Mahasiswa.. setelah mempelajari PPT, silahkan selesaikan tugas berikut ya. diakhir jawaban, tuliskan skor 0-100 terhadap jawabanmu sendiri (self asessment)
Tugas latihan 5
Apa saja kearifan lokal di Lampung Pepadun
                                    Tina Febriani
1913024046
Berdasarkan ppt, kearifan local yang ada di masyarakat lampung pepadun yaitu :
a. System perkawinan dengan menganut asas “ngejuk-ngakuk”
Yanga rtinya orang tua orang tua akan merelakan dan memberikan anak gadisnya untuk diambil oleh keluarga bujang.
b. System perkawinan sebambangan
Yaitu perkawinan yang dilakukan tanpa lamaran yang merupakan insiatif laki-laki dan perempuan atas dasar suka sama suka. Sebambangan dilakukan dengan cara berlarian (sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “mulei ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “tunggang” atau “ditengkep”.
• Ketika akan melakukan sebambangan, si gadis akan meninggalkan sejumlah uang dan surat di bawah kasur atau lemari pakaian yang disebut “melayangkan tenepik”.
• Setelah beberapa hari sebambangan maka akan dilakukan “ngantak salah” yaitu pihak bujang akan datang ke pihak gadis dengan maksud meminta maaf atas perintah pimpinan adat karena telah melakukan sebambangan anak gadisnya.
• Lalu akan dilakukan “manjau sabai” yaitu silahturahmi kedua belah pihak dengan bujang datang ke rumah si gadis dengan membawa makanan atau minuman dan pihak gadis mengantarkan pakaian atau barang-barang gadis ke rumah si bujang.
• Tahap selanjutnya adalah “ittar terang” yaitu mengantar secara terang. semakin banyak rombongan yang mengntar si gadis oleh bujang maka semakin tinggi proses pelaksanaan adat yang harus dilakukan.
c. Begawi cakak pepadun
Rangkaian perkawinan dimana terdapat upacara untuk memberikan gelar kepada pengantin pria dan wanita dengan naik tahta penyimbangan serta memperoleh gelar dan kedudukan yang tinggi dalam adat
d. Ngumo
Ngumo adalah sistem berladang pada masyarakat lampung khususnya masyarakat adat lampung pepadun yang tinggal di daerah pedalaman. Ngumo terdapat rangkaian ritual-ritual yang merupakan simbol dari penghormatan orang lampung terhadap lingkungan alamnya, yakni memanfaatkan hutan sekaligus memelihara hutan. Ritual itu antara lain nyuwah (membakar), kusi (menebang pohon kecil) dan tuwagh (menebang pohon besar).
                                    1913024046
Berdasarkan ppt, kearifan local yang ada di masyarakat lampung pepadun yaitu :
a. System perkawinan dengan menganut asas “ngejuk-ngakuk”
Yanga rtinya orang tua orang tua akan merelakan dan memberikan anak gadisnya untuk diambil oleh keluarga bujang.
b. System perkawinan sebambangan
Yaitu perkawinan yang dilakukan tanpa lamaran yang merupakan insiatif laki-laki dan perempuan atas dasar suka sama suka. Sebambangan dilakukan dengan cara berlarian (sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “mulei ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “tunggang” atau “ditengkep”.
• Ketika akan melakukan sebambangan, si gadis akan meninggalkan sejumlah uang dan surat di bawah kasur atau lemari pakaian yang disebut “melayangkan tenepik”.
• Setelah beberapa hari sebambangan maka akan dilakukan “ngantak salah” yaitu pihak bujang akan datang ke pihak gadis dengan maksud meminta maaf atas perintah pimpinan adat karena telah melakukan sebambangan anak gadisnya.
• Lalu akan dilakukan “manjau sabai” yaitu silahturahmi kedua belah pihak dengan bujang datang ke rumah si gadis dengan membawa makanan atau minuman dan pihak gadis mengantarkan pakaian atau barang-barang gadis ke rumah si bujang.
• Tahap selanjutnya adalah “ittar terang” yaitu mengantar secara terang. semakin banyak rombongan yang mengntar si gadis oleh bujang maka semakin tinggi proses pelaksanaan adat yang harus dilakukan.
c. Begawi cakak pepadun
Rangkaian perkawinan dimana terdapat upacara untuk memberikan gelar kepada pengantin pria dan wanita dengan naik tahta penyimbangan serta memperoleh gelar dan kedudukan yang tinggi dalam adat
d. Ngumo
Ngumo adalah sistem berladang pada masyarakat lampung khususnya masyarakat adat lampung pepadun yang tinggal di daerah pedalaman. Ngumo terdapat rangkaian ritual-ritual yang merupakan simbol dari penghormatan orang lampung terhadap lingkungan alamnya, yakni memanfaatkan hutan sekaligus memelihara hutan. Ritual itu antara lain nyuwah (membakar), kusi (menebang pohon kecil) dan tuwagh (menebang pohon besar).
Nama : Fajriani Nur Matin
NPM : 1913024006
Contoh kearifan lokal di masyarakat pepadun yaitu :
A. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
B. Prosesi Kearifan Lokal Pernikahan Adat Lampung Pepadun Sebagai Budaya Lampung Utara.
Proses kearifan lokal dalam adat pepadun di Lampung Utara yaitu kedua pengantin kepada kedua orang tua untuk meminta maaf dan meminta restu dalam pernikahan adat. Setelah bersimpuh kepada kedua orang tua selanjutnya menyalami keluarga, sanak saudara para penyimbang dan tamu yang hadir di acara ijab kobul. Dengan tujuan berharap agar berkah yang didapat pengantin nantinya berlipat ganda. Dan sabai kedua belah pihak, para penyimbang bersalam-salam juga, hal ini dimaksudkan bahwa di antara mereka telah terjalin ikatan persaudaraan dan saling memaafkan atas segala kekurangan dan 11 kesalahan. Prosesi selanjutnya ketua penyimbang memberikan nasihat-nasihat perkawinan dan diakhiri toupang tawi yaitu mengoleskan ketelapak tangan pengantin dengan tepung beras tiga warna yaitu warna putih, merah dan hijau. Makna dari toupang tawi ini sebagai penawar segala marabahaya dan menaburkan beras di campur bunga tujuh warna bermakna segara restu orang tua, segala doa terbaik agar sepasang suami istri ini menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warohmah.
                                    NPM : 1913024006
Contoh kearifan lokal di masyarakat pepadun yaitu :
A. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
B. Prosesi Kearifan Lokal Pernikahan Adat Lampung Pepadun Sebagai Budaya Lampung Utara.
Proses kearifan lokal dalam adat pepadun di Lampung Utara yaitu kedua pengantin kepada kedua orang tua untuk meminta maaf dan meminta restu dalam pernikahan adat. Setelah bersimpuh kepada kedua orang tua selanjutnya menyalami keluarga, sanak saudara para penyimbang dan tamu yang hadir di acara ijab kobul. Dengan tujuan berharap agar berkah yang didapat pengantin nantinya berlipat ganda. Dan sabai kedua belah pihak, para penyimbang bersalam-salam juga, hal ini dimaksudkan bahwa di antara mereka telah terjalin ikatan persaudaraan dan saling memaafkan atas segala kekurangan dan 11 kesalahan. Prosesi selanjutnya ketua penyimbang memberikan nasihat-nasihat perkawinan dan diakhiri toupang tawi yaitu mengoleskan ketelapak tangan pengantin dengan tepung beras tiga warna yaitu warna putih, merah dan hijau. Makna dari toupang tawi ini sebagai penawar segala marabahaya dan menaburkan beras di campur bunga tujuh warna bermakna segara restu orang tua, segala doa terbaik agar sepasang suami istri ini menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warohmah.
Nama :Nabila Herlinawati
NPM : 1913024004
Kearifan lokal di lampung pepadun yaitu , Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis keturunan bapak. Dalam suatu keluarga, kedudukan adat tertinggi berada pada anak laki-laki tertua dari keturunan tertua, yang disebut “Penyimbang”. Gelar Penyimbang ini sangat dihormati dalam adat Pepadun karena menjadi penentu dalam proses pengambilan keputusan.
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (mulei- menganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
perkawinan adat Lampung pepadun meliputi: cakak sai tuha (pertemuan keluarga), intar padang (lamaran), ngulom adat (izin kampung), kampung suku (pembentukan panitia), cangget muli meranai (tarian pelepasan masa lajang), khatam Al-Qur’an, akad nikah, bersimpuh kepada orang tua, toupang tawi (penawar segala marabahaya),musek (suap-suapan), begawi (pemberian gelar adat), dan menjau kawin (kunjungan setelah menikah).
Menurut Christian Heru Cahyo Saputro (2011;2-4) lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
itulah beberapa kearifan lokal yang ada di lampung pepadun
                                    NPM : 1913024004
Kearifan lokal di lampung pepadun yaitu , Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis keturunan bapak. Dalam suatu keluarga, kedudukan adat tertinggi berada pada anak laki-laki tertua dari keturunan tertua, yang disebut “Penyimbang”. Gelar Penyimbang ini sangat dihormati dalam adat Pepadun karena menjadi penentu dalam proses pengambilan keputusan.
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (mulei- menganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
perkawinan adat Lampung pepadun meliputi: cakak sai tuha (pertemuan keluarga), intar padang (lamaran), ngulom adat (izin kampung), kampung suku (pembentukan panitia), cangget muli meranai (tarian pelepasan masa lajang), khatam Al-Qur’an, akad nikah, bersimpuh kepada orang tua, toupang tawi (penawar segala marabahaya),musek (suap-suapan), begawi (pemberian gelar adat), dan menjau kawin (kunjungan setelah menikah).
Menurut Christian Heru Cahyo Saputro (2011;2-4) lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
itulah beberapa kearifan lokal yang ada di lampung pepadun
Eliska Bia Kusuma Putri
NPM 1913024018
Kearifan lokal lampung pepadun:
1. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara,
yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho. Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (mulei-
menganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan
dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini
disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak
sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi
perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya.
Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut
merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan
hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan
dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak. Sedangkan rasan tuho yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara
“Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua
gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak,
yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan
Rasan Tuho.
2. Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin,
mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal
adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. lampung pepadun menyebut; Piil
pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah
(prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan
(prinsip kerja sama).
                                    NPM 1913024018
Kearifan lokal lampung pepadun:
1. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara,
yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho. Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (mulei-
menganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan
dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini
disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak
sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi
perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya.
Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut
merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan
hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan
dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak. Sedangkan rasan tuho yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara
“Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua
gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak,
yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan
Rasan Tuho.
2. Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin,
mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal
adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. lampung pepadun menyebut; Piil
pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah
(prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan
(prinsip kerja sama).
Nama : Anisa Hikmawati
NPM : 1913024028
Berdasarkan materi yang tellah disajikan kelompok penyaji, kearifan lokal di adat pepadun terdiri dari:
1. Perkawinan Adat Lampung Pepadun, terdiri dari 2 macam, yaitu rasan tuho dan rasan anak.
2. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri
3. Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis keturunan bapak.
4. upacara adat Cakak Pepadun
                                    NPM : 1913024028
Berdasarkan materi yang tellah disajikan kelompok penyaji, kearifan lokal di adat pepadun terdiri dari:
1. Perkawinan Adat Lampung Pepadun, terdiri dari 2 macam, yaitu rasan tuho dan rasan anak.
2. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri
3. Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis keturunan bapak.
4. upacara adat Cakak Pepadun
Nama : Ade Amalia Chansa 
NPM : 1963024002
Nama “Pepadun” berasal dari perangkat adat yang digunakan dalam prosesi Cakak Pepadun. “Pepadun” adalah bangku atau singgasana kayu yang merupakan simbol status sosial tertentu dalam keluarga. Prosesi pemberian gelar adat (“Juluk Adok”) dilakukan di atas singgasana ini. Dalam upacara tersebut, anggota masyarakat yang ingin menaikkan statusnya harus membayarkan sejumlah uang (“Dau”) dan memotong sejumlah kerbau. Prosesi Cakak Pepadun ini diselenggarakan di “Rumah Sessat” dan dipimpin oleh seorang Penyimbang atau pimpinan adat yang posisinya paling tinggi. Contoh kearifan lokal di masyarakat pepadun:
A. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (mulei- menganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho. (repository.radenintan.ac.id).
B. Prosesi Kearifan Lokal Pernikahan Adat Lampung Pepadun Sebagai Budaya Lampung Utara
Proses kearifan lokal dalam adat pepadun di Lampung Utara yaitu kedua pengantin kepada kedua orang tua untuk meminta maaf dan meminta restu dalam pernikahan adat. Setelah bersimpuh kepada kedua orang tua selanjutnya menyalami keluarga, sanak saudara para penyimbang dan tamu yang hadir di acara ijab kobul. Dengan tujuan berharap agar berkah yang didapat pengantin nantinya berlipat ganda. Dan sabai kedua belah pihak, para penyimbang bersalam-salam juga, hal ini dimaksudkan bahwa di antara mereka telah terjalin ikatan persaudaraan dan saling memaafkan atas segala kekurangan dan
 
kesalahan. Prosesi selanjutnya ketua penyimbang memberikan nasihat-nasihat perkawinan dan diakhiri toupang tawi yaitu mengoleskan ketelapak tangan pengantin dengan tepung beras tiga warna yaitu warna putih, merah dan hijau. Makna dari toupang tawi ini sebagai penawar segala marabahaya dan menaburkan beras di campur bunga tujuh warna bermakna segara restu orang tua, segala doa terbaik agar sepasang suami istri ini menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warohmah.
C. Budaya Masyarakat dan Pernikahan Pepadun Lampung
Kearifan lokal adalah pandangan hidup oleh masyarakat lokal yang merupakan hasil proses adaptasi turun temurun dalam periode waktu yang sangat lama terhadap suatu lingkungan alam tempat mereka tinggal. Yang menjadi identitas atau kepribadian budaya serta ciri khas etika dan nilai budaya dalam masyarakat lokal yang diturunkan dari generasi ke generasi.
                                    NPM : 1963024002
Nama “Pepadun” berasal dari perangkat adat yang digunakan dalam prosesi Cakak Pepadun. “Pepadun” adalah bangku atau singgasana kayu yang merupakan simbol status sosial tertentu dalam keluarga. Prosesi pemberian gelar adat (“Juluk Adok”) dilakukan di atas singgasana ini. Dalam upacara tersebut, anggota masyarakat yang ingin menaikkan statusnya harus membayarkan sejumlah uang (“Dau”) dan memotong sejumlah kerbau. Prosesi Cakak Pepadun ini diselenggarakan di “Rumah Sessat” dan dipimpin oleh seorang Penyimbang atau pimpinan adat yang posisinya paling tinggi. Contoh kearifan lokal di masyarakat pepadun:
A. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (mulei- menganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho. (repository.radenintan.ac.id).
B. Prosesi Kearifan Lokal Pernikahan Adat Lampung Pepadun Sebagai Budaya Lampung Utara
Proses kearifan lokal dalam adat pepadun di Lampung Utara yaitu kedua pengantin kepada kedua orang tua untuk meminta maaf dan meminta restu dalam pernikahan adat. Setelah bersimpuh kepada kedua orang tua selanjutnya menyalami keluarga, sanak saudara para penyimbang dan tamu yang hadir di acara ijab kobul. Dengan tujuan berharap agar berkah yang didapat pengantin nantinya berlipat ganda. Dan sabai kedua belah pihak, para penyimbang bersalam-salam juga, hal ini dimaksudkan bahwa di antara mereka telah terjalin ikatan persaudaraan dan saling memaafkan atas segala kekurangan dan
kesalahan. Prosesi selanjutnya ketua penyimbang memberikan nasihat-nasihat perkawinan dan diakhiri toupang tawi yaitu mengoleskan ketelapak tangan pengantin dengan tepung beras tiga warna yaitu warna putih, merah dan hijau. Makna dari toupang tawi ini sebagai penawar segala marabahaya dan menaburkan beras di campur bunga tujuh warna bermakna segara restu orang tua, segala doa terbaik agar sepasang suami istri ini menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warohmah.
C. Budaya Masyarakat dan Pernikahan Pepadun Lampung
Kearifan lokal adalah pandangan hidup oleh masyarakat lokal yang merupakan hasil proses adaptasi turun temurun dalam periode waktu yang sangat lama terhadap suatu lingkungan alam tempat mereka tinggal. Yang menjadi identitas atau kepribadian budaya serta ciri khas etika dan nilai budaya dalam masyarakat lokal yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Arinda Marsyahda Zaniarti
1913024012
1. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (mulei-
menganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara
“Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis.
2. Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Dalam pilar pertama, Nemui Nyimah; terdiri dari dua kata. Kata Nemui yang berarti
tamu dan Nyimah yang berasal dari kata Simah yang berarti santun.
Pilar kedua, Nengah Nyappur; terdiri dari dua kata yaitu kata Nengah dan Nyappur. Kata Nengah memiliki tiga arti yaitu kerja keras, berketerampilan, dan bertanding.
Pilar ketiga, Sakai Sambayan; terdiri dari dua kata yaitu Sakai dan Sambayan. Kata sakai berasal dari kata akai yang artinya terbuka dan bisa menerima sesuatu yang datang dari luar.
Pilar keempat, Bejuluk Beadek; berasal dari juluk adek terdiri dari dua kata yaitu juluk adalah nama baru ketika seseorang mampu menancapkan cita-citanya.
Sedangkan adek adalah gelar atau nama baru yang diberikan ketika cita-cita itu telah tercapai.
                                    1913024012
1. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (mulei-
menganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara
“Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis.
2. Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Dalam pilar pertama, Nemui Nyimah; terdiri dari dua kata. Kata Nemui yang berarti
tamu dan Nyimah yang berasal dari kata Simah yang berarti santun.
Pilar kedua, Nengah Nyappur; terdiri dari dua kata yaitu kata Nengah dan Nyappur. Kata Nengah memiliki tiga arti yaitu kerja keras, berketerampilan, dan bertanding.
Pilar ketiga, Sakai Sambayan; terdiri dari dua kata yaitu Sakai dan Sambayan. Kata sakai berasal dari kata akai yang artinya terbuka dan bisa menerima sesuatu yang datang dari luar.
Pilar keempat, Bejuluk Beadek; berasal dari juluk adek terdiri dari dua kata yaitu juluk adalah nama baru ketika seseorang mampu menancapkan cita-citanya.
Sedangkan adek adalah gelar atau nama baru yang diberikan ketika cita-cita itu telah tercapai.
Selamat sore Ibu,
Komang Ayu Juni Harsini
NPM 1913024042
Isi mencoba menjawab tugas latihan pada pertemuan kali ini,
Berdasarkan materi yang tellah disajikan kelompok penyaji, kearifan lokal di adat pepadun terdiri dari beberapa, diantaranya sebagai berikut :
1. Perkawinan Adat Lampung Pepadun, terdiri dari 2 macam, yaitu rasan tuho dan rasan anak.
a. Rasan tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
b. Rasan sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak.
2. Falsafah hidup masyarakat Lampung
Falsafah hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri, yang terdiri atas nemui nyimah, nengah nyappur, Sakai sambayan dan bejuluk beadek.
3. upacara adat Cakak Pepadun
Begawai Cakak Pepadun merupakan rangkaian upacara perkawinan Lampung Pepadun Jurai Abung yang dirangkaikan dengan upacara pemberian gelar bagi mempelai pria dan mempelai wanita dengan naik tahta kepenyimbangan dan memperoleh gelar serta kedudukan yang tinggi dalam adat.
4. Sebambangan Sebambangan atau Ngebambambang, Ninjuk atau Nakat, dan Nunggang ialah istilah yang digunakan “kawin lari” oleh masyarakat Lampung Pepadun. Secara harfiah Sebambangan berasal dari kata “se” (saling) dan “bumbang” (bawa atau pergi). Sebambangan berarti sebuah perkawinan tanpa melalui proses lamaran dan merupakan inisiatif yang kemudian diusahakan dan diperjuangkan oleh pasangan laki-laki dan perempuan yang akan menikah
5. Ngejuk- Ngakuk
Sistem perkawinan masyarakat adat Lampung Pepadun menganut asas ngejuk-ngakuk. ” (memberi – mengambil). Orang tua akan memberikan dan merelakan anak gadisnya (muli) untuk diambil oleh bujang (menghanai). Ngejuk dalam arti yang luas ialah memberikan anak gadis untuk diambil atau dikawinkan dan dijadikan anggota keluarga yang lain. Artinya pemberian anak gadis tersebut diketahui oleh para orang tua mereka (kedua belah pihak).
Sekian terima kasih Ibu...
                                    Komang Ayu Juni Harsini
NPM 1913024042
Isi mencoba menjawab tugas latihan pada pertemuan kali ini,
Berdasarkan materi yang tellah disajikan kelompok penyaji, kearifan lokal di adat pepadun terdiri dari beberapa, diantaranya sebagai berikut :
1. Perkawinan Adat Lampung Pepadun, terdiri dari 2 macam, yaitu rasan tuho dan rasan anak.
a. Rasan tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
b. Rasan sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak.
2. Falsafah hidup masyarakat Lampung
Falsafah hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri, yang terdiri atas nemui nyimah, nengah nyappur, Sakai sambayan dan bejuluk beadek.
3. upacara adat Cakak Pepadun
Begawai Cakak Pepadun merupakan rangkaian upacara perkawinan Lampung Pepadun Jurai Abung yang dirangkaikan dengan upacara pemberian gelar bagi mempelai pria dan mempelai wanita dengan naik tahta kepenyimbangan dan memperoleh gelar serta kedudukan yang tinggi dalam adat.
4. Sebambangan Sebambangan atau Ngebambambang, Ninjuk atau Nakat, dan Nunggang ialah istilah yang digunakan “kawin lari” oleh masyarakat Lampung Pepadun. Secara harfiah Sebambangan berasal dari kata “se” (saling) dan “bumbang” (bawa atau pergi). Sebambangan berarti sebuah perkawinan tanpa melalui proses lamaran dan merupakan inisiatif yang kemudian diusahakan dan diperjuangkan oleh pasangan laki-laki dan perempuan yang akan menikah
5. Ngejuk- Ngakuk
Sistem perkawinan masyarakat adat Lampung Pepadun menganut asas ngejuk-ngakuk. ” (memberi – mengambil). Orang tua akan memberikan dan merelakan anak gadisnya (muli) untuk diambil oleh bujang (menghanai). Ngejuk dalam arti yang luas ialah memberikan anak gadis untuk diambil atau dikawinkan dan dijadikan anggota keluarga yang lain. Artinya pemberian anak gadis tersebut diketahui oleh para orang tua mereka (kedua belah pihak).
Sekian terima kasih Ibu...
Rafika Dinda Febriana 1953024002 izin menjawab, berdasarkan materi yang disajikan oleh kelompok penyaji kearifan lokal di lampung pepadun yaitu, 
1. Ngumo
Ngumo adalah sistem berladang pada masyarakat lampung khususnya masyarakat adat lampung pepadun yang tinggal di daerah pedalaman. Ngumo terdapat rangkaian ritual-ritual yang merupakan simbol dari penghormatan orang lampung terhadap lingkungan alamnya, yakni memanfaatkan hutan sekaligus memelihara hutan. Ritual itu antara lain nyuwah (membakar), kusi (menebang pohon kecil) dan tuwagh (menebang pohon besar).
2. Begawi cakak pepadun
Rangkaian perkawinan dimana terdapat upacara untuk memberikan gelar kepada pengantin pria dan wanita dengan naik tahta penyimbangan serta memperoleh gelar dan kedudukan yang tinggi dalam adat.
lalu ada perkawinan adat lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
                                    1. Ngumo
Ngumo adalah sistem berladang pada masyarakat lampung khususnya masyarakat adat lampung pepadun yang tinggal di daerah pedalaman. Ngumo terdapat rangkaian ritual-ritual yang merupakan simbol dari penghormatan orang lampung terhadap lingkungan alamnya, yakni memanfaatkan hutan sekaligus memelihara hutan. Ritual itu antara lain nyuwah (membakar), kusi (menebang pohon kecil) dan tuwagh (menebang pohon besar).
2. Begawi cakak pepadun
Rangkaian perkawinan dimana terdapat upacara untuk memberikan gelar kepada pengantin pria dan wanita dengan naik tahta penyimbangan serta memperoleh gelar dan kedudukan yang tinggi dalam adat.
lalu ada perkawinan adat lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
Nama: Rifki Muhaimin Syahputra
NPM: 1913024044
Perkawinan Adat Lampung Pepadun Rasan Sanak dan Rasan Tuho
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh
pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan
dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak
rasan tuhouho, yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara
“Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua
gadis.
upacara adat Cakak Pepadun
Cakak Pepadun merupakan rangkaian upacara perkawinan Lampung Pepadun Jurai Abung yang dirangkaikan dengan upacara pemberian gelar bagi mempelai pria dan mempelai wanita
                                    NPM: 1913024044
Perkawinan Adat Lampung Pepadun Rasan Sanak dan Rasan Tuho
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh
pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan
dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak
rasan tuhouho, yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara
“Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua
gadis.
upacara adat Cakak Pepadun
Cakak Pepadun merupakan rangkaian upacara perkawinan Lampung Pepadun Jurai Abung yang dirangkaikan dengan upacara pemberian gelar bagi mempelai pria dan mempelai wanita
Nigita Kusuma Ningrum
1913024020
Kearifan lokal di Lampung Pepadun
Contoh kearifan lokal di masyarakat pepadun yaitu :
Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin, mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. Lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
                                    1913024020
Kearifan lokal di Lampung Pepadun
Contoh kearifan lokal di masyarakat pepadun yaitu :
Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin, mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. Lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
Inggrid Purwaningtyas
1913024040
Kearifan lokal Lampung Pepadun antara lain:
1. Perkawinan adat
a. Rasan sanak: atas kehendak kedua muda mudi yang dilakukan dengan cara berlarian/sebambangan
b. Rasan tuho: dilakukan dengan cara lamaran atau pinangan dari pihak orang tua laki-laki kepada pihak orang tua perempuan
2. Budaya masyarakat dalam pernikahan
Cakak sai tuha (pertemuan keluarga),
Intar padang (lamaran),
Ngulom adat (izin kampung),
Kampung suku (pembentukan panitia),
Cangget muli meranai (tarian pelepasan masa lajang),
Khatam Al-Qur’an,
Akad nikah,
Bersimpuh kepada orang tua,
Toupang tawi (penawar segala marabahaya),
Musek (suap-suapan),
Begawi (pemberian gelar adat),
dan menjau kawin (kunjungan setelah menikah).
3. Falsafah Hidup Adat Lampung Pepadun
Piil pesenggiri
a. Juluk adek (prinsip keberhasilan)
b. Nemui nyimah (prinsip penghargaan)
c. Nengah nyappur (prinsip persamaan)
d. Sakai sambayan (prinsip kerja sama)
                                    1913024040
Kearifan lokal Lampung Pepadun antara lain:
1. Perkawinan adat
a. Rasan sanak: atas kehendak kedua muda mudi yang dilakukan dengan cara berlarian/sebambangan
b. Rasan tuho: dilakukan dengan cara lamaran atau pinangan dari pihak orang tua laki-laki kepada pihak orang tua perempuan
2. Budaya masyarakat dalam pernikahan
Cakak sai tuha (pertemuan keluarga),
Intar padang (lamaran),
Ngulom adat (izin kampung),
Kampung suku (pembentukan panitia),
Cangget muli meranai (tarian pelepasan masa lajang),
Khatam Al-Qur’an,
Akad nikah,
Bersimpuh kepada orang tua,
Toupang tawi (penawar segala marabahaya),
Musek (suap-suapan),
Begawi (pemberian gelar adat),
dan menjau kawin (kunjungan setelah menikah).
3. Falsafah Hidup Adat Lampung Pepadun
Piil pesenggiri
a. Juluk adek (prinsip keberhasilan)
b. Nemui nyimah (prinsip penghargaan)
c. Nengah nyappur (prinsip persamaan)
d. Sakai sambayan (prinsip kerja sama)
Nama : Rizka Fathi Aulia
NPM : 1953024008
Berdasarkan materi yang telah di sampaikan melaluin ppt dapat diambil kesimpulan bahwa kearifan lokal masyarakat pepadun terdapat beberapa contoh yaitu :
A. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
1. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) yaitu ketika seorang gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak. hal ini dapat disebut juga dengan kawin lari, kawin lari dilakukan dikarenakan sang bujang tidak mampu untuk menikahi si gadis, dan biasanya ketika si gadis akan pergi iya akan meninggalkan surat dan uang di bawah kasur .
2. Rasan Tuho Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
B. Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin, mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
                                    NPM : 1953024008
Berdasarkan materi yang telah di sampaikan melaluin ppt dapat diambil kesimpulan bahwa kearifan lokal masyarakat pepadun terdapat beberapa contoh yaitu :
A. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
1. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) yaitu ketika seorang gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak. hal ini dapat disebut juga dengan kawin lari, kawin lari dilakukan dikarenakan sang bujang tidak mampu untuk menikahi si gadis, dan biasanya ketika si gadis akan pergi iya akan meninggalkan surat dan uang di bawah kasur .
2. Rasan Tuho Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
B. Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin, mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
Widya Wafa Karimah
1953024004
A. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
                                    1953024004
A. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
Nisrina Nur Azizah 
1913024032
1. Toupang tawi
Yaitu mengoleskan ke telapak tangan pengantin yang akan menikah. tepung beras tiga warna yaitu warna putih, merah dan hijau. Makna dari toupang tawi ini sebagai penawar segala marabahaya dan menaburkan beras di campur bunga tujuh warna bermakna segara restu orang tua, segala doa terbaik agar pasangan suami istri ini menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warohmah.
2. Upacara adat daduai
Upacara adat daduai tercipta karena adanya pernikahan sebambangan. Adat daduai keuntungan mendamaikan hal antara kedua pihak keluarga yang terjadi akibat sebambangan pihak bujang dan gadis. Makna upacara daduail adalah dalam bahasa lampung, way berarti air. Air bekerja untuk melihat api. Dengan demikian, upacara adat daduai bertujuan untuk memberikan kesejukan udara yang dapat memadam-kan 'api amarah' dan membuat hati kedua belah pihak tentram, sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara kedua belah pihak.
3. Peppung adat
Peppung merupakan kegiatan musyawarah. Istilah peppung umumnya digunakan masyarakat adat pepadun abung siwo mego, megow pak tulang bawang, dan sebagian pubian dalam menyebut kegiatan musyawarah. Makna Peppung adat bagi masyarakat adalah bahwa dalam memutuskan sesuatu yang menyangkut masyarakat juga harus berdasarkan kesepakatan atau pendapat masyarakat tersebut agar tetap terjaga persatuan
dan kesatuan dalam masyarakat. Peppung adat dilakukan dalam penyelesaian masalah adat, revitalisasi, hukum-hukum adat atau untuk mengembangkan rasionalisasi adat istiadat demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat adat setempat.
4.Ngumo
Ngumo adalah sistem berladang pada masyarakat lampung khususnya masyarakat adat lampung pepadun yang tinggal di daerah pedalaman. Makna Ngumo merupakan simbol dari aktivitas orang lampung terhadap lingkungan alamnya, yakni memanfaatkan hutan sekaligus memelihara hutan. Ritual dalam tradisi Ngumo itu antara lain nyuwah (membakar), kusi (menebang pohon kecil) dan tuwagh (menebang pohon besar).
5. Sebambangan(larian)
Melanjutkan perkawinan dengan cara gadis yang akan dinikahi dengan persetujuan gadis tersebut untuk menghindari diri dari tata cara adat. yang dianggap terlalu berlarut-larut.
Kearifan lokal di Lampung Pepadun
Contoh kearifan lokal di masyarakat pepadun yaitu :
Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin, mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. Lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
                                    1913024032
1. Toupang tawi
Yaitu mengoleskan ke telapak tangan pengantin yang akan menikah. tepung beras tiga warna yaitu warna putih, merah dan hijau. Makna dari toupang tawi ini sebagai penawar segala marabahaya dan menaburkan beras di campur bunga tujuh warna bermakna segara restu orang tua, segala doa terbaik agar pasangan suami istri ini menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warohmah.
2. Upacara adat daduai
Upacara adat daduai tercipta karena adanya pernikahan sebambangan. Adat daduai keuntungan mendamaikan hal antara kedua pihak keluarga yang terjadi akibat sebambangan pihak bujang dan gadis. Makna upacara daduail adalah dalam bahasa lampung, way berarti air. Air bekerja untuk melihat api. Dengan demikian, upacara adat daduai bertujuan untuk memberikan kesejukan udara yang dapat memadam-kan 'api amarah' dan membuat hati kedua belah pihak tentram, sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara kedua belah pihak.
3. Peppung adat
Peppung merupakan kegiatan musyawarah. Istilah peppung umumnya digunakan masyarakat adat pepadun abung siwo mego, megow pak tulang bawang, dan sebagian pubian dalam menyebut kegiatan musyawarah. Makna Peppung adat bagi masyarakat adalah bahwa dalam memutuskan sesuatu yang menyangkut masyarakat juga harus berdasarkan kesepakatan atau pendapat masyarakat tersebut agar tetap terjaga persatuan
dan kesatuan dalam masyarakat. Peppung adat dilakukan dalam penyelesaian masalah adat, revitalisasi, hukum-hukum adat atau untuk mengembangkan rasionalisasi adat istiadat demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat adat setempat.
4.Ngumo
Ngumo adalah sistem berladang pada masyarakat lampung khususnya masyarakat adat lampung pepadun yang tinggal di daerah pedalaman. Makna Ngumo merupakan simbol dari aktivitas orang lampung terhadap lingkungan alamnya, yakni memanfaatkan hutan sekaligus memelihara hutan. Ritual dalam tradisi Ngumo itu antara lain nyuwah (membakar), kusi (menebang pohon kecil) dan tuwagh (menebang pohon besar).
5. Sebambangan(larian)
Melanjutkan perkawinan dengan cara gadis yang akan dinikahi dengan persetujuan gadis tersebut untuk menghindari diri dari tata cara adat. yang dianggap terlalu berlarut-larut.
Kearifan lokal di Lampung Pepadun
Contoh kearifan lokal di masyarakat pepadun yaitu :
Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin, mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. Lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
Nama : Rizky Angka Wijayanto
NPM : 1913024048
izin menjawab
Berdasarkan materi yang telah di sampaikan melaluin ppt dapat diambil kesimpulan bahwa kearifan lokal masyarakat pepadun terdapat beberapa contoh yaitu :
A. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
1. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) yaitu ketika seorang gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak. hal ini dapat disebut juga dengan kawin lari, kawin lari dilakukan dikarenakan sang bujang tidak mampu untuk menikahi si gadis, dan biasanya ketika si gadis akan pergi iya akan meninggalkan surat dan uang di bawah kasur .
2. Rasan Tuho Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
B. Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin, mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
                                    NPM : 1913024048
izin menjawab
Berdasarkan materi yang telah di sampaikan melaluin ppt dapat diambil kesimpulan bahwa kearifan lokal masyarakat pepadun terdapat beberapa contoh yaitu :
A. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
1. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) yaitu ketika seorang gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak. hal ini dapat disebut juga dengan kawin lari, kawin lari dilakukan dikarenakan sang bujang tidak mampu untuk menikahi si gadis, dan biasanya ketika si gadis akan pergi iya akan meninggalkan surat dan uang di bawah kasur .
2. Rasan Tuho Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
B. Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin, mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
Nama : Catharina Anandasari
NPM : 1913024022
Kearifan lokal di Lampung Pepadun yaitu,
1. Ngumo adalah sistem berladang pada masyarakat lampung pepadun yang tinggal di daerah pedalaman. Ngumo terdapat rangkaian ritual nyuwah (membakar), kusi (menebang pohon kecil) dan tuwagh (menebang pohon besar) yang merupakan simbol dari penghormatan orang lampung terhadap lingkungan alamnya, yakni memanfaatkan hutan sekaligus memelihara hutan.
2. Begawi cakak pepadun merupakan rangkaian perkawinan dimana terdapat upacara untuk memberikan gelar kepada pengantin pria dan wanita dengan naik tahta penyimbangan serta memperoleh gelar dan kedudukan yang tinggi dalam adat.
3. Perkawinan adat lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
                                    NPM : 1913024022
Kearifan lokal di Lampung Pepadun yaitu,
1. Ngumo adalah sistem berladang pada masyarakat lampung pepadun yang tinggal di daerah pedalaman. Ngumo terdapat rangkaian ritual nyuwah (membakar), kusi (menebang pohon kecil) dan tuwagh (menebang pohon besar) yang merupakan simbol dari penghormatan orang lampung terhadap lingkungan alamnya, yakni memanfaatkan hutan sekaligus memelihara hutan.
2. Begawi cakak pepadun merupakan rangkaian perkawinan dimana terdapat upacara untuk memberikan gelar kepada pengantin pria dan wanita dengan naik tahta penyimbangan serta memperoleh gelar dan kedudukan yang tinggi dalam adat.
3. Perkawinan adat lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
Tazkya Aulia Rahma
1913024036
1. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho. Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (mulei- menganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak. Sedangkan rasan tuho yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
2. Piil Pesengiri
Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
3. Cuak mengan
Tradisi makan bersama masyarakat adat Lampung Pepadun. Tardisi ini punya filosofi, kuatnya kebersamaan dan sifat terbuka masyarakat Lampung. Melalui tradisi ini kita menyatukan visi memperkuat sinergi untuk bersama membangun negeri.
                                    1913024036
1. Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho. Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (mulei- menganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak. Sedangkan rasan tuho yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
2. Piil Pesengiri
Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
3. Cuak mengan
Tradisi makan bersama masyarakat adat Lampung Pepadun. Tardisi ini punya filosofi, kuatnya kebersamaan dan sifat terbuka masyarakat Lampung. Melalui tradisi ini kita menyatukan visi memperkuat sinergi untuk bersama membangun negeri.
Saya Rima Mei Yanti NPM 1913024008 izin menjawab, Kearifan lokal dilampung pepadun banyak sekali macamnya, berdasarkan yanh dijelaskan oleh kelompok yang persentasi macam-macam dari kearifan lokal pepadun, diantaranya :
1. Pernikahan Adat Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
2. Falasafah adat lampung pepadun yaitu Piil pesenggiri sebagai filsafat hidup.
3. Begawi cakak pepadun
Yaitu acara adat untuk memberikan gelar kepada pengantin pria dan wanita dengan naik tahta penyimbangan serta memperoleh gelar dan kedudukan yang tinggi dalam adat.
                                    1. Pernikahan Adat Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
2. Falasafah adat lampung pepadun yaitu Piil pesenggiri sebagai filsafat hidup.
3. Begawi cakak pepadun
Yaitu acara adat untuk memberikan gelar kepada pengantin pria dan wanita dengan naik tahta penyimbangan serta memperoleh gelar dan kedudukan yang tinggi dalam adat.
Annisa Defy Shafira 1913024026
System perkawinan dengan menganut asas “ngejuk-ngakuk”
Yanga rtinya orang tua orang tua akan merelakan dan memberikan anak gadisnya untuk diambil oleh keluarga bujang.
Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin,
mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal
adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. lampung pepadun menyebut; Piil
pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah
(prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan
(prinsip kerja sama).
upacara adat Cakak Pepadun
Begawai Cakak Pepadun merupakan rangkaian upacara perkawinan Lampung Pepadun Jurai Abung yang dirangkaikan dengan upacara pemberian gelar bagi mempelai pria dan mempelai wanita dengan naik tahta kepenyimbangan dan memperoleh gelar serta kedudukan yang tinggi dalam adat.
                                    System perkawinan dengan menganut asas “ngejuk-ngakuk”
Yanga rtinya orang tua orang tua akan merelakan dan memberikan anak gadisnya untuk diambil oleh keluarga bujang.
Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin,
mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal
adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. lampung pepadun menyebut; Piil
pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah
(prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan
(prinsip kerja sama).
upacara adat Cakak Pepadun
Begawai Cakak Pepadun merupakan rangkaian upacara perkawinan Lampung Pepadun Jurai Abung yang dirangkaikan dengan upacara pemberian gelar bagi mempelai pria dan mempelai wanita dengan naik tahta kepenyimbangan dan memperoleh gelar serta kedudukan yang tinggi dalam adat.
ajeng aambar kusuma
1913024056
Kearifan lokal di Lampung Pepadun
Contoh kearifan lokal di masyarakat pepadun yaitu :
Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin, mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. Lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
                                    1913024056
Kearifan lokal di Lampung Pepadun
Contoh kearifan lokal di masyarakat pepadun yaitu :
Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Terjadinya perkawinan menurut adat suku lampung pepadun melalui 2 cara, yaitu Rasan Sanak dan Rasan Tuho.
a. Rasan Sanak
Perkawinan Rasan Sanak ini atas kehendak kedua muda-mudi (muleimenganai) dengan cara berlarian (Sebambangan) dimana si gadis dibawa oleh pihak bujang ke keluarga dan ke kepala adatnya, kemudian diselesaikan dengan perundingan damai diantara kedua belah pihak. Perbuatan mereka ini disebut “Mulei Ngelakai”. Apabila gadis yang pergi berlarian atas kehendak sendiri maka disebut “cakak lakai/nakat”. Dalam acara berlarian ini terjadi perbuatan melarikan dan untuk si gadis dipaksa lari bukan atas persetujuannya. Perbuatan ini disebut “Tunggang” atau “Ditengkep”. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran adat muda-mudi dan dapat berakibat dikenakan hukum secara adat atau denda. Tetapi pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara damai oleh para penyimbang kedua belah pihak.
b. Rasan Tuho
Tuho (Pekerjaan Orang Tua), yaitu perkawinan yang terjadi dengan cara “Lamaran” atau pinangan dari pihak orang tua bujang kepada pihak orang tua gadis. Rasan Tuho ini dapat juga terjadi dikarenakan sudah ada rasan sanak, yang kemudian diselesaikan oleh para penyimbang kedua belah pihak dengan Rasan Tuho.
Falsafah Hidup Masyarakat Adat Pepadun
Masyarakat Lampung baik yang beradat Pepadun maupun yang beradat Saibatin, mempunyai sistem falsafah hidup. Filsafat hidup masyarakat Lampung yang terkenal adalah filsafat hidup Piil Pesenggiri. Lampung pepadun menyebut; Piil pesenggiri (prinsip kehormatan), Juluk adek (prinsip keberhasilan), Nemui nyimah (prinsip penghargaan), Nengah nyappur (prinsip persamaan), dan Sakai sambayan (prinsip kerja sama).
Erika Suci Amalia
1913024010
Dalam
Kearifan Lokal Masyarakat adat Lampung Pepadun, Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis keturunan bapak. lampung pepadun memiliki banyak kearifan lokal diantaranya :
1. Ngejuk- Ngakuk : Sistem perkawinan masyarakat adat Lampung Pepadun menganut asas ngejuk-ngakuk. ” (memberi – mengambil). Orang tua akan memberikan dan merelakan anak gadisnya (muli) untuk diambil oleh bujang (menghanai). Ngejuk dalam arti yang luas ialah memberikan anak gadis untuk diambil atau dikawinkan dan dijadikan anggota keluarga yang lain. Artinya pemberian anak gadis tersebut diketahui oleh para orang tua mereka (kedua belah pihak).
2. Sebambangan : Sebambangan atau Ngebambambang, Ninjuk atau Nakat, dan Nunggang ialah istilah yang digunakan “kawin lari” oleh masyarakat Lampung Pepadun. Secara harfiah Sebambangan berasal dari kata “se” (saling) dan “bumbang” (bawa atau pergi). Sebambangan berarti sebuah perkawinan tanpa melalui proses lamaran dan merupakan inisiatif yang kemudian diusahakan dan diperjuangkan oleh pasangan laki-laki dan perempuan yang akan menikah.
3. Melayangkan Tenepik : Pasangan mulie-menghanai sebelum pergi bersama, terlebih dahulu meninggalkan surat penerang (tenepik) dan uang peninggalan (seserahan) yang diletakan di suatu tempat dimana gadis tinggal (biasanya di kamar gadis) atau di sebuah lemari pakaian dengan harapan mudah dicari dan ditemukan oleh orang tua atau keluarga setelah mengetahui anaknya tidak ada.
4. Anjau Sabai dan Mengiyan : silaturahmi untuk saling mengenal kedua belah pihak calon besan, biasanya dilakukan atas permintaan keluarga laki-laki dengan membawa makanan dan minuman yang kemudian dimakan secara bersama (mengan pujama). Kegiatan tersebut dilakukan pula oleh pihak perempuan dengan mendatangi pihak laki-laki (mengiyan atau begiyan) dengan tujuan mengantarkan perkakas atau pakaian sehari-hari si kebayan atau manjau
5. Begawi cakak Pepadun : Begawai Cakak Pepadun merupakan rangkaian upacara perkawinan Lampung Pepadun Jurai Abung yang dirangkaikan dengan upacara pemberian gelar bagi mempelai pria dan mempelai wanita dengan naik tahta kepenyimbangan dan memperoleh gelar serta kedudukan yang tinggi dalam adat.
6. Ritual Membakar Hutan dalam Tradisi Ngumo: Berladang dan Memelihara Hutan Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun : terdapat rangkaian ritual-ritual yang merupakan simbol dari ”penghormatan” orang Lampung terhadap lingkungan alamnya, yakni memanfaatkan hutan sekaligus memelihara hutan. Ritual itu antara lain nyuwah (membakar), kusi (menebang pohon kecil) dan tuwagh (menebang pohon besar).
7. Perkawinan Adat Lampung Pepadun, terdiri dari 2 macam, yaitu rasan tuho dan rasan anak.
8. Falsafah hidup orang lampung yang meliputi : Juluk adek (pemberin gelar), Nemui nyimah (bertamu), Nengah nyappur (bersilaturahmi), dan Sakai sambayan (persatuan).
                                    1913024010
Dalam
Kearifan Lokal Masyarakat adat Lampung Pepadun, Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis keturunan bapak. lampung pepadun memiliki banyak kearifan lokal diantaranya :
1. Ngejuk- Ngakuk : Sistem perkawinan masyarakat adat Lampung Pepadun menganut asas ngejuk-ngakuk. ” (memberi – mengambil). Orang tua akan memberikan dan merelakan anak gadisnya (muli) untuk diambil oleh bujang (menghanai). Ngejuk dalam arti yang luas ialah memberikan anak gadis untuk diambil atau dikawinkan dan dijadikan anggota keluarga yang lain. Artinya pemberian anak gadis tersebut diketahui oleh para orang tua mereka (kedua belah pihak).
2. Sebambangan : Sebambangan atau Ngebambambang, Ninjuk atau Nakat, dan Nunggang ialah istilah yang digunakan “kawin lari” oleh masyarakat Lampung Pepadun. Secara harfiah Sebambangan berasal dari kata “se” (saling) dan “bumbang” (bawa atau pergi). Sebambangan berarti sebuah perkawinan tanpa melalui proses lamaran dan merupakan inisiatif yang kemudian diusahakan dan diperjuangkan oleh pasangan laki-laki dan perempuan yang akan menikah.
3. Melayangkan Tenepik : Pasangan mulie-menghanai sebelum pergi bersama, terlebih dahulu meninggalkan surat penerang (tenepik) dan uang peninggalan (seserahan) yang diletakan di suatu tempat dimana gadis tinggal (biasanya di kamar gadis) atau di sebuah lemari pakaian dengan harapan mudah dicari dan ditemukan oleh orang tua atau keluarga setelah mengetahui anaknya tidak ada.
4. Anjau Sabai dan Mengiyan : silaturahmi untuk saling mengenal kedua belah pihak calon besan, biasanya dilakukan atas permintaan keluarga laki-laki dengan membawa makanan dan minuman yang kemudian dimakan secara bersama (mengan pujama). Kegiatan tersebut dilakukan pula oleh pihak perempuan dengan mendatangi pihak laki-laki (mengiyan atau begiyan) dengan tujuan mengantarkan perkakas atau pakaian sehari-hari si kebayan atau manjau
5. Begawi cakak Pepadun : Begawai Cakak Pepadun merupakan rangkaian upacara perkawinan Lampung Pepadun Jurai Abung yang dirangkaikan dengan upacara pemberian gelar bagi mempelai pria dan mempelai wanita dengan naik tahta kepenyimbangan dan memperoleh gelar serta kedudukan yang tinggi dalam adat.
6. Ritual Membakar Hutan dalam Tradisi Ngumo: Berladang dan Memelihara Hutan Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun : terdapat rangkaian ritual-ritual yang merupakan simbol dari ”penghormatan” orang Lampung terhadap lingkungan alamnya, yakni memanfaatkan hutan sekaligus memelihara hutan. Ritual itu antara lain nyuwah (membakar), kusi (menebang pohon kecil) dan tuwagh (menebang pohon besar).
7. Perkawinan Adat Lampung Pepadun, terdiri dari 2 macam, yaitu rasan tuho dan rasan anak.
8. Falsafah hidup orang lampung yang meliputi : Juluk adek (pemberin gelar), Nemui nyimah (bertamu), Nengah nyappur (bersilaturahmi), dan Sakai sambayan (persatuan).
