Forum Analisis Soal

Forum Analisis Soal

Number of replies: 36

Persimpangan Etika dan Paradigma Pemerintahan

Memasuki awal dekade abad ke-21, Indonesia mengalami gelombang besar Reformasi yang menuntut adanya Demokratisasi. Adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menunjukkan masa transformasi dimulai, membuka kesempatan para pemimpin daerah provinsi, kabupaten/kota untuk mengambil peran dan melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya atas rumah tangga/pemerintahanya sendiri juga pelayanan umum kepada masyarakat. 

Siap maupun tidak, pemerintah daerah harus memikul konsekuensi dari keputusan tersebut. Meskipun pergantian rezim orde baru menuju reformasi yang jelas tampak melahirkan tata kelola pemerintahan yang baru, namun pemerintahan secara tidak langsung tetap saja mempertahankan budaya birokrasi pemerintahan yang lama, masalah yang menjadi perhatian khusus sampai saat ini yaitu ketidakmampuan para birokrat menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat. 


Memasuki awal dekade abad ke-21, Indonesia mengalami gelombang besar Reformasi yang menuntut adanya Demokratisasi. Adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menunjukkan masa transformasi dimulai, membuka kesempatan para pemimpin daerah provinsi, kabupaten/kota untuk mengambil peran dan melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya atas rumah tangga/pemerintahanya sendiri juga pelayanan umum kepada masyarakat. 

Siap maupun tidak, pemerintah daerah harus memikul konsekuensi dari keputusan tersebut. Meskipun pergantian rezim orde baru menuju reformasi yang jelas tampak melahirkan tata kelola pemerintahan yang baru, namun pemerintahan secara tidak langsung tetap saja mempertahankan budaya birokrasi pemerintahan yang lama, masalah yang menjadi perhatian khusus sampai saat ini yaitu ketidakmampuan para birokrat menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat. 

Paradigma pemerintahan yang dibangun dimasa lalu tetap dipertahankan dan menjadi akar masalah pemerintahan dan birokrasi sehingga mengancam demokratisasi.

Paradigma pemerintahan yang keliru seperti itulah yang tetap dipertahankan sehingga menjadi salah satu ciri kelemahan kinerja jajaran pemerintahan sampai detik ini. Persimpangan antar etika dan paradigma pemerintahan semakin mencuat dan menghadapkan diri pada problematika etik. 

 

Paradigma pemerintahan yang seharusnya dibangun, tetapi berbalik menjadi kelemahan jajaran pemerintah yang dihadapkan dengan polemik etik, antara lain : 

Independence, independensi harus dikedepankan untuk menunjukan posisi jajaran pemerintah maupun birokrasi agar dapat menjalankan kewajibanya dengan baik, namun pada kenyataannya jajaran birokrasi tidak memiliki independensi baik struktural maupun sikap sehingga menyebabkan mudahnya terperangkap pada jurang penyalahgunaan dan penyimpangan jabatan yang melahirkan budaya korupsi dilingkaran persetan pemerintahan baik pusat maupun daerah; 

Impartialy, banyak kasus jajaran birokrasi tidak memperlakukan pelayanan secara adil dan merata tentu menguntungkan para pengguna pelayanan dengan identitas tertentu yang mencerminkan konstelasi politik, tentu hal ini menghasilkan ketidak percayaan publik pada jajaran birokrasi dan pemerintah; 

Integrity, seyogyanya pemerintah dan jajaran birokrasi mengedepankan prinsip integritas yang tersubprinsip pada indak jujur,keadilan, ketepatan dan kecepatan pelayanan bukan malah sebaliknya, masalah ini menghasikan birokrasi yang koruptif dan tidak kredibel; 

Transparency, dengan mengedepankan prinsip transparansi maka dapat mengidentifikasi setiap penyimpangan finansial, menekan persepsi korupsi, lemahnya kompetensi dan tindakan favoritisme terhadap kelompok politik tertentu sehingga akan melahirkan birokrasi yang kredibel; 

Efficiency, jajaran birokrasi seringkali terjebak sikap tidak efisien dalam membelanjakan anggaran publik, dalam banyak kasus pemborosan menjadi bagian dari motivasi kerja mereka untuk melakukan perjalanan dinas, manipulasi bukti belanja dan modus lainnya untuk memperoleh keuntungan pribadi, seharusnya dalam menyusun program kerja harus ekstra hati-hati untuk menghasilkan kerja yang efisien, berkelanjutan, berintegritas, modern, dan dapat dipertanggungjawabkan; 

Profesionalism, kompetensi menjadi kunci utama mewujudkan birokrasi yang kredibilitas. Kurangnya menerapkan prinsip ekuitas, akurasi, ketekunan, dan pelayanan prima yang menjadi ciri dari bentuk profesionalitas;

Service mindedness, ketidak pahaman dan ketidaksadaran diri jajaran birokrasi untuk melayani kepentingan masyarakat, indikator pelayanan publik seakan tidak diindahkan, ketepatan pelayanan, kecepatan dan waktu pelayanan seringkali menjadi kendala dan menghasilkan pelayanan yang tidak memuaskan.

Paradigma pemerintahan yang salah terus tumbuh subur tanpa jeda, tentu berbicara pemerintah dan birokrasi di Indonesia tidak lepas dari permasalahan yang disinggung sebelumnya. 

Kondisi birokrasi dan pemerintahan Indonesia yang carut marut mengindikasi adanya penyimpangan paradigma pemerintahan dan pelanggaran kode etik jajaran birokrat. 

Banyaknya keluhan dan laporan masyarakat menyayangkan sikap aparatur pemerintah yang tidak memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat seakan para birokrat menjadi momok yang menjengkelkan bagi masyarakat, lebih baik menghindar daripada berhadapan dengan para birokrat terkecuali dalam keadaan terpaksa, begitu analoginya.

Hal itu wajar menyebabkan tingginya ketidakpercayaan masyarakat terhadap jajaran pemerintah. Tingginya ketidak percayaan masyarakat mengindikasi adanya kesalahan dalam melaksanakan paradigma pemerintah, masalah ini tentu menjadi isu krusial yang harus dibenahi oleh pemerintah dengan upaya pembenahan pengembalian fungsi dan tujuan birokrasi pemerintahan.

Permasalahan birokrasi pemerintahan Indonesia tidak cukup sampai disitu, melainkan tersegmentasi lebih jauh kedalam beberapa bahasan persoalan. Pertama, aparat birokrasi telah terkooptasi sikap dan perilakunya oleh kepentingan-kepentingan pribadi dan politik sang patron yang cenderung vested interest. 

Orientasi mereka bukan lagi bagaimana masyarakat merasa nyaman dengan dan terlayani dengan pelayanan yang mereka berikan tapi jutru yang penting bagi mereka bagaimana pekerjaan mereka menjadi alat penguasaan, dan pada saat yang sama masyarakat merasa dirugikan. Kedua, lemahnya proses rekruitmen, seleksi serta pengembangan sumberdaya manusia (SDM) yang tidak terprogram dengan baik. 

Adanya tenaga profesional dalam posisi yang tidak semestinya (the right man in the wrong place). Ketiga, evaluasi program kepegawaian sangat jarang dilakukan dan walaupun ada hasilnya, biasanya sangat diragukan obyektivitasnya hanya untuk memenuhi formalitas belaka. 

Keempat, masih kaburnya kode etik bagi aparat birokrasi publik (code of conduct), sehingga tidak mampu menciptakan adanya budaya birokrasi yang sehat, seperti kerja keras, keinginan untuk berprestasi kejujuran, rasa tanggung jawab, bersih dan bebas dari KKN, dan sebagainya. 

Ditambah lagi sebagian para birokrat yang memiliki sikap tidak terpuji seperti melayani masyarakat dengan kasar serta tidak acuh dengan masyarakat. 

Kelima, lemahnya responsivitas, representativitas, dan responsibilitas aparatur pemerintah, dimana mereka hanya mampu menempatkan dirinya sebagai mesin birokrasi yang tidak mampu mengadaptasikan sikap dan perilakunya pada kondisi dan tuntutan masyarakat yang terus berubah. 

Keenam, manajemen pelayanan publik (public sevice management) yang terlalu didominasi paradigma dikotomi kebijakan-administrasi, manajemen ilmiah, matematis dan mengabaikan paradigma diskursif, perilaku sosial, sistemik, pilihan publik dan pilihan sosial. 

Ketujuh, politik penggajian dan kesejahteraan pegawai yang kurang adil menyebabkan pegawai kurang mempunyai motivasi kerja sehingga memicu timbulnya perilaku kolutif dan koruptif.

Melihat kenyataan di atas maka tidak ada cara lain untuk mengatasi masalah tersebut. Kita harus memiliki sense of crisis, sense of urgency, sense of purpose sehingga mampu mencarikan jalan keluar bagi krisis yang ada pada tubuh birokrasi publik kita. Perlu adanya gerakan baru yang berani, yang tidak hanya mengubah sistem saja tetapi bisa mengubah mindset dan paradigma masyarakat dan pemerintah terhadap birokrasi. Sehingga harus ada dan perlunya suatu upaya yang dilakukan untuk memulai merubah pola kerja birokrasi dan citra birokrasi dimasyarakat.

Beberapa strategi pokok yang perlu dilakukan untuk mengubah paradigma pelayan yang dapat dilakukan dalam rangka pembenahan pelayanan publik, antara lain : pertama, mengubah budaya paternalistik dalam pelayanan menjadi budaya egaliter sehingga posisi antara pejabat, pegawai pemerintahan, dan pengguna jasa layanan publik adalah sama. 

Kedua, menegakkan kriteria efektivitas dan efisiensi pelayanan. Tidak semata-mata bahwa pelayanan kepada publik sudah dilakukan, namun harus memerhatikan apakah pelayanan tersebut sudah cukup cepat, mudah, dan jelas bagi masyarakat, juga tidak menghabiskan banyak biaya, terutama biaya yang seharusnya tidak perlu (tidak resmi). 

Ketiga, mengembangkan remunerasi berdasarkan kinerja (merit system), sehingga mendorong aparatur lebih kreatif dan inovatif dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. 

Keempat, terbuka menerima kritik yang disampaikan publik (media, LSM, dan masyarakat). Kelima, membudayakan delegasi kewenangan dan diskresi yang bertanggung jawab. Tidak boleh lagi ada pelayanan kepada masyarakat yang terhambat karena tidak adanya pimpinan. Keenam, orientasi kepada pelayanan pengguna jasa.

Semua permasalahan mengenai kondisi pelayanan publik dan birokrasi pemerintah hari ini salah satunya karena salah menempatkan paradigma pemerintahan, maka permasalahan tersebut harus segera diselesaikan. Kalau tidak maka akan membusuk dan merusak sistem yang lain. 

Walaupun perubahan itu harus memakan waktu dan biaya yang banyak namun itu lebih baik dilakukan daripada terus dalam persimpangan etika dan paradigma pemerintahan yang merugikan. 

Sudah banyak konsep-konsep dan strategi-strategi para ilmuan untuk mencari formula yang tepat untuk mereformasi birokrasi pemerintah, tetap saja semua itu harus didukung oleh semua pihak. Dibutuhkan komitmen yang tinggi dari semua komponen agar perubahan itu bisa segera dilakukan sebagai perwujudan reformasi dan perbaikan implementasi demokrasi.

 

https://www.kompasiana.com/erlitaasakura/5fb1d29e8ede484e2d232442/persimpangan-etika-dan-paradigma-pemerintahan

 

 

Analisis soal 2

A.    Bagaimanakah sistem etika perilaku politik saat ini? Sudah sesuaikah dengan nilai-nilai Pancasila? Jelaskan!

B.     Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika, pada umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Bagaimanakah etika generasi muda yang ada di sekitar tempat tinggal mu? Apakah mencerminkan etika dan nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia? Berikan solusi mengenai adanya dekadensi moral yang saat ini terjadi !

 

 


In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Tiffani Putri Diana གིས-
A. Sistem Etika Perilaku Politik Saat Ini dan Kesesuaiannya dengan Nilai-Nilai Pancasila
Sistem etika perilaku politik di Indonesia saat ini masih mengalami dilema dan kontradiksi yang signifikan dengan nilai-nilai Pancasila. Berdasarkan dokumen yang dibaca, terdapat kesenjangan besar antara idealitas normatif yang tertuang dalam Pancasila dengan praktik politik dan birokrasi yang terjadi di lapangan. Reformasi yang dimulai sejak awal dekade abad ke-21 dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah memang telah membawa perubahan struktural dalam tata kelola pemerintahan, namun sayangnya tidak diikuti dengan perubahan paradigma dan budaya politik yang mendasar. Birokrasi pemerintahan masih mempertahankan budaya lama yang feodalistik dan paternalistik, dimana para birokrat belum sepenuhnya menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat melainkan justru menjadi penguasa yang harus dilayani.
Jika kita menganalisis perilaku politik dan birokrasi saat ini dengan menggunakan kerangka nilai-nilai Pancasila, tampak jelas adanya penyimpangan sistemik. Sila Pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" mengajarkan tentang kejujuran, integritas, dan pertanggungjawaban moral di hadapan Tuhan, namun dalam praktiknya masih marak terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan elite politik dan birokrat. Mereka seolah tidak lagi memiliki rasa takut kepada Tuhan dan hanya mengejar kepentingan duniawi semata. Sila Kedua "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" seharusnya menjadi landasan bagi para penyelenggara negara untuk memperlakukan seluruh warga negara secara adil tanpa diskriminasi, namun faktanya masih banyak terjadi praktik favoritisme, diskriminasi pelayanan, dan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya. Pelayanan publik masih dipengaruhi oleh identitas politik, kedekatan personal, dan kemampuan ekonomi seseorang, bukan berdasarkan prinsip keadilan dan kesetaraan.
Sila Ketiga "Persatuan Indonesia" mengajarkan pentingnya menjaga kesatuan dan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi atau golongan, tetapi perilaku politik elite saat ini justru cenderung memecah belah dan memprioritaskan kepentingan kelompok atau partai politik tertentu. Politik identitas, polarisasi sosial, dan konflik horizontal semakin menguat karena elite politik lebih suka memanfaatkan sentimen primordial untuk meraih kekuasaan daripada membangun persatuan. Sila Keempat "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan" seharusnya menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan politik yang demokratis dan deliberatif, namun realitasnya proses pengambilan keputusan seringkali tidak transparan, elitis, dan mengabaikan aspirasi rakyat. Kebijakan publik lebih banyak dipengaruhi oleh kepentingan oligarki politik dan pengusaha daripada kepentingan rakyat banyak.
Sila Kelima "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia" mengamanatkan terciptanya kesejahteraan yang merata dan berkeadilan, namun kesenjangan ekonomi dan sosial justru semakin melebar. Ketidakadilan struktural dalam sistem ekonomi-politik membuat kekayaan dan sumber daya hanya dikuasai oleh segelintir elite, sementara mayoritas rakyat masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dari analisis ini jelas bahwa sistem etika perilaku politik saat ini belum sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Yang terjadi adalah "Pancasila" hanya dijadikan simbol dan retorika politik tanpa implementasi substansial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dokumen yang dibaca juga menyebutkan beberapa prinsip etika pemerintahan yang seharusnya ditegakkan namun justru menjadi kelemahan sistemik, yaitu independence (independensi), impartiality (ketidakberpihakan), integrity (integritas), transparency (transparansi), efficiency (efisiensi), professionalism (profesionalisme), dan service mindedness (orientasi pelayanan). Ketujuh prinsip ini sebenarnya sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, namun dalam praktiknya mengalami distorsi. Independensi struktural dan sikap birokrat sangat lemah sehingga mudah terperangkap dalam penyalahgunaan jabatan. Ketidakberpihakan tidak terwujud karena pelayanan masih diskriminatif berdasarkan konstelasi politik. Integritas rendah yang tercermin dari maraknya praktik tidak jujur dan korupsi. Transparansi minim yang membuka ruang bagi penyimpangan finansial dan persepsi korupsi. Efisiensi diabaikan karena pemborosan anggaran menjadi modus untuk memperkaya diri. Profesionalisme rendah karena kompetensi tidak menjadi prioritas dalam rekrutmen dan penempatan jabatan. Dan service mindedness yang lemah karena birokrat tidak memahami esensi dirinya sebagai pelayan publik.
Akar masalah dari ketidaksesuaian etika politik dengan Pancasila adalah persoalan paradigma. Paradigma lama yang feodalistik, paternalistik, dan kekuasaan-sentris masih sangat kuat mengakar dalam budaya birokrasi dan politik Indonesia. Meskipun secara formal telah terjadi demokratisasi, namun substansi demokrasi yang mengedepankan kedaulatan rakyat, akuntabilitas, dan pelayanan publik belum sepenuhnya terinternalisasi. Para elite politik dan birokrat masih melihat jabatan sebagai privilege untuk dikuasai dan dieksploitasi, bukan sebagai amanah untuk melayani. Mereka masih merasa sebagai "priyayi" yang harus dihormati dan dilayani oleh rakyat, bukan sebaliknya. Mindset inilah yang kemudian melahirkan berbagai penyimpangan etika seperti arogansi kekuasaan, korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan pelayanan publik yang buruk.
Untuk menjawab apakah sistem etika politik sudah sesuai dengan Pancasila, jawaban tegas saya adalah belum. Masih terdapat kesenjangan yang sangat lebar antara das sollen (yang seharusnya) dengan das sein (yang senyatanya). Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa masih sebatas dokumen formal yang dikutip dalam pidato-pidato seremonial, namun belum menjadi ruh yang menggerakkan perilaku politik dan birokrasi secara nyata. Diperlukan upaya sistematis dan komprehensif untuk mengembalikan Pancasila sebagai etika politik yang hidup dan dipraktikkan, bukan hanya sebagai simbol yang mati. Ini membutuhkan tidak hanya perubahan regulasi dan sistem, tetapi yang lebih fundamental adalah transformasi paradigma, budaya, dan karakter bangsa.

B. Etika Generasi Muda di Lingkungan Tempat Tinggal dan Solusi Dekadensi Moral
Mengamati etika generasi muda di sekitar tempat tinggal saya di Bandar Lampung, saya menemukan fenomena yang cukup mengkhawatirkan sekaligus paradoksal. Di satu sisi, generasi muda saat ini memiliki akses informasi dan pendidikan yang jauh lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya berkat kemajuan teknologi dan internet. Mereka lebih kritis, lebih terbuka terhadap keberagaman, dan lebih berani menyuarakan pendapat. Namun di sisi lain, terjadi dekadensi moral yang cukup signifikan yang ditandai dengan memudarnya nilai-nilai luhur bangsa Indonesia seperti kesopanan, gotong royong, penghormatan kepada orang tua dan guru, serta kejujuran. Banyak generasi muda yang terpengaruh oleh budaya konsumerisme, hedonisme, dan individualisme yang dibawa oleh gelombang globalisasi dan media sosial.
Dalam konteks nilai-nilai Pancasila, etika generasi muda saat ini mengalami ambivalensi. Dari segi Sila Pertama tentang Ketuhanan, masih banyak generasi muda yang taat beribadah dan aktif dalam kegiatan keagamaan, namun tidak sedikit pula yang mulai meninggalkan praktik keagamaan atau bahkan mengalami krisis spiritual. Fenomena "agama KTP" atau beragama hanya sebatas identitas formal tanpa penghayatan substansial mulai marak terjadi. Beberapa generasi muda juga mulai terpapar paham-paham radikal atau justru sebaliknya menjadi sangat liberal dan relatif dalam memandang nilai-nilai moral keagamaan. Dari segi Sila Kedua tentang Kemanusiaan, generasi muda memang lebih inklusif dan menghargai keberagaman, namun di sisi lain juga mudah terprovokasi oleh isu-isu intoleransi dan hate speech di media sosial yang kemudian memicu cyberbullying dan perundungan.
Terkait Sila Ketiga tentang Persatuan Indonesia, generasi muda memiliki nasionalisme yang cenderung menurun. Mereka lebih mengidentifikasi diri sebagai warga global atau netizen daripada sebagai warga negara Indonesia. Hal ini tercermin dari kurangnya penghormatan terhadap simbol-simbol negara, minimnya pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa, dan lunturnya semangat cinta tanah air. Banyak generasi muda yang lebih bangga menggunakan produk luar negeri, berbahasa asing, dan mengikuti tren global daripada melestarikan budaya lokal. Dari segi Sila Keempat tentang Demokrasi dan Musyawarah, generasi muda memang lebih vokal dan partisipatif dalam menyuarakan pendapat, namun seringkali tidak diimbangi dengan kemampuan mendengar, berempati, dan berkompromi. Budaya debat kusir, saling serang di media sosial, dan intoleransi terhadap perbedaan pendapat justru semakin menguat.
Mengenai Sila Kelima tentang Keadilan Sosial, kesadaran sosial generasi muda cukup beragam. Ada yang sangat peduli terhadap isu-isu ketidakadilan, kemiskinan, dan lingkungan sehingga aktif dalam gerakan sosial dan volunteer, namun tidak sedikit pula yang apatis dan hanya fokus pada kepentingan pribadi. Budaya instant gratification, pamer kemewahan di media sosial, dan sikap konsumtif membuat banyak generasi muda kehilangan kepekaan sosial dan empati terhadap penderitaan orang lain. Mereka lebih sibuk mengejar status sosial, likes, dan followers daripada berkontribusi nyata untuk kesejahteraan bersama.
Dekadensi moral yang terjadi pada generasi muda tidak bisa dilepaskan dari beberapa faktor penyebab. Pertama, lemahnya pendidikan karakter dan nilai di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan kita masih terlalu fokus pada aspek kognitif dan akademis, sementara pembentukan karakter dan moral diabaikan. Orang tua juga semakin sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk mendidik dan mengawasi anak-anak mereka. Kedua, pengaruh negatif media massa dan media sosial yang tidak terkontrol. Generasi muda terpapar konten-konten yang tidak mendidik seperti kekerasan, pornografi, gaya hidup hedonistik, dan nilai-nilai yang bertentangan dengan norma ketimuran. Algoritma media sosial juga cenderung memperkuat echo chamber dan polarisasi yang membuat mereka tidak terbiasa dengan perbedaan pendapat.
Ketiga, sistem pendidikan yang belum optimal dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila secara substansial. Pancasila hanya diajarkan sebagai hafalan dan pengetahuan kognitif, bukan sebagai nilai yang harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Keempat, keteladanan dari elite politik, tokoh publik, dan orang dewasa yang buruk. Bagaimana generasi muda bisa memiliki etika yang baik jika role model mereka justru menunjukkan perilaku korupsi, intoleransi, kekerasan verbal, dan pelanggaran norma? Kelima, tekanan ekonomi dan kompetisi yang semakin keras membuat generasi muda mengalami stres dan kehilangan orientasi nilai. Mereka lebih fokus pada survival dan kesuksesan material daripada pengembangan karakter dan moral.
Untuk mengatasi dekadensi moral ini, diperlukan solusi yang komprehensif dan melibatkan semua pihak. Pertama, revitalisasi pendidikan karakter berbasis Pancasila di semua jenjang pendidikan. Pancasila harus diajarkan bukan hanya sebagai materi hafalan, tetapi sebagai nilai yang dipraktikkan melalui pembiasaan, keteladanan, dan penguatan dalam setiap aktivitas pembelajaran. Metode pembelajaran harus lebih experiential dan contextual, misalnya melalui kegiatan gotong royong, bakti sosial, dialog lintas budaya dan agama, serta project-based learning yang mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila. Guru dan dosen harus menjadi teladan yang hidup (living example) dari nilai-nilai yang diajarkan, bukan hanya content deliverer.
Kedua, penguatan peran keluarga sebagai basis pembentukan karakter. Perlu ada program parenting education yang masif untuk membekali orang tua dengan pengetahuan dan keterampilan mendidik anak di era digital. Pemerintah, sekolah, dan lembaga masyarakat harus berkolaborasi dalam menyediakan panduan dan pendampingan bagi orang tua. Keluarga harus menjadi tempat dimana anak-anak pertama kali belajar tentang nilai-nilai moral, sopan santun, tanggung jawab, dan empati melalui praktik sehari-hari, bukan hanya melalui ceramah. Quality time antara orang tua dan anak harus diprioritaskan di tengah kesibukan modern.
Ketiga, literasi digital dan media yang kritis bagi generasi muda. Mereka harus dibekali dengan kemampuan untuk memilah dan memilih konten yang positif, mengenali hoaks dan propaganda, serta bijak dalam menggunakan media sosial. Sekolah perlu memasukkan kurikulum literasi digital yang tidak hanya mengajarkan technical skill tetapi juga digital ethics dan digital citizenship. Generasi muda harus dilatih untuk menjadi konsumen media yang cerdas sekaligus produsen konten yang bertanggung jawab. Platform media sosial juga harus didesak untuk lebih bertanggung jawab dalam kurasi konten dan perlindungan terhadap pengguna muda.
Keempat, menciptakan ruang-ruang positif dan kreatif bagi generasi muda untuk mengekspresikan diri dan berkontribusi. Pemerintah daerah dan masyarakat perlu menyediakan fasilitas seperti taman baca, sanggar seni dan budaya, lapangan olahraga, dan komunitas-komunitas positif yang dapat menjadi alternatif aktivitas produktif. Generasi muda perlu dilibatkan dalam proses pembangunan dan pengambilan keputusan di tingkat lokal agar mereka merasa memiliki (sense of belonging) dan bertanggung jawab terhadap komunitasnya. Program kepemudaan harus lebih relevan dengan kebutuhan dan aspirasi mereka, bukan hanya seremonial dan top-down.
Kelima, memperkuat keteladanan dari tokoh publik, elite politik, dan orang dewasa. Tidak akan ada perubahan etika generasi muda jika mereka tidak melihat contoh nyata dari generasi di atasnya. Pemerintah harus konsisten menegakkan hukum dan etika bagi penyelenggara negara yang melakukan pelanggaran. Media massa harus lebih selektif dalam mengangkat role model dan memberikan space lebih banyak bagi tokoh-tokoh inspiratif yang memiliki integritas. Kampanye publik tentang tokoh-tokoh pahlawan, aktivis sosial, dan change makers perlu digalakkan untuk memberikan inspirasi bagi generasi muda.
Keenam, mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dan budaya daerah dalam pendidikan karakter. Setiap daerah di Indonesia memiliki kearifan lokal yang kaya akan nilai-nilai moral seperti falsafah hidup, pepatah, cerita rakyat, dan tradisi yang dapat menjadi media efektif dalam menanamkan etika. Di Lampung misalnya, falsafah "Piil Pesenggiri" yang mengajarkan tentang kehormatan diri, menjunjung tinggi harga diri, dan menjaga martabat dapat diintegrasikan dalam pendidikan moral. Begitu pula dengan tradisi gotong royong, begawi (kerja bakti), dan nilai-nilai kebersamaan lainnya yang masih hidup di masyarakat adat.
Ketujuh, memberdayakan peer education dan youth leadership. Generasi muda lebih mudah menerima pengaruh dari sesama generasi muda daripada dari orang dewasa. Oleh karena itu, perlu dikembangkan program dimana generasi muda yang memiliki karakter positif dilatih menjadi peer educator atau agen perubahan di komunitasnya. Mereka dapat menjadi panutan dan mengajak teman sebayanya untuk berperilaku lebih baik. Program mentoring antar generasi muda juga perlu dikembangkan agar mereka saling belajar dan support dalam membangun karakter.
Kedelapan, menciptakan sistem reward and punishment yang konsisten. Generasi muda yang menunjukkan prestasi dan karakter baik perlu diapresiasi dan diberi penghargaan agar menjadi motivasi bagi yang lain. Sebaliknya, perilaku menyimpang perlu diberi sanksi yang tegas namun edukatif agar ada efek jera sekaligus pembelajaran. Sistem ini harus diterapkan secara konsisten di keluarga, sekolah, dan masyarakat agar generasi muda memahami konsekuensi dari setiap perilaku mereka.
Kesembilan, menghidupkan kembali budaya dialog dan komunikasi intergenerasi. Generasi muda perlu didorong untuk lebih banyak berkomunikasi dan belajar dari generasi yang lebih tua tentang nilai-nilai, pengalaman hidup, dan kebijaksanaan. Sebaliknya, generasi tua juga perlu membuka diri untuk mendengar aspirasi dan pandangan generasi muda dengan tidak judgmental. Forum-forum dialog seperti focus group discussion, sharing session, dan mentoring program perlu difasilitasi untuk membangun mutual understanding dan transfer nilai antar generasi.
Kesepuluh, pendekatan spiritual dan religious yang substansial, bukan formalistik. Pendidikan agama harus lebih menekankan pada internalisasi nilai-nilai universal seperti kasih sayang, kejujuran, keadilan, dan toleransi, bukan hanya pada ritual dan simbol-simbol keagamaan. Generasi muda perlu diajak untuk memahami esensi dari ajaran agama yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila sehingga mereka memiliki pondasi spiritual yang kuat dalam menghadapi tantangan moral. Tokoh agama perlu berperan lebih aktif dalam memberikan bimbingan spiritual yang relevan dengan konteks kehidupan generasi muda saat ini.
Sebagai penutup, dekadensi moral generasi muda adalah persoalan serius yang membutuhkan perhatian dan tindakan segera dari semua pihak. Namun kita juga tidak boleh terjebak pada generalisasi negatif yang menganggap semua generasi muda bermoral buruk. Masih banyak generasi muda yang memiliki karakter baik, berprestasi, dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Yang perlu dilakukan adalah memperkuat yang sudah baik dan membimbing yang masih mencari jalan. Solusi dekadensi moral tidak bisa instant dan tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak saja. Dibutuhkan kolaborasi antara keluarga, sekolah, pemerintah, masyarakat, media massa, tokoh agama, dan generasi muda itu sendiri. Yang paling penting adalah konsistensi dan komitmen jangka panjang dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila sebagai karakter bangsa yang harus diwariskan dari generasi ke generasi.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061078 Rahma Aulia Putri. Ar གིས-
A. Sistem etika dalam perilaku politik saat ini dapat dianggap masih jauh dari ideal serta belum mencerminkan nilai-nilai utama Pancasila. Hal ini disebabkan oleh berbagai pelanggaran dan kekurangan yang mewarnai etika perilaku politik dan birokrasi di Indonesia, seperti kecenderungan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi akibat kurangnya independensi baik struktural maupun sikap. Selain itu, banyaknya pelayanan yang tidak adil dan tidak merata menguntungkan kelompok politik tertentu yang mencerminkan iklim politik saat ini. Prinsip-prinsip seperti kejujuran, keadilan, ketepatan, dan kecepatan dalam pelayanan sering kali diabaikan, yang mengakibatkan munculnya birokrasi yang koruptif dan tidak dapat dipercaya. Masalah utama yang dihadapi birokrasi Indonesia adalah ketidakmampuan birokrat untuk bersikap sebagai pelayan publik, dan rendahnya integritas serta kurangnya independensi akan menunjukkan pelanggaran kode etik yang merusak pondasi etika politik. Jika paradigma pemerintahan yang salah ini terus dipertahankan, maka nilai-nilai luhur Pancasila akan tetap terjebak dalam kebuntuan dan tidak akan berfungsi sebagai pedoman dalam pengelolaan negara dan layanan publik. Dibutuhkan komitmen yang kuat dan perubahan pola pikir secara menyeluruh untuk mengembalikan fungsi birokrasi agar sejalan dengan cita-cita reformasi serta pelaksanaan demokrasi yang berlandaskan Pancasila.

B. Di lingkungan saya, etika generasi muda menunjukkan sisi positif dan negatif.
- Di sisi positif: mereka umumnya sangat kreatif dan adaptif terhadap teknologi (mencerminkan inovasi). Mereka memiliki solidaritas yang tinggi dalam teman sebaya dan tanggap terhadap isu-isu sosial (cerminan Sila ke-3 dan ke-5).

-Di sisi negatif: Beberapa menunjukkan kurangnya sopan santun terhadap orang yang lebih tua (menggunakan bahasa informal berlebihan, kurang menghormati), individualisme yang tinggi, dan kurangnya minat pada musyawarah atau kegiatan komunal, serta mudah terprovokasi di media sosial (mencerminkan dekadensi adab dan Sila ke-4).

Solusi mengenai adanya dekadensi moral yang saat ini terjadi yaitu
1. Meningkatkan kurikulum yang berfokus pada nilai-nilai Pancasila seperti kejujuran, tanggung jawab, musyawarah, dan solidaritas dari usia dini. Tidak hanya sekadar teori, tetapi juga melalui kegiatan nyata di sekolah dan masyarakat.
2. Keluarga dan pemimpin komunitas perlu menjadi contoh yang baik dalam hal etika. Menghidupkan lagi kegiatan bersama seperti karang taruna dan gotong royong untuk mengurangi sikap individualis serta membangun rasa tanggung jawab sosial.
3. Memberikan pendidikan kepada generasi muda tentang etika berinteraksi di dunia maya, mengembangkan sikap kritis terhadap informasi yang diterima, serta mempromosikan toleransi dan penggunaan bahasa yang sopan, menghindari hoaks dan perundungan daring.
4. Dalam konteks publik atau lingkungan kerja, penting untuk menerapkan sistem yang menghargai integritas, profesionalisme, dan kinerja. Ini memberikan sinyal bahwa perilaku yang tidak etis tidak akan mendapatkan keuntungan.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061044 Keisha Nuriya Parsa གིས-
A. Sistem etika dalam perilaku politik saat ini dapat dianggap masih jauh dari ideal serta belum mencerminkan nilai-nilai utama Pancasila. Hal ini disebabkan oleh berbagai pelanggaran dan kekurangan yang mewarnai etika perilaku politik dan birokrasi di Indonesia, seperti kecenderungan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi akibat kurangnya independensi baik struktural maupun sikap. Selain itu, banyaknya pelayanan yang tidak adil dan tidak merata menguntungkan kelompok politik tertentu yang mencerminkan iklim politik saat ini. Prinsip-prinsip seperti kejujuran, keadilan, ketepatan, dan kecepatan dalam pelayanan sering kali diabaikan, yang mengakibatkan munculnya birokrasi yang koruptif dan tidak dapat dipercaya. Masalah utama yang dihadapi birokrasi Indonesia adalah ketidakmampuan birokrat untuk bersikap sebagai pelayan publik, dan rendahnya integritas serta kurangnya independensi akan menunjukkan pelanggaran kode etik yang merusak pondasi etika politik. Jika paradigma pemerintahan yang salah ini terus dipertahankan, maka nilai-nilai luhur Pancasila akan tetap terjebak dalam kebuntuan dan tidak akan berfungsi sebagai pedoman dalam pengelolaan negara dan layanan publik. Dibutuhkan komitmen yang kuat dan perubahan pola pikir secara menyeluruh untuk mengembalikan fungsi birokrasi agar sejalan dengan cita-cita reformasi serta pelaksanaan demokrasi yang berlandaskan Pancasila.

B. Di lingkungan saya, etika generasi muda menunjukkan sisi positif dan negatif.
- Di sisi positif: mereka umumnya sangat kreatif dan adaptif terhadap teknologi (mencerminkan inovasi). Mereka memiliki solidaritas yang tinggi dalam teman sebaya dan tanggap terhadap isu-isu sosial (cerminan Sila ke-3 dan ke-5).

-Di sisi negatif: Beberapa menunjukkan kurangnya sopan santun terhadap orang yang lebih tua (menggunakan bahasa informal berlebihan, kurang menghormati), individualisme yang tinggi, dan kurangnya minat pada musyawarah atau kegiatan komunal, serta mudah terprovokasi di media sosial (mencerminkan dekadensi adab dan Sila ke-4).

Solusi mengenai adanya dekadensi moral yang saat ini terjadi yaitu
1. Meningkatkan kurikulum yang berfokus pada nilai-nilai Pancasila seperti kejujuran, tanggung jawab, musyawarah, dan solidaritas dari usia dini. Tidak hanya sekadar teori, tetapi juga melalui kegiatan nyata di sekolah dan masyarakat.
2. Keluarga dan pemimpin komunitas perlu menjadi contoh yang baik dalam hal etika. Menghidupkan lagi kegiatan bersama seperti karang taruna dan gotong royong untuk mengurangi sikap individualis serta membangun rasa tanggung jawab sosial.
3. Memberikan pendidikan kepada generasi muda tentang etika berinteraksi di dunia maya, mengembangkan sikap kritis terhadap informasi yang diterima, serta mempromosikan toleransi dan penggunaan bahasa yang sopan, menghindari hoaks dan perundungan daring.
4. Dalam konteks publik atau lingkungan kerja, penting untuk menerapkan sistem yang menghargai integritas, profesionalisme, dan kinerja. Ini memberikan sinyal bahwa perilaku yang tidak etis tidak akan mendapatkan keuntungan.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2555061001 Mohammad Rizki Novreza གིས-
A. Etika dalam praktik politik Indonesia saat ini masih belum ideal dan belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Berbagai pelanggaran masih terjadi, seperti penyalahgunaan kekuasaan dan praktik korupsi yang muncul akibat lemahnya independensi baik secara struktural maupun personal. Selain itu, pelayanan publik yang tidak adil dan cenderung menguntungkan kelompok tertentu menggambarkan kondisi politik yang kurang sehat. Nilai kejujuran, keadilan, ketepatan, dan efisiensi sering diabaikan sehingga lahir birokrasi yang koruptif dan tidak dapat dipercaya. Masalah terbesar dalam birokrasi adalah minimnya kesadaran untuk berperan sebagai pelayan masyarakat, integritas yang rendah, serta kurangnya kemandirian moral sehingga memunculkan banyak pelanggaran etika. Jika pola pikir ini tidak dibenahi, nilai-nilai Pancasila akan tetap terpinggirkan dan tidak mampu berfungsi sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan. Diperlukan komitmen kuat serta perubahan mindset secara menyeluruh untuk mengembalikan birokrasi ke arah yang sesuai dengan semangat reformasi dan prinsip demokrasi berbasis Pancasila.

B.Dalam lingkungan sehari-hari, etika generasi muda menunjukkan dua sisi.

Sisi positif:
Mereka memiliki kreativitas yang tinggi, cepat beradaptasi dengan perkembangan teknologi, serta menunjukkan solidaritas kuat di antara teman sebaya. Mereka juga cukup peduli terhadap isu-isu sosial, yang mencerminkan nilai persatuan dan keadilan.

Sisi negatif:
Beberapa di antara mereka kurang menunjukkan sikap hormat terhadap orang yang lebih tua, misalnya menggunakan bahasa yang terlalu santai atau tidak sopan. Sikap individualistis, kurangnya minat pada kegiatan musyawarah dan aktivitas sosial, serta kecenderungan mudah terpengaruh oleh media sosial menunjukkan adanya penurunan nilai etika dan demokrasi.

Solusi

Penguatan kurikulum pendidikan yang menekankan nilai-nilai Pancasila seperti kejujuran, tanggung jawab, musyawarah, dan solidaritas, disertai kegiatan praktik nyata baik di sekolah maupun masyarakat.

Peran keluarga dan tokoh masyarakat sebagai teladan etika perlu diperkuat, serta menghidupkan kembali kegiatan komunal seperti karang taruna dan gotong royong untuk mengurangi sifat individualis.

Pembekalan literasi digital bagi generasi muda, termasuk etika berkomunikasi, kemampuan memilah informasi, sikap toleran, dan penolakan terhadap hoaks serta perundungan daring.

Dalam lingkungan kerja atau publik, penerapan sistem yang menekankan integritas, profesionalisme, serta penilaian berbasis kinerja untuk memastikan perilaku tidak etis tidak mendapatkan keuntungan.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2555061002 Ahmad Ridho Saputra གིས-
A.Sistem etika perilaku politik di Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang ambivalen (bertentangan). Di satu sisi, secara normatif (Sumber Politis), Pancasila secara tegas ditetapkan sebagai norma dasar tertinggi (Grundnorm) yang harus menjadi sumber dan landasan etik moral bagi seluruh peraturan perundang-undangan dan penyelenggaraan negara, sebagaimana dijelaskan dalam materi. Hal ini mengimplikasikan bahwa setiap perilaku politik, mulai dari pengambilan kebijakan, praktik demokrasi (pemilu, musyawarah), hingga jabatan publik, seharusnya didasarkan pada nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Etika politik ini menuntut perilaku yang mengutamakan kepentingan umum (bonum commune), menghindari penyalahgunaan kekuasaan, dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.

Namun, dalam praktiknya (realitas sosiologis), sistem etika perilaku politik di Indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Berbagai kasus dekadensi moral dan pelanggaran etika sering terjadi, seperti praktik korupsi yang meluas (melanggar nilai Keadilan Sosial dan Kemanusiaan yang adil dan beradab), fenomena oligarki yang mementingkan kepentingan kelompok atau pribadi di atas kepentingan bangsa (melanggar Persatuan dan Kerakyatan), serta krisis kepercayaan publik terhadap institusi politik. Gejala ini menunjukkan adanya krisis moral di kalangan elit politik, di mana etika seringkali dikesampingkan demi kepentingan pragmatis dan kekuasaan—sebuah pergeseran menuju praktik demokrasi liberal yang terkadang mengabaikan prinsip musyawarah mufakat dan spiritualitas luhur Pancasila. Oleh karena itu, penting sekali untuk kembali memperkuat Pancasila sebagai sistem etika melalui pendidikan politik dan penegakan hukum yang konsisten agar etika politik di Indonesia benar-benar mencerminkan jatidiri bangsa yang bermoral dan berkeadilan.

B. Etika generasi muda di sekitar tempat tinggal saya menunjukkan adanya ambivalensi antara nilai-nilai luhur bangsa dan pengaruh modernisasi. Secara umum, mereka masih menjunjung tinggi nilai keramahtamahan dan gotong royong dalam lingkup komunitas terdekat. Namun, pada saat yang sama, terlihat indikasi dekadensi moral seperti penurunan rasa hormat terhadap orang tua atau tokoh masyarakat, sikap individualisme yang lebih menonjol, dan maraknya perilaku konsumtif. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh derasnya arus informasi tanpa batas dari media sosial yang seringkali tidak sejalan dengan Etika Pancasila yang menekankan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Meskipun nilai-nilai Pancasila diakui secara ideologis, penerapannya dalam kehidupan sehari-hari tergerus oleh gaya hidup modern yang cenderung mengejar kesenangan sesaat dan mengabaikan norma-norma sosial.

Untuk mengatasi dekadensi moral yang terjadi, diperlukan solusi yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pertama, Revitalisasi Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila di sekolah dan lingkungan keluarga. Pendidikan ini tidak hanya berfokus pada teori, tetapi juga pada pembiasaan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai luhur seperti kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin. Kedua, Penguatan Peran Lembaga Komunitas dan Keagamaan sebagai benteng moral. Kegiatan di lingkungan RT/RW, masjid, gereja, atau organisasi pemuda harus dijadikan sarana untuk menanamkan solidaritas sosial dan kontrol diri. Ketiga, Literasi Media dan Digital yang masif untuk mengajarkan generasi muda cara menyaring informasi secara kritis dan mematuhi etika dalam berinteraksi di dunia maya. Dengan menggabungkan kembali nilai-nilai moral bangsa ke dalam kurikulum kehidupan sehari-hari, kita dapat membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga luhur secara etika.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Abdullah Ghazali Alfiqraja གིས-
A. Sistem Etika Perilaku Politik Saat Ini dan Kesesuaiannya dengan Nilai-Nilai Pancasila

Jika melihat kondisi politik Indonesia saat ini, etika perilaku politik masih menghadapi banyak persoalan yang menunjukkan bahwa pelaksanaannya belum sepenuhnya sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Secara normatif, praktik politik Indonesia seharusnya berlandaskan prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial. Namun dalam realitasnya, sebagian besar perilaku politik masih dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, kelompok, dan patron politik. Hal ini tercermin dari maraknya korupsi, penyalahgunaan jabatan, politik transaksional, hingga praktik nepotisme yang sesungguhnya bertentangan dengan semangat etika Pancasila.

Prinsip independence, integrity, impartiality, dan transparency yang seharusnya ditunjukkan oleh para aktor politik seringkali tidak berjalan. Para pejabat publik masih mudah terjebak dalam konflik kepentingan karena lemahnya sikap independen. Selain itu, politik uang, diskriminasi pelayanan publik, dan penggunaan birokrasi sebagai alat kepentingan kelompok politik tertentu menunjukkan bahwa etika pemerintahan tidak dijalankan sesuai prinsip keadilan dan kemanusiaan. Sementara itu, nilai gotong royong dan persatuan sering kali tergantikan oleh polarisasi politik yang justru memecah belah masyarakat.

Dengan demikian, meskipun Indonesia memiliki kerangka etika yang kuat melalui Pancasila, pelaksanaannya dalam dunia politik belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai tersebut. Tantangan terbesar bukan pada aturan, tetapi pada komitmen moral para pelaku politik untuk menjadikan Pancasila sebagai panduan nyata dalam bertindak, bukan sekadar slogan formal.

B. Kondisi Etika Generasi Muda di Lingkungan Sekitar serta Solusi Terhadap Dekadensi Moral

Jika melihat kondisi generasi muda di lingkungan sekitar, etika dan pola perilaku mereka menunjukkan dinamika yang sangat beragam. Ada sebagian anak muda yang menunjukkan sikap positif seperti aktif dalam kegiatan sosial, mampu menghargai keberagaman, memiliki rasa empati, dan menjunjung sopan santun. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dekadensi moral juga semakin terlihat, terutama dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, media sosial, pergeseran budaya, serta lingkungan keluarga yang kurang memberikan keteladanan moral.

Beberapa bentuk dekadensi moral yang terlihat misalnya meningkatnya sikap individualistis, kurangnya rasa hormat terhadap orang yang lebih tua, menurunnya etika berkomunikasi, gaya hidup hedonis, serta perilaku konsumtif yang berlebihan. Di sisi lain, paparan konten negatif di media sosial seperti perundungan, ujaran kebencian, hingga normalisasi perilaku kekerasan membuat sebagian generasi muda rentan kehilangan pedoman nilai. Kondisi tersebut jelas tidak mencerminkan etika bangsa Indonesia yang menjunjung sopan santun, tata krama, gotong royong, dan nilai-nilai Pancasila.

Untuk mengatasi dekadensi moral yang terjadi, beberapa langkah strategis perlu dilakukan. Pertama, pendidikan karakter harus diperkuat, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Nilai-nilai seperti tanggung jawab, empati, kejujuran, dan kedisiplinan harus ditanamkan sejak dini melalui keteladanan nyata, bukan hanya melalui teori. Kedua, lingkungan sosial perlu menciptakan budaya positif yang mendorong anak muda untuk berperilaku baik. Komunitas pemuda, organisasi masyarakat, dan lembaga pendidikan harus aktif membangun ruang yang mendukung pembentukan karakter. Ketiga, pemanfaatan teknologi perlu diarahkan ke hal-hal yang produktif. Generasi muda harus diberikan literasi digital agar mampu memfilter informasi, memahami konsekuensi perilaku di dunia maya, serta menggunakan media sosial secara bijak. Keempat, pemerintah dan lembaga pendidikan perlu memperkuat regulasi dan sistem pendampingan agar anak muda tidak dibiarkan berkembang tanpa arahan nilai.

Dengan kombinasi pendidikan karakter, keteladanan, lingkungan sosial yang mendukung, serta pemahaman teknologi yang baik, dekadensi moral di kalangan generasi muda dapat ditekan. Upaya ini penting agar generasi muda tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan berkarakter sesuai nilai-nilai Pancasila.
In reply to Abdullah Ghazali Alfiqraja

Re: Forum Analisis Soal

Ascen Christian Berkat གིས-
A. Sistem Etika Perilaku Politik Saat Ini dan Kesesuaian dengan Nilai Pancasila
Berdasarkan analisis dari teks, sistem etika perilaku politik dan birokrasi di Indonesia saat ini cenderung belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Penyimpangan ini terlihat dari adanya paradigma pemerintahan yang keliru dan persimpangan etika yang menghasilkan praktik vested interest dan kurangnya integritas serta transparansi. Sebagai contoh, ketidakmampuan birokrat menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat serta maraknya korupsi dan inefisiensi secara langsung bertentangan dengan prinsip Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Sila Ke-2) dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Sila Ke-5), di mana pelayanan seharusnya dilakukan secara adil, merata, dan bertanggung jawab tanpa adanya pemborosan anggaran publik. Lebih lanjut, sikap impartiality (ketidakberpihakan) yang lemah dan mudahnya terperangkap pada kepentingan politik tertentu mengikis nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan (Sila Ke-4) karena mengutamakan kepentingan patron di atas kepentingan rakyat. Oleh karena itu, kondisi birokrasi yang "carut marut" mengindikasikan bahwa etika perilaku politik yang ada masih jauh dari implementasi nilai-nilai Pancasila yang menuntut kejujuran, keadilan, dan pengabdian.

B. Etika Generasi Muda di Sekitar Tempat Tinggal dan Solusi Dekadensi Moral
Etika generasi muda di lingkungan sekitar mencerminkan perpaduan antara nilai-nilai tradisional yang masih dipegang dan tantangan dekadensi moral akibat modernisasi dan informasi digital. Dalam konteks positif, nilai-nilai seperti toleransi dan solidaritas sosial melalui kegiatan gotong royong dan kepedulian komunitas masih dipertahankan, yang merupakan cerminan dari Persatuan Indonesia (Sila Ke-3) dan Keadilan Sosial (Sila Ke-5). Namun, di sisi lain, dekadensi moral terlihat dari meningkatnya individualisme, gaya hidup konsumtif, perilaku tidak sopan di ruang publik (terutama digital), serta potensi intoleransi, yang semuanya melanggar prinsip Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Sila Ke-2). Solusi untuk mengatasi dekadensi ini harus bersifat komprehensif, dimulai dari revitalisasi pendidikan karakter berbasis Pancasila di sekolah dan keluarga untuk mengubah mindset dari hafalan menjadi internalisasi nilai. Selain itu, diperlukan adanya keteladanan integritas dari para pemimpin dan tokoh publik, edukasi literasi digital dan etika bermedia sosial, serta pengaktifan kembali peran komunitas lokal untuk memperkuat solidaritas dan melawan individualisme, sehingga tercipta generasi yang memiliki etika, kredibilitas, dan moral yang sejalan dengan cita-cita bangsa.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061124 Muhammad Luthfi གིས-
A. Sistem Etika Perilaku Politik dan Relevansinya dengan Nilai-Nilai Pancasila

Etika perilaku politik di Indonesia dewasa ini menunjukkan adanya ketegangan antara idealitas moral yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila dan praktik politik yang berkembang di tingkat elite maupun birokrasi. Dalam kerangka etika politik normatif, Pancasila mengandung prinsip-prinsip fundamental seperti moralitas publik, penghormatan terhadap martabat manusia, keadilan distributif, akuntabilitas kekuasaan, musyawarah deliberatif, serta orientasi pada kesejahteraan umum. Namun, praktik politik kontemporer memperlihatkan adanya deviasi signifikan dari prinsip tersebut. Realitas politik masih ditandai dengan maraknya korupsi, penyalahgunaan diskresi, praktik klientelisme, serta dominannya politik kepentingan yang mengabaikan integritas moral sebagai dasar tindakan politik. Rendahnya transparansi, lemahnya pengawasan publik, serta keberlangsungan budaya birokrasi patrimonial menunjukkan bahwa etika politik belum berfungsi sebagai mekanisme pengendali perilaku aktor politik.

Secara epistemologis, penyimpangan etika ini berakar dari warisan budaya birokrasi otoritarian masa Orde Baru yang masih melekat dalam sistem administrasi publik, sehingga menciptakan pola hubungan kekuasaan yang hirarkis, eksklusif, dan minim akuntabilitas. Hal ini bertentangan dengan sila ke-4 Pancasila yang menuntut adanya praktik demokrasi deliberatif berbasis kearifan dan partisipasi, serta sila ke-5 yang menekankan distribusi keadilan yang merata. Dengan kata lain, sistem etika politik saat ini belum sepenuhnya menginternalisasi nilai Pancasila sebagai etika dasar kehidupan berbangsa. Kesenjangan antara nilai ideal dan praktik politik menunjukkan perlunya ethical reform dalam tata kelola pemerintahan, termasuk penguatan budaya integritas, reforma birokrasi, serta pembenahan sistem politik yang lebih responsif terhadap nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.

B. Etika Generasi Muda dan Solusi atas Dekadensi Moral

Secara sosiologis, etika generasi muda di lingkungan masyarakat saat ini berada dalam situasi transisi yang dipengaruhi oleh modernisasi, globalisasi, penetrasi teknologi digital, dan perubahan struktur sosial. Sebagian generasi muda masih mempertahankan etos budaya Indonesia seperti sopan santun, solidaritas komunal, dan sikap hormat terhadap orang tua. Namun, berbagai survei sosial menunjukkan gejala menurunnya kualitas etika, termasuk melemahnya disiplin, meningkatnya intoleransi, penggunaan bahasa yang tidak santun, serta maraknya perilaku hedonistik dan konsumtif. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran orientasi nilai dari kolektivitas menuju individualitas, dari etika moral menuju etika pragmatis, sehingga tidak sepenuhnya mencerminkan nilai Pancasila sebagai landasan moral bangsa.

Dekadensi moral tersebut diperparah oleh lemahnya keteladanan dari lingkungan sosial, terutama dari tokoh publik, aparatur negara, dan figur otoritatif yang semestinya menjadi model etika. Selain itu, digitalisasi informasi yang tidak terkontrol menyebabkan generasi muda terpapar konten negatif yang dapat mengganggu pembentukan karakter. Dalam perspektif etika normatif, kondisi ini menunjukkan terganggunya proses internalisasi nilai, sehingga generasi muda cenderung menggunakan standar moral subjektif yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila seperti keadaban, gotong royong, dan penghargaan terhadap keberagaman.

Solusi atas dekadensi moral harus dilakukan secara multidimensional. Pertama, pendidikan karakter berbasis Pancasila perlu diperkuat melalui pendekatan holistik, yakni integrasi antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan institusi negara sebagai agen formasi moral. Kedua, literasi digital harus dikembangkan untuk membentuk kemampuan evaluatif dan reflektif dalam menggunakan media sosial sehingga generasi muda dapat menyaring informasi secara bertanggung jawab. Ketiga, pembentukan ruang sosial produktif seperti komunitas kepemudaan, organisasi sosial, dan kegiatan berbasis kearifan lokal diperlukan untuk mengarahkan energi kreatif generasi muda ke aktivitas yang konstruktif. Keempat, keteladanan moral dari pemimpin formal dan informal perlu diperkuat karena secara teoritis ethical modeling merupakan faktor penentu keberhasilan internalisasi nilai. Kelima, sistem penghargaan dan sanksi yang adil perlu diterapkan untuk menanamkan disiplin moral secara konsisten.

Dengan kombinasi strategi tersebut, diharapkan etika generasi muda dapat kembali selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan mampu menjadi fondasi moral dalam memperkuat demokrasi, integritas sosial, serta karakter bangsa di era modern.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061060 Muhammad Nabil Al Kaysan གིས-
A. Sistem etika dalam perilaku politik saat ini di indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan nilai nilai yang ada pada pancasila. Karena, secara ideal, perilaku politik seharusnya di landasi dengan etika seperti integritas, independensi, keadilan, profesionalitas, pelayanan publik dan transparansi. Namun pada kenyataan yang terjadi justru menunjukkan adanya sebuah penyimpangan pradigma pemerintahan dan pelanggaran kode etik birokrasi.
Penyimpangan sebuah etika dalam politik yang sering terjadi adalah independensi yang lemah, karena banyak sekali pejabat pejabat publik dan birokrat terkooptasi oleh kepentingan politik atau patron tertentu yang di mana hal ini sangat bertentangan dengan nilai pancasila yaitu keadilan sosial dan kerakyatan yang di mana keputusan politik menjadi tidak lagi objektif. kemudian adanya Imparsialitas (keadilan) yang tidak berjalan karena pelayanan publik seringkali berbeda antara kelompok masyarakat yang dekat dengan kekuasaan dan yang tidak. Hal ini tentu melanggar nilai nilai pancasila yaitu nilai persatuan indonesia dan kemanusian yang adil dan beradab. Rendahnya integritas dan munculnya budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme menunjukkan bahwa tidak adanya ditegakkan nilai kejujuran dan nilai tanggung jawab, yang di mana seharusnya sesuai dengan sila keadilan sosial dan ketuhanan yang maha esa atau moritas. Ketidakterbukaan (non-transparansi) juga dapat menimbulkan banyaknya birokrasi yang tidak transparan dalam sebuah anggaran dan pelayanan sehingga menimbulkan cidera dalam nilai kerakyatan dan keadilan. Lalu, birokrasi yang tidak profesional dan tidak service-minded seperti pegawai pemerintah seringkali tidak bisa menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat. Hal ini benar benar sangat bertentangan dengan nilai kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan, karena birokrat seharusnya dapat bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan untuk diri sendiri atau suatu kelompok tertentu. Maka dari itu etika politik saat ini masih sangat jauh dari kata “ideal” dalam nilai pancasila karena sistem politik masih banyak sekali dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, oligarki, dan patronase sehingga nilai dan prinsip etis seperti keadilan, kejujuran, integritas, tanggung jawab, dan pelayanan belum sepenuhnya terwujud dan terpenuhi.

B. Etika generasi muda yang ada di sekitar tempat tinggal saya sebenarnya sangat beragam, dan sebagian remaja juga masih memegang nilai nilai positif yang dapat menjadi sebuah krakter bangsa indonesia sperti menunjukkan sikap sopan dan santun terhadap orang yang lebih tua, aktif dalam kegiatan keagaamaan dan organisasi pemuda, serta mampu menghargai perbedaan suku, ras, agama serta pendapat. Namun ada pula sebagian generasi anak muda yang sering sekali menunjukkan sikap penurunan dalam etika, contohnya seperti kurang sopan saat berbicara kepada orang yang lebih tua, rendahnya rasa tanggung jawab serta kurangnya sebuah rasa kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Namun secara umum juga, etika generasi muda yang saat ini belum sepenuhnya mencerminkan nilai nilai yang dianut oleh bangsa indonesia yaitu nilai, tata krama, sopan dan santun, gotong royong, tanggung jawab, toleransi, dan kepedulian sosial. Hal ini di sebabkan oleh masuknya budaya global, media sosial, serta kurangnya teldan dari lingkungan sekitar dan pengawasan yang turut dapat mempengaruhi perilaku perilaku generasi muda sehingga sebagian menjauh dari nilai nilai pancasila dan budaya lokal.
Solusi mengenai adanya sebuah dekadensi moral terhadap generasi muda dan untuk mengatasi kemerosotan etika generasi muda ada beberapa langkah yang harus di lakukan, yaitu :
1. penguatan pendidikan karakter sejak dini.
lingkungan sekolah dan keluarga harus menanamkan jiwa nilai yang terdapat pada pancasila seperti nilai kejujuran, disiplin, sopan santun, bertanggung jawab, dan keadilan secara konsusten
2. keteladanan dari orang tua dan tokoh tokoh masyarakat.
pada dasarnya, para remaja hanya dapat mengamati dan meniru hal yang dilihat dari figur publik, para pejabat, dan tokoh tokoh lokal yang di mana mereka harus mampu memberikan contoh nilai nilai pancasila dan moral yang baik.
3. mengaktifkan kegiatan kegiatan yang bermanfaat untuk para remaja.
contohnya seperti kegiatan berolahraga, seni, kajian, organisasi kepemudaan, dan kegiatan sosial, yang di mana itu dapat menumbuhkan dan membentuk jiwa karatker yang baik.
4. Menanamkan kembali nilai budaya bangsa dan Pancasila
dengan melalui pendidikan formal, kegiatan kegiatan masyrakat, maupun keteladanan dalam seharu hari.
Jadi, etika generasi muda yang ada di sekitar tepat tinggal rumah saya masih sangat beragam, ada yang mencerminkan nilai nilai luhur pancasila, tetapi tidak dikit juga yang menunjukkan tanda tanda dekandensi moral. oleh karena itu di butuhkanlah sebuah kerja sama antar sekolah, keluarga, pemerintah, tokok tokok masyarakat, dan dari pemuda pemuda itu sendiri untuk memperbaiki kondisi tertentu melalui pendidikan karakter, keteladanan, kontrol sosial, dan kenciptaaan sebuah lingkungan yang memiliki positif vibs.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061080 Ledies Jelita Cleopatra གིས-
A. Etika perilaku politik di Indonesia saat ini sebenarnya sudah memiliki dasar hukum dan moral yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila, tetapi praktiknya masih jauh dari ideal. Banyak politisi belum menunjukkan integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sebagaimana nilai Kemanusiaan dan Ketuhanan dalam Pancasila. Politik transaksional, penyalahgunaan jabatan, kurangnya transparansi, dan lemahnya akuntabilitas menunjukkan bahwa nilai musyawarah dan keadilan sosial belum dijalankan sepenuhnya. Dengan kata lain, sistem etika perilaku politik belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila karena kepentingan pribadi dan kelompok masih mendominasi proses politik dan pemerintahan.

B. Etika generasi muda di lingkungan saya cukup beragam. Sebagian sudah mencerminkan nilai bangsa seperti sopan santun, gotong royong, dan kepedulian sosial namun ada juga yang menunjukkan penurunan moral, misalnya kurangnya rasa hormat, mudah terpengaruh budaya negatif media sosial, serta menurunnya disiplin dan tanggung jawab. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua generasi muda mencerminkan nilai dan etika bangsa Indonesia.

Solusi untuk mengatasi dekadensi moral antara lain:

1. Memperkuat pendidikan karakter di rumah, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

2. Memberikan keteladanan dari orang tua, guru, dan tokoh masyarakat.

3. Meningkatkan literasi digital agar generasi muda bijak menggunakan media sosial.

4. Menciptakan kegiatan positif seperti organisasi pemuda, kegiatan sosial, dan pembinaan kreativitas agar mereka memiliki wadah yang sehat untuk berkembang.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061105 Maximillian Marvel Philmatoro གིས-
A. Sistem etika perilaku politik saat ini dan kesesuaiannya dengan Pancasila

Sistem etika perilaku politik di Indonesia saat ini masih menghadapi banyak tantangan karena praktik politik sering kali belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Secara ideal, perilaku politik harus mencerminkan kejujuran, integritas, keadilan, dan mengutamakan kepentingan masyarakat, sebagaimana terkandung dalam sila-sila Pancasila, terutama sila ke-2, ke-4, dan ke-5. Namun dalam kenyataannya, masih sering ditemukan praktik politik yang diwarnai kepentingan pribadi, politik uang, penyalahgunaan kekuasaan, polarisasi sosial, dan minimnya transparansi. Kondisi ini menunjukkan bahwa etika politik belum sejalan dengan nilai Pancasila karena pelaku politik sering mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan kepentingan rakyat, padahal Pancasila menekankan musyawarah, keadilan, dan kemanusiaan. Meski demikian, upaya perbaikan tetap dilakukan seperti peningkatan transparansi publik, penegakan hukum, dan gerakan anti-korupsi. Namun implementasinya masih belum maksimal sehingga etika politik di Indonesia masih memerlukan pembenahan besar agar benar-benar sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

B. Etika generasi muda di lingkungan sekitar dan solusi dekadensi moral

Etika generasi muda di lingkungan sekitar saya memperlihatkan kondisi yang beragam; sebagian sudah menunjukkan sikap positif seperti sopan santun, kerja sama, dan kepedulian sosial, tetapi ada pula yang menunjukkan tanda-tanda dekadensi moral seperti kurangnya rasa hormat kepada orang tua, penggunaan media sosial secara tidak bijak, pergaulan bebas, perilaku konsumtif, serta menurunnya semangat gotong royong. Sikap-sikap negatif tersebut menunjukkan bahwa sebagian generasi muda belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia seperti kesopanan, tenggang rasa, disiplin, dan rasa kebersamaan. Untuk mengatasi dekadensi moral ini diperlukan berbagai solusi yang melibatkan keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Pendidikan karakter harus diperkuat sejak dini, penggunaan media sosial harus diarahkan secara positif, dan kegiatan-kegiatan sosial seperti gotong royong, organisasi kepemudaan, serta kegiatan keagamaan perlu digalakkan kembali. Selain itu, keteladanan dari orang dewasa dan para pemimpin sangat penting karena generasi muda akan meniru apa yang mereka lihat. Dengan membangun lingkungan yang penuh nilai-nilai positif dan memperkuat internalisasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, generasi muda dapat berkembang menjadi pribadi yang beretika, bermoral, dan mampu menjaga jati diri bangsa.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2555061009 Safira Permata Putri གིས-

A. Sistem Etika Perilaku Politik Saat Ini

Sistem etika perilaku politik saat ini di Indonesia tampaknya masih jauh dari ideal. Banyak kasus korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan yang menunjukkan bahwa etika perilaku politik belum sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan transparansi sering kali diabaikan demi kepentingan pribadi atau kelompok. Paradigma pemerintahan yang salah dan lemahnya penegakan hukum membuat situasi ini semakin memburuk.

Keselarasan dengan Nilai-nilai Pancasila:

Pertama, Kejujuran dan Keadilan (Sila ke-1 dan ke-5 Pancasila) yaitu Banyak kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan menunjukkan bahwa nilai-nilai ini belum dipegang teguh.

Kedua, Persatuan dan Kesatuan (Sila ke-3 Pancasila) yaitu Politisasi identitas dan kepentingan kelompok sering kali mengabaikan kepentingan bangsa.

terakhir, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan (Sila ke-4 Pancasila) yaitu Proses politik sering kali tidak transparan dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat.

B. Etika Generasi Muda

Etika generasi muda di sekitar tempat tinggal saya tampaknya beragam. Ada yang mencerminkan nilai-nilai positif seperti toleransi, kejujuran, dan kepedulian sosial, tetapi ada juga yang terpengaruh oleh budaya populer dan media sosial yang tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.

Dekadensi Moral dan Solusi:

Pertama, Pendidikan Karakter yaitu Memperkuat pendidikan karakter di sekolah dan keluarga untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila.

Kedua Role Model yaitu Para pemimpin dan tokoh masyarakat harus menjadi contoh yang baik.

Ketiga, Media dan Teknologi yaitu Menggunakan media dan teknologi untuk menyebarkan nilai-nilai positif dan melawan hoaks.

Ke empat, Partisipasi Masyarakat yaitu Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses politik dan pengawasan.

Terakhir, Penegakan Hukum yautu Menghukum tegas pelaku korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Dengan upaya bersama dan komitmen yang kuat, kita dapat memperbaiki etika perilaku politik dan moral generasi muda, serta mewujudkan Indonesia yang lebih baik.

In reply to First post

Re: Forum Analisis Soaloleh 2515061025 Dewanto Effendy

2515061025 Dewanto Effendy གིས-

A. Sistem Etika Perilaku Politik

Etika perilaku politik di Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang bercabang dan sering tidak sejalan antara norma dan praktik. Secara konseptual—berdasarkan sumber hukum formal—Pancasila telah ditegaskan sebagai norma dasar (Grundnorm) yang menjadi pijakan moral dan etis bagi setiap penyelenggaraan negara. Artinya, seluruh aktivitas politik, mulai dari perumusan kebijakan, pelaksanaan demokrasi, hingga cara pejabat menjalankan jabatan publik, seharusnya selaras dengan nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, serta Keadilan. Etika politik yang lahir dari Pancasila menuntut aktor-aktor politik untuk menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, menghindari penyalahgunaan kewenangan, dan menjunjung tinggi harkat kemanusiaan. Namun, jika dilihat dari kenyataan sosial di lapangan, praktik politik di Indonesia masih jauh dari nilai-nilai tersebut. Beragam penyimpangan etika masih sering terjadi, misalnya korupsi yang merajalela, yang jelas bertentangan dengan nilai keadilan dan kemanusiaan. Lalu, adanya kecenderungan kelompok oligarki yang mendahulukan kepentingan golongan tertentu dibandingkan kepentingan bangsa secara keseluruhan, sehingga melemahkan prinsip Persatuan dan semangat Kerakyatan. Rendahnya kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga politik juga menunjukkan adanya kemunduran moral di kalangan pemimpin politik, di mana etika Pancasila kerap dikorbankan demi ambisi, kepentingan pragmatis, atau praktik demokrasi liberal yang mengabaikan musyawarah mufakat. Karena itu, memperkuat kembali posisi Pancasila sebagai landasan etik politik sangat penting dilakukan melalui pendidikan politik dan penegakan hukum yang lebih tegas. Hanya dengan demikian etika politik di Indonesia dapat kembali mencerminkan karakter bangsa yang bermoral, berkeadilan, dan berkepribadian luhur.


B. Etika Generasi Muda

Etika generasi muda di lingkungan tempat tinggal saya menunjukkan dua sisi yang saling bertolak belakang. Di satu sisi, sebagian anak muda masih mempertahankan nilai-nilai positif seperti sikap ramah, kebersamaan, dan gotong royong dalam kehidupan sehari-hari. Namun di sisi lain, terdapat pula tanda-tanda kemerosotan moral, misalnya menurunnya rasa hormat kepada orang yang lebih tua, meningkatnya sikap individualis, dan kecenderungan hidup konsumtif. Gejala tersebut banyak dipengaruhi oleh derasnya arus informasi dan budaya baru dari media sosial, yang tidak selalu sejalan dengan etika Pancasila yang menekankan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, serta keadilan. Walaupun Pancasila tetap diakui sebagai pedoman hidup bangsa, penerapannya dalam perilaku generasi muda sering tergeser oleh gaya hidup modern yang lebih mengutamakan kesenangan instan daripada nilai moral. Untuk mengatasi kemunduran moral tersebut, diperlukan berbagai upaya yang bersifat sistematis dan berkelanjutan. Pertama, perlu dilakukan penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila, baik di sekolah maupun di rumah, yang tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga membiasakan tindakan nyata yang mencerminkan nilai kejujuran, kedisiplinan, dan tanggung jawab. Kedua, lembaga masyarakat dan keagamaan perlu mengambil peran lebih aktif sebagai penjaga moral melalui kegiatan sosial, pembinaan karakter, dan penguatan solidaritas. Ketiga, literasi digital harus diperkuat agar generasi muda mampu memilah informasi, menggunakan media sosial dengan bijak, serta berperilaku etis di ruang digital. Dengan menyatukan nilai-nilai moral bangsa ke dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat membentuk generasi muda yang bukan hanya unggul secara akademik, tetapi juga matang secara etika dan moral.

In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061112 Gyoga Syaputra གིས-
A. Sistem Etika Perilaku Politik Saat Ini dan Kesesuaiannya dengan Pancasila
Jika dilihat dari kenyataan politik Indonesia masa kini, etika dalam praktik politik masih menghadapi berbagai persoalan serius dan belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila. Secara filosofis, Pancasila mengamanatkan bahwa penyelenggaraan politik harus berlandaskan kejujuran, integritas, tanggung jawab sosial, serta keberpihakan pada kepentingan rakyat. Nilai-nilai tersebut tercermin jelas pada sila kedua, keempat, dan kelima yang mengedepankan kemanusiaan, musyawarah kebijaksanaan, dan keadilan sosial. Namun dalam praktiknya, berbagai fenomena politik justru menunjukkan adanya penyimpangan dari etika tersebut. Fenomena seperti politik transaksional, money politics, penyalahgunaan kekuasaan, serta polarisasi antar kelompok menunjukkan bahwa sebagian pelaku politik masih memprioritaskan kepentingan pribadi atau golongan di atas kepentingan masyarakat luas. Hal ini bertentangan dengan spirit Pancasila yang menempatkan musyawarah, keadilan, dan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama. Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat upaya perbaikan. Program transparansi publik, sistem digitalisasi pemerintahan, gerakan pemberantasan korupsi, dan keterlibatan masyarakat sipil dalam pengawasan politik adalah langkah yang mengarah ke perubahan positif. Namun demikian, implementasinya belum berjalan secara merata dan konsisten sehingga hasilnya belum signifikan. Oleh karena itu, etika perilaku politik nasional masih memerlukan reformasi mendalam agar praktik politik benar-benar kembali pada nilai-nilai Pancasila dan berorientasi pada pelayanan publik, bukan sekadar perebutan kekuasaan.

B. Etika Generasi Muda di Lingkungan Sekitar dan Solusi Dekadensi Moral
Kondisi etika generasi muda pada lingkungan sekitar saat ini memperlihatkan gambaran yang cukup beragam. Di satu sisi, masih banyak anak muda yang menunjukkan perilaku positif seperti menghormati orang tua, aktif dalam kegiatan sosial, dan menjaga kerja sama antar teman. Namun di sisi lain, gejala dekadensi moral juga semakin nyata, misalnya kurangnya sopan santun, rendahnya empati sosial, penyalahgunaan media sosial, meningkatnya budaya konsumtif, hingga menurunnya minat terhadap kegiatan gotong royong dan aktivitas berbasis kemasyarakatan. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa sebagian generasi muda belum menginternalisasikan nilai-nilai moral yang menjadi jati diri bangsa, seperti rasa tenggang rasa, disiplin, kesederhanaan, dan kebersamaan. Untuk menanggulangi kemunduran moral ini, diperlukan pendekatan yang menyeluruh dan berkesinambungan. Keluarga perlu menjadi fondasi utama dalam membangun karakter, khususnya melalui pola pengasuhan yang penuh perhatian dan keteladanan. Sekolah juga perlu memperkuat pendidikan karakter bukan hanya sebagai teori, tetapi melalui pembiasaan dan pembentukan budaya sekolah. Di tingkat masyarakat, kegiatan positif seperti organisasi kepemudaan, gotong royong, serta aktivitas keagamaan dan sosial harus terus dihidupkan agar anak muda memiliki ruang untuk berkembang secara moral dan sosial. Peran pemerintah pun tidak kalah penting melalui kebijakan pembinaan generasi muda dan pengawasan terhadap konten digital yang tidak mendidik. Yang paling penting adalah keteladanan dari orang dewasa dan tokoh masyarakat, sebab generasi muda belajar bukan hanya dari apa yang diajarkan, tetapi dari apa yang mereka lihat. Dengan lingkungan sosial yang kondusif dan internalisasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, generasi muda dapat berkembang menjadi pribadi yang bermoral dan menjadi penjaga nilai luhur bangsa.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061070 Ahmad Wildan Rozan གིས-
A. Sistem Etika Perilaku Politik Saat Ini dan Kesesuaiannya dengan Nilai-Nilai Pancasila

Sistem etika perilaku politik di Indonesia saat ini masih berada dalam kondisi yang memerlukan pembenahan mendalam. Meskipun reformasi telah membuka era baru dengan harapan terwujudnya pemerintahan yang lebih demokratis, transparan, dan dekat dengan rakyat, kenyataannya praktik birokrasi dan politik masih menunjukkan banyak penyimpangan etis. Budaya birokrasi lama yang sarat feodalisme tetap bertahan dan bahkan melekat kuat dalam perilaku aparatur pemerintah. Hal ini tampak dari lemahnya independensi birokrasi yang membuat mereka mudah dikendalikan oleh kepentingan politik tertentu, sehingga keputusan yang diambil tidak lagi berorientasi pada pelayanan rakyat, tetapi pada patron politik yang menguasai struktur kekuasaan.

Ketidakadilan dalam pelayanan publik juga menjadi salah satu masalah utama, di mana birokrat sering memberikan perlakuan berbeda kepada masyarakat berdasarkan kedekatan, identitas, atau kepentingan tertentu. Sikap demikian jelas bertentangan dengan prinsip persamaan dan keadilan yang menjadi bagian penting dalam etika politik berdasarkan Pancasila. Integritas aparatur pemerintah pun masih rendah, terlihat dari banyaknya praktik korupsi, gratifikasi, manipulasi administrasi, hingga penyalahgunaan wewenang yang terus terjadi di berbagai tingkat pemerintahan. Ketertutupan birokrasi dalam banyak aspek membuat penyimpangan semakin sulit dikendalikan, karena prinsip transparansi belum dijalankan secara optimal.

Jika dibandingkan dengan nilai-nilai Pancasila, kondisi ini menunjukkan ketidaksesuaian yang cukup signifikan. Sila kedua mengenai “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” seharusnya menjadi landasan perilaku pejabat publik dalam memperlakukan masyarakat secara adil, beretika, dan manusiawi. Namun praktik birokrasi masih jauh dari nilai tersebut. Sila keempat, yang menekankan musyawarah serta kebijaksanaan dalam memimpin, juga belum tercermin dalam praktik politik yang masih dipenuhi kepentingan kelompok dan tidak selalu mengutamakan suara rakyat. Sila kelima, “Keadilan Sosial,” pun belum dapat diwujudkan karena pelayanan publik masih bersifat diskriminatif dan tidak merata. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa etika perilaku politik saat ini belum selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan memerlukan reformasi mental serta paradigma baru dalam menjalankan pemerintahan.


---

B. Etika Generasi Muda di Lingkungan Sekitar dan Solusi Terhadap Dekadensi Moral

Etika generasi muda di lingkungan sekitar menunjukkan gambaran yang beragam, namun secara umum terdapat kecenderungan yang mengarah pada terjadinya dekadensi moral. Di satu sisi, banyak anak muda yang menunjukkan perilaku positif seperti aktif dalam kegiatan sosial, kreatif dalam berkarya, serta berpartisipasi dalam kegiatan positif di masyarakat. Namun di sisi lain, tidak sedikit generasi muda yang mengalami penurunan moral akibat pengaruh globalisasi, perkembangan teknologi, dan lemahnya pembinaan karakter dari lingkungan sekitar. Fenomena seperti menurunnya sopan santun kepada orang tua dan masyarakat, meningkatnya individualisme, perilaku hedonis, serta minimnya rasa tanggung jawab menjadi indikator kuat bahwa etika sebagian generasi muda sudah mulai bergeser dari nilai-nilai bangsa Indonesia.

Media sosial juga memberikan dampak signifikan terhadap perubahan perilaku mereka. Banyak generasi muda yang terjebak dalam perilaku pamer, konsumtif, hingga melakukan cyberbullying, yang menunjukkan hilangnya kontrol nilai dalam interaksi digital. Etika digital yang seharusnya menekankan kesopanan, tanggung jawab, dan empati sering diabaikan. Kondisi ini tentu tidak sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi tata krama, gotong royong, toleransi, dan penghormatan terhadap sesama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebagian etika generasi muda saat ini belum sepenuhnya mencerminkan nilai moral dan budaya bangsa.

Untuk mengatasi dekadensi moral tersebut, diperlukan beberapa solusi strategis yang menyentuh berbagai aspek pembinaan generasi muda. Pertama, pendidikan karakter harus diperkuat dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat dengan penekanan pada nilai kejujuran, disiplin, tanggung jawab, serta sikap saling menghormati. Kedua, keteladanan dari orang tua, guru, dan pemimpin publik sangat penting karena etika lebih mudah ditanamkan melalui contoh daripada hanya lewat nasihat. Ketiga, perlu adanya peningkatan literasi digital agar generasi muda lebih bijak menggunakan teknologi dan menyadari dampak negatif perilaku di dunia maya. Keempat, lingkungan sosial harus dibentuk menjadi ruang yang sehat dan mendukung pertumbuhan moral, misalnya melalui kegiatan positif seperti olahraga, seni, kegiatan keagamaan, serta organisasi pemuda. Kelima, lembaga agama dan komunitas sosial harus berperan aktif dalam membina moralitas generasi muda melalui kegiatan yang membangun akhlak dan karakter.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan etika generasi muda dapat kembali selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan jati diri bangsa, sehingga mereka mampu menjadi generasi yang berintegritas, beretika, dan mampu menjaga moral bangsa di masa depan.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061122 Ilham Tri Gustama གིས-

Soal 1
Jika melihat kondisi yang digambarkan pada kasus di atas, etika perilaku politik di Indonesia saat ini masih jauh dari nilai-nilai Pancasila. Banyak birokrat dan pejabat yang masih belum memiliki independensi, sehingga keputusan mereka sering dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu, bukan untuk kepentingan masyarakat. Hal seperti ini jelas bertentangan dengan nilai keadilan dan semangat musyawarah yang ada pada sila ke-4 dan ke-5. Selain itu, pelayanan publik juga belum diberikan secara adil. Masih ada perlakuan berbeda kepada masyarakat berdasarkan kepentingan politik atau kedekatan tertentu. Integritas pejabat pun masih lemah, terlihat dari praktik korupsi dan penyalahgunaan jabatan yang terus terjadi. Transparansi juga belum berjalan baik sehingga berbagai penyimpangan seringkali tertutup. Dari semua itu, bisa dibilang etika politik kita belum benar-benar mencerminkan nilai Pancasila, terutama soal kejujuran, keadilan, dan sikap mendahulukan kepentingan rakyat.

Soal 2
Jika melihat etika generasi muda di lingkungan sekitar, kondisinya juga masih beragam. Banyak anak muda yang punya sikap baik dan mau berkembang, tapi tidak sedikit juga yang mulai mengalami penurunan moral. Misalnya, ada yang mulai bersikap individualis dan kurang peduli dengan lingkungan sekitar. Beberapa juga terlihat kurang menghargai orang yang lebih tua, dan lebih mudah terbawa arus oleh tren negatif di media sosial. Sikap-sikap seperti ini sebenarnya belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai bangsa Indonesia yang menjunjung sopan santun, gotong royong, dan tanggung jawab.

Untuk mengatasi dekadensi moral ini, perlu ada usaha dari banyak pihak. Pendidikan karakter harus diperkuat, bukan hanya lewat teori tapi lewat kegiatan nyata yang membentuk empati dan kepedulian sosial. Keluarga juga punya peran penting untuk menanamkan nilai Pancasila sejak kecil. Pemerintah dan figur publik pun harus memberi contoh yang benar karena apa yang mereka lakukan sering ditiru oleh generasi muda. Selain itu, literasi digital juga penting supaya anak muda lebih bijak dalam menyaring informasi dan tidak mudah terpengaruh hal negatif. Dengan langkah-langkah seperti itu, moral generasi muda bisa pelan-pelan membaik dan kembali sesuai nilai yang dianut bangsa Indonesia.


In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061002 ABDU AR RAHMAN ATHALLAH གིས-
A. Sistem Etika Perilaku Politik Saat Ini dan Kesesuaiannya dengan Nilai Pancasila (Parafrase & Singkat)

Etika politik di Indonesia saat ini masih menunjukkan banyak penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila. Meski reformasi dan desentralisasi melalui UU No. 22 Tahun 1999 telah membawa perubahan struktur pemerintahan, budaya politik lama yang feodal, paternalistik, dan berorientasi kekuasaan masih kuat bertahan. Birokrat masih menempatkan diri sebagai pihak yang harus dilayani, bukan pelayan masyarakat.

Jika ditinjau dari sila-sila Pancasila, penyimpangannya tampak nyata. Sila Pertama tentang kejujuran dan integritas tidak tercermin dalam maraknya korupsi dan penyalahgunaan jabatan. Sila Kedua yang menuntut keadilan belum diwujudkan karena pelayanan publik masih diskriminatif dan dipengaruhi kepentingan politik. Sila Ketiga juga terabaikan karena elite politik lebih sering memicu polarisasi dan konflik identitas demi kepentingan kelompok. Sila Keempat mengenai musyawarah dan kebijaksanaan tidak terlihat dalam praktik politik yang elitis, tidak transparan, dan dikuasai kepentingan oligarki. Sila Kelima pun belum terlaksana karena kesenjangan sosial-ekonomi semakin lebar dan kekayaan terpusat pada segelintir elite.

Dokumen yang menjadi acuan juga menyoroti lemahnya penerapan prinsip-prinsip etika pemerintahan seperti independensi, ketidakberpihakan, integritas, transparansi, efisiensi, profesionalisme, dan orientasi pelayanan. Meski sejalan dengan Pancasila, prinsip-prinsip ini sering terdistorsi oleh mentalitas kekuasaan. Integritas rendah, birokrasi tidak transparan, dan pelayanan publik minim empati.

Akar persoalan bukan sekadar regulasi, melainkan paradigma. Demokratisasi yang berlangsung selama ini masih bersifat prosedural, belum menyentuh transformasi budaya. Jabatan masih dianggap sebagai privilege, bukan amanah. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa etika politik Indonesia belum selaras dengan Pancasila, dan dibutuhkan perubahan paradigma serta budaya politik yang lebih substantif agar Pancasila benar-benar menjadi dasar perilaku politik, bukan hanya simbol.



B. Etika Generasi Muda Saat Ini dan Solusi Dekadensi Moral (Parafrase & Singkat)

Melihat kondisi generasi muda di lingkungan saya di Bandar Lampung, terdapat situasi yang kontradiktif. Di satu sisi, mereka lebih terdidik, kritis, dan terbuka; namun di sisi lain banyak nilai moral yang semakin memudar. Sikap sopan santun, gotong royong, dan kejujuran makin jarang terlihat, sementara gaya hidup konsumtif, individualistik, dan hedonistik semakin meningkat akibat media sosial dan globalisasi.

Dalam kaitannya dengan Pancasila, generasi muda mengalami ketidakseimbangan. Pada Sila Pertama, sebagian masih taat beragama, namun banyak pula yang mengalami krisis spiritual. Pada Sila Kedua, mereka lebih inklusif, tetapi gampang tersulut konflik di media sosial. Pada Sila Ketiga, nasionalisme melemah karena pengaruh budaya global. Pada Sila Keempat, mereka aktif bersuara, tapi kurang mampu berdialog secara dewasa dan bijak. Pada Sila Kelima, kepedulian sosial ada, tetapi tak sedikit yang apatis dan hanya mengejar validasi sosial.

Dekadensi moral ini muncul karena beberapa faktor: lemahnya pendidikan karakter di keluarga dan sekolah, pengaruh negatif media sosial, pendidikan Pancasila yang hanya bersifat hafalan, minimnya keteladanan dari tokoh publik, serta tekanan ekonomi yang membuat generasi muda kehilangan arah.

Solusi yang diperlukan harus komprehensif. Pendidikan karakter berbasis Pancasila perlu diperkuat dengan metode pembiasaan, teladan, dan kegiatan nyata. Keluarga harus kembali menjadi wadah utama pembentukan moral. Literasi digital penting untuk mencegah hoaks dan pengaruh negatif media. Ruang kreatif dan kegiatan positif untuk pemuda harus diperbanyak. Keteladanan dari tokoh publik perlu diperjelas melalui penegakan etika dan hukum. Nilai kearifan lokal juga dapat dijadikan sarana pembelajaran moral. Selain itu, generasi muda perlu diberdayakan sebagai agen perubahan melalui peer education. Sistem penghargaan dan sanksi yang konsisten juga perlu diterapkan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Intinya, membangun kembali etika generasi muda membutuhkan kolaborasi semua pihak dan konsistensi jangka panjang agar nilai-nilai Pancasila benar-benar hidup dalam kehidupan sehari-hari.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Rizky Zendi Alamsyah གིས-
A. Sistem Etika Perilaku Politik Saat Ini dan Kesesuaiannya dengan Nilai-Nilai Pancasila
Etika perilaku politik di Indonesia saat ini masih menghadapi banyak persoalan. Secara normatif, Indonesia memiliki dasar nilai yang kuat melalui Pancasila dan UUD 1945—yang seharusnya menjadi pedoman dalam setiap tindakan politik. Namun, secara praktis, masih banyak perilaku politik yang belum sesuai dengan moralitas dan etika Pancasila. Hal ini tampak dari berbagai fenomena seperti korupsi, penyalahgunaan jabatan, nepotisme, politik uang, diskriminasi pelayanan publik, hingga rendahnya integritas birokrat.
Berdasarkan jurnal yang kamu berikan, terlihat bahwa banyak pejabat dan birokrat belum menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat, padahal itu adalah perintah moral Pancasila, terutama pada sila kedua (perikemanusiaan) dan sila kelima (keadilan sosial). Jurnal tersebut menegaskan bahwa paradigma pemerintahan lama yang sentralistis, penuh kepentingan, dan minim integritas masih dipertahankan, sehingga melahirkan perilaku politik yang tidak independen, tidak adil, tidak transparan, serta tidak profesional. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku politik saat ini belum sepenuhnya mencerminkan nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, dan Keadilan.
Contohnya, banyak birokrat yang tidak independen karena terkooptasi kepentingan pribadi atau patron politik. Ini bertentangan dengan nilai keadilan dan kejujuran. Banyak pula pelayanan publik yang tidak imparsial (tidak adil), hanya memihak kelompok tertentu, sehingga meruntuhkan nilai persatuan. Masalah korupsi, manipulasi anggaran, dan penyalahgunaan kekuasaan menunjukkan rendahnya integritas politik, padahal integritas adalah nilai utama dalam Pancasila.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem etika perilaku politik di Indonesia saat ini masih jauh dari ideal, karena belum selaras dengan nilai-nilai moral Pancasila. Diperlukan perubahan paradigma politik, perbaikan budaya birokrasi, transparansi, profesionalisme, dan penguatan integritas agar perilaku politik benar-benar menjadi pancaran nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara.

B. Etika Generasi Muda: Kondisi Saat Ini dan Solusi Dekadensi Moral
Etika generasi muda di lingkungan tempat tinggal kita sangat beragam. Ada yang memiliki sikap baik, disiplin, peduli, dan sopan, namun tidak sedikit pula yang mulai terpengaruh oleh budaya negatif seperti tawuran, pergaulan bebas, malas belajar, kurang hormat kepada orang tua, penyalahgunaan teknologi, hingga hilangnya rasa tanggung jawab sosial. Secara umum, sebagian generasi muda sudah mulai menjauh dari nilai Pancasila, seperti menurunnya rasa persatuan, hilangnya kepedulian, berkurangnya adab, serta kurangnya sikap religius dan moral yang kuat.
Fenomena ini menunjukkan adanya dekadensi moral, yaitu penurunan nilai dan etika akibat pengaruh lingkungan, teknologi, budaya asing, serta kurangnya keteladanan dari orang dewasa maupun pemerintah. Padahal nilai bangsa Indonesia—seperti gotong royong, sopan santun, menghormati sesama, dan menjunjung tinggi persatuan—merupakan nilai luhur yang harus diwariskan dari generasi ke generasi.
Agar dekadensi moral ini tidak semakin memburuk, diperlukan beberapa solusi konkret:
1. Penguatan Pendidikan Karakter
Sekolah, keluarga, dan masyarakat harus menumbuhkan kembali nilai religius, kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan kepedulian sosial. Pendidikan bukan hanya akademik, tetapi pembentukan moral.
2. Keteladanan dari Orang Dewasa dan Pemimpin
Generasi muda meniru apa yang mereka lihat. Jika pejabat, guru, dan orang tua berperilaku baik, generasi muda akan mengikuti. Keteladanan jauh lebih kuat daripada sekadar nasihat.
3. Pengawasan dan Penggunaan Teknologi secara Bijak
Media sosial sering menjadi penyebab rusaknya moral. Maka perlu edukasi literasi digital, penyaringan konten, dan pembatasan penggunaan teknologi yang tidak produktif.
4. Penguatan Lingkungan Sosial yang Positif
Kegiatan karang taruna, kegiatan keagamaan, komunitas olahraga, dan kegiatan sosial harus diperkuat agar anak muda memiliki ruang interaksi positif.
5. Pembudayaan Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari
Sikap saling menghormati, gotong royong, dan cinta tanah air harus dilatih dalam kegiatan nyata—bukan hanya sebagai teori di sekolah.
6. Penegakan Aturan dan Disiplin
Dekadensi moral muncul karena tidak adanya aturan yang jelas dan tidak ada ketegasan dalam penegakan disiplin. Lingkungan harus mendukung ketertiban, bukan membiarkan perilaku menyimpang.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Cindy Ega Julian 2515061027 གིས-
A. Sistem Etika Perilaku Politik Saat Ini
Sistem etika perilaku politik di Indonesia saat ini menghadapi tantangan signifikan, menunjukkan bahwa pelaksanaannya belum sepenuhnya selaras dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Meskipun era Reformasi telah membuka jalan bagi demokratisasi dan otonomi daerah, budaya birokrasi lama yang bermasalah masih dipertahankan. Hal ini menciptakan persimpangan antara etika yang ideal dan paradigma pemerintahan yang keliru.

Ketidaksesuaian ini terlihat jelas dari beberapa pelanggaran prinsip etika. Banyak birokrat gagal menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat, yang seharusnya menjadi inti dari pemerintahan yang berlandaskan pada Kerakyatan. Selain itu, kurangnya independensi struktural maupun sikap menyebabkan mudahnya terjadi penyalahgunaan jabatan dan praktik korupsi, yang secara fundamental melanggar prinsip Keadilan Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pelayanan seringkali tidak adil dan merata, cenderung menguntungkan pihak dengan kepentingan politik tertentu, sehingga meruntuhkan kepercayaan publik dan berlawanan dengan nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Kelemahan lainnya mencakup kurangnya integritas, transparansi, dan efisiensi. Birokrasi masih dicirikan sebagai koruptif dan tidak kredibel karena adanya penyimpangan finansial, favoritisme, dan pemborosan anggaran publik. Perilaku politik juga diwarnai oleh vested interest, lemahnya proses rekrutmen sumber daya manusia, serta rendahnya responsivitas dan responsibilitas aparatur terhadap tuntutan masyarakat. Secara keseluruhan, etika perilaku politik saat ini masih sering mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok daripada nilai-nilai akuntabilitas, kejujuran, dan pengabdian tulus yang diajarkan oleh Pancasila.

B. Etika Generasi Muda dan Solusi Dekadensi Moral
Etika generasi muda di lingkungan sosial menunjukkan adanya dualitas. Di satu sisi, mereka menunjukkan sikap toleransi yang tinggi terhadap perbedaan suku dan agama, serta memiliki kesadaran sosial dan kreativitas yang memanfaatkan teknologi, sejalan dengan nilai Persatuan dan Kemanusiaan. Namun, di sisi lain, terdapat indikasi pergeseran nilai atau dekadensi moral. Pergeseran ini tampak pada meningkatnya individualisme yang mengikis semangat gotong royong, rendahnya integritas digital yang ditandai dengan maraknya penyebaran informasi palsu dan ujaran kebencian, serta gaya hidup yang cenderung hedonis dan konsumtif. Selain itu, masalah kurangnya sopan santun dan etika komunikasi terhadap orang yang lebih tua juga masih menjadi perhatian. Oleh karena itu, etika generasi muda belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa, khususnya yang berkaitan dengan kesopanan dan kekeluargaan.

Untuk mengatasi dekadensi moral ini, diperlukan solusi terpadu dan fokus pada penguatan karakter. Pertama, pendidikan harus direvitalisasi dengan mengubah pengajaran nilai-nilai Pancasila menjadi praktik nyata, bukan sekadar teori. Guru dan pendidik harus menjadi teladan integritas sehari-hari. Kedua, peran keluarga sangat krusial sebagai benteng utama; orang tua perlu membangun komunikasi terbuka mengenai etika modern dan menanamkan nilai kejujuran sejak dini. Ketiga, perlu adanya program literasi digital yang masif untuk mengajarkan etika berekspresi, melatih tanggung jawab dalam bermedia sosial, dan membentuk sikap kritis terhadap konten digital. Terakhir, penguatan peran komunitas dan tokoh masyarakat penting untuk mengaktifkan kembali wadah pembinaan moral pemuda, seperti karang taruna, dan menegakkan sanksi sosial yang bersifat mendidik untuk menjaga norma dan etika di lingkungan sekitar.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061072 Muhammad abdul Ghani Mukhti Cassano གིས-
A. Sistem Etika Perilaku Politik Masa Kini dan Kesesuaiannya dengan Pancasila

Etika politik di Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai persoalan karena praktik politik di lapangan sering tidak selaras dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Secara ideal, perilaku politik harus mengutamakan kejujuran, tanggung jawab, keadilan, serta keberpihakan pada kepentingan rakyat, sebagaimana tercermin dalam sila kedua, keempat, dan kelima. Namun realitas di lapangan masih menunjukkan adanya praktik-praktik yang dipengaruhi kepentingan pribadi atau kelompok, munculnya politik transaksional, penyalahgunaan kekuasaan, dan kurangnya keterbukaan. Situasi tersebut memperlihatkan bahwa etika politik masih jauh dari nilai-nilai Pancasila yang menekankan musyawarah, keadilan sosial, dan kemanusiaan. Walaupun terdapat upaya perbaikan seperti penguatan transparansi, penegakan hukum, dan kampanye anti-korupsi, implementasinya belum sepenuhnya efektif. Karena itu, pembenahan etika politik secara menyeluruh masih diperlukan agar praktik politik benar-benar berjalan sesuai prinsip Pancasila.

B. Etika Generasi Muda di Lingkungan Sekitar dan Upaya Mengatasi Penurunan Moral

Etika generasi muda di lingkungan sekitar menunjukkan kondisi yang bervariasi. Ada yang sudah mencerminkan perilaku positif seperti sikap sopan, solidaritas, dan tanggung jawab sosial. Namun tidak sedikit pula yang memperlihatkan gejala menurunnya moral, misalnya berkurangnya rasa hormat kepada orang tua, penggunaan media sosial tanpa etika, gaya hidup konsumtif, pergaulan yang kurang terarah, serta melemahnya sikap gotong royong. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian generasi muda belum sepenuhnya menjalankan nilai-nilai budaya Indonesia seperti kesantunan, toleransi, dan kebersamaan. Mengatasi masalah ini membutuhkan langkah bersama dari keluarga, institusi pendidikan, masyarakat, hingga pemerintah. Penguatan pendidikan karakter perlu dilakukan sejak dini, penggunaan teknologi harus diarahkan secara lebih bijak, dan kegiatan sosial seperti gotong royong, organisasi kepemudaan, dan aktivitas keagamaan harus kembali diberdayakan. Selain itu, teladan dari orang tua, guru, dan pemimpin sangat penting karena generasi muda cenderung mengikuti perilaku yang mereka lihat. Dengan membangun lingkungan yang positif dan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, generasi muda dapat tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter, beretika, dan tetap menjaga identitas bangsa.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Davy Dlorroah Anhar གིས-
A. Sistem Etika Perilaku Politik Saat Ini dan Kesesuaiannya dengan Nilai-Nilai Pancasila
Etika politik Indonesia saat ini masih menunjukkan jarak yang lebar dari nilai-nilai Pancasila. Reformasi memang membawa perubahan struktural, namun pola pikir politik dan birokrasi tetap didominasi budaya feodal, paternalistik, dan berorientasi kekuasaan. Akibatnya, muncul ketidaksinkronan antara idealitas Pancasila dan praktik politik sehari-hari.
Penyimpangan terlihat pada setiap sila.
Sila pertama dilemahkan oleh praktik korupsi dan runtuhnya integritas moral.
Sila kedua tergerus diskriminasi, pelayanan publik yang tidak setara, dan praktik favoritisme.
Sila ketiga terganggu oleh politik identitas, polarisasi sosial, serta kepentingan kelompok yang semakin dominan.
Sila keempat tidak berjalan optimal karena proses pengambilan keputusan bersifat elitis, tertutup, dan dipengaruhi oligarki.
Sila kelima gagal terwujud akibat ketimpangan sosial-ekonomi yang kian membesar.
Prinsip-prinsip etika pemerintahan—mulai dari independensi, ketidakberpihakan, integritas, transparansi, efisiensi, profesionalisme, hingga orientasi pelayanan—juga belum tercapai. Akar masalahnya terletak pada paradigma lama yang melihat kekuasaan sebagai privilese, bukan amanah. Pancasila akhirnya hanya dijadikan simbol formal, belum menjadi nilai yang benar-benar dihidupi. Karena itu, transformasi budaya politik, karakter birokrasi, dan sistem regulasi menjadi kebutuhan mendesak agar Pancasila kembali berfungsi sebagai pedoman etika politik yang nyata.
B. Etika Generasi Muda di Lingkungan Tempat Tinggal dan Solusi Dekadensi Moral
Di Bandar Lampung, etika generasi muda menunjukkan kondisi paradoks. Mereka lebih terhubung dengan informasi dan memiliki kemampuan berpikir kritis, tetapi secara moral justru mengalami kemunduran. Nilai sopan santun, gotong royong, penghormatan kepada orang tua, dan kejujuran tampak semakin memudar di tengah arus globalisasi, konsumerisme, dan penetrasi media sosial.
Dalam perspektif Pancasila, situasi ini bersifat ambivalen.
Pada sila pertama, sebagian pemuda masih aktif beragama, namun banyak pula yang mengalami krisis spiritual.
Pada sila kedua, mereka lebih terbuka terhadap keberagaman tetapi tetap rentan terhadap hoaks dan intoleransi di media digital.
Sila ketiga menunjukkan gejala melemahnya nasionalisme dan berkurangnya apresiasi terhadap budaya lokal.
Pada sila keempat, mereka vokal dalam menyampaikan pendapat, namun kurang terampil dalam berdialog dan berempati.
Sila kelima juga tampak tidak merata: ada yang peduli isu sosial, tetapi tidak sedikit yang konsumtif dan kurang sensitif terhadap lingkungan sosialnya.
Dekadensi moral ini diperkuat oleh lemahnya pendidikan karakter, minimnya pengawasan keluarga, paparan konten negatif, kurangnya keteladanan publik, serta tekanan ekonomi yang memengaruhi orientasi nilai.
Upaya mengatasi persoalan ini memerlukan pendekatan komprehensif. Langkah yang diperlukan antara lain revitalisasi pendidikan karakter berbasis Pancasila, penguatan peran keluarga, peningkatan literasi digital, serta penyediaan ruang kreatif dan positif bagi pemuda. Keteladanan tokoh publik harus diperbaiki, diikuti penegakan etika yang konsisten. Nilai kearifan lokal, seperti Piil Pesenggiri, perlu diintegrasikan dalam pendidikan karakter. Program peer education dan leadership pemuda juga penting untuk menumbuhkan agen perubahan di tingkat komunitas. Selain itu, sistem penghargaan dan sanksi yang konsisten, dialog antar generasi, dan pendekatan spiritual yang substansial harus diperkuat.
Pada akhirnya, dekadensi moral generasi muda adalah tantangan serius, namun bukan sesuatu yang tidak bisa diperbaiki. Perubahan hanya bisa terjadi melalui kerja bersama seluruh elemen masyarakat dan penanaman nilai-nilai Pancasila secara konsisten serta berkelanjutan.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Ferdian Wiratama Aswintara གིས-
A.
Berdasarkan pada artikel diatas , etika berpolitik di Indonesia saat ini masih jauh dari implementasi nilai-nilai Pancasila. Masih terdapat banyak pejabat yang bergerak karena keputusan orang lain yang lebih memiliki kuasa dari dirinya, sehingga keputusan yang dibuat sering kali bukan untuk kepentingan masyarakat, melainkan untuk kepentingan pribadi ataupun orang orang yang mempengaruhi peajabat tersebut. Hal ini bertentangan dengan nilai keadilan dan semangat musyawarah yang ada pada sila ke-4 dan ke-5 pancasila. Selain itu, pelayanan publik juga belum diberikan secara adil. Masih ada perlakuan berbeda kepada masyarakat berdasarkan kepentingan politik atau kedekatan tertentu. Kejujuran para pejabat pun masih lemah, bisa dilihat dari praktik korupsi dan penyalahgunaan jabatan yang terus terjadi. Transparansi juga belum berjalan dengan baik, contohnya berbagai penyimpangan seringkali ditutup tutupi dan terkadang selalu saja ada alasan lain. Dari beberapa contoh diatas bisa sangat dibilang etika politik kita belum benar-benar mencerminkan nilai Pancasila, terutama soal kejujuran, keadilan, dan sikap mendahulukan kepentingan rakyat.




B.
Jika melihat etika generasi muda di lingkungan sekitar, kondisinya juga masih beragam. Banyak anak muda yang punya sikap baik dan mau berkembang, tapi tidak sedikit juga yang mulai mengalami penurunan moral. Misalnya, ada yang mulai bersikap individualis dan kurang peduli dengan lingkungan sekitar. Beberapa juga terlihat kurang menghargai orang yang lebih tua, dan lebih mudah terbawa arus oleh tren negatif di media sosial. Sikap-sikap seperti ini sebenarnya belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai bangsa Indonesia yang menjunjung sopan santun, gotong royong, dan tanggung jawab.
Untuk mengatasi penurunan moral ini, perlu ada usaha dari banyak pihak. Pendidikan karakter harus diperkuat, bukan hanya lewat teori tapi lewat kegiatan nyata yang membentuk empati dan kepedulian sosial. Pemerintah dan figur publik pun harus memberi contoh yang benar karena apa yang mereka lakukan sering ditiru oleh generasi muda. Selain itu, literasi digital juga penting supaya anak muda lebih bijak dalam menyaring informasi dan tidak mudah terpengaruh hal negatif. Dengan langkah-langkah seperti itu, moral generasi muda bisa pelan-pelan membaik dan kembali sesuai nilai yang dianut bangsa Indonesia.Dan yang paling penting adalah Keluarga yang memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai Pancasila sejak kecil. Karena sejatinya keluarga adalah pondasi yang menentukan apakah seseorang akan menjadi pribadi yang baik ataupun pribadi yang buruk.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061017 Rameyza Naila Meysun གིས-
Nama : Rameyza Naila Meysun
NPM : 2515061017
Kelas : PSTI-D
Mata Kuliah : Pancasila

1. Jika melihat kondisi politik saat ini, etika perilaku politik masih menghadapi banyak persoalan. Di berbagai daerah, masih ditemukan pejabat dan birokrat yang belum mampu menjalankan tugas secara jujur, adil, transparan, dan bertanggung jawab. Banyak kasus seperti penyalahgunaan wewenang, keputusan yang dipengaruhi kepentingan pribadi atau kelompok, serta kurangnya profesionalitas dalam memberikan pelayanan publik. Hal-hal ini menunjukkan bahwa etika politik belum sepenuhnya berjalan sebagaimana mestinya. Jika dikaitkan dengan nilai-nilai Pancasila, sebenarnya praktik politik yang ideal seharusnya mencerminkan sikap berketuhanan, kemanusiaan, menjunjung persatuan, mengedepankan musyawarah, dan berpihak pada keadilan sosial. Namun dalam kenyataannya, nilai-nilai tersebut belum sepenuhnya dijalankan. Contohnya:
a) Nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan seharusnya mendorong pejabat bersikap jujur dan tidak korupsi, tetapi praktik korupsi masih terjadi.
b) Nilai Persatuan seharusnya menekankan kepentingan masyarakat di atas kelompok politik, tetapi yang terjadi justru banyak kebijakan yang memihak kelompok tertentu.
c) Nilai Kerakyatan/Musyawarah seharusnya membuat pejabat terbuka pada kritik, masukan, dan kepentingan masyarakat, namun sebagian masih bersikap defensif.
d) Nilai Keadilan Sosial seharusnya terlihat dalam pelayanan publik yang adil dan merata, namun masih banyak pelayanan yang diskriminatif. Dengan kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa etika perilaku politik saat ini belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, meskipun upaya perbaikan terus dilakukan. Dibutuhkan komitmen, pengawasan, dan pembenahan sistem agar praktik politik benar-benar mencerminkan prinsip Pancasila.

2. Etika generasi muda di lingkungan sekitar sebenarnya beragam. Sebagian anak muda sudah mampu menunjukkan sikap positif, seperti saling menghargai, ramah, aktif dalam kegiatan sosial, serta peduli terhadap lingkungan. Sikap-sikap seperti ini tentu mencerminkan etika bangsa Indonesia yang menjunjung nilai sopan santun, gotong royong, dan saling membantu.
Namun di sisi lain, tidak sedikit juga generasi muda yang mulai mengalami penurunan moral (dekadensi moral). Misalnya:
a) penggunaan media sosial tanpa etika, seperti menyebarkan ujaran kebencian atau saling menghina.
b) kurang menghormati orang yang lebih tua.
c) cenderung egois dan tidak mau terlibat dalam kegiatan sosial.
d) terpengaruh gaya hidup konsumtif.
e) kurang memiliki tanggung jawab.

Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian generasi muda belum sepenuhnya mencerminkan nilai etika bangsa seperti menghormati sesama, menjunjung kesopanan, dan mengutamakan kebersamaan. Solusi untuk mengatasi dekadensi moral generasi muda:
a) Penguatan pendidikan karakter sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah, terutama tentang kejujuran, tanggung jawab, dan sikap saling menghargai.
b) Orang tua menjadi teladan, karena perilaku anak sangat dipengaruhi lingkungan keluarga.
c) Pembiasaan gotong royong dan kegiatan positif, seperti kegiatan sosial, kerja bakti, atau komunitas kreatif yang mendorong interaksi sehat.
d) Pendampingan penggunaan teknologi, terutama media sosial, agar generasi muda mampu memanfaatkan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab.
e) Penegakan aturan di lingkungan masyarakat, terutama terkait perilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
f) Menyediakan ruang bagi anak muda untuk berpendapat dan berkreasi, sehingga mereka merasa dihargai dan tidak mencari pengakuan melalui perilaku negatif. Dengan langkah-langkah tersebut, generasi muda dapat diarahkan kembali pada nilai-nilai etika yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia, yaitu sopan santun, gotong royong, dan menjunjung nilai kemanusiaan.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061020 Rima Falencia Akip གིས-
A. Sistem etika di dalam perilaku politik saat ini dapat dianggap belum mencapai tingkat ideal dan tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila yang fundamental. Hal ini terjadi akibat berbagai pelanggaran dan kelemahan yang terjadi dalam etika perilaku politik dan birokrasi di Indonesia, seperti seringnya penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan korupsi yang disebabkan oleh kurangnya independensi baik secara struktural maupun sikap. Selain itu, banyak layanan yang tidak adil dan tidak merata menguntungkan kelompok politik tertentu, yang mencerminkan keadaan politik terkini. Prinsip-prinsip seperti kejujuran, keadilan, ketepatan, dan kecepatan dalam memberikan layanan sering kali diabaikan, sehingga muncul birokrasi yang tidak dapat dipercaya dan korup. Tantangan utama yang dihadapi birokrasi di Indonesia adalah ketidakmampuan para birokrat untuk berperan sebagai pelayan publik, dan kurangnya integritas serta independensi menunjukkan adanya pelanggaran kode etik yang merusak dasar etika dalam politik. Jika pola pikir pemerintahan yang keliru ini terus berlanjut, maka nilai luhur Pancasila akan terjebak dalam kebuntuan dan tidak akan berfungsi sebagai pedoman dalam tata kelola negara dan pelayanan publik. Diperlukan komitmen yang kuat dan perubahan pandangan yang menyeluruh untuk mengembalikan fungsi birokrasi agar sesuai dengan aspirasi reformasi dan pelaksanaan demokrasi yang berlandaskan Pancasila.

B. Dalam lingkungan saya, etika di kalangan generasi muda menunjukkan dua sisi, positif dan negatif.
- Dari sisi positif: mereka umumnya sangat inovatif dan cepat beradaptasi dengan teknologi. Mereka memiliki solidaritas yang tinggi di antara teman sebaya serta peka terhadap isu sosial, yang mencerminkan nilai-nilai Sila ke-3 dan ke-5.
- Dari sisi negatif: Beberapa dari mereka menunjukkan kurangnya tata krama terhadap orang yang lebih dewasa, seperti penggunaan bahasa yang terlalu informal dan kurangnya rasa hormat, serta sikap individualis yang tinggi dan minimnya minat dalam musyawarah atau kegiatan bersama. Mereka juga gampang terpengaruh melalui media sosial, yang mencerminkan penurunan adab dan nilai Sila ke-4.
Solusi untuk mengatasi dekadensi moral yang sedang terjadi ini yaitu:
1. Meningkatkan kurikulum yang menekankan nilai-nilai Pancasila seperti kejujuran, tanggung jawab, musyawarah, dan solidaritas sejak usia dini. Ini tidak hanya berupa teori, tetapi juga melalui kegiatan praktis di sekolah dan masyarakat.
2. Keluarga dan pemimpin komunitas perlu menjadi teladan yang baik dalam etika. Menghidupkan kembali kegiatan kolektif seperti karang taruna dan gotong royong untuk mengurangi sikap individualis sekaligus membangun rasa tanggung jawab sosial.
3. Memberikan pendidikan kepada generasi muda mengenai etika dalam berinteraksi di dunia maya, mengembangkan sikap kritis terhadap informasi yang diterima, serta mempromosikan sikap toleran dan penggunaan bahasa yang sopan, sambil menghindari penyebaran hoaks dan perundungan daring.
4. Di dalam konteks publik atau tempat kerja, penting untuk menerapkan sistem yang menghargai integritas, profesionalisme, dan kinerja. Ini sebagai sinyal bahwa tindakan tidak etis tidak akan mendatangkan keuntungan.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Daffarel Taufiqurrahman གིས-
A. Sistem Etika Perilaku Politik Saat Ini dan Kesesuaiannya dengan Pancasila

Secara umum, etika perilaku politik di Indonesia masih menghadapi banyak penyimpangan. Meskipun era reformasi menuntut pemerintahan yang lebih demokratis, praktik politik dan birokrasi masih sering diwarnai korupsi, penyalahgunaan jabatan, pelayanan publik yang diskriminatif, serta rendahnya integritas pejabat. Kondisi ini menunjukkan bahwa etika politik belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Prinsip Ketuhanan dan Kemanusiaan belum tercermin dalam kejujuran dan penghormatan terhadap hak masyarakat. Nilai Persatuan sering tergerus kepentingan kelompok, sementara asas Kerakyatan dan Keadilan Sosial belum terlihat nyata ketika birokrasi masih tidak profesional dan tidak adil. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa etika politik saat ini masih jauh dari nilai-nilai Pancasila dan memerlukan pembenahan yang lebih serius.

B. Etika Generasi Muda di Lingkungan Sekitar dan Solusi Dekadensi Moral

Etika generasi muda di sekitar lingkungan tempat tinggal menunjukkan kondisi yang bervariasi. Sebagian pemuda masih memiliki sikap positif dan peduli sosial, namun banyak juga yang mulai terpengaruh gaya hidup instan, kurang sopan, kurang disiplin, dan kurang menghargai nilai-nilai budaya. Fenomena seperti berkurangnya rasa hormat, melemahnya kedisiplinan, serta penggunaan media sosial tanpa etika menunjukkan adanya penurunan moral yang tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan langkah-langkah seperti memperkuat pendidikan karakter di rumah dan sekolah, memberikan keteladanan dari orang tua maupun tokoh masyarakat, meningkatkan literasi digital agar penggunaan media sosial lebih bijak, mendorong keterlibatan pemuda dalam kegiatan positif, serta menerapkan aturan dan pembinaan yang mendidik. Dengan upaya tersebut, generasi muda dapat kembali diarahkan pada nilai-nilai moral yang sejalan dengan karakter bangsa.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Hashemi Sukri Rafsanjani གིས-
A. Etika politik Indonesia saat ini masih belum sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Masih terdapat penyimpangan perilaku politik seperti korupsi, nepotisme, penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidakadilan dalam pelayanan publik. Meskipun kerangka hukum telah dibangun untuk memperkuat etika politik, implementasinya belum optimal karena masalah budaya birokrasi, rendahnya integritas, dan lemahnya kontrol publik.

B. Etika generasi muda saat ini merupakan campuran antara nilai positif (kreativitas, keterbukaan, solidaritas) dan tantangan negatif (konsumtif, menurunnya sopan santun, pengaruh digital berlebihan). Dengan strategi pendidikan karakter, penguatan moral, dan lingkungan sosial yang mendukung, dekadensi moral dapat diperbaiki sehingga generasi muda tetap mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Shinta Olivia གིས-
Nama: Shinta Olivia
NPM:2515061024
Kelas: PSTI C

A. Secara umum, sistem etika politik di Indonesia masih belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Meski era Reformasi telah membawa perluasan ruang demokrasi, dalam praktiknya, dunia politik dan birokrasi masih kerap diwarnai oleh budaya lama seperti patronase, kolusi, penyalahgunaan wewenang, serta rendahnya integritas para aparatur. Berbagai fenomena seperti ketimpangan dalam pelayanan publik, minimnya transparansi, penyimpangan anggaran, dan ketidakmampuan birokrat untuk bertindak sebagai pelayan masyarakat menunjukkan bahwa cita-cita etika politik yang berlandaskan Pancasila belum terwujud secara nyata.
Bila ditinjau sila per sila:
- Sila Ketuhanan dan Kemanusiaan mengedepankan kejujuran dan penghormatan terhadap martabat manusia, namun dalam kenyataannya masih banyak ditemui praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
- Sila Kerakyatan menekankan musyawarah dan mengutamakan kepentingan rakyat, namun proses politik justru sering didominasi oleh kepentingan kelompok atau figur tertentu.
- Sila Keadilan Sosial mengarah pada pemerataan dan keadilan, tetapi layanan publik masih sering tidak merata, diskriminatif, dan tidak efisien.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa etika politik kita saat ini masih dihadapkan pada tantangan yang serius dan belum sepenuhnya mengakar pada nilai-nilai luhur Pancasila.

B. Di tengah masyarakat saat ini, gambaran etika generasi muda cukup beragam. Di satu sisi, banyak anak muda yang tampil kreatif, kritis, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Namun di sisi lain, tidak sedikit pula yang menunjukkan gejala penurunan moral, seperti memudarnya sopan santun, rendahnya rasa tanggung jawab, perilaku konsumtif berlebihan, terpengaruh budaya instan, serta mengabaikan norma sosial dan nilai-nilai Pancasila. Contohnya dapat dilihat dari sikap yang kurang menghormati orang tua, menurunnya kepedulian terhadap lingkungan, penyalahgunaan media sosial, serta memudarnya semangat gotong royong.
Perilaku-perilaku tersebut mengindikasikan bahwa belum seluruh generasi muda merepresentasikan nilai-nilai inti bangsa Indonesia, seperti kesantunan, semangat bermusyawarah, kegotongroyongan, toleransi, dan integritas.
Beberapa solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi dekadensi moral ini antara lain:
1. Memperkuat Pendidikan Karakter: Sekolah dan keluarga perlu secara konsisten menanamkan nilai-nilai Pancasila melalui keteladanan, pembiasaan, dan metode pembelajaran yang kontekstual.
2. Meningkatkan Literasi Digital dan Pengawasan Media Sosial: Generasi muda perlu dibimbing untuk menggunakan media sosial secara bijak, kritis terhadap hoaks, dan mampu mengendalikan diri di ruang digital.
3. Mendorong Keterlibatan dalam Aktivitas Positif: Pemuda perlu diarahkan untuk berpartisipasi dalam organisasi, kegiatan sosial, olahraga, atau komunitas kreatif guna membangun pergaulan yang sehat dan produktif.
4. Menunjukkan Keteladanan dari Figur Dewasa dan Pejabat: Moralitas anak muda mudah terkikis jika melihat contoh buruk dari pemimpin. Oleh karena itu, penting bagi para pejabat dan orang dewasa untuk menampilkan integritas dan etika yang baik.
5. Merevitalisasi Budaya Lokal dan Nilai Kebangsaan: Kegiatan adat, keagamaan, dan budaya perlu diberdayakan kembali sebagai fondasi untuk memperkuat identitas dan moral bangsa.
Dengan menerapkan langkah-langkah strategis ini, diharapkan generasi muda dapat membentuk karakter yang lebih beretika, berintegritas, dan selaras dengan jiwa Pancasila.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Callysta Aulia Fauziah གིས-
Nama: Callysta Aulia Fauziah
NPM: 2515061086
Kelas: PSTI C

A. Sistem etika perilaku politik saat ini masih menghadapi banyak penyimpangan. Banyak pejabat dan birokrat belum menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat. Orientasi kekuasaan masih kuat. Praktik korupsi, ketidakadilan pelayanan, dan minimnya transparansi masih terjadi. Kondisi ini menunjukkan bahwa etika politik belum sepenuhnya selaras dengan nilai Pancasila. Nilai keadilan, kemanusiaan, tanggung jawab, dan integritas belum menjadi dasar perilaku politik. Beberapa kebijakan sudah mengarah pada perbaikan, tetapi penerapannya belum konsisten. Sistem politik masih dipengaruhi kepentingan pribadi dan kelompok yang menggerus kepercayaan publik.

B. Etika generasi muda di lingkungan saya beragam. Ada yang memiliki sikap tanggung jawab dan sopan, tetapi banyak juga yang kurang menghargai aturan dan sesama. Beberapa cenderung terpengaruh media sosial tanpa menyaring informasi. Sikap ini tidak mencerminkan nilai bangsa Indonesia, seperti gotong royong, kesantunan, dan rasa hormat. Dekadensi moral muncul karena lemahnya pengawasan keluarga, kurangnya keteladanan publik, dan akses informasi yang tidak terkendali. Solusinya adalah memperkuat pendidikan karakter sejak dini. Perlu pembiasaan nilai Pancasila dalam kegiatan sekolah dan lingkungan. Orang tua perlu terlibat aktif mengawasi penggunaan teknologi. Pemerintah dan masyarakat harus menyediakan ruang kegiatan positif agar generasi muda terbiasa berperilaku baik dan bertanggung jawab.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Azzahra Aprilia Putri གིས-
Nama: Azzahra Aprilia Putri 
Npm: 2515061009
Kelas: Psti C

A. Bagaimanakah sistem etika perilaku politik saat ini? Sudah sesuaikah dengan nilai-nilai Pancasila? Jelaskan!
Secara umum, sistem etika perilaku politik di Indonesia saat ini masih mengalami banyak tantangan meskipun pada prinsipnya seharusnya didasarkan pada nilai–nilai Pancasila.
Beberapa kondisi politik saat ini menunjukkan bahwa pelaksanaan nilai Pancasila belum sepenuhnya tercermin dalam praktik politik.
1. Ketidaksesuaian dengan Nilai Pancasila
Berikut contoh nilai Pancasila yang sering tidak selaras dalam praktik politik:
• Sila 1: Ketuhanan Yang Maha Esa → Kejujuran & integritas
Masih banyak praktik korupsi, manipulasi data, politik uang, dan penyalahgunaan jabatan.
Ini menunjukkan kurangnya integritas dan kejujuran yang menjadi nilai fundamental Pancasila.
• Sila 2: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Politik seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat. Namun, masih ditemukan:
intimidasi politik,
ujaran kebencian,
fitnah dalam kampanye,
politik identitas yang dapat memecah belah.
• Sila 3: Persatuan Indonesia
Praktik politik identitas dan polarisasi sosial memperlihatkan bahwa persatuan belum menjadi prioritas utama.
• Sila 4: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Fenomena:
kurangnya musyawarah,
keputusan sepihak,
minimnya keterlibatan rakyat,
menunjukkan prinsip demokrasi Pancasila tidak berjalan maksimal.
• Sila 5: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Masih ada kesenjangan sosial dan keputusan politik yang lebih mengutamakan kelompok tertentu.
2. Kesimpulan
Etika politik di Indonesia saat ini belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Masih ada perilaku politik pragmatis, transaksional, serta penyalahgunaan kekuasaan.
Namun demikian, ada upaya perbaikan, seperti:
regulasi anti-korupsi,
transparansi pemerintah,
partisipasi masyarakat melalui media digital.
B. Bagaimanakah etika generasi muda di sekitar tempat tinggalmu? Apakah mencerminkan etika dan nilai yang dianut bangsa Indonesia? Berikan solusi mengenai dekadensi moral yang terjadi!
1. Etika Generasi Muda Saat Ini
Secara umum, etika generasi muda saat ini beragam, namun beberapa fenomena umum yang sering ditemui adalah:
Hal Positif:
Kreatif, inovatif, dan cepat beradaptasi.
Peduli isu sosial seperti lingkungan, pendidikan, dan teknologi.
Lebih terbuka terhadap perubahan dan toleransi.
Hal Negatif / Dekadensi Moral yang terlihat:
Kurangnya sopan santun terhadap orang tua.
Pergaulan bebas dan penyalahgunaan media sosial.
Individualisme (lebih fokus pada diri sendiri).
Menurunya semangat gotong royong.
Konsumsi konten negatif (hoaks, kekerasan, pornografi).
Mudah terpengaruh budaya asing tanpa filter.
Fenomena tersebut belum mencerminkan nilai-nilai Pancasila, terutama:
Kemanusiaan yang beradab (sopan santun menurun),
Persatuan (individualisme meningkat),
Keadilan dan tanggung jawab sosial (kurangnya gotong royong).
2. Solusi untuk Mengatasi Dekadensi Moral
a. Pendidikan karakter berbasis Pancasila
Diterapkan sejak usia dini, dalam keluarga dan sekolah:
kejujuran,
sopan santun,
gotong royong,
toleransi,
tanggung jawab.
b. Pembatasan dan pengawasan penggunaan media sosial
Orang tua, guru, dan lingkungan harus aktif memberi panduan dan filter terhadap konten yang dikonsumsi generasi muda.
c. Kegiatan positif dan produktif
Remaja perlu diarahkan pada kegiatan:
organisasi,
olahraga,
kompetisi akademik,
kegiatan rohani,
kerja sosial.
d. Teladan dari orang dewasa
Dekadensi moral sering berasal dari kurangnya contoh yang baik.
Pemimpin, guru, dan orang tua harus memberikan teladan dalam:
disiplin,
kejujuran,
kerja keras,
sopan santun.
e. Penguatan budaya lokal
Generasi muda perlu kembali pada nilai kearifan lokal seperti:
gotong royong,
musyawarah,
adat sopan santun Nusantara.
f. Lingkungan pertemanan yang positif
Sosialisasi dengan lingkungan yang baik sangat berpengaruh pada pembentukan moral.
Kesimpulan B
Etika generasi muda saat ini sebagian ada yang baik, namun sebagian juga menunjukkan gejala dekadensi moral. Nilai-nilai Pancasila belum sepenuhnya diterapkan, khususnya dalam hal sopan santun, gotong royong, dan sikap beradab. Namun dengan pendidikan karakter, pengawasan media, keteladanan, serta kegiatan positif, kondisi ini dapat diperbaiki.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

ABDUL HAKIM ARRAUF གིས-
Nama : Abdul Hakim Arrauf
NPM : 2515061043
Kelas : PSTI C

A. Etika Perilaku Politik Saat Ini dan Kesesuaiannya dengan Nilai Pancasila
Sistem etika perilaku politik, khususnya dalam birokrasi pemerintahan pasca-Reformasi, dapat dianalisis sebagai berada dalam kondisi krisis etik dan belum sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Teks tersebut menunjukkan bahwa meskipun ada tuntutan demokratisasi dan lahirnya tata kelola pemerintahan yang baru (seperti UU No. 22 Tahun 1999), birokrasi secara implisit mempertahankan budaya lama yang paternalistik dan tidak menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat. Ketidaksesuaian dengan Pancasila terlihat nyata melalui pelanggaran prinsip-prinsip etika publik, seperti kegagalan menerapkan Integrity (menyebabkan korupsi dan ketidakjujuran), lemahnya Impartiality (menyebabkan pelayanan tidak adil dan menguntungkan kelompok politik tertentu), serta buruknya Transparency dan Efficiency (menyebabkan pemborosan anggaran publik). Praktik ini jelas bertentangan dengan Sila ke-2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab), Sila ke-4 (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan), dan Sila ke-5 (Keadilan Sosial), yang semuanya menuntut pelayanan publik yang adil, jujur, dan bertanggung jawab.

Krisis etika ini diperparah oleh berbagai masalah struktural dan perilaku yang saling terkait, menunjukkan penyimpangan dari paradigma pemerintahan yang sehat. Pelanggaran etika ini didorong oleh: pertama, aparatur birokrasi yang terkooptasi oleh kepentingan pribadi dan politik (vested interest), menjadikan pekerjaan sebagai alat penguasaan, bukan pelayanan. Kedua, lemahnya sistem manajerial, mulai dari rekrutmen SDM yang tidak terprogram, evaluasi yang diragukan objektivitasnya, hingga tidak jelasnya kode etik (code of conduct) bagi aparatur publik, yang seharusnya mendorong budaya kerja keras dan bebas KKN. Akibat dari penyimpangan etika dan paradigma ini adalah tingginya ketidakpercayaan masyarakat terhadap jajaran pemerintah, menciptakan analogi bahwa birokrat menjadi "momok yang menjengkelkan" dan semakin merusak implementasi demokrasi.

B. Krisis Etik Birokrasi dan Dekadensi Moral Generasi Muda
Etika generasi muda di lingkungan sosial sering kali mencerminkan dampak dari penyimpangan paradigma yang juga terjadi di tubuh birokrasi. Walaupun generasi muda umumnya adaptif terhadap kemajuan digital, terdapat indikasi dekadensi moral yang ditandai dengan melemahnya nilai-nilai inti bangsa, khususnya rasa tanggung jawab sosial dan etos pelayanan (service mindedness). Ketika para pejabat publik (sebagai panutan) gagal menunjukkan Integrity dan Responsibility, hal itu secara tidak langsung memberikan contoh negatif. Oleh karena itu, etika generasi muda saat ini cenderung rapuh dalam aspek kemanusiaan dan persatuan (Sila ke-2 dan ke-3) karena kurangnya Responsivitas dan Representativitas terhadap kondisi sosial di sekitarnya.

Untuk mengatasi dekadensi moral dan membenahi citra birokrasi (yang saling memengaruhi), diperlukan gerakan baru yang bertujuan mengubah mindset dan paradigma secara mendasar. Solusi strategis yang dapat diimplementasikan, sebagian diilhami oleh usulan reformasi birokrasi dalam teks, meliputi: Pertama, mengubah budaya paternalistik menjadi budaya egaliter di semua lini sosial, termasuk dalam interaksi pelayanan publik, agar posisi semua pihak setara dan saling menghormati. Kedua, mengembangkan remunerasi berdasarkan kinerja (merit system) baik di birokrasi maupun sistem penghargaan sosial, sehingga mendorong semangat Profesionalism dan kreativitas yang bertanggung jawab. Ketiga, perlunya keterbukaan total untuk menerima kritik dari publik (LSM, media, masyarakat), serta membudayakan delegasi kewenangan dan diskresi yang bertanggung jawab. Upaya ini, yang harus didukung komitmen tinggi dari semua komponen, bertujuan mengembalikan fungsi etika sebagai fondasi utama di atas hukum dan sistem.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Adzkia Rahmana Halini གིས-
Nama : Adzkia Rahmana Halini
NPM : 2515061065
Kelas : PSTI C

A. Sistem etika perilaku politik di Indonesia saat ini sebenarnya sudah memiliki dasar aturan cukup baik, Namun dalam praktiknya masih banyak penyimpangan yang membuat perilaku politik belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Saat ini, perilaku politik masih banyak diwarnai dengan penyalahgunaan wewenang dan korupsi, kurangnya transparansi dan akuntabilitas, serta diskriminasi dalam pelayanan publik. Jika dibandingkan dengan nilai-nilai Pancasila, maka kondisi etika politik di Indonesia saat ini belum sesuai dengan nilai Pancasila.

B. Etika generasi muda saat ini beragam, ada banyak generasi muda yang aktif berorganisasi, peduli sosial, dan berprestasi. Namun di sisi lain, ada banyak hal yang menunjukkan adanya dekadensi moral, seperti menurunnya sopan santun, perilaku konsumtif dan hedonis, meningkatnya individualisme, serta tingginya kasus bullying dan ujaran kebencian di media sosial. Jika dibandingkan dengan nilai-nilai bangsa Indonesia, sebagian perilaku generasi muda belum sepenuhnya mencerminkan nilai tersebut. Solusi untuk mengatasi dekadensi moral generasi muda yaitu dengan memperkuat pendidikan karakter, membangun kembali budaya gotong royong, dan pengawasan dan pendampingan dalam penggunaan media sosial.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Indah Nurlaila Ramadhani གིས-
A. Kondisi Etika Perilaku Politik Kontemporer dan Relevansinya dengan Nilai-Nilai Pancasila
Etika perilaku politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini masih menghadapi berbagai persoalan mendasar dan menunjukkan ketidakharmonisan dengan nilai-nilai Pancasila. Berdasarkan bahan bacaan yang dianalisis, terlihat adanya jurang yang lebar antara cita-cita normatif Pancasila dan realitas praktik politik serta birokrasi di lapangan. Reformasi yang bergulir sejak awal abad ke-21, khususnya melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, memang membawa perubahan dalam struktur pemerintahan. Namun demikian, perubahan tersebut belum dibarengi dengan pergeseran cara pandang dan budaya politik yang bersifat fundamental. Aparatur birokrasi masih kerap terjebak dalam pola pikir lama yang feodal dan paternalistik, di mana posisi birokrat dipahami sebagai penguasa yang harus dilayani, bukan sebagai pelayan masyarakat.
Apabila perilaku politik dan birokrasi saat ini ditelaah menggunakan perspektif nilai-nilai Pancasila, maka akan tampak jelas berbagai penyimpangan yang bersifat sistemik. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, menekankan pentingnya kejujuran, integritas, serta tanggung jawab moral di hadapan Tuhan. Namun kenyataannya, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme masih marak di kalangan elite politik dan pejabat negara. Hal ini menunjukkan lunturnya kesadaran moral dan spiritual, di mana kepentingan duniawi lebih diutamakan daripada nilai-nilai ketuhanan.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, seharusnya mendorong penyelenggara negara untuk memperlakukan setiap warga negara secara setara dan adil. Akan tetapi, realitas yang terjadi justru menunjukkan masih kuatnya praktik diskriminasi, favoritisme, serta ketidakadilan dalam pelayanan publik dan distribusi sumber daya. Akses terhadap pelayanan sering kali ditentukan oleh kedekatan politik, relasi personal, maupun kemampuan ekonomi, bukan berdasarkan prinsip keadilan dan kesetaraan.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, menuntut para elite politik untuk mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi maupun kelompok. Namun dalam praktiknya, perilaku politik justru kerap memicu perpecahan sosial. Politik identitas, polarisasi masyarakat, serta konflik horizontal semakin menguat karena sentimen primordial dimanfaatkan sebagai alat untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, idealnya menjadi landasan pengambilan keputusan yang demokratis, terbuka, dan mengedepankan musyawarah. Namun realitas menunjukkan bahwa proses perumusan kebijakan sering berlangsung secara tertutup, elitis, dan jauh dari aspirasi rakyat. Kepentingan oligarki politik dan ekonomi kerap lebih dominan dibandingkan kepentingan publik secara luas.
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengamanatkan pemerataan kesejahteraan dan keadilan sosial. Namun yang terjadi justru sebaliknya, yakni semakin lebarnya kesenjangan sosial dan ekonomi. Struktur ekonomi-politik yang timpang menyebabkan kekayaan dan sumber daya terkonsentrasi pada kelompok elite, sementara sebagian besar masyarakat masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar. Kondisi ini menunjukkan bahwa Pancasila kerap hanya dijadikan slogan atau simbol politik tanpa implementasi nyata dalam kehidupan bernegara.
Dokumen yang dikaji juga menggarisbawahi sejumlah prinsip etika pemerintahan yang seharusnya dijalankan, seperti independensi, ketidakberpihakan, integritas, transparansi, efisiensi, profesionalisme, dan orientasi pelayanan. Ketujuh prinsip tersebut sejatinya selaras dengan nilai-nilai Pancasila, tetapi dalam praktiknya mengalami berbagai penyimpangan. Lemahnya independensi birokrasi membuat pejabat mudah menyalahgunakan wewenang. Ketidakberpihakan sulit terwujud karena pelayanan publik masih sarat kepentingan politik. Rendahnya integritas tercermin dari praktik korupsi yang meluas. Minimnya transparansi membuka peluang penyimpangan anggaran. Efisiensi sering diabaikan karena pemborosan anggaran dijadikan sarana memperkaya diri. Profesionalisme terpinggirkan karena kompetensi bukan menjadi pertimbangan utama dalam rekrutmen jabatan. Sementara itu, orientasi pelayanan publik belum tertanam kuat karena birokrat belum sepenuhnya memahami perannya sebagai pelayan masyarakat.
Akar persoalan dari ketidaksesuaian antara etika politik dan nilai Pancasila terletak pada persoalan paradigma. Pola pikir lama yang feodal, paternalistik, dan berorientasi pada kekuasaan masih mengakar kuat dalam budaya politik dan birokrasi Indonesia. Demokratisasi yang terjadi lebih bersifat prosedural, sementara substansi demokrasi seperti akuntabilitas, kedaulatan rakyat, dan pelayanan publik belum sepenuhnya dihayati. Jabatan masih dipandang sebagai hak istimewa yang dapat dieksploitasi, bukan sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem etika politik di Indonesia saat ini belum selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Terdapat kesenjangan yang signifikan antara apa yang seharusnya (das sollen) dan apa yang terjadi dalam kenyataan (das sein). Pancasila masih lebih sering hadir sebagai formalitas dalam wacana politik daripada menjadi nilai yang menjiwai perilaku politik dan birokrasi. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya yang menyeluruh dan berkelanjutan untuk menghidupkan kembali Pancasila sebagai etika politik yang nyata, melalui perubahan regulasi, sistem, serta transformasi paradigma dan budaya politik.

B. Etika Generasi Muda di Lingkungan Masyarakat dan Upaya Mengatasi Kemerosotan Moral
Pengamatan terhadap perilaku generasi muda di lingkungan tempat tinggal saya di Bandar Lampung menunjukkan adanya fenomena yang bersifat kontradiktif. Di satu sisi, generasi muda saat ini menikmati kemudahan akses terhadap informasi dan pendidikan berkat perkembangan teknologi digital. Mereka cenderung lebih kritis, terbuka terhadap perbedaan, dan berani mengemukakan pendapat. Namun di sisi lain, terlihat adanya kemunduran moral yang ditandai dengan melemahnya nilai-nilai luhur bangsa, seperti kesantunan, gotong royong, kejujuran, serta rasa hormat kepada orang tua dan guru. Arus globalisasi dan media sosial turut membawa pengaruh budaya konsumtif, hedonistik, dan individualistik yang semakin kuat.
Jika dikaitkan dengan nilai-nilai Pancasila, etika generasi muda saat ini berada dalam posisi yang ambigu. Dalam konteks sila pertama, masih terdapat generasi muda yang taat menjalankan ajaran agama, tetapi tidak sedikit pula yang mengalami krisis spiritual atau memandang agama sebatas identitas formal. Fenomena keberagamaan yang bersifat simbolik tanpa penghayatan substansial semakin terlihat. Selain itu, sebagian generasi muda juga terpapar paham ekstrem, baik yang bersifat radikal maupun liberal, sehingga memengaruhi cara pandang mereka terhadap moral dan nilai agama.
Dalam perspektif sila kedua, generasi muda relatif lebih inklusif dan menghargai keberagaman. Namun, pada saat yang sama, mereka juga rentan terprovokasi oleh ujaran kebencian dan intoleransi di media sosial, yang kemudian memicu praktik perundungan daring. Terkait sila ketiga, rasa nasionalisme di kalangan generasi muda cenderung mengalami penurunan. Identitas sebagai warga global sering kali lebih menonjol dibandingkan identitas sebagai warga negara Indonesia, yang tercermin dari minimnya pemahaman sejarah bangsa, kurangnya penghormatan terhadap simbol negara, serta berkurangnya kecintaan terhadap budaya lokal.
Dalam konteks sila keempat, generasi muda menunjukkan partisipasi yang cukup tinggi dalam menyampaikan pendapat, tetapi sering kali tidak diimbangi dengan sikap saling menghargai dan kemampuan berdialog. Perbedaan pendapat justru kerap berujung pada konflik verbal dan perdebatan yang tidak produktif. Sementara itu, dalam kaitannya dengan sila kelima, kepedulian sosial generasi muda sangat beragam. Sebagian aktif dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan, namun sebagian lainnya bersikap apatis dan lebih mementingkan kepentingan pribadi. Budaya serba instan, pamer kemewahan, dan orientasi pada popularitas di media sosial turut mengikis empati sosial.
Kemerosotan moral generasi muda dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain lemahnya pendidikan karakter di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sistem pendidikan masih lebih menekankan aspek akademik dibandingkan pembentukan karakter. Selain itu, pengaruh negatif media sosial yang tidak terkontrol, minimnya keteladanan dari tokoh publik, serta tekanan ekonomi dan persaingan hidup yang semakin ketat turut memperparah kondisi ini.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, diperlukan langkah-langkah komprehensif dan kolaboratif. Revitalisasi pendidikan karakter berbasis Pancasila perlu dilakukan secara serius melalui pendekatan pembelajaran yang kontekstual dan aplikatif. Peran keluarga sebagai fondasi pembentukan karakter harus diperkuat melalui edukasi parenting. Literasi digital yang mencakup etika bermedia juga perlu ditanamkan agar generasi muda lebih bijak dalam menggunakan teknologi.
Selain itu, penyediaan ruang-ruang kreatif dan positif bagi generasi muda, penguatan keteladanan dari tokoh publik, integrasi nilai kearifan lokal seperti falsafah Piil Pesenggiri di Lampung, serta pemberdayaan kepemimpinan pemuda dan pendidikan sebaya menjadi langkah strategis. Sistem penghargaan dan sanksi yang konsisten, dialog antargenerasi, serta pendekatan keagamaan yang substantif juga perlu dikembangkan.
Sebagai penutup, dekadensi moral generasi muda merupakan tantangan serius yang memerlukan perhatian bersama. Namun demikian, tidak semua generasi muda memiliki karakter yang negatif. Masih banyak di antara mereka yang berprestasi dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Oleh karena itu, yang dibutuhkan bukanlah sikap menghakimi, melainkan upaya berkelanjutan untuk membina, membimbing, dan memperkuat nilai-nilai Pancasila agar tetap hidup dan relevan bagi generasi masa depan.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061038 Indriazan Alfaridji གིས-
A. Bagaimanakah sistem etika perilaku politik saat ini? Sudah sesuaikah dengan nilai-nilai Pancasila? Jelaskan!
Sistem etika perilaku politik di Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai tantangan dan belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Secara normatif, etika politik seharusnya berlandaskan pada nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Namun, dalam praktiknya, perilaku politik masih sering diwarnai oleh kepentingan pribadi dan golongan, politik transaksional, penyalahgunaan kekuasaan, serta rendahnya integritas sebagian elite politik dan birokrasi. Fenomena korupsi, nepotisme, politik identitas, dan lemahnya akuntabilitas publik menunjukkan bahwa nilai keadilan sosial dan kemanusiaan belum terimplementasi secara optimal. Selain itu, lemahnya sikap independen dan ketidaknetralan aparatur pemerintahan juga mencerminkan penyimpangan dari prinsip kerakyatan dan keadilan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem etika perilaku politik di Indonesia masih berada dalam persimpangan antara nilai ideal Pancasila dan realitas praktik politik, sehingga memerlukan pembenahan serius agar selaras dengan jati diri bangsa.

B. Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika, pada umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Bagaimanakah etika generasi muda yang ada di sekitar tempat tinggal mu? Apakah mencerminkan etika dan nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia? Berikan solusi mengenai adanya dekadensi moral yang saat ini terjadi !
B. Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika, pada umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Bagaimanakah etika generasi muda yang ada di sekitar tempat tinggal mu? Apakah mencerminkan etika dan nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia? Berikan solusi mengenai adanya dekadensi moral yang saat ini terjadi !

B. Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika, pada umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Bagaimanakah etika generasi muda yang ada di sekitar tempat tinggal mu? Apakah mencerminkan etika dan nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia? Berikan solusi mengenai adanya dekadensi moral yang saat ini terjadi !

B. Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika, pada umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Bagaimanakah etika generasi muda yang ada di sekitar tempat tinggal mu? Apakah mencerminkan etika dan nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia? Berikan solusi mengenai adanya dekadensi moral yang saat ini terjadi !

B. Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika, pada umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Bagaimanakah etika generasi muda yang ada di sekitar tempat tinggal mu? Apakah mencerminkan etika dan nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia? Berikan solusi mengenai adanya dekadensi moral yang saat ini terjadi !

B. Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika, pada umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Bagaimanakah etika generasi muda yang ada di sekitar tempat tinggal mu? Apakah mencerminkan etika dan nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia? Berikan solusi mengenai adanya dekadensi moral yang saat ini terjadi !
Etika generasi muda di lingkungan masyarakat saat ini menunjukkan kondisi yang beragam, antara masih mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dan sebagian lainnya mengalami gejala dekadensi moral. Di satu sisi, masih banyak generasi muda yang menjunjung tinggi nilai sopan santun, gotong royong, toleransi, dan kepedulian sosial. Namun, di sisi lain, pengaruh globalisasi, media sosial, dan budaya instan turut membentuk perilaku yang kurang mencerminkan etika Pancasila, seperti menurunnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, meningkatnya individualisme, sikap konsumtif, serta rendahnya kepedulian terhadap norma sosial. Kondisi ini menunjukkan adanya jarak antara nilai ideal yang dianut bangsa Indonesia dengan realitas perilaku sebagian generasi muda. Solusi atas dekadensi moral tersebut dapat dilakukan melalui penguatan pendidikan karakter berbasis Pancasila, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Selain itu, keteladanan dari pemimpin, tokoh masyarakat, dan orang tua sangat penting dalam membentuk karakter generasi muda. Pemanfaatan media sosial juga perlu diarahkan secara positif sebagai sarana edukasi nilai dan etika, sehingga generasi muda mampu tumbuh menjadi pribadi yang berintegritas, bertanggung jawab, dan berkepribadian sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2515061076 Mahardika Putra Abelva གིས-
A. Bagaimanakah sistem etika perilaku politik saat ini? Sudah sesuaikah dengan nilai-nilai Pancasila? Jelaskan!

Sistem etika perilaku politik di Indonesia saat ini masih berada dalam kondisi problematis dan belum sepenuhnya selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Reformasi politik yang bergulir sejak akhir 1990-an memang telah membuka ruang demokrasi yang lebih luas, seperti kebebasan berpendapat, pemilihan umum yang relatif terbuka, serta desentralisasi kekuasaan. Namun, pada tataran praktik, etika perilaku politik justru sering kali menyimpang dari nilai moral dan kemanusiaan yang menjadi dasar Pancasila.

Dalam realitas politik, masih banyak dijumpai praktik politik transaksional, korupsi, kolusi, nepotisme, serta penyalahgunaan kekuasaan oleh elit politik maupun birokrasi. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menuntut perilaku jujur dan bermoral; nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang menghendaki perlakuan adil terhadap seluruh rakyat; serta nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang seharusnya menjadi tujuan akhir dari setiap kebijakan politik.

Selain itu, perilaku politik yang sarat kepentingan kelompok dan partisan juga menunjukkan lemahnya pengamalan sila Persatuan Indonesia. Politik identitas, ujaran kebencian, dan polarisasi masyarakat menjelang pemilu menjadi bukti bahwa etika politik belum sepenuhnya mencerminkan semangat persatuan dan gotong royong. Proses pengambilan keputusan politik pun sering kali mengabaikan prinsip Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, karena kebijakan lebih banyak ditentukan oleh elite, bukan aspirasi rakyat secara substansial.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem etika perilaku politik Indonesia saat ini secara normatif mengakui Pancasila, tetapi secara praktis belum mengimplementasikannya secara konsisten. Pancasila sering kali berhenti sebagai slogan dan simbol, bukan sebagai pedoman etis dalam berpolitik dan bernegara.

B. Bagaimanakah etika generasi muda di sekitar tempat tinggalmu? Apakah mencerminkan etika dan nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia? Berikan solusi mengenai adanya dekadensi moral yang saat ini terjadi!

Etika generasi muda di lingkungan sekitar menunjukkan kondisi yang beragam. Di satu sisi, masih banyak generasi muda yang memiliki sikap positif, seperti saling menghormati, aktif dalam kegiatan sosial, peduli terhadap lingkungan, serta memiliki semangat kebangsaan. Hal ini mencerminkan nilai-nilai Pancasila, khususnya nilai kemanusiaan, persatuan, dan gotong royong.

Namun di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat gejala dekadensi moral di kalangan sebagian generasi muda. Perilaku seperti kurangnya sopan santun terhadap orang yang lebih tua, individualisme yang tinggi, rendahnya kepedulian sosial, budaya instan, hingga penyalahgunaan media sosial untuk ujaran kebencian dan konten negatif menunjukkan adanya pergeseran nilai. Fenomena ini menandakan bahwa etika generasi muda belum sepenuhnya mencerminkan nilai luhur bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila.

Dekadensi moral tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain lemahnya keteladanan dari elit dan orang dewasa, pengaruh globalisasi dan budaya luar yang tidak tersaring, serta minimnya internalisasi nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan moral dan karakter sering kali bersifat formalitas dan kurang menyentuh praktik nyata.

Beberapa solusi yang dapat ditawarkan antara lain:
1. Penguatan pendidikan karakter berbasis Pancasila, tidak hanya di sekolah, tetapi juga dalam keluarga dan lingkungan masyarakat.
2. Keteladanan dari pemimpin dan orang dewasa, karena generasi muda belajar lebih banyak dari contoh nyata dibandingkan teori.
3. Pemanfaatan media sosial secara positif, dengan mendorong konten edukatif, kebangsaan, dan inspiratif.
4. Revitalisasi peran komunitas dan organisasi kepemudaan sebagai ruang pembentukan etika, kepemimpinan, dan kepedulian sosial.
5. Penegakan norma dan aturan sosial yang konsisten, agar generasi muda memahami batas antara kebebasan dan tanggung jawab.

Dengan langkah-langkah tersebut, generasi muda diharapkan mampu menjadi agen perubahan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan etis, sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia dan nilai-nilai Pancasila.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

Afifah Naurah Alfaizah གིས-
A. Sistem etika perilaku politik saat ini adalah belum sepenuhnya sesuai dengan nilai nilai pancasila. mengapa demikian, karena banyak hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila contohnya,
Banyak keluhan dan laporan masyarkat menyayangkan sikap aparatur pemerintah yang tidak memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat seakan para bikrokrat menjadi momok yang menjengkelkan bagi masyarakat, lebih baik menghindari daripada berhadapan dengan para birokrat terkecuali dalam keadaan terpaksa.

B. Etika anak muda yang ada di lingkungan sekitar saya belum sepenuhnya baik dan belum sepenuhnya mencerminkan nilai- nilai baik pancasila, karena masih banyak yang bertentangan, mengenai perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh anak muda di sekitar lingkungan saya.

Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menegur atau memberi edukasi kepada anak muda yang masih bersikap tidak baik dan jauh dari penerapan nilai-nilai pancasila.
In reply to First post

Re: Forum Analisis Soal

2555061003 IKSAN SURYA WINATA གིས-
Nama : Iksan Surya Winata
NPM : 2555061003
Kelas : PSTI C
A. Sistem etika perilaku politik di Indonesia saat ini belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Secara normatif, pancasila telah dijadikan dasar etika politik yang menekankan ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Namun dalam praktiknya, perilaku politik masih sering diwarnai oleh kepentingan pribadi dan kelompok, politik transaksional, penyebaran hoaks, serta konflik kepentingan yang mengabaikan kepentingan rakyat.

B. Etika generasi muda di sekitar lingkungan tempat tinggal menunjukkan kondisi yang beragam. Di satu sisi, masih banyak generasi muda yang menjunjung nilai sopan santun, gotong royong, dan kepedulian sosial, yang mencerminkan nilai kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial. Namun di sisi lain, terdapat gejala dekadensi moral, seperti menurunnya rasa hormat kepada orang tua, meningkatnya sikap individualistik, penggunaan media sosial secara tidak bijak, serta menurunnya kepedulian terhadap norma sosial dan etika bermasyarakat.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebagian etika generasi muda belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai pancasila. Pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan pendidikan karakter menjadi salah satu faktor utama terjadinya degradasi moral.

Solusi yang dapat dilakukan ialah menguatkan pendidikan karakter dan nilai-nilai pancasila sejak dini, baik di sekolah, keluarga, maupun masyarakat.