentan terhadap perdagangan karena meningkatnya kemiskinan, kehilangan pekerjaan orang tua, dan penutupan sekolah. LSM melaporkan lonjakan dalam kasus perdagangan anak selama masa pandemi.
2. Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Amerika Serikat
- Tahun 2018: Kasus pemisahan keluarga imigran di perbatasan AS-Meksiko menarik perhatian dunia, di mana anak-anak dipisahkan dari orang tua mereka. Kebijakan pemisahan keluarga imigran di perbatasan AS-Meksiko menyebabkan ribuan anak dipisahkan dari orang tua mereka. Kebijakan ini bertujuan untuk menegakkan hukum imigrasi, tetapi mengabaikan dampak psikologis yang dialami anak-anak.
- Tahun 2019: Banyak organisasi hak asasi manusia mengajukan gugatan hukum untuk menghentikan praktik ini dan meminta perlindungan bagi anak-anak.
- Tahun 2021: Pemerintah AS mengumumkan langkah-langkah untuk reunifikasi keluarga dan perlindungan anak-anak yang terdampak.
3. Kasus Eksploitasi Seksual Anak di Thailand
- Tahun 2014: Thailand menghadapi kritik internasional terkait eksploitasi seksual anak, terutama di industri pariwisata.
- Tahun 2016: Pemerintah Thailand memperkenalkan undang-undang baru untuk memperkuat perlindungan anak dan menindak pelaku eksploitasi.
- Tahun 2020: Meskipun ada kemajuan, laporan menunjukkan bahwa eksploitasi seksual anak masih menjadi masalah serius di beberapa daerah.
4. Kasus Pekerja Anak di Bangladesh
- Tahun 2013: Tragedi Rana Plaza mengungkapkan kondisi kerja yang buruk di pabrik garmen, termasuk pekerja anak.
- Tahun 2016: Pemerintah Bangladesh berkomitmen untuk mengurangi pekerja anak melalui program pendidikan dan pelatihan.
- Tahun 2021: Meskipun ada kemajuan, laporan menunjukkan bahwa banyak anak masih terlibat dalam pekerjaan berbahaya.
5. Kasus Akses Pendidikan di Nigeria
- Tahun 2014: Penculikan 276 gadis di Chibok oleh Boko Haram menarik perhatian global terhadap pendidikan anak perempuan.
- Tahun 2016: Pemerintah Nigeria berjanji untuk meningkatkan keamanan sekolah dan akses pendidikan bagi anak-anak.
- Tahun 2020: Meskipun ada upaya, banyak anak masih menghadapi tantangan dalam mendapatkan pendidikan yang aman dan berkualitas.
Melalui kasus-kasus ini, terlihat bahwa perlindungan dan pemberdayaan anak memerlukan perhatian dan tindakan yang berkelanjutan dari pemerintah dan masyarakat internasional.
Fatimah Anzila Sakinati
2313054001
*YouTuber Parenting Dihukum Penjara 60 Tahun karena Kasus Penganiayaan dan Penelantaran Anak Kandung*
Seorang Youtuber asal Amerika Serikat, Ruby Franke (42), dijatuhi hukuman setelah tersandung kasus pelecehan dan penelantaran anak. Dia sebelumnya mengaku bersalah karena membuat anak-anaknya kelaparan dan menganiaya mereka. Dia muncul bersama mantan rekan bisnisnya Jodi Hildebrandt (54) yang menerima hukuman serupa.
Franke memulai karirnya menjadi seorang Youtuber sejak 2015. Ia membuat saluran YouTube bernama 8 Passengers yang berisi dokumentasi kehidupan keluarganya di Utah bersama suaminya, Kevin, dan enam anak mereka. Karirnya sukses hingga pertengahan Juni 2020. Channel Youtubenya memiliki hampir 2,5 juta subscribe.
Saat itu merupakan masa booming bagi para vlogger parenting. Dia mengatakan kepada media berita lokal bahwa syuting bersama keluarganya membantunya "hidup di masa sekarang dan menikmati anak-anak".
Video-videonya menunjukkan tipikal keluarga yang harmonis dan sering mengobrol bersama. Namun, penggemar mulai curiga ketika pada 2020, salah seorang putranya mengaku dipaksa tidur di bean bag selama tujuh bulan.
Penonton YouTube miliknya kemudian menyisir arsipnya dan menunjukkan metode lain yang meresahkan dan kontroversial yang digunakan oleh Franke, seperti menahan makanan, mengancam akan memenggal kepala boneka binatang, dan "membatalkan" Natal sebagai hukuman.
Kejadian-kejadian kontroversial tersebut memicu petisi yang menuntut penyelidikan. Petisi tersebut menghasilkan ribuan tanda tangan hingga Badan Perlindungan Anak Utah dipanggil, meskipun tidak ada tindakan hukum yang diambil pada saat itu. Franke dan suaminya juga membantah tuduhan itu dan mengatakan bahwa beberapa klip mereka telah diambil di luar konteks.
Petisi tersebut berdampak terhadap popularitasnya di Youtube. Popularitas dan jumlah tayangnya menurun. Karena banyak kehilangan penonton, ia pun menghapus channel Youtubenya pada 2022. Pada saat yang bersamaan, Franke juga berpisah dengan suaminya.
Franke kemudian mulai muncul kembali di video YouTube yang diunggah oleh seorang konselor dan life coach, Hildebrandt, di situsnya yang bernama ConneXions Classroom. Tidak seperti yang biasa Franke tunjukkan di depan kamera, jauh di belakangnya anak-anak Franke menjadi sasaran pelecehan yang lebih kejam.
Menurut catatan polisi, pelecehan dan penganiayaan tersebut termasuk mengikat mereka, memukuli dan menendang, mengabaikan memberi mereka makan, dan memaksa mereka bekerja di luar ruangan pada musim panas tanpa tabir surya yang mengakibatkan luka bakar akibat sinar matahari yang serius.
Hildebrandt juga menyatakan bahwa dia menyiksa dan melecehkan anak-anak tersebut tersebut dengan sadar. Franke juga memaksa salah satu putrinya untuk "melompat ke kaktus beberapa kali".
Jaksa penuntut Utah, Eric Clarke, mengatakan bahwa dua anak Franke, yang saat itu berusia 9 dan 11 tahun, tinggal di 'lingkungan seperti kamp konsentrasi' dan menyebutnya sebagai ancaman signifikan bagi masyarakat. "Anak-anak secara teratur tidak diberi makan, minum, tempat tidur, dan hampir semua bentuk hiburan," kata Clarke dikutip dari BBC.
Akibat ulahnya tersebut, pada 30 Agustus 2023, dia ditangkap bersama rekan bisnisnya di Washington County, Utah, dan didakwa dengan enam dakwaan pelecehan anak berat berdasarkan Undang-Undang Utah. Dari enam dakwaan, empat dakwaan di antaranya dia mengaku bersalah. Hakim menjatuhkan hukuman kepada Franke untuk masing-masing dakwaan selama 15 tahun.
Hukuman tersebut akan dijalankan secara berurutan dan merupakan jumlah maksimum untuk setiap penghitungan berdasarkan hukum Utah. Hingga pada 20 Februari 2024, dia dijatuhi hukuman hingga 60 tahun penjara. Dilansir dari BBC, di pengadilan Franke menangis setelah hukuman tersebut. Dia meminta maaf kepada anak-anaknya.
"Saya sangat bingung sehingga saya percaya bahwa gelap adalah terang dan benar adalah salah," ujarnya. "Saya dituntun untuk percaya bahwa dunia ini adalah tempat yang jahat, penuh dengan polisi yang mengontrol, rumah sakit yang melukai, lembaga pemerintah yang mencuci otak, pemimpin gereja yang berbohong dan bernafsu, suami yang menolak melindungi dan anak-anak yang membutuhkan pelecehan," sambungnya.
Perlindungan dan Pemberdayaan Korban:
Perlindungan Segera: Anak-anak harus dipindahkan dari perawatan Franke dan ditempatkan di lingkungan yang aman dan penuh kasih, seperti panti asuhan atau tempat perlindungan anak.
Konseling dan Terapi: Anak-anak harus menerima konseling dan terapi untuk membantu mereka mengatasi trauma yang mereka alami. Ini harus mencakup sesi terapi individu dan kelompok, serta terapi bermain untuk anak-anak yang lebih muda.
Layanan Dukungan: Keluarga harus menerima layanan dukungan, seperti makanan, pakaian, dan perawatan medis, untuk memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi.
Perlindungan Hukum: Anak-anak harus memiliki perwakilan hukum untuk memastikan hak-hak mereka dilindungi dan suara mereka didengar di pengadilan.
Edukasi dan Kesadaran: Kasus ini harus digunakan untuk meningkatkan kesadaran tentang penganiayaan dan penelantaran anak, serta untuk mendidik publik tentang tanda-tanda penyalahgunaan dan cara melaporkan kasus yang dicurigai.
2313054001
*YouTuber Parenting Dihukum Penjara 60 Tahun karena Kasus Penganiayaan dan Penelantaran Anak Kandung*
Seorang Youtuber asal Amerika Serikat, Ruby Franke (42), dijatuhi hukuman setelah tersandung kasus pelecehan dan penelantaran anak. Dia sebelumnya mengaku bersalah karena membuat anak-anaknya kelaparan dan menganiaya mereka. Dia muncul bersama mantan rekan bisnisnya Jodi Hildebrandt (54) yang menerima hukuman serupa.
Franke memulai karirnya menjadi seorang Youtuber sejak 2015. Ia membuat saluran YouTube bernama 8 Passengers yang berisi dokumentasi kehidupan keluarganya di Utah bersama suaminya, Kevin, dan enam anak mereka. Karirnya sukses hingga pertengahan Juni 2020. Channel Youtubenya memiliki hampir 2,5 juta subscribe.
Saat itu merupakan masa booming bagi para vlogger parenting. Dia mengatakan kepada media berita lokal bahwa syuting bersama keluarganya membantunya "hidup di masa sekarang dan menikmati anak-anak".
Video-videonya menunjukkan tipikal keluarga yang harmonis dan sering mengobrol bersama. Namun, penggemar mulai curiga ketika pada 2020, salah seorang putranya mengaku dipaksa tidur di bean bag selama tujuh bulan.
Penonton YouTube miliknya kemudian menyisir arsipnya dan menunjukkan metode lain yang meresahkan dan kontroversial yang digunakan oleh Franke, seperti menahan makanan, mengancam akan memenggal kepala boneka binatang, dan "membatalkan" Natal sebagai hukuman.
Kejadian-kejadian kontroversial tersebut memicu petisi yang menuntut penyelidikan. Petisi tersebut menghasilkan ribuan tanda tangan hingga Badan Perlindungan Anak Utah dipanggil, meskipun tidak ada tindakan hukum yang diambil pada saat itu. Franke dan suaminya juga membantah tuduhan itu dan mengatakan bahwa beberapa klip mereka telah diambil di luar konteks.
Petisi tersebut berdampak terhadap popularitasnya di Youtube. Popularitas dan jumlah tayangnya menurun. Karena banyak kehilangan penonton, ia pun menghapus channel Youtubenya pada 2022. Pada saat yang bersamaan, Franke juga berpisah dengan suaminya.
Franke kemudian mulai muncul kembali di video YouTube yang diunggah oleh seorang konselor dan life coach, Hildebrandt, di situsnya yang bernama ConneXions Classroom. Tidak seperti yang biasa Franke tunjukkan di depan kamera, jauh di belakangnya anak-anak Franke menjadi sasaran pelecehan yang lebih kejam.
Menurut catatan polisi, pelecehan dan penganiayaan tersebut termasuk mengikat mereka, memukuli dan menendang, mengabaikan memberi mereka makan, dan memaksa mereka bekerja di luar ruangan pada musim panas tanpa tabir surya yang mengakibatkan luka bakar akibat sinar matahari yang serius.
Hildebrandt juga menyatakan bahwa dia menyiksa dan melecehkan anak-anak tersebut tersebut dengan sadar. Franke juga memaksa salah satu putrinya untuk "melompat ke kaktus beberapa kali".
Jaksa penuntut Utah, Eric Clarke, mengatakan bahwa dua anak Franke, yang saat itu berusia 9 dan 11 tahun, tinggal di 'lingkungan seperti kamp konsentrasi' dan menyebutnya sebagai ancaman signifikan bagi masyarakat. "Anak-anak secara teratur tidak diberi makan, minum, tempat tidur, dan hampir semua bentuk hiburan," kata Clarke dikutip dari BBC.
Akibat ulahnya tersebut, pada 30 Agustus 2023, dia ditangkap bersama rekan bisnisnya di Washington County, Utah, dan didakwa dengan enam dakwaan pelecehan anak berat berdasarkan Undang-Undang Utah. Dari enam dakwaan, empat dakwaan di antaranya dia mengaku bersalah. Hakim menjatuhkan hukuman kepada Franke untuk masing-masing dakwaan selama 15 tahun.
Hukuman tersebut akan dijalankan secara berurutan dan merupakan jumlah maksimum untuk setiap penghitungan berdasarkan hukum Utah. Hingga pada 20 Februari 2024, dia dijatuhi hukuman hingga 60 tahun penjara. Dilansir dari BBC, di pengadilan Franke menangis setelah hukuman tersebut. Dia meminta maaf kepada anak-anaknya.
"Saya sangat bingung sehingga saya percaya bahwa gelap adalah terang dan benar adalah salah," ujarnya. "Saya dituntun untuk percaya bahwa dunia ini adalah tempat yang jahat, penuh dengan polisi yang mengontrol, rumah sakit yang melukai, lembaga pemerintah yang mencuci otak, pemimpin gereja yang berbohong dan bernafsu, suami yang menolak melindungi dan anak-anak yang membutuhkan pelecehan," sambungnya.
Perlindungan dan Pemberdayaan Korban:
Perlindungan Segera: Anak-anak harus dipindahkan dari perawatan Franke dan ditempatkan di lingkungan yang aman dan penuh kasih, seperti panti asuhan atau tempat perlindungan anak.
Konseling dan Terapi: Anak-anak harus menerima konseling dan terapi untuk membantu mereka mengatasi trauma yang mereka alami. Ini harus mencakup sesi terapi individu dan kelompok, serta terapi bermain untuk anak-anak yang lebih muda.
Layanan Dukungan: Keluarga harus menerima layanan dukungan, seperti makanan, pakaian, dan perawatan medis, untuk memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi.
Perlindungan Hukum: Anak-anak harus memiliki perwakilan hukum untuk memastikan hak-hak mereka dilindungi dan suara mereka didengar di pengadilan.
Edukasi dan Kesadaran: Kasus ini harus digunakan untuk meningkatkan kesadaran tentang penganiayaan dan penelantaran anak, serta untuk mendidik publik tentang tanda-tanda penyalahgunaan dan cara melaporkan kasus yang dicurigai.
Di negara-negara Skandinavia seperti Swedia dan Norwegia, pemerintah memberikan perhatian besar pada kesejahteraan anak. Kebijakan perlindungan anak di sana sangat kuat, termasuk memastikan semua anak mendapat pendidikan dan layanan kesehatan. Mereka juga memiliki program untuk membantu keluarga menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung tumbuh kembang anak dengan baik. Kekerasan terhadap anak adalah masalah serius di banyak negara, terutama di Afrika Sub-Sahara. Anak-anak sering menjadi korban kekerasan fisik, emosional, dan seksual, baik di rumah maupun di sekolah. Di negara seperti Republik Demokratik Kongo, yang sering mengalami konflik, anak-anak lebih rentan terhadap kekerasan. Untuk melindungi mereka, organisasi masyarakat dan pemerintah setempat biasanya mengadakan program pendidikan tentang hak anak dan memberikan pelatihan kepada orang tua untuk mencegah kekerasan. Di Asia Tenggara, masalah utama adalah perdagangan anak untuk kerja paksa dan eksploitasi seksual. Negara seperti Thailand, Kamboja, dan Vietnam menghadapi masalah ini karena kemiskinan dan kurangnya pendidikan yang membuat anak-anak rentan. Organisasi seperti UNICEF bekerja sama dengan pemerintah untuk mencegah perdagangan anak melalui kampanye kesadaran masyarakat dan membantu korban memulai hidup baru. Di Suriah, konflik bersenjata menyebabkan jutaan anak kehilangan kesempatan sekolah. Untuk mengatasi ini, beberapa program darurat dibuat agar anak-anak pengungsi tetap bisa belajar, misalnya dengan pendekatan belajar nonformal atau penggunaan teknologi. Pendidikan juga membantu mereka mengatasi trauma akibat perang. Sementara itu, di Eropa, anak-anak yang menjadi pengungsi atau korban perang sering mengalami masalah kesehatan mental. Program dukungan, seperti terapi kelompok dan bantuan psikologis, membantu mereka pulih dan merasa lebih aman.
Nama : Euis Mila Nur Lia
Npm : 2313054071
Kasus Eksploitasi Anak Jalanan di Kamboja (2018)
Kronologi:
Sejumlah anak Vietnam dibawa ke Kamboja oleh sindikat perdagangan manusia. Mereka dipaksa mengemis di jalanan dan harus menyerahkan semua uang yang didapat kepada pelaku. Jika gagal memenuhi target harian, anak-anak ini mengalami kekerasan fisik dan tidak diberi makan.
Dari kasus tersebut, kerja sama antara pihak berwenang Vietnam dan Kamboja berhasil menyelamatkan 15 anak. Namun, kasus ini mengungkap bagaimana sindikat perdagangan manusia sering mengeksploitasi anak-anak lintas batas negara.
Npm : 2313054071
Kasus Eksploitasi Anak Jalanan di Kamboja (2018)
Kronologi:
Sejumlah anak Vietnam dibawa ke Kamboja oleh sindikat perdagangan manusia. Mereka dipaksa mengemis di jalanan dan harus menyerahkan semua uang yang didapat kepada pelaku. Jika gagal memenuhi target harian, anak-anak ini mengalami kekerasan fisik dan tidak diberi makan.
Dari kasus tersebut, kerja sama antara pihak berwenang Vietnam dan Kamboja berhasil menyelamatkan 15 anak. Namun, kasus ini mengungkap bagaimana sindikat perdagangan manusia sering mengeksploitasi anak-anak lintas batas negara.
Ratusan anak di Malaysia diduga jadi korban kekerasan seksual dan fisik di panti asuhan
Beberapa anak yang diselamatkan dalam penggerebekan di 20 panti asuhan di Selangor dan Negeri Sembilan itu disodomi dan dipaksa untuk melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain, kata Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain.
Berbicara kepada wartawan dalam konferensi pers di Kuantan pada Rabu (11/09), Razarudin mengatakan beberapa anak juga dipaksa melakukan sodomi terhadap penghuni rumah lainnya, sementara lainnya juga mengalami kekerasan fisik.
“Anak-anak berusia lima tahun terluka akibat benda panas saat mereka melakukan kesalahan,” katanya dalam konferensi pers pada Rabu (11/09) seperti dikutip dari Free Malaysia Today.
Polisi Malaysia telah menangkap 171 tersangka—termasuk guru agama dan pengasuh panti asuhan.
Panti asuhan tersebut diduga terkait dengan organisasi Islam terkemuka di Malaysia yang telah membantah tudingan yang ditujukan terhadapnya.
Razarudin mengatakan 402 anak yang diselamatkan—terdiri dari 201 laki-laki dan 201 perempuan—diduga menjadi korban kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan penelantaran.
Penyelidikan awal menemukan bahwa banyak anak ditempatkan di rumah-rumah ini oleh orang tua mereka agar mereka dapat menjalani pendidikan agama, menurut kantor berita pemerintah Bernama.
Penggerebekan itu terjadi beberapa hari setelah polisi membuka penyelidikan terhadap kelompok usaha Global Ikhwan Services and Business (GISB) atas kasus eksploitasi anak. Polisi kemudian mengonfirmasi bahwa kedua kasus itu saling terkait.
Wakil Inspektur Jenderal Polisi, Ayob Khan Mydin Pitchay, mengatakan penyelidikan awal menemukan bahwa modus operandi GISB adalah mendirikan panti asuhan untuk mengumpulkan sumbangan, menurut laporan New Straits Times.
Beberapa anak yang diselamatkan dalam penggerebekan di 20 panti asuhan di Selangor dan Negeri Sembilan itu disodomi dan dipaksa untuk melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain, kata Inspektur Jenderal Polisi Razarudin Husain.
Berbicara kepada wartawan dalam konferensi pers di Kuantan pada Rabu (11/09), Razarudin mengatakan beberapa anak juga dipaksa melakukan sodomi terhadap penghuni rumah lainnya, sementara lainnya juga mengalami kekerasan fisik.
“Anak-anak berusia lima tahun terluka akibat benda panas saat mereka melakukan kesalahan,” katanya dalam konferensi pers pada Rabu (11/09) seperti dikutip dari Free Malaysia Today.
Polisi Malaysia telah menangkap 171 tersangka—termasuk guru agama dan pengasuh panti asuhan.
Panti asuhan tersebut diduga terkait dengan organisasi Islam terkemuka di Malaysia yang telah membantah tudingan yang ditujukan terhadapnya.
Razarudin mengatakan 402 anak yang diselamatkan—terdiri dari 201 laki-laki dan 201 perempuan—diduga menjadi korban kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan penelantaran.
Penyelidikan awal menemukan bahwa banyak anak ditempatkan di rumah-rumah ini oleh orang tua mereka agar mereka dapat menjalani pendidikan agama, menurut kantor berita pemerintah Bernama.
Penggerebekan itu terjadi beberapa hari setelah polisi membuka penyelidikan terhadap kelompok usaha Global Ikhwan Services and Business (GISB) atas kasus eksploitasi anak. Polisi kemudian mengonfirmasi bahwa kedua kasus itu saling terkait.
Wakil Inspektur Jenderal Polisi, Ayob Khan Mydin Pitchay, mengatakan penyelidikan awal menemukan bahwa modus operandi GISB adalah mendirikan panti asuhan untuk mengumpulkan sumbangan, menurut laporan New Straits Times.
Nama: Penda Amelia
NPM: 2313054073
Kasus-kasus pelecehan di organisasi yang memiliki lebih dari dua juta anggota tersebut terungkap pada 2012 ketika surat kabar The Los Angeles Times menerbitkan ribuan dokumen internal yang menunjukkan tindakan-tindakan yang tidak pantas atau tidak etis selama beberapa dekade.
Pengacara korban menggaambarkannya sebagai "skandal pelecehan seksual terbesar dalam sejarah Amerika Serikat".
Ini adalah skandal pelecehan seksual terbesar di Amerika Serikat," kata Paul Moses, pengacara korban kepada kantor berita AFP.
Pastor Prancis diadili untuk pelecehan seksual terhadap anak pramuka
Pelecehan seksual terhadap gadis delapan tahun yang mengguncang Vietnam
Dibakar sampai mati karena melaporkan pelecehan seksual
Lebih dari 500 murid laki-laki diduga menjadi korban pelecehan seksual di Afghanistan
Dilihat dari sisi jumlah korban, kata Moses, jauh lebih besar dari kasus yang diajukan oleh korban pelecehan seksual di Gereja Katolik di AS.
Moses mengatakan "sudah sejak lama kegiatan kepanduan menjadi incaran para pedofil".
Dalam pramuka, para anggota --yang berusia antara lima hingga 21 tahun-- disumpah untuk menyatakan setia, sering mengadakan kegiatan di alam terbuka, dan jauh dari orang tua, situasi yang digambarkan Moses bisa mendorong aksi pedofil.
Dengan masuknya klaim dari para korban, sekarang bisa dilakukan perundingan antara mereka yang mengeklaim sebagai korban, organisasi Boy Scouts of America, dan pihak asuransi untuk menentukan jumlah ganti rugi yang harus dibayar.
Melalui pernyataan, Boy Scouts of America, mengatakan "mereka sangat terpukul dan prihatin" dengan orang-orang yang terdampak oleh kasus pelecehan.
Mereka mengatakan sudah membuka akses yang memungkinkan para korban mendapatkan dukungan dan menerima kompensasi.
Universitas Cambridge di Inggris digugat mahasiswinya karena pelecehan seksual
Beberapa universitas dinilai 'membungkam' para pengadu kasus pelecehan seksual
Parlemen diguncang 'pelecehan seksual', warga minta pelaku diungkap
"Respons dari para penyintas sungguh sangat memprihatinkan. [Untuk itu] kami meminta maaf," kata pernyataan Boy Scouts of America.
Mereka juga mengatakan "sangat menghargai keberanian" para korban.
Rincian dugaan pelecehan seksual terhadap para anggota kepanduan antara lain terungkap di sekitar 5.000 dokumen.
Sebagian besar insiden tidak dilaporkan ke polisi.
Pada 2010, Moses memenangkan gugatan ganti rugi senilai US$20 juta (sekitar Rp281 miliar) untuk seorang anggota yang menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh ketua regunya.
NPM: 2313054073
Kasus-kasus pelecehan di organisasi yang memiliki lebih dari dua juta anggota tersebut terungkap pada 2012 ketika surat kabar The Los Angeles Times menerbitkan ribuan dokumen internal yang menunjukkan tindakan-tindakan yang tidak pantas atau tidak etis selama beberapa dekade.
Pengacara korban menggaambarkannya sebagai "skandal pelecehan seksual terbesar dalam sejarah Amerika Serikat".
Ini adalah skandal pelecehan seksual terbesar di Amerika Serikat," kata Paul Moses, pengacara korban kepada kantor berita AFP.
Pastor Prancis diadili untuk pelecehan seksual terhadap anak pramuka
Pelecehan seksual terhadap gadis delapan tahun yang mengguncang Vietnam
Dibakar sampai mati karena melaporkan pelecehan seksual
Lebih dari 500 murid laki-laki diduga menjadi korban pelecehan seksual di Afghanistan
Dilihat dari sisi jumlah korban, kata Moses, jauh lebih besar dari kasus yang diajukan oleh korban pelecehan seksual di Gereja Katolik di AS.
Moses mengatakan "sudah sejak lama kegiatan kepanduan menjadi incaran para pedofil".
Dalam pramuka, para anggota --yang berusia antara lima hingga 21 tahun-- disumpah untuk menyatakan setia, sering mengadakan kegiatan di alam terbuka, dan jauh dari orang tua, situasi yang digambarkan Moses bisa mendorong aksi pedofil.
Dengan masuknya klaim dari para korban, sekarang bisa dilakukan perundingan antara mereka yang mengeklaim sebagai korban, organisasi Boy Scouts of America, dan pihak asuransi untuk menentukan jumlah ganti rugi yang harus dibayar.
Melalui pernyataan, Boy Scouts of America, mengatakan "mereka sangat terpukul dan prihatin" dengan orang-orang yang terdampak oleh kasus pelecehan.
Mereka mengatakan sudah membuka akses yang memungkinkan para korban mendapatkan dukungan dan menerima kompensasi.
Universitas Cambridge di Inggris digugat mahasiswinya karena pelecehan seksual
Beberapa universitas dinilai 'membungkam' para pengadu kasus pelecehan seksual
Parlemen diguncang 'pelecehan seksual', warga minta pelaku diungkap
"Respons dari para penyintas sungguh sangat memprihatinkan. [Untuk itu] kami meminta maaf," kata pernyataan Boy Scouts of America.
Mereka juga mengatakan "sangat menghargai keberanian" para korban.
Rincian dugaan pelecehan seksual terhadap para anggota kepanduan antara lain terungkap di sekitar 5.000 dokumen.
Sebagian besar insiden tidak dilaporkan ke polisi.
Pada 2010, Moses memenangkan gugatan ganti rugi senilai US$20 juta (sekitar Rp281 miliar) untuk seorang anggota yang menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh ketua regunya.
1. Pelecehan seksual di AS: 'Skandal terbesar dalam sejarah', hampir 100.000 orang 'menjadi korban' dan tuntut ganti rugi
Kasus-kasus pelecehan di organisasi yang memiliki lebih dari dua juta anggota tersebut terungkap pada 2012 ketika surat kabar The Los Angeles Times menerbitkan ribuan dokumen internal yang menunjukkan tindakan-tindakan yang tidak pantas atau tidak etis selama beberapa dekade.
"Ini adalah skandal pelecehan seksual terbesar di Amerika Serikat," kata Paul Moses, pengacara korban kepada kantor berita AFPDilihat dari sisi jumlah korban, kata Moses, jauh lebih besar dari kasus yang diajukan oleh korban pelecehan seksual di Gereja Katolik di AS.
Moses mengatakan "sudah sejak lama kegiatan kepanduan menjadi incaran para pedofil".
Dalam pramuka, para anggota --yang berusia antara lima hingga 21 tahun-- disumpah untuk menyatakan setia, sering mengadakan kegiatan di alam terbuka, dan jauh dari orang tua, situasi yang digambarkan Moses bisa mendorong aksi pedofil.Dengan masuknya klaim dari para korban, sekarang bisa dilakukan perundingan antara mereka yang mengeklaim sebagai korban, organisasi Boy Scouts of America, dan pihak asuransi untuk menentukan jumlah ganti rugi yang harus dibayar.
Melalui pernyataan, Boy Scouts of America, mengatakan "mereka sangat terpukul dan prihatin" dengan orang-orang yang terdampak oleh kasus pelecehan.
Mereka mengatakan sudah membuka akses yang memungkinkan para korban mendapatkan dukungan dan menerima kompensasi.Respons dari para penyintas sungguh sangat memprihatinkan. [Untuk itu] kami meminta maaf," kata pernyataan Boy Scouts of America.
Mereka juga mengatakan "sangat menghargai keberanian" para korban.
Rincian dugaan pelecehan seksual terhadap para anggota kepanduan antara lain terungkap di sekitar 5.000 dokumen.
Sebagian besar insiden tidak dilaporkan ke polisi.
Pada 2010, Moses memenangkan gugatan ganti rugi senilai US$20 juta (sekitar Rp281 miliar) untuk seorang anggota yang menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh ketua regunya
Pengacara korban menggaambarkannya sebagai "skandal pelecehan seksual terbesar dalam sejarah Amerika Serikat
2. 91 Anak Perempuan Jadi Korban Pelecehan Seksual di Australia
Polisi Australia pada hari Selasa (1/8) mendakwa seorang mantan pekerja penitipan anak melakukan pelecehan seksual terhadap 91 anak perempuan. Pihak berwenang menyebut kasus tersebut sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah baru-baru ini.
Pria berusia 45 tahun itu menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup.
Asisten Komisaris Polisi Federal Australia Justine Gough mengatakan pria itu didakwa dengan 1.623 pelanggaran pelecehan anak yang diduga terjadi di Brisbane, Sydney, dan luar negeri selama periode 15 tahun.Asisten Komisaris Polisi New South Wales Michael Fitzgerald mengatakan itu adalah salah satu kasus terburuk yang pernah dihadapinya dalam 40 tahun kariernya. Tuduhan-tuduhan itu termasuk pemerkosaan dan hubungan intim dengan anak di bawah usia 10 tahun. Tersangka diduga merekam aksinya di ponsel dan kameranya, kata Gough.
Polisi yakin bahwa semua anak Australia yang terlibat telah diidentifikasi dan orang tua mereka telah diberitahu tentang penyelidikan tersebut, katanya.
Polisi menangkap tersangka Agustus tahun lalu setelah memantau aktivitasnya di darknet dan melacak gambar-gambar pelecehan seksual terhadap anak yang beredar di sana.
Gough memuji keberhasilan polisi mengungkap kasus ini, tetapi mengatakan "ini adalah berita yang mengerikan".
Kasus-kasus pelecehan di organisasi yang memiliki lebih dari dua juta anggota tersebut terungkap pada 2012 ketika surat kabar The Los Angeles Times menerbitkan ribuan dokumen internal yang menunjukkan tindakan-tindakan yang tidak pantas atau tidak etis selama beberapa dekade.
"Ini adalah skandal pelecehan seksual terbesar di Amerika Serikat," kata Paul Moses, pengacara korban kepada kantor berita AFPDilihat dari sisi jumlah korban, kata Moses, jauh lebih besar dari kasus yang diajukan oleh korban pelecehan seksual di Gereja Katolik di AS.
Moses mengatakan "sudah sejak lama kegiatan kepanduan menjadi incaran para pedofil".
Dalam pramuka, para anggota --yang berusia antara lima hingga 21 tahun-- disumpah untuk menyatakan setia, sering mengadakan kegiatan di alam terbuka, dan jauh dari orang tua, situasi yang digambarkan Moses bisa mendorong aksi pedofil.Dengan masuknya klaim dari para korban, sekarang bisa dilakukan perundingan antara mereka yang mengeklaim sebagai korban, organisasi Boy Scouts of America, dan pihak asuransi untuk menentukan jumlah ganti rugi yang harus dibayar.
Melalui pernyataan, Boy Scouts of America, mengatakan "mereka sangat terpukul dan prihatin" dengan orang-orang yang terdampak oleh kasus pelecehan.
Mereka mengatakan sudah membuka akses yang memungkinkan para korban mendapatkan dukungan dan menerima kompensasi.Respons dari para penyintas sungguh sangat memprihatinkan. [Untuk itu] kami meminta maaf," kata pernyataan Boy Scouts of America.
Mereka juga mengatakan "sangat menghargai keberanian" para korban.
Rincian dugaan pelecehan seksual terhadap para anggota kepanduan antara lain terungkap di sekitar 5.000 dokumen.
Sebagian besar insiden tidak dilaporkan ke polisi.
Pada 2010, Moses memenangkan gugatan ganti rugi senilai US$20 juta (sekitar Rp281 miliar) untuk seorang anggota yang menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh ketua regunya
Pengacara korban menggaambarkannya sebagai "skandal pelecehan seksual terbesar dalam sejarah Amerika Serikat
2. 91 Anak Perempuan Jadi Korban Pelecehan Seksual di Australia
Polisi Australia pada hari Selasa (1/8) mendakwa seorang mantan pekerja penitipan anak melakukan pelecehan seksual terhadap 91 anak perempuan. Pihak berwenang menyebut kasus tersebut sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah baru-baru ini.
Pria berusia 45 tahun itu menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup.
Asisten Komisaris Polisi Federal Australia Justine Gough mengatakan pria itu didakwa dengan 1.623 pelanggaran pelecehan anak yang diduga terjadi di Brisbane, Sydney, dan luar negeri selama periode 15 tahun.Asisten Komisaris Polisi New South Wales Michael Fitzgerald mengatakan itu adalah salah satu kasus terburuk yang pernah dihadapinya dalam 40 tahun kariernya. Tuduhan-tuduhan itu termasuk pemerkosaan dan hubungan intim dengan anak di bawah usia 10 tahun. Tersangka diduga merekam aksinya di ponsel dan kameranya, kata Gough.
Polisi yakin bahwa semua anak Australia yang terlibat telah diidentifikasi dan orang tua mereka telah diberitahu tentang penyelidikan tersebut, katanya.
Polisi menangkap tersangka Agustus tahun lalu setelah memantau aktivitasnya di darknet dan melacak gambar-gambar pelecehan seksual terhadap anak yang beredar di sana.
Gough memuji keberhasilan polisi mengungkap kasus ini, tetapi mengatakan "ini adalah berita yang mengerikan".
1. Eksploitasi Tenaga Kerja Anak: Anak-anak dipaksa bekerja dalam kondisi berbahaya tanpa akses pendidikan atau perlindungan.
2. Perdagangan Anak: Anak menjadi korban eksploitasi seksual, kerja paksa, atau adopsi ilegal.
3. Anak dalam Konflik Bersenjata: Anak direkrut sebagai tentara atau digunakan dalam operasi militer.
4. Anak Pengungsi: Anak kehilangan akses pendidikan dan kesehatan, serta menghadapi trauma akibat perang atau bencana.
5. Diskriminasi Gender: Anak perempuan menghadapi risiko seperti pernikahan dini atau mutilasi genital perempuan (FGM).
Upaya perlindungan meliputi penyelamatan, rehabilitasi, pemberian pendidikan, serta pelatihan keterampilan untuk mendukung kemandirian mereka.
Contoh kasus :
1.Program Perlindungan Anak di Afrika: - Program Perlindungan Anak di Afrika:
Banyak negara di Afrika telah mengimplementasikan program untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan eksploitasi, termasuk perdagangan anak.
Contoh nyata adalah program yang diluncurkan oleh UNICEF yang berfokus pada rehabilitasi anak-anak yang menjadi korban konflik bersenjata dan eksploitasi seksual.
2.Kekerasan terhadap Anak di Semarang: Di kota Semarang, tercatat 263 kasus kekerasan terhadap anak selama tahun 2020-2021. Kasus ini menunjukkan perlunya perhatian lebih dalam penanganan kekerasan terhadap anak di daerah tersebut.
Kasus perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri mencakup berbagai isu:
2. Perdagangan Anak: Anak menjadi korban eksploitasi seksual, kerja paksa, atau adopsi ilegal.
3. Anak dalam Konflik Bersenjata: Anak direkrut sebagai tentara atau digunakan dalam operasi militer.
4. Anak Pengungsi: Anak kehilangan akses pendidikan dan kesehatan, serta menghadapi trauma akibat perang atau bencana.
5. Diskriminasi Gender: Anak perempuan menghadapi risiko seperti pernikahan dini atau mutilasi genital perempuan (FGM).
Upaya perlindungan meliputi penyelamatan, rehabilitasi, pemberian pendidikan, serta pelatihan keterampilan untuk mendukung kemandirian mereka.
Contoh kasus :
1.Program Perlindungan Anak di Afrika: - Program Perlindungan Anak di Afrika:
Banyak negara di Afrika telah mengimplementasikan program untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan eksploitasi, termasuk perdagangan anak.
Contoh nyata adalah program yang diluncurkan oleh UNICEF yang berfokus pada rehabilitasi anak-anak yang menjadi korban konflik bersenjata dan eksploitasi seksual.
2.Kekerasan terhadap Anak di Semarang: Di kota Semarang, tercatat 263 kasus kekerasan terhadap anak selama tahun 2020-2021. Kasus ini menunjukkan perlunya perhatian lebih dalam penanganan kekerasan terhadap anak di daerah tersebut.
Kasus perlindungan dan pemberdayaan anak di luar negeri mencakup berbagai isu:
Nama :Alna Dwiva S
NPM : 2313054025
Kasus-kasus
1.Victoria Climbié, seorang gadis berusia delapan tahun dari Pantai Gading, disiksa dan dibunuh oleh bibi buyutnya Marie-Thérèse Kouao dan pacarnya Carl Manning di London pada tahun 2000. Meskipun ada banyak peringatan dan tanda-tanda penganiayaan yang dicatat oleh berbagai pihak berwenang, termasuk polisi dan layanan sosial, tidak ada intervensi efektif yang dilakukan. Victoria menderita 128 luka sebelum kematiannya pada tanggal 25 Februari 2000. Penyelidikan selanjutnya mengungkap kegagalan sistemik dalam perlindungan anak, yang menyebabkan reformasi signifikan dalam kebijakan Inggris yang bertujuan untuk melindungi anak-anak124. Baik Kouao maupun Manning dihukum karena pembunuhan dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
2.Negara: Thailand
Tahun: 2018
Operasi besar-besaran polisi di Bangkok, Thailand, menangkap lebih dari 100 wanita dan anak-anak yang dipaksa menjadi buruh seks. Ini merupakan contoh nyata dari perdagangan anak global dan pentingnya perlindungan hukum internasional untuk mengatasi praktik ini.
3.Anak Pekerja Migran
Negara: Arab Saudi
Tahun: 2019
Laporan Amnesty International tentang kondisi anak pekerja migran di Arab Saudi menunjukkan eksploitasi dan kekerasan yang dialami oleh anak-anak yang bekerja di industri konstruksi dan pertanian.
NPM : 2313054025
Kasus-kasus
1.Victoria Climbié, seorang gadis berusia delapan tahun dari Pantai Gading, disiksa dan dibunuh oleh bibi buyutnya Marie-Thérèse Kouao dan pacarnya Carl Manning di London pada tahun 2000. Meskipun ada banyak peringatan dan tanda-tanda penganiayaan yang dicatat oleh berbagai pihak berwenang, termasuk polisi dan layanan sosial, tidak ada intervensi efektif yang dilakukan. Victoria menderita 128 luka sebelum kematiannya pada tanggal 25 Februari 2000. Penyelidikan selanjutnya mengungkap kegagalan sistemik dalam perlindungan anak, yang menyebabkan reformasi signifikan dalam kebijakan Inggris yang bertujuan untuk melindungi anak-anak124. Baik Kouao maupun Manning dihukum karena pembunuhan dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
2.Negara: Thailand
Tahun: 2018
Operasi besar-besaran polisi di Bangkok, Thailand, menangkap lebih dari 100 wanita dan anak-anak yang dipaksa menjadi buruh seks. Ini merupakan contoh nyata dari perdagangan anak global dan pentingnya perlindungan hukum internasional untuk mengatasi praktik ini.
3.Anak Pekerja Migran
Negara: Arab Saudi
Tahun: 2019
Laporan Amnesty International tentang kondisi anak pekerja migran di Arab Saudi menunjukkan eksploitasi dan kekerasan yang dialami oleh anak-anak yang bekerja di industri konstruksi dan pertanian.
Nama: Zahwa Ramadhani
Npm : 2313054043
Kelas : 3 A
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sebagai Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) berkomitmen untuk turut serta dalam penanganan dugaan kasus TPPO yang menimpa 20 Warga Negara Indonesia (WNI) di Myawaddy, Myanmar.Dalam kasus ini, Kemen PPPA selaku Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO, melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, khususnya Peduli WNI Kementerian Luar Negeri (PWNI Kemlu) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) untuk menindaklanjuti sesuai dengan kebutuhan korban, temasuk pemulangan korban kembali ke Indonesia. Koordinasi ini penting kami lakukan karena penanganan TPPO harus dilaksanakan secara lintas sektor. Seluruh pihak harus bekerja bersama, bukan hanya sama-sama bekerja,” ujar Menteri PPPA, di Jakarta, Jumat (5/5).
Menurut Menteri PPPA, Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon dan KBRI Bangkok telah menindaklanjuti kasus TPPO yang menggunakan modus scamming online di Myanmar.
Pemerintah Indonesia telah mengirimkan nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Myanmar, berkoordinasi dengan otoritas setempat, dan berkerja sama dengan lembaga internasional, seperti International Organisation for Migration (IOM) dan Regional Support Office Bali Process di Bangkok. Namun demikian, tantangan di lapangan memang tinggi karena mayoritas WNI berada di Myawaddy yang merupakan lokasi konflik bersenjata.
Lebih lanjut, Menteri PPPA mengatakan, Indonesia sebagai negara yang strategis, tidak hanya dijadikan lokasi transit dan tujuan TPPO, tetapi juga menjadi negara pemasok praktik ilegal. “Maraknya kasus TPPO adalah fenomena gunung es. Artinya, kasus yang terjadi lebih banyak dari yang terlaporkan. Hal ini disebabkan masih adanya keengganan korban untuk melapor, tidak tahu bagaimana caranya melapor, atau bahkan tidak menyadari bahwa dirinya menjadi korban TPPO,” kata Menteri PPPA.
"Berkaitan dengan hal tersebut, Kemen PPPA telah mendorong Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2023 Tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) PP TPPO Tahun 2020–2024 yang terdiri atas 6 (enam) strategi, yaitu peningkatan upaya pencegahan TPPO; penguatan rehabilitasi kesehatan; penguatan rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial; penguatan pengembangan norma hukum; penguatan penegakan hukum; serta peningkatan koordinasi dan kerja sama dapat dilaksanakan dengan baik oleh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait.
Selain itu, sesuai dengan Rapat Tingkat Menteri yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri PPPA, Menteri Dalam Negeri, dan Perwakilan K/L terkait pada 3 Mei 2023, kami tengah menyiapkan road map upaya pemberantasan TPPO yang sejalan dengan RAN PP TPPO, dan diharapkan dapat menguatkan komitmen semua pihak agar isu TPPO dapat menjadi isu prioritas nasional. Harapannya, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia ini dapat menekan kasus dan korban TPPO ke depannya, seperti kasus di Myanmar tersebut," tutup menteri PPPA
Npm : 2313054043
Kelas : 3 A
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sebagai Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) berkomitmen untuk turut serta dalam penanganan dugaan kasus TPPO yang menimpa 20 Warga Negara Indonesia (WNI) di Myawaddy, Myanmar.Dalam kasus ini, Kemen PPPA selaku Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO, melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, khususnya Peduli WNI Kementerian Luar Negeri (PWNI Kemlu) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) untuk menindaklanjuti sesuai dengan kebutuhan korban, temasuk pemulangan korban kembali ke Indonesia. Koordinasi ini penting kami lakukan karena penanganan TPPO harus dilaksanakan secara lintas sektor. Seluruh pihak harus bekerja bersama, bukan hanya sama-sama bekerja,” ujar Menteri PPPA, di Jakarta, Jumat (5/5).
Menurut Menteri PPPA, Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon dan KBRI Bangkok telah menindaklanjuti kasus TPPO yang menggunakan modus scamming online di Myanmar.
Pemerintah Indonesia telah mengirimkan nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Myanmar, berkoordinasi dengan otoritas setempat, dan berkerja sama dengan lembaga internasional, seperti International Organisation for Migration (IOM) dan Regional Support Office Bali Process di Bangkok. Namun demikian, tantangan di lapangan memang tinggi karena mayoritas WNI berada di Myawaddy yang merupakan lokasi konflik bersenjata.
Lebih lanjut, Menteri PPPA mengatakan, Indonesia sebagai negara yang strategis, tidak hanya dijadikan lokasi transit dan tujuan TPPO, tetapi juga menjadi negara pemasok praktik ilegal. “Maraknya kasus TPPO adalah fenomena gunung es. Artinya, kasus yang terjadi lebih banyak dari yang terlaporkan. Hal ini disebabkan masih adanya keengganan korban untuk melapor, tidak tahu bagaimana caranya melapor, atau bahkan tidak menyadari bahwa dirinya menjadi korban TPPO,” kata Menteri PPPA.
"Berkaitan dengan hal tersebut, Kemen PPPA telah mendorong Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2023 Tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) PP TPPO Tahun 2020–2024 yang terdiri atas 6 (enam) strategi, yaitu peningkatan upaya pencegahan TPPO; penguatan rehabilitasi kesehatan; penguatan rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial; penguatan pengembangan norma hukum; penguatan penegakan hukum; serta peningkatan koordinasi dan kerja sama dapat dilaksanakan dengan baik oleh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait.
Selain itu, sesuai dengan Rapat Tingkat Menteri yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri PPPA, Menteri Dalam Negeri, dan Perwakilan K/L terkait pada 3 Mei 2023, kami tengah menyiapkan road map upaya pemberantasan TPPO yang sejalan dengan RAN PP TPPO, dan diharapkan dapat menguatkan komitmen semua pihak agar isu TPPO dapat menjadi isu prioritas nasional. Harapannya, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia ini dapat menekan kasus dan korban TPPO ke depannya, seperti kasus di Myanmar tersebut," tutup menteri PPPA
Thalita Dwi Aqilah
2313054055 - 3A
1.
Kasus tentang : Predator Seks Online
Negara : Korea Selatan
Tahun berita : Agustus 2024
Link berita :
https://search.app?link=https%3A%2F%2Fwww.cnbcindonesia.com%2Fnews%2F20240831135106-4-568010%2Fanak-anak-di-korea-selatan-ketakutan-predator-seks-online-berkeliaran&utm_campaign=aga&utm_source=agsadl1%2Csh%2Fx%2Fgs%2Fm2%2F4
Isi Berita :
Kejahatan seksual menggunakan teknologi digital deepfake di Korea Selatan tengah marak. Dan, hampir 6 dari 10 korban kejahatan seksual deepfake yang diselidiki Kepolisian di negara itu adalah anak di bawah umur.
Dari data terbaru yang dikeluarkan Badan Kepolisian Nasional yang diserahkan ke perwakilan Yang Boo-nam dari Partai Demokrat, terdapat 527 kasus kejahatan yang dilaporkan ke polisi antara tahun 2021 - 2023, dan 315 korban atau 59,8% diidentifikasi sebagai remaja. Demikian melansir The Korean Herald, Sabtu (31/8/2024). Proporsi itu melebihi kelompok umur lainnya, yakni kelompok usia 20an, sebesar 32,1% diikuti kelompok usia 30an sebesar 5,3% dan usia 40an sebesar 1,1%.
Deepfake mengacu pada penggunaan teknologi digital, khususnya kecerdasan buatan, untuk menghasilkan foto, video, atau file audio yang dimanipulasi. Teknologi itu sering digunakan untuk membuat konten berbahaya dan eksplisit secara seksual yang didistribusikan secara online tanpa persetujuan dari individu yang terlibat. Jumlah korban di bawah umur melonjak dari 53 pada tahun 2021 menjadi 81 pada tahun 2022, dan 181 pada tahun 2023, menandai peningkatan 3 - 4 kali lipat dalam dua tahun.
Yang mengejutkan, banyak pelakunya juga masih di bawah umur. Jumlahnya semakin bertambah seiring dengan semakin mudahnya akses terhadap teknologi deepfake. Jika dilihat dari seluruh tersangka yang didakwa pembuat video palsu ini paling banyak dilakukan oleh usia remaja. Jumlahnya, 65,4% pada tahun 2021, dan terus meningkat menjadi 61,2% pada tahun 2022, dan 75,8% pada tahun 2023. Sedangkan pada tahun ini mencapai 73,6% dari bulan Januari hingga Juli.
"Mengingat sebagian besar korban deepfake adalah remaja, kita perlu mengembangkan kebijakan yang efektif," kata Yang Boo-Nam. Yang menjelaskan kebijakan yang dimaksud terdapat kebutuhan yang mendesak untuk membentuk Undang-Undang yang mendukung penyelidikan, dan hukuman yang lebih ketat. Mengingat tingkat penangkapan yang rendah dibandingkan jumlah insiden.
_______________________________________
2.
Kasus tentang : kekerasan anak
Negara: Korea Selatan
Tahun berita : Januari 2021
Link berita: https://search.app?link=https%3A%2F%2Fwww.cnnindonesia.com%2Fgaya-hidup%2F20210104174823-284-589356%2Fviral-kisah-jeongin-bayi-kecil-korban-kekerasan-orang-tua&utm_campaign=aga&utm_source=agsadl1%2Csh%2Fx%2Fgs%2Fm2%2F4
Isi berita :
Kasus kekerasan terhadap bayi menggemaskan di Korea Selatan tengah ramai dibicarakan warganet. Seorang bayi berusia 16 bulan dilaporkan mengalami kekerasan oleh orang tuanya hingga meninggal dunia.
Kabar mengenai bayi bernama Jeongin itu sempat menjadi trending di media sosial. Banyak orang yang melontarkan keprihatinannya atas kasus tersebut.
Dilaporkan bahwa Jeongin meninggal dunia akibat kekerasan yang dilakukan oleh orang tuanya. Jeongin sendiri merupakan anak adopsi yang dirawat oleh orang tua angkatnya sejak usia tujuh bulan. Mengutip berbagai sumber, pihak kepolisian di Seoul, Korea Selatan, menangkap kedua orang tua angkat Jeongin pada 13 Oktober 2020 lalu. Keduanya ditangkap sehubungan dengan kasus kematian putri mereka.
Kala itu, Jeongin dibawa ke UGD dalam keadaan penuh darah karena pankreasnya diamputasi. Beberapa organ tubuhnya juga ditemukan telah rusak. Jeongin mengembuskan napas terakhirnya di rumah sakit saat kedua orang tuanya tengah diperiksa pihak kepolisian. Hal ini kemudian memicu amarah masyarakat Korea Selatan. Utamanya karena keluarga pernah muncul di sebuah acara televisi menggambarkan sebagai keluarga yang harmonis.
Sejumlah gambar foto Jeongin sebelum dan setelah diadopsi pun tersebar di dunia maya. Keduanya memperlihatkan kondisi yang jauh berbeda. Jeongin yang ceria dan menggemaskan pada mulanya, menjadi Jeongin yang lesu seolah tak berdaya. Akibatnya, masyarakat Korea Selatan membuat sebuah petisi daring untuk mengungkap kasus kekerasan yang dialami Jeongin. Petisi itu didaftarkan dalam laman Blue House.
Kasus Jeongin pertama kali mendapat perhatian publik setelah dibahas oleh salah satu program televisi pada 2 Januari lalu. Setelahnya, tagar #sorryjeingin menjadi trending sebagai wujud keprihatinan sekaligus penyadaran akan pentingnya perlindungan anak.
2313054055 - 3A
1.
Kasus tentang : Predator Seks Online
Negara : Korea Selatan
Tahun berita : Agustus 2024
Link berita :
https://search.app?link=https%3A%2F%2Fwww.cnbcindonesia.com%2Fnews%2F20240831135106-4-568010%2Fanak-anak-di-korea-selatan-ketakutan-predator-seks-online-berkeliaran&utm_campaign=aga&utm_source=agsadl1%2Csh%2Fx%2Fgs%2Fm2%2F4
Isi Berita :
Kejahatan seksual menggunakan teknologi digital deepfake di Korea Selatan tengah marak. Dan, hampir 6 dari 10 korban kejahatan seksual deepfake yang diselidiki Kepolisian di negara itu adalah anak di bawah umur.
Dari data terbaru yang dikeluarkan Badan Kepolisian Nasional yang diserahkan ke perwakilan Yang Boo-nam dari Partai Demokrat, terdapat 527 kasus kejahatan yang dilaporkan ke polisi antara tahun 2021 - 2023, dan 315 korban atau 59,8% diidentifikasi sebagai remaja. Demikian melansir The Korean Herald, Sabtu (31/8/2024). Proporsi itu melebihi kelompok umur lainnya, yakni kelompok usia 20an, sebesar 32,1% diikuti kelompok usia 30an sebesar 5,3% dan usia 40an sebesar 1,1%.
Deepfake mengacu pada penggunaan teknologi digital, khususnya kecerdasan buatan, untuk menghasilkan foto, video, atau file audio yang dimanipulasi. Teknologi itu sering digunakan untuk membuat konten berbahaya dan eksplisit secara seksual yang didistribusikan secara online tanpa persetujuan dari individu yang terlibat. Jumlah korban di bawah umur melonjak dari 53 pada tahun 2021 menjadi 81 pada tahun 2022, dan 181 pada tahun 2023, menandai peningkatan 3 - 4 kali lipat dalam dua tahun.
Yang mengejutkan, banyak pelakunya juga masih di bawah umur. Jumlahnya semakin bertambah seiring dengan semakin mudahnya akses terhadap teknologi deepfake. Jika dilihat dari seluruh tersangka yang didakwa pembuat video palsu ini paling banyak dilakukan oleh usia remaja. Jumlahnya, 65,4% pada tahun 2021, dan terus meningkat menjadi 61,2% pada tahun 2022, dan 75,8% pada tahun 2023. Sedangkan pada tahun ini mencapai 73,6% dari bulan Januari hingga Juli.
"Mengingat sebagian besar korban deepfake adalah remaja, kita perlu mengembangkan kebijakan yang efektif," kata Yang Boo-Nam. Yang menjelaskan kebijakan yang dimaksud terdapat kebutuhan yang mendesak untuk membentuk Undang-Undang yang mendukung penyelidikan, dan hukuman yang lebih ketat. Mengingat tingkat penangkapan yang rendah dibandingkan jumlah insiden.
_______________________________________
2.
Kasus tentang : kekerasan anak
Negara: Korea Selatan
Tahun berita : Januari 2021
Link berita: https://search.app?link=https%3A%2F%2Fwww.cnnindonesia.com%2Fgaya-hidup%2F20210104174823-284-589356%2Fviral-kisah-jeongin-bayi-kecil-korban-kekerasan-orang-tua&utm_campaign=aga&utm_source=agsadl1%2Csh%2Fx%2Fgs%2Fm2%2F4
Isi berita :
Kasus kekerasan terhadap bayi menggemaskan di Korea Selatan tengah ramai dibicarakan warganet. Seorang bayi berusia 16 bulan dilaporkan mengalami kekerasan oleh orang tuanya hingga meninggal dunia.
Kabar mengenai bayi bernama Jeongin itu sempat menjadi trending di media sosial. Banyak orang yang melontarkan keprihatinannya atas kasus tersebut.
Dilaporkan bahwa Jeongin meninggal dunia akibat kekerasan yang dilakukan oleh orang tuanya. Jeongin sendiri merupakan anak adopsi yang dirawat oleh orang tua angkatnya sejak usia tujuh bulan. Mengutip berbagai sumber, pihak kepolisian di Seoul, Korea Selatan, menangkap kedua orang tua angkat Jeongin pada 13 Oktober 2020 lalu. Keduanya ditangkap sehubungan dengan kasus kematian putri mereka.
Kala itu, Jeongin dibawa ke UGD dalam keadaan penuh darah karena pankreasnya diamputasi. Beberapa organ tubuhnya juga ditemukan telah rusak. Jeongin mengembuskan napas terakhirnya di rumah sakit saat kedua orang tuanya tengah diperiksa pihak kepolisian. Hal ini kemudian memicu amarah masyarakat Korea Selatan. Utamanya karena keluarga pernah muncul di sebuah acara televisi menggambarkan sebagai keluarga yang harmonis.
Sejumlah gambar foto Jeongin sebelum dan setelah diadopsi pun tersebar di dunia maya. Keduanya memperlihatkan kondisi yang jauh berbeda. Jeongin yang ceria dan menggemaskan pada mulanya, menjadi Jeongin yang lesu seolah tak berdaya. Akibatnya, masyarakat Korea Selatan membuat sebuah petisi daring untuk mengungkap kasus kekerasan yang dialami Jeongin. Petisi itu didaftarkan dalam laman Blue House.
Kasus Jeongin pertama kali mendapat perhatian publik setelah dibahas oleh salah satu program televisi pada 2 Januari lalu. Setelahnya, tagar #sorryjeingin menjadi trending sebagai wujud keprihatinan sekaligus penyadaran akan pentingnya perlindungan anak.
Nama : ARILLI RAMANDA KURNIAWAN
NPM : 2313054053
Kelas : 3.A
Kasus :
• Peleceh Seksual di AS : Skandal Terbesar dalam Sejarah, hampir 100.000 Orang menjadi korban dan Tuntut Ganti Rugi
Hampir 100.000 orang yang diduga menjadi korban pelecehan seksual di organisasi pramuka untuk anak laki-laki di Amerika Serikat, Boy Scouts of America (BSA), menyatakan mereka menuntut kompensasi. Langkah ini diambil menjelang batas akhir pengajuan klaim yang jatuh pada Senin (16/11) malam waktu setempat.
Kasus-kasus pelecehan di organisasi yang memiliki lebih dari dua juta anggota tersebut terungkap pada 2012 ketika surat kabar The Los Angeles Times menerbitkan ribuan dokumen internal yang menunjukkan tindakan-tindakan yang tidak pantas atau tidak etis selama beberapa dekade. Pengacara korban menggambarkannya sebagai "skandal pelecehan seksual terbesar dalam sejarah Amerika Serikat".
Dilihat dari sisi jumlah korban, kata Moses, jauh lebih besar dari kasus yang diajukan oleh korban pelecehan seksual di Gereja Katolik di AS. Moses mengatakan "sudah sejak lama kegiatan kepanduan menjadi incaran para pedofil".
Dalam pramuka, para anggota --yang berusia antara lima hingga 21 tahun-- disumpah untuk menyatakan setia, sering mengadakan kegiatan di alam terbuka, dan jauh dari orang tua, situasi yang digambarkan Moses bisa mendorong aksi pedofil.
NPM : 2313054053
Kelas : 3.A
Kasus :
• Peleceh Seksual di AS : Skandal Terbesar dalam Sejarah, hampir 100.000 Orang menjadi korban dan Tuntut Ganti Rugi
Hampir 100.000 orang yang diduga menjadi korban pelecehan seksual di organisasi pramuka untuk anak laki-laki di Amerika Serikat, Boy Scouts of America (BSA), menyatakan mereka menuntut kompensasi. Langkah ini diambil menjelang batas akhir pengajuan klaim yang jatuh pada Senin (16/11) malam waktu setempat.
Kasus-kasus pelecehan di organisasi yang memiliki lebih dari dua juta anggota tersebut terungkap pada 2012 ketika surat kabar The Los Angeles Times menerbitkan ribuan dokumen internal yang menunjukkan tindakan-tindakan yang tidak pantas atau tidak etis selama beberapa dekade. Pengacara korban menggambarkannya sebagai "skandal pelecehan seksual terbesar dalam sejarah Amerika Serikat".
Dilihat dari sisi jumlah korban, kata Moses, jauh lebih besar dari kasus yang diajukan oleh korban pelecehan seksual di Gereja Katolik di AS. Moses mengatakan "sudah sejak lama kegiatan kepanduan menjadi incaran para pedofil".
Dalam pramuka, para anggota --yang berusia antara lima hingga 21 tahun-- disumpah untuk menyatakan setia, sering mengadakan kegiatan di alam terbuka, dan jauh dari orang tua, situasi yang digambarkan Moses bisa mendorong aksi pedofil.
Nur Sapanah Afifah
2313054061
Wanita di China dijatuhi hukuman mati karena perdagangan 17 anak
Seorang wanita dijatuhi hukuman mati karena menculik dan memperdagangkan 17 anak, menurut persidangan ulang yang dilakukan pengadilan di Provinsi Guizhou, China barat daya pada Jumat. Pada September 2023, Pengadilan Menengah Rakyat Guiyang menjatuhkan hukuman mati kepada Yu Huaying setelah menyatakan wanita tersebut bersalah atas penculikan dan perdagangan 11 anak dari Guizhou dan Chongqing ke Kota Handan di Provinsi Hebei antara 1993 dan 1996. Ia juga bahkan memperdagangkan anaknya sendiri. Sidang ulang Yu Huaying (61), telah menarik perhatian publik yang besar di seluruh negeri setelah kejahatannya terungkap pada 2022, ketika seorang korban berusia 34 tahun melaporkan cobaan beratnya karena diperdagangkan oleh Yu.
Yu dan kaki tangannya, seorang pria yang kini telah meninggal dunia, menjual anak-anak tersebut untuk mendapatkan keuntungan. Yu segera mengajukan banding atas putusan tersebut. Pada November 2023, Pengadilan Tinggi Rakyat Provinsi Guizhou mengadakan persidangan tingkat kedua dan, pada Januari 2024, memerintahkan persidangan ulang kasus tersebut setelah polisi menemukan bahwa Yu terlibat dalam lebih banyak kasus perdagangan anak. Yu Huaying dinyatakan bersalah atas penculikan anak setelah sidang ulang. Jumlah anak yang terlibat dalam kasus perdagangan anak yang menjadi sorotan publik itu meningkat dari 11 menjadi 17 orang. Anak-anak tersebut berasal dari 12 keluarga, lima di antaranya kehilangan dua anak sekaligus, menurut pengadilan. Beberapa anak bahkan ditinggalkan di tengah jalan. Hak politik Yu juga dicabut seumur hidup dan seluruh properti pribadinya akan disita.
Yu pertama kali menerima hukuman mati pada 2023. Dia dijatuhi hukuman mati lagi pada Jumat, setelah persidangan ulang. Kasus ini telah menarik minat publik yang besar di Tiongkok dan reaksi media sosial terhadap putusan tersebut sebagian besar mendukungDi Tiongkok, hukuman mati dijatuhkan dalam kasus-kasus paling ekstrem untuk kejahatan seperti perdagangan narkoba, pembunuhan, dan pemerkosaan. Hukuman mati juga telah dijatuhkan untuk kasus korupsi politik dan penyuapan. Berdasarkan hukum Tiongkok, siapa pun yang terbukti bersalah melakukan perdagangan perempuan atau anak-anak akan menghadapi hukuman penjara mulai dari lima hingga sepuluh tahun, serta denda.
Perlindungan anak dalam konteks ini mencakup upaya pencegahan, deteksi dini, dan penanganan kasus perdagangan anak. Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui edukasi kepada masyarakat, terutama orang tua, mengenai tanda-tanda perdagangan anak, serta pentingnya pengawasan terhadap anak-anak. Deteksi dini melibatkan kerjasama antara berbagai pihak, seperti kepolisian, pekerja sosial, dan masyarakat, untuk mengenali dan melaporkan kasus yang mencurigakan. Penanganan kasus ini meliputi penyelamatan anak-anak korban, pemberian perlindungan dan dukungan psikologis, serta penuntutan pelaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, perlindungan anak juga mencakup upaya untuk mencegah terjadinya perdagangan anak di masa depan, seperti memperkuat sistem perlindungan anak, meningkatkan pengawasan terhadap lembaga-lembaga yang berhubungan dengan anak, serta kerjasama internasional untuk memberantas jaringan perdagangan anak lintas negara.
Kasus ini menunjukkan bahwa perdagangan manusia, bahkan terhadap anak-anak, masih menjadi masalah serius di beberapa negara, termasuk China. Hukuman mati yang dijatuhkan pada pelaku merupakan bentuk hukuman yang sangat berat dan menjadi perdebatan di kalangan masyarakat internasional.
2313054061
Wanita di China dijatuhi hukuman mati karena perdagangan 17 anak
Seorang wanita dijatuhi hukuman mati karena menculik dan memperdagangkan 17 anak, menurut persidangan ulang yang dilakukan pengadilan di Provinsi Guizhou, China barat daya pada Jumat. Pada September 2023, Pengadilan Menengah Rakyat Guiyang menjatuhkan hukuman mati kepada Yu Huaying setelah menyatakan wanita tersebut bersalah atas penculikan dan perdagangan 11 anak dari Guizhou dan Chongqing ke Kota Handan di Provinsi Hebei antara 1993 dan 1996. Ia juga bahkan memperdagangkan anaknya sendiri. Sidang ulang Yu Huaying (61), telah menarik perhatian publik yang besar di seluruh negeri setelah kejahatannya terungkap pada 2022, ketika seorang korban berusia 34 tahun melaporkan cobaan beratnya karena diperdagangkan oleh Yu.
Yu dan kaki tangannya, seorang pria yang kini telah meninggal dunia, menjual anak-anak tersebut untuk mendapatkan keuntungan. Yu segera mengajukan banding atas putusan tersebut. Pada November 2023, Pengadilan Tinggi Rakyat Provinsi Guizhou mengadakan persidangan tingkat kedua dan, pada Januari 2024, memerintahkan persidangan ulang kasus tersebut setelah polisi menemukan bahwa Yu terlibat dalam lebih banyak kasus perdagangan anak. Yu Huaying dinyatakan bersalah atas penculikan anak setelah sidang ulang. Jumlah anak yang terlibat dalam kasus perdagangan anak yang menjadi sorotan publik itu meningkat dari 11 menjadi 17 orang. Anak-anak tersebut berasal dari 12 keluarga, lima di antaranya kehilangan dua anak sekaligus, menurut pengadilan. Beberapa anak bahkan ditinggalkan di tengah jalan. Hak politik Yu juga dicabut seumur hidup dan seluruh properti pribadinya akan disita.
Yu pertama kali menerima hukuman mati pada 2023. Dia dijatuhi hukuman mati lagi pada Jumat, setelah persidangan ulang. Kasus ini telah menarik minat publik yang besar di Tiongkok dan reaksi media sosial terhadap putusan tersebut sebagian besar mendukungDi Tiongkok, hukuman mati dijatuhkan dalam kasus-kasus paling ekstrem untuk kejahatan seperti perdagangan narkoba, pembunuhan, dan pemerkosaan. Hukuman mati juga telah dijatuhkan untuk kasus korupsi politik dan penyuapan. Berdasarkan hukum Tiongkok, siapa pun yang terbukti bersalah melakukan perdagangan perempuan atau anak-anak akan menghadapi hukuman penjara mulai dari lima hingga sepuluh tahun, serta denda.
Perlindungan anak dalam konteks ini mencakup upaya pencegahan, deteksi dini, dan penanganan kasus perdagangan anak. Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui edukasi kepada masyarakat, terutama orang tua, mengenai tanda-tanda perdagangan anak, serta pentingnya pengawasan terhadap anak-anak. Deteksi dini melibatkan kerjasama antara berbagai pihak, seperti kepolisian, pekerja sosial, dan masyarakat, untuk mengenali dan melaporkan kasus yang mencurigakan. Penanganan kasus ini meliputi penyelamatan anak-anak korban, pemberian perlindungan dan dukungan psikologis, serta penuntutan pelaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, perlindungan anak juga mencakup upaya untuk mencegah terjadinya perdagangan anak di masa depan, seperti memperkuat sistem perlindungan anak, meningkatkan pengawasan terhadap lembaga-lembaga yang berhubungan dengan anak, serta kerjasama internasional untuk memberantas jaringan perdagangan anak lintas negara.
Kasus ini menunjukkan bahwa perdagangan manusia, bahkan terhadap anak-anak, masih menjadi masalah serius di beberapa negara, termasuk China. Hukuman mati yang dijatuhkan pada pelaku merupakan bentuk hukuman yang sangat berat dan menjadi perdebatan di kalangan masyarakat internasional.
nama: niswa alima
NMP: 2313054007
Kasus: Rehabilitasi dan Pendidikan untuk Anak-anak Tentara di Afrika Tengah
Latar Belakang
Di beberapa negara seperti Republik Demokratik Kongo dan Sudan Selatan, kelompok militan merekrut anak-anak sebagai tentara dalam konflik bersenjata. Anak-anak ini sering dipaksa untuk melakukan tindakan kekerasan, sehingga mengalami trauma psikologis yang mendalam, kehilangan pendidikan, dan kehilangan masa kecil mereka.
Tantangan
-Anak-anak yang direkrut oleh militan seringkali mengalami stigma ketika kembali ke komunitas mereka.
-Kurangnya akses ke program rehabilitasi dan pendidikan membuat mereka kesulitan untuk kembali ke kehidupan normal.
-Banyak anak yang takut melarikan diri karena ancaman kekerasan atau ketidakpastian masa depan.
Inisiatif Perlindungan dan Pemberdayaan
UNICEF dan Mitra Lokal
UNICEF bekerja sama dengan LSM setempat seperti War Child dan Child Soldiers International untuk:
1. Membebaskan anak-anak dari kelompok bersenjata melalui negosiasi damai.
2. Memberikan dukungan psikososial dan layanan kesehatan mental kepada anak-anak yang terkena dampak.
Program Reintegrasi
-Anak-anak diberi pelatihan keterampilan hidup seperti menjahit, pertanian, dan reparasi untuk membantu mereka membangun kehidupan mandiri.
-Pendidikan formal dan informal diberikan agar anak-anak bisa kembali ke sekolah.
Kampanye Anti-Rekrutmen Anak
-Pemerintah dan organisasi internasional meluncurkan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya rekrutmen anak.
-Program edukasi untuk komunitas membantu menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak-anak yang kembali.
Hasil
1. Ribuan anak telah dibebaskan dari kelompok bersenjata di wilayah tersebut.
2. Program rehabilitasi berhasil membantu anak-anak mengatasi trauma mereka, dan banyak dari mereka kini melanjutkan pendidikan atau bekerja.
3. Komunitas lebih sadar dan mendukung reintegrasi anak-anak ini ke masyarakat.
NMP: 2313054007
Kasus: Rehabilitasi dan Pendidikan untuk Anak-anak Tentara di Afrika Tengah
Latar Belakang
Di beberapa negara seperti Republik Demokratik Kongo dan Sudan Selatan, kelompok militan merekrut anak-anak sebagai tentara dalam konflik bersenjata. Anak-anak ini sering dipaksa untuk melakukan tindakan kekerasan, sehingga mengalami trauma psikologis yang mendalam, kehilangan pendidikan, dan kehilangan masa kecil mereka.
Tantangan
-Anak-anak yang direkrut oleh militan seringkali mengalami stigma ketika kembali ke komunitas mereka.
-Kurangnya akses ke program rehabilitasi dan pendidikan membuat mereka kesulitan untuk kembali ke kehidupan normal.
-Banyak anak yang takut melarikan diri karena ancaman kekerasan atau ketidakpastian masa depan.
Inisiatif Perlindungan dan Pemberdayaan
UNICEF dan Mitra Lokal
UNICEF bekerja sama dengan LSM setempat seperti War Child dan Child Soldiers International untuk:
1. Membebaskan anak-anak dari kelompok bersenjata melalui negosiasi damai.
2. Memberikan dukungan psikososial dan layanan kesehatan mental kepada anak-anak yang terkena dampak.
Program Reintegrasi
-Anak-anak diberi pelatihan keterampilan hidup seperti menjahit, pertanian, dan reparasi untuk membantu mereka membangun kehidupan mandiri.
-Pendidikan formal dan informal diberikan agar anak-anak bisa kembali ke sekolah.
Kampanye Anti-Rekrutmen Anak
-Pemerintah dan organisasi internasional meluncurkan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya rekrutmen anak.
-Program edukasi untuk komunitas membantu menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak-anak yang kembali.
Hasil
1. Ribuan anak telah dibebaskan dari kelompok bersenjata di wilayah tersebut.
2. Program rehabilitasi berhasil membantu anak-anak mengatasi trauma mereka, dan banyak dari mereka kini melanjutkan pendidikan atau bekerja.
3. Komunitas lebih sadar dan mendukung reintegrasi anak-anak ini ke masyarakat.
Keysha Shakila Alfarelia Azzahra
2313054039
Kasus-kasus Perlindungan Anak di Luar Negeri:
1. Perdagangan Anak (Child Trafficking): Banyak terjadi di kawasan Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin, di mana anak-anak dieksploitasi untuk kerja paksa atau prostitusi.
2. Kerja Paksa Anak: Di negara-negara berkembang, anak-anak sering dipaksa bekerja di sektor berbahaya seperti pertanian, tambang, atau pabrik.
3. Pernikahan Anak: Banyak terjadi di kawasan Asia Selatan dan Afrika, di mana anak perempuan dipaksa menikah di bawah usia 18 tahun.
4. Anak Pengungsi dan Perang: Anak-anak di wilayah konflik seperti Suriah dan Ukraina sering kehilangan hak-hak dasar, termasuk pendidikan dan perlindungan.
5. Diskriminasi Anak Perempuan: Terjadi di beberapa budaya yang mengutamakan anak laki-laki, seperti dalam akses pendidikan dan kesehatan.
2313054039
Kasus-kasus Perlindungan Anak di Luar Negeri:
1. Perdagangan Anak (Child Trafficking): Banyak terjadi di kawasan Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin, di mana anak-anak dieksploitasi untuk kerja paksa atau prostitusi.
2. Kerja Paksa Anak: Di negara-negara berkembang, anak-anak sering dipaksa bekerja di sektor berbahaya seperti pertanian, tambang, atau pabrik.
3. Pernikahan Anak: Banyak terjadi di kawasan Asia Selatan dan Afrika, di mana anak perempuan dipaksa menikah di bawah usia 18 tahun.
4. Anak Pengungsi dan Perang: Anak-anak di wilayah konflik seperti Suriah dan Ukraina sering kehilangan hak-hak dasar, termasuk pendidikan dan perlindungan.
5. Diskriminasi Anak Perempuan: Terjadi di beberapa budaya yang mengutamakan anak laki-laki, seperti dalam akses pendidikan dan kesehatan.
. Kasus Perlindungan Anak dari Eksploitasi Anak di Bangladesh
Konteks: Bangladesh memiliki tingkat kemiskinan tinggi sehingga anak-anak sering terpaksa bekerja. Banyak dari mereka dieksploitasi di sektor tekstil dan rumah tangga.
Tindakan: Organisasi seperti Save the Children dan pemerintah Bangladesh telah menerapkan program untuk menghapus pekerja anak di pabrik tekstil. Program ini mencakup pendidikan gratis, pelatihan keterampilan, dan bantuan ekonomi bagi keluarga.
Hasil: Sebagian anak berhasil keluar dari siklus eksploitasi kerja, meskipun tantangan besar masih ada terutama dalam penegakan hukum.
2. Pemberdayaan Anak Perempuan melalui Pendidikan di Malala Fund, Pakistan
Konteks: Di wilayah tertentu di Pakistan, anak perempuan menghadapi diskriminasi gender yang membatasi akses mereka ke pendidikan.
Tindakan: Malala Fund, organisasi yang didirikan oleh Malala Yousafzai, memberikan beasiswa, meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk anak perempuan, dan menekan pemerintah untuk memperbaiki kebijakan pendidikan.
Hasil: Ribuan anak perempuan di daerah terpencil telah kembali ke sekolah, dan ada peningkatan dukungan publik terhadap pendidikan anak perempuan.
3. Pencegahan Perdagangan Anak di Kamboja
Konteks: Kamboja menghadapi masalah serius dengan perdagangan anak, baik untuk tujuan kerja paksa maupun eksploitasi seksual.
Tindakan: International Justice Mission (IJM) bekerja sama dengan polisi lokal untuk menyelamatkan anak-anak korban perdagangan. Selain itu, mereka mengadakan pelatihan keterampilan dan rehabilitasi trauma untuk para korban.
Hasil: Ada peningkatan penangkapan pelaku perdagangan manusia, dan lebih banyak anak yang berhasil dipulihkan serta diberdayakan melalui pelatihan keterampilan kerja.
4. Perlindungan Anak Pengungsi di Eropa
Konteks: Banyak anak pengungsi dari Suriah, Afghanistan, dan negara-negara konflik lain datang ke Eropa tanpa pengawasan orang dewasa. Mereka rentan terhadap eksploitasi dan kehilangan akses ke pendidikan.
Tindakan: Uni Eropa dan lembaga seperti UNICEF mendirikan pusat perlindungan anak di kamp-kamp pengungsi. Mereka juga menyediakan pendidikan darurat, dukungan psikososial, dan pendampingan hukum.
Hasil: Banyak anak pengungsi mendapatkan tempat tinggal yang aman dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, meskipun proses integrasi ke masyarakat masih menghadapi hambatan.
5. Pemberdayaan Anak melalui Teknologi di Kenya
Konteks: Anak-anak di Kenya sering tidak memiliki akses ke pendidikan berkualitas karena kemiskinan dan jarak geografis.
Tindakan: Proyek seperti Bridge International Academies menggunakan teknologi berbasis tablet untuk menyediakan kurikulum standar di sekolah-sekolah pedesaan dengan biaya rendah.
Hasil: Anak-anak di daerah terpencil mendapatkan akses ke pendidikan berkualitas dengan biaya terjangkau, yang membuka peluang ekonomi di masa depan.
Konteks: Bangladesh memiliki tingkat kemiskinan tinggi sehingga anak-anak sering terpaksa bekerja. Banyak dari mereka dieksploitasi di sektor tekstil dan rumah tangga.
Tindakan: Organisasi seperti Save the Children dan pemerintah Bangladesh telah menerapkan program untuk menghapus pekerja anak di pabrik tekstil. Program ini mencakup pendidikan gratis, pelatihan keterampilan, dan bantuan ekonomi bagi keluarga.
Hasil: Sebagian anak berhasil keluar dari siklus eksploitasi kerja, meskipun tantangan besar masih ada terutama dalam penegakan hukum.
2. Pemberdayaan Anak Perempuan melalui Pendidikan di Malala Fund, Pakistan
Konteks: Di wilayah tertentu di Pakistan, anak perempuan menghadapi diskriminasi gender yang membatasi akses mereka ke pendidikan.
Tindakan: Malala Fund, organisasi yang didirikan oleh Malala Yousafzai, memberikan beasiswa, meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk anak perempuan, dan menekan pemerintah untuk memperbaiki kebijakan pendidikan.
Hasil: Ribuan anak perempuan di daerah terpencil telah kembali ke sekolah, dan ada peningkatan dukungan publik terhadap pendidikan anak perempuan.
3. Pencegahan Perdagangan Anak di Kamboja
Konteks: Kamboja menghadapi masalah serius dengan perdagangan anak, baik untuk tujuan kerja paksa maupun eksploitasi seksual.
Tindakan: International Justice Mission (IJM) bekerja sama dengan polisi lokal untuk menyelamatkan anak-anak korban perdagangan. Selain itu, mereka mengadakan pelatihan keterampilan dan rehabilitasi trauma untuk para korban.
Hasil: Ada peningkatan penangkapan pelaku perdagangan manusia, dan lebih banyak anak yang berhasil dipulihkan serta diberdayakan melalui pelatihan keterampilan kerja.
4. Perlindungan Anak Pengungsi di Eropa
Konteks: Banyak anak pengungsi dari Suriah, Afghanistan, dan negara-negara konflik lain datang ke Eropa tanpa pengawasan orang dewasa. Mereka rentan terhadap eksploitasi dan kehilangan akses ke pendidikan.
Tindakan: Uni Eropa dan lembaga seperti UNICEF mendirikan pusat perlindungan anak di kamp-kamp pengungsi. Mereka juga menyediakan pendidikan darurat, dukungan psikososial, dan pendampingan hukum.
Hasil: Banyak anak pengungsi mendapatkan tempat tinggal yang aman dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, meskipun proses integrasi ke masyarakat masih menghadapi hambatan.
5. Pemberdayaan Anak melalui Teknologi di Kenya
Konteks: Anak-anak di Kenya sering tidak memiliki akses ke pendidikan berkualitas karena kemiskinan dan jarak geografis.
Tindakan: Proyek seperti Bridge International Academies menggunakan teknologi berbasis tablet untuk menyediakan kurikulum standar di sekolah-sekolah pedesaan dengan biaya rendah.
Hasil: Anak-anak di daerah terpencil mendapatkan akses ke pendidikan berkualitas dengan biaya terjangkau, yang membuka peluang ekonomi di masa depan.