ACTIVITY: RESUME

ACTIVITY: RESUME

Number of replies: 26

Ketiklah disini resume singkat esensi dari  jurnal  di atas.

In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Melinda Dwi Safitri གིས-

Nama: Melinda Dwi Safitri 

Npm: 2413031092

Esensi Jurnal: Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting

Jurnal ini menyajikan analisis kritis mengenai perdebatan fundamental dalam akuntansi keuangan modern, yaitu antara konsep Biaya Historis (Historical Costs) dan Pengukuran Nilai Wajar (Fair Value Measurement). Inti masalah pengukuran ini menjadi perhatian utama Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB) dan para pembuat standar nasional, terutama karena IFRS semakin mengedepankan penggunaan Nilai Wajar, khususnya pada tanggal neraca, untuk mencerminkan kondisi ekonomi saat ini. Kritik terhadap Biaya Historis berakar pada tiga hal utama: kapasitas informasinya yang rendah untuk investasi dan instrumen keuangan, risiko erosi pemeliharaan modal fisik (yang dapat terjadi jika laba yang didistribusikan terlalu tinggi karena biaya dinilai terlalu rendah), dan kurangnya objektivitas serta komparabilitas seiring berjalannya waktu. Dorongan untuk mengadopsi Nilai Wajar bahkan sempat menargetkan pengukurannya pada saat pengakuan awal aset dan liabilitas.

​Namun, penulis jurnal menyuarakan keberatan yang signifikan terhadap penerapannya secara menyeluruh, memfokuskan pada pertimbangan antara relevansi dan keandalan. Meskipun Nilai Wajar yang berbasis pasar dinilai relevan bagi pengguna informasi eksternal, penerapannya pada aset non-keuangan seringkali bermasalah karena tidak tersedianya harga pasar yang aktif, yang akhirnya memaksa entitas menggunakan model penilaian yang bersifat subjektif dan didasarkan pada ekspektasi manajemen (pengukuran spesifik entitas). Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keandalan dan relevansi bagi aset yang tidak diperdagangkan secara aktif. Lebih lanjut, penulis secara khusus menyinggung dampak krisis keuangan (tahun 2008) yang menyoroti risiko penggunaan Nilai Wajar, termasuk potensi untuk mengakui dan mendistribusikan keuntungan yang belum direalisasi (unrealized gains). Sebagai kesimpulan, jurnal ini menganjurkan pendekatan yang seimbang dan tidak tunggal: meskipun Nilai Wajar sangat sesuai untuk instrumen keuangan, metode pengukuran spesifik entitas mungkin tetap lebih unggul untuk aset non-keuangan tertentu guna menyediakan informasi yang lebih akurat dan preventif bagi pengguna laporan keuangan.

In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Ni Made Dwi Agustini གིས-
Nama : Ni Made Dwi Agustini
Npm : 2413031086

Jurnal ini membahas perbedaan antara metode biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value) dalam pengukuran akuntansi keuangan. Pengukuran menjadi isu sentral dalam penyusunan laporan keuangan, terutama terkait konsistensi standar antara IFRS dan US GAAP. Biaya historis menekankan pencatatan aset dan kewajiban berdasarkan harga perolehan awal, yang hanya berkurang jika terjadi penurunan nilai (impairment). Sebaliknya, nilai wajar merefleksikan kondisi ekonomi pada tanggal pelaporan, yaitu harga pasar yang mencerminkan transaksi wajar antar pihak yang berpengetahuan.

IFRS semakin mendorong penggunaan nilai wajar, misalnya dalam IAS 40 (investment property), IAS 39 (instrumen keuangan), dan IAS 41 (agriculture), meskipun sebagian besar aset awalnya tetap diukur dengan biaya historis. Argumen utama pergeseran ini adalah rendahnya relevansi informasi biaya historis, risiko erosi pemeliharaan modal fisik akibat inflasi, serta kebutuhan objektivitas dan daya banding antar entitas. Namun, penerapan nilai wajar membawa tantangan, terutama pada aset non-keuangan ketika pasar aktif tidak tersedia sehingga pengukuran bergantung pada estimasi subjektif.

Krisis keuangan global menunjukkan kelemahan pendekatan nilai wajar, khususnya ketika harga pasar jatuh drastis dan tidak mencerminkan nilai intrinsik aset. Hal ini memicu diskusi untuk kembali menggunakan pengukuran berbasis entitas (entity specific measurement) dalam kondisi krisis. Kesimpulannya, tidak ada satu pendekatan tunggal yang sempurna. Kombinasi biaya historis dan nilai wajar diperlukan agar laporan keuangan tetap relevan, andal, dan tidak menyesatkan pengguna informasi akuntansi.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Rizky Abelia Putri གིས-
NAMA: RIZKY ABELIA PUTRI
NPM: 2413031098
KLS: 24C

Dalam jurnal ini menjelaskan bahwa, perbandingan tentang dua metode utama dalam pencatatan assets dan kewajiban pada akuntansi keuangan, yaitu Historical Cost( biaya historis ) dan Fair Value( nilai wajar). Metode Historical Cost mencatat Asset berdasarkan harga perolehan awal tanpa memperhitungkan perubahan nilai pasar dari waktu ke waktu. Sementara Metode Fair Value mentcatat aset berdarsarkan nilai pasar atau harga yang saat ini dan dapat mencerminkan nilai sebenarnya yang lebih akurat.

Keuntungan menggunakan Historical Cost adalah; sifatntya yang stabil dan dapar diandalkan karena berdasarkan biaya yang benar-benar dikeluarkan saat aset diperoleh, serta memberikan kemudahan dalam memperhitungkan penyusutannya. Namun, kelemahannya adalah kurang mencerminkan kondisi dari pasar terkini seeingga nialai asset bisa jadi kurng relevan jika nilai pasar nya berubah signifikan.

Semnetara itu, Fair Value memberikan gambaran niali aset yang lebih relevan dan akurat sesuai dengan kondisi pasar yang ada saat ini. namun, penerapan nya membutukan waktu penilaian yang terkadang kompleks dan melibatkan estimasi, sehingga dapat menimbulkan subjektifitas. selain itu penerapan fair value juga dapat berpengaruh pada fluktuasi nilai laporan keuangan yang lebih besar akibat perubahan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Natasya Natasya གིས-
Nama: NATASYA
NPM: 2413031081
Kelas: 2024 C

Setalah saya menganalisis jurnal yang berjudul historical cost versus fair value measurement in financial accounting, saya mengetahui bahwa jurnal ini membahas mengenai isu sentral pengukuran asset dan liabilitas dalam akutansi keuangan dengan membanddingkan konsep. Biaya historis dengan pengukuran nilai wajar, jurnal ini meninjau trend dalam international financial reporting standards atau IFRS yang lebih condong ke nilai wajar. Pada jurnal ini juga di jelaskan mengenai perbandingan konsep pengukuran yaitu pada biaya historis dan nilai wajar. Pada biaya historis yaitu berbasis harga beli atau biaya yang terjadi saat akuisisi. Biaya hanya berkurang jika set mengalami penururnan sedangkan nilai wajar berbasis harga pasar didefinisikan sebagai jumlah pertukaran asset atau penyelesaian liabilitas antara pihak yang berpengetahuan, berkeinginan, dalam transaksi wajar.

Dalam jurnal ini juga mengatakan bahwa IFRS lebih condong ke penggunanaan nilai wajar yang semakin meluas, hal ini diperkuat dengan pendapat bahwa mereka bahwa potensi informasi rendah biaya historis terutama untuk investasi dan instrument keuangan, biaya historis di kritik oleh pengguna eksternal karena rendahnya kapasitas informasi, kemudian pemeliharaan modal fisik dimana biaya historis yang terpengaruhi inflasi dapat menyebabkan erosi pemeliharaan modal fisik kerena laba yang didistribusikan terlalu tinggi, kemudian objektivitas dan komparabilitas, nilai wajar dinilai lebih objektif dan dapat diperbandingkan karena tidak di dasarkan pada kondisi individual saat perolehan awal. Tantangan penerapan nilai wajar terutama padaa asset non keuangan yaitu reabilitas dan verifiabilitas, hirarki pengukuran menururt IASB Paper, kemudian resiko pengakuan keuantungan

Pada jurnal ini juga terdapat dampak krisis keuangan 2008, yaitu krisis keuangn secara signifikan mengubah pendekatan, rencana perluasan nilai wajar dipertimbangkan untuk diabaikan atau ditangguhkan, mesalah inti yaitu disintegrasi pasar keuangan menyebabkan keterssediaan nilai wajar terutama untuk instrument keuangan , kemudian ada kecenderungan untuk mengangguhkan nilai wajar dan Kembali menggunakan pengukuran spesifik entitas. Yaitu SEC dan FASB mengeluarkan klarifikasi yang mengizinkan perusahaan menilai asset berdasarkaan estimasi arus masa depan daripada harga pasar saat ini.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Gifrika Tutut Pradiyana གིས-
Nama: Gifrika Tutut Pradiyana
NPM: 2453031008
Kelas: 2024 C

Jurnal ini membahas perdebatan utama dalam akuntansi keuangan antara dua konsep pengukuran: biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Titik fokusnya adalah pada risiko yang muncul dari penerapan nilai wajar yang semakin luas, terutama dalam konteks krisis keuangan global. Pada dasarnya, akuntansi keuangan memerlukan pengukuran aset dan liabilitas pada dua momen krusial: saat pengakuan awal dan pada tanggal neraca. Secara tradisional, biaya historis menjadi dasar pengukuran, di mana aset dicatat sebesar harga perolehannya. Konsep ini dianggap objektif dan dapat diverifikasi.

Namun, Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) menunjukkan kecenderungan yang meningkat untuk menggunakan pengukuran nilai wajar, yaitu harga yang akan diterima untuk menjual aset dalam transaksi wajar antara pihak-pihak yang berpengetahuan. Argumen utama yang mendukung nilai wajar adalah kemampuannya untuk memberikan informasi yang lebih relevan dan terkini mengenai kondisi ekonomi saat ini, yang tidak dapat dicerminkan oleh biaya historis. Standar seperti IAS 41 tentang Agrikultur bahkan telah menghilangkan penggunaan biaya historis dan mewajibkan penggunaan nilai wajar sejak pengakuan awal. Krisis keuangan global semakin memperumit perdebatan ini. Pada masa krisis, pasar menjadi tidak aktif atau tidak likuid, sehingga penentuan nilai wajar menjadi sangat sulit dan tidak dapat diandalkan. Hal ini memicu desakan dari para ahli hingga politisi untuk menangguhkan atau memodifikasi aturan nilai wajar, karena dianggap dapat memperdalam krisis dengan memaksa perusahaan mengakui kerugian besar pada aset yang nilai pasarnya anjlok.

Jadi kesimpulannya, penulis berpendapat bahwa tidak ada satu pendekatan pengukuran yang sempurna. Nilai wajar sangat relevan untuk instrumen keuangan, tetapi untuk aset non-keuangan, pengukuran yang spesifik bagi entitas (seperti biaya historis) seringkali lebih tepat. Penulis menyarankan bahwa informasi nilai wajar dapat disajikan sebagai data alternatif, misalnya dalam laporan laba rugi dan neraca proforma, untuk memberikan informasi yang berguna bagi pengguna tanpa menimbulkan risiko distribusi keuntungan yang belum direalisasi.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Sofia Dilara གིས-
Nama: Sofia Dilara
NPM: 2413031091
Kelas: 2024 C

Jurnal ini membahas perdebatan antara penggunaan historical cost dan fair value dalam akuntansi keuangan. Historical cost didasarkan pada harga perolehan awal suatu aset atau liabilitas, sedangkan fair value lebih menekankan pada nilai pasar terkini yang mencerminkan kondisi ekonomi saat ini. Penulis menjelaskan bahwa International Financial Reporting Standards (IFRS) semakin banyak mendorong penggunaan fair value, terutama pada laporan posisi keuangan, meskipun pengakuan awal aset biasanya masih menggunakan historical cost.

Argumen utama yang mendukung fair value adalah karena informasi yang dihasilkan lebih relevan, objektif, dan dapat dibandingkan antar perusahaan. Namun, fair value juga menimbulkan risiko, terutama jika digunakan pada aset non-keuangan yang nilai pasarnya sulit ditentukan sehingga rawan subjektivitas. Di sisi lain, historical cost dianggap lebih stabil, tetapi sering kali kurang mencerminkan kondisi ekonomi yang sebenarnya.

Jurnal ini juga menyoroti dampak krisis keuangan global terhadap praktik pengukuran. Pada masa krisis, fair value dianggap memperburuk ketidakpastian karena nilai pasar jatuh drastis dan sulit diverifikasi. Oleh karena itu, muncul dorongan untuk kembali menggunakan pengukuran berbasis entitas (entity-specific) yang lebih mencerminkan kondisi internal perusahaan.

Kesimpulannya, tidak ada satu pendekatan yang sepenuhnya ideal. Fair value lebih tepat digunakan untuk instrumen keuangan karena likuiditas dan pasarnya lebih jelas, sedangkan historical cost atau pengukuran berbasis entitas bisa lebih relevan untuk aset non-keuangan. Penulis menekankan perlunya kombinasi kedua pendekatan agar laporan keuangan tetap informatif, andal, dan tidak menyesatkan pemakai informasi akuntansi.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Rulla Alifah གིས-
Nama : Rulla Alifah
NPM : 2413031093

Inti dari artikel ini adalah perbandingan antara biaya historis dan nilai wajar dalam pengukuran akuntansi serta pengaruhnya terhadap kualitas laporan keuangan. Biaya historis dinilai lebih objektif dan mudah diverifikasi, tetapi kelemahannya kurang relevan karena tidak mencerminkan kondisi ekonomi terkini, terutama saat inflasi atau perubahan besar pada nilai pasar. Sebaliknya, nilai wajar dianggap lebih relevan karena menampilkan nilai yang sesuai harga pasar saat ini, sehingga banyak diadopsi dalam IFRS, misalnya pada instrumen keuangan, properti investasi, dan aset biologis.

Meski demikian, penggunaan nilai wajar juga memiliki keterbatasan, antara lain tingkat subjektivitas yang tinggi jika pasar tidak aktif serta risiko volatilitas yang bisa memperburuk stabilitas, sebagaimana tampak pada masa krisis keuangan. Oleh sebab itu, artikel ini menekankan bahwa tidak ada satu basis pengukuran yang benar-benar sempurna. Kombinasi antara biaya historis dan nilai wajar dinilai sebagai solusi terbaik, di mana nilai wajar lebih tepat digunakan pada instrumen keuangan, sedangkan biaya historis tetap relevan bagi aset non-keuangan tertentu.

Dengan demikian, esensi pembahasan adalah perlunya keseimbangan antara relevansi dan keandalan dalam memilih metode pengukuran, serta kehati-hatian dalam penerapan nilai wajar agar tidak menimbulkan bias maupun pembagian laba yang sebenarnya belum terealisasi.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Siti haryanti 2413031094 གིས-
Nama : Siti Haryanti
Npm : 2413031094


Resume Jurnal: Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting (Dana Dvořáková)

Artikel ini membahas perdebatan klasik dalam akuntansi mengenai penggunaan biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value) sebagai dasar pengukuran aset dan kewajiban. Menurut penulis, biaya historis sejak lama menjadi fondasi dalam pencatatan laporan keuangan karena dianggap objektif, mudah diverifikasi, serta memberikan konsistensi antarperiode. Akan tetapi, kelemahan dari biaya historis muncul ketika nilai aset di pasar berubah signifikan, sehingga informasi yang disajikan kurang relevan dengan kondisi ekonomi terkini. Misalnya, ketika terjadi inflasi atau perubahan teknologi, nilai tercatat berdasarkan biaya awal bisa sangat berbeda dengan harga pasar sebenarnya.

Sebaliknya, pendekatan nilai wajar dianggap lebih mencerminkan posisi keuangan perusahaan saat ini karena menyesuaikan dengan nilai pasar yang berlaku. Hal ini membuat laporan keuangan lebih relevan, terutama bagi investor yang ingin menilai potensi dan risiko perusahaan. Namun, fair value juga memiliki keterbatasan. Dalam kondisi pasar yang tidak aktif atau sulitnya memperoleh harga pembanding, penentuan nilai wajar sering kali didasarkan pada estimasi atau asumsi manajemen. Situasi ini menimbulkan keraguan mengenai keandalan, objektivitas, dan potensi bias yang dapat memengaruhi kualitas laporan keuangan.

Penulis juga mengingatkan risiko ketika keuntungan dari revaluasi nilai wajar diakui sebagai laba meskipun belum direalisasi. Jika laba tersebut dibagikan, maka modal perusahaan dapat berkurang dan membahayakan keberlangsungan usaha. Oleh sebab itu, artikel ini menyarankan penggunaan pendekatan campuran, yaitu tetap memakai biaya historis sebagai dasar stabilitas dan keandalan, tetapi melengkapinya dengan informasi nilai wajar untuk meningkatkan relevansi.

Kesimpulannya, baik biaya historis maupun nilai wajar memiliki keunggulan dan keterbatasan. Pemilihan basis pengukuran perlu mempertimbangkan kondisi pasar, jenis aset, serta tujuan informasi, agar laporan keuangan benar-benar berguna bagi para penggunanya.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Nadiya Adila གིས-
Nama: Nadiya Adila
Npm: 2413031079

Jurnal ini menjelaskan dua cara utama dalam mengukur aset dan kewajiban dalam akuntansi. Nilai historis berarti mencatat aset berdasarkan harga saat beli pertama kali dan cenderung tetap. Sedangkan nilai wajar adalah nilai aset atau kewajiban yang mencerminkan harga pasar saat ini, sehingga lebih sesuai untuk menggambarkan kondisi terkini, tapi bisa berubah-ubah.

Saat ini Standar internasional (IFRS) lebih banyak menggunakan nilai wajar terutama saat membuat laporan keuangan, tapi nilai historis masih sering dipakai saat pertama kali mencatat aset atau kewajiban. Dari pengalaman krisis keuangan, terlihat bahwa nilai wajar berisiko ketika pasar sedang tidak aktif atau tidak likuid. Oleh karena itu, penggunaan kedua metode ini secara seimbang penting supaya laporan keuangan tetap akurat dan dapat dipercaya.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Alfiantika Putri གིས-
Nama : Alfiantika Putri
NPM : 2413031095

Dalam jurnal "Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting" membahas dua cara utama dalam mengukur nilai asset dan kewajiban dalam akuntansi keuangan, yaitu menggunakan biaya historis (historical costs) dan nilai wajar (fair value). Biaya historis adalah nilai berdasarkan harga pembelian saat aset atau kewajiban tersebut diperoleh, yang kemudian bisa turun hanya jika terjadi penurunan nilai (impairment). Sedangkan nilai wajar mencerminkan nilai pasar saat ini dan kondisi ekonomi pada saat pengukuran dilakukan, biasanya diperoleh dari harga pasar yang aktual atau metode estimasi yang relevan. Dalam jurnal juga menyoroti penggunaan nilai wajar dalam standar pelaporan keuangan internasional (IFRS), khususnya dalam pengukuran pada saat pengakuan awal dan pada tanggal laporan keuangan. Meskipun nilai wajar memberikan informasi yang lebih relevan dan objektif dalam banyak kasus, terutama untuk instrumen keuangan, terdapat risiko dan tantangan ketika menggunakannya terutama dalam kondisi pasar yang tidak aktif atau dalam periode krisis keuangan. Dalam situasi tersebut, nilai wajar bisa sulit diukur dengan andal dan dapat menyebabkan ketidakpastian informasi. Jurnal ini juga membahas dilema penggunaan nilai historis atau nilai wajar, terutama dalam menjaga kemampuan fisik modal perusahaan dan relevansi informasi bagi para pengguna laporan keuangan. Jurnal ini menyimpulkan bahwa tidak ada satu metode pengukuran yang sempurna, sehingga penggunaan kedua pendekatan secara bersamaan bisa lebih bermanfaat. Penggunaan nilai wajar sangat tepat untuk instrumen keuangan, sementara nilai spesifik entitas bisa lebih cocok untuk aset non-keuangan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

GRESCIE ODELIA SITUKKIR 2413031088 གིས-
‎Nama : Grescie Odelia Situkkir
‎NPM : 2413031088
‎Kelas : 2024C

‎Historical Costs versus Fair Value
‎Measurement in Financial Accounting

‎Penggunaan Biaya Historis versus Nilai Wajar dalam mengukur aset dan kewajiban.Pergeseran ke Nilai Wajar dalam IFRS
‎Standar Pelaporan Keuangan Internasional(IFRS) menunjukkan tren kuat meninggalkan biaya historis menuju nilai wajar. Alasan utamanya adalah
‎a. Informasi yang Lebih Relevan: Biaya historis dianggap kurang informatif, terutama untuk instrumen keuangan.
‎b.  Menjaga Modal Fisik: Dengan mengabaikan biaya historis, laba yang diakui lebih menjamin perusahaan dapat mengganti aset yang habis digunakan, mencegah erosi modal.

‎Tantangan dan Risiko Penerapan Nilai Wajar
‎Meski menjanjikan,penerapan nilai wajar, terutama pada aset non-keuangan (seperti aset biologis dalam IAS 41), menghadapi kendala yaitu:
‎a. Subjektivitas Tinggi
‎ Jika tidak ada pasar aktif, penentuan nilai wajar menjadi sangat bergantung pada model dan estimasi manajemen, sehingga mengurangi keandalan.
‎b. Risiko Laba Semu
‎ Mengakui keuntungan dari kenaikan nilai wajar (yang belum direalisasi) dalam laba bersih berisiko. Jika aset tidak benar-benar dijual, distribusi laba ini dapat merusak modal perusahaan.

‎Dampak Krisis Keuangan dan Masa Depan
‎Krisis keuangan 2008 mempertanyakan aplikasi nilai wajar.Di tengah pasar yang beku, nilai wajar sulit ditentukan dan justru dianggap memperdalam krisis. Hal ini memaksa regulator (seperti SEC) untuk memberikan kelonggaran. Jurnal menyimpulkan bahwa tidak ada satu metode yang terbaik. Solusi ideal adalah kombinasi kedua pendekatan: nilai wajar cocok untuk instrumen keuangan, sementara untuk aset non-keuangan, pendekatan berbasis entitas (seperti biaya historis) seringkali lebih tepat.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Erlita Pakpahan གིས-
nama; Erlita pakpahan
NPM : 2413031077

Dari Jurnal ini kita tau bahwa tidak ada satu metode pengukuran yang sempurna dalam akuntansi keuangan. Fair value measurement relevan karena mencerminkan kondisi ekonomi terkini, namun rentan terhadap ketidakpastian ketika pasar aktif tidak tersedia. Sementara itu, historical costs lebih andal, tetapi terbatas dalam memberikan informasi yang berguna dan dapat menyebabkan erosi pemeliharaan modal. IFRS semakin mendorong penerapan fair value, khususnya pada instrumen keuangan, meskipun penerapannya pada aset non-keuangan masih problematis. Oleh karena itu, solusi terbaik adalah kombinasi fair value dan entity specific measurement untuk menjaga relevansi, keandalan, serta kegunaan informasi akuntansi.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Niabi Rahma Wati གིས-
Nama: Niabi Rahma Wati
NPM: 2413031078

Jurnal ini menjelaskan mengenai perbandingan antara dua metode pengukuran dalam akuntansi yaitu biaya historis dengan nilai wajar, dalam konteks penerapan IFRS. Jurnal ini menyimpulkan bahwa tidak ada cara pengukuran yang sempurna, keduanya memiliki peran dan kelebihan masing-masing. Biaya historis dianggap memiliki keterbatasan, seperti kurang relevan untuk instrumen keuangan dan investasi, menyembunyikan erosi pemeliharaan modal fisik akibat inflasi, dan tidak selalu memberikan informasi yang objektif dan dapat diperbandingkan.
Sementara itu, nilai wajar dianggap lebih informatif karena dapat mencerminkan kondisi ekonomi saat ini. Nilai wajar dianggap objektif dan relevan untuk pengguna laporan keuangan, banyak standar IFRS seperti IAS 39, IAS 40, dan IAS 41 telah mengadopsi pengukuran ini. Namun, dalam penerapan penuh nilai wajar masih menimbulkan resiko, terutama untuk aset non-keuangan yang tidak memiliki pasar aktif. Pada masa krisis keuangan nilai wajar sulit diterapkan karena tidak berfungsi normal, sehingga Perusahaan cenderung kembali ke pengukuran spesifik entitas untuk mengatasi keterbatasan informasi nilai wajar. Pengukuran spesifik entitas atau biaya historis lebih relevam untuk aset non-keuangan. Jika dikombinasikan, kedua metode ini dapat memberikan informasi yang lebih akurat dan bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Jurnal ini menekankan bahwa nilai wajar memberikan informasi yang lebih relevan, namun biaya historis tetap memiliki peran penting terutama untuk menjaga kehati-hatian dan mengurangi risiko pelaporan keuangan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Adinda Putri Zahra གིས-
Nama: Adinda Putri Zahra
NPM: 2413031083
Kelas: 2024C

Inti dari jurnal ini berfokus pada perdebatan mendasar dalam akuntansi keuangan yang melibatkan dua metode pengukuran, yaitu biaya historis dan nilai wajar. Nilai wajar didorong oleh lembaga standar seperti IASB karena dianggap memberikan informasi yang lebih relevan, objektif, dan dapat dibandingkan, serta lebih baik dalam mencerminkan situasi ekonomi saat ini dibandingkan dengan biaya historis. Upaya ini bahkan mengarah pada usulan untuk mengukur semua aset dan liabilitas dengan menggunakan nilai wajarnya pada saat pengakuan awal, sebuah langkah yang sepenuhnya menghilangkan dasar biaya historis di beberapa standar. Akan tetapi, penerapan nilai wajar membawa ancaman yang signifikan. Terutama untuk aset non-keuangan, ketidakadaan pasar aktif seringkali memaksa untuk menggunakan model subjektif yang dapat mengurangi keandalan pengukuran.Risiko besar lainnya adalah bahaya pengikisan modal fisik jika keuntungan yang belum direalisasi dari revaluasi nilai wajar dimasukkan ke laba bersih dan kemudian didistribusikan. Krisis keuangan semakin menyoroti masalah ini, karena pasar yang kacau membuat nilai wajar menjadi tidak tersedia atau tidak mencerminkan nilai sebenarnya, yang memicu seruan untuk menangguhkan aturan nilai wajar dan beralih ke pengukuran spesifik entitas. Sebagai kesimpulan, penulis dari jurnal di atas menyarankan perlunya menggunakan kedua pendekatan nilai wajar, yang lebih cocok untuk instrumen keuangan, dan pengukuran spesifik entitas, yang terkadang lebih baik untuk aset non-keuangan untuk memberikan informasi yang benar tanpa membiarkan distribusi keuntungan yang belum terealisasi.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Lola Egidiya གིས-
Nama : Lola Egidiya
NPM : 2413031087
Kelas : 24C

Jurnal ini membahas isu sentral dalam akuntansi keuangan saat ini, yaitu pertentangan antara dua konsep pengukuran utama:
Biaya Historis (Historical Cost) dan Nilai Wajar (Fair Value). Penulis mengatakan bahwa Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB) semakin mendorong penggunaan Nilai Wajar, terutama karena Biaya Historis dianggap memiliki potensi informasi yang rendah dan berisiko menyebabkan erosi pemeliharaan modal fisik (physical capital maintenance). Saat ini, banyak standar IFRS, seperti pada properti, pabrik, dan peralatan (IAS 16), telah mengadopsi Nilai Wajar sebagai alternatif atau basis pengukuran yang diwajibkan.
Namun, jurnal ini juga mengkaji risiko yang timbul, khususnya saat Nilai Wajar diperluas penggunaannya pada pengukuran awal (initial recognition), yang diusulkan oleh IASB pada tahun 2005. Penulis berpendapat bahwa Nilai Wajar seringkali memiliki tingkat bukti dan keandalan yang rendah di pasar yang tidak aktif, dan penggunaannya dapat membawa risiko dengan memasukkan keuntungan revaluasi yang belum direalisasi ke dalam laba bersih.
Jurnal ini juga menyoroti bagaimana krisis keuangan dapat mengubah pendekatan pengukuran, di mana Nilai Wajar terbukti bermasalah karena ketiadaan harga pasar yang aktif, sehingga menimbulkan dorongan untuk kembali menggunakan pengukuran spesifik entitas (entity-specific measurement). Sebagai kesimpulan, penulis menyarankan perlunya menggunakan kedua pendekatan (Nilai Wajar dan nilai spesifik entitas) untuk memberikan informasi yang benar, dan menyarankan informasi Nilai Wajar disajikan sebagai informasi alternatif untuk mencegah distribusi keuntungan revaluasi yang belum teralisasi.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Rency Husna Adinda གིས-
Nama: Rency Husna Adinda
Npm: 2413031082

Jurnal ini mengulas perbedaan antara pengukuran biaya historis dan nilai wajar dalam akuntansi keuangan. Biaya historis dinilai lebih objektif dan stabil karena didasarkan pada harga perolehan awal aset, sedangkan nilai wajar dianggap lebih relevan karena mencerminkan nilai pasar saat ini. Penulis menegaskan bahwa penerapan nilai wajar sejalan dengan perkembangan standar IFRS, namun dapat menimbulkan ketidakpastian dan fluktuasi nilai dalam laporan keuangan. Sementara itu, biaya historis kurang mencerminkan kondisi ekonomi aktual. Kesimpulannya, kedua pendekatan memiliki kelebihan dan keterbatasan, sehingga kombinasi antara biaya historis dan nilai wajar dianggap paling tepat untuk menghasilkan laporan keuangan yang relevan serta dapat dipercaya.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Muhammad Fawwaz གིས-
nama = muhammad khalil fawwaz
npm = 2413031085
kelas = 2024c

Dua gagasan mendasar dalam pengukuran akuntansi keuangan—biaya historis dan pengukuran nilai wajar—dibahas dalam jurnal ini. Biaya historis mengukur aset dan kewajiban berdasarkan harga yang dibayarkan saat diperoleh, sementara nilai wajar menggambarkan kondisi ekonomi saat ini berdasarkan harga pasar yang dapat diamati.

IASB dan IFRS semakin mendesak penggunaan nilai wajar, terutama selama penyusunan neraca, meskipun pada awal pengakuan biasanya menggunakan biaya historis. Lebih lanjut, dalam artikel ini diulas usulan IASB untuk menggunakan nilai wajar pada pengakuan awal, jika praktis dan dengan tingkat keandalan yang wajar.

Meskipun demikian, menentukan nilai wajar mengandung risiko, terutama dalam kondisi pasar yang tertekan atau selama krisis keuangan, di mana pengukuran nilai wajar secara akurat merupakan tantangan. Sangat menantang dan cenderung menghasilkan ketidakpastian. Dalam keadaan krisis keuangan, terdapat kecenderungan untuk kembali menggunakan ukuran-ukuran tertentu untuk entitas.

Jurnal ini menyimpulkan bahwa tidak ada satu teknik pengukuran yang sempurna; kombinasi metode biaya historis dan nilai wajar diperlukan untuk menghasilkan data akuntansi yang andal dan akurat. Untuk instrumen keuangan, nilai yang tepat lebih cocok; pengukuran yang berbasis entitas sering kali lebih relevan untuk aset yang bukan keuangan. Untuk menghindari gangguan dalam pemeliharaan modal fisik, catatan harian ini juga menekankan betapa pentingnya untuk tidak membagi keuntungan apa pun dari revaluasi yang belum direalisasi dengan pemilik selama periode pasar sedang meningkat.

Perlukan menyeimbangkan akustik dan relevansi dalam pengukuran akuntansi serta kemampuan beradaptasi terhadap keadaan ekonomi dan pasar terutama di masa krisis keuangan menjadi inti dari bahasan ini.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Della Puspita གིས-
Nama : Della Puspita
Npm: 2453031007

Jurnal ini membahas perbandingan biaya historis dan nilai wajar dalam pengukuran aset serta liabilitas. Biaya historis berpatokan pada harga perolehan, sedangkan nilai wajar didasarkan pada harga pasar yang mencerminkan kondisi saat ini. IFRS lebih condong pada nilai wajar karena dianggap lebih relevan, objektif, dan mudah dibandingkan, sementara biaya historis dikritik karena kurang informatif dan terpengaruh inflasi. Namun, penerapan nilai wajar menghadapi tantangan pada aset non-keuangan terkait keandalan dan verifikasi. Krisis keuangan 2008 juga menunjukkan kelemahan nilai wajar ketika pasar tidak berfungsi, sehingga muncul kembali penggunaan metode berbasis estimasi entitas.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

zara nur rohimah གིས-
Nama : Zara Nur Rohimah
Npm : 2413031070
Kelas : 2024C

"Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting," membahas perdebatan utama dalam akuntansi mengenai cara menilai aset dan liabilitas pada tanggal akuisisi dan tanggal neraca. Standar IFRS semakin mendorong penggunaan Nilai Wajar (Fair Value), yang mencerminkan harga pasar dan kondisi ekonomi terkini, karena Nilai Wajar dianggap menawarkan potensi informasi yang lebih tinggi, membantu pemeliharaan modal fisik, dan meningkatkan objektivitas dibandingkan Biaya Historis. International Accounting Standards Board (IASB) bahkan pernah mengusulkan agar Nilai Wajar digunakan untuk semua aset dan liabilitas sejak pengakuan awal. Meskipun demikian, mayoritas standar saat itu masih hanya mewajibkan Nilai Wajar pada tanggal neraca dan Biaya Historis pada pengakuan awal.

Penggunaan Nilai Wajar memunculkan risiko signifikan, terutama untuk aset non-keuangan, karena penentuan nilainya seringkali didasarkan pada estimasi yang subjektif ketika pasar aktif tidak ada, sehingga menimbulkan keraguan atas keandalan data. Selain itu, memasukkan keuntungan revaluasi yang belum terealisasi ke dalam laba bersih dapat meningkatkan risiko erosi modal fisik. Isu ini semakin diperparah selama krisis keuangan, di mana pasar yang bergejolak membuat penentuan Nilai Wajar menjadi sulit, memicu desakan dari politisi dan ekonom untuk menangguhkan atau memodifikasi aturan tersebut dan kembali menggunakan pengukuran yang spesifik untuk entitas (entity-specific measurement). Penulis menyimpulkan bahwa akuntansi harus menggunakan kedua pendekatan untuk memberikan informasi yang lengkap, tetapi menyarankan agar informasi Nilai Wajar disajikan sebagai alternatif untuk mencegah distribusi keuntungan yang belum direalisasi kepada pemilik.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

IREN AGISTA PUTRI 2413031071 གིས-
Nama : Iren Agista Putri
NPM : 2413031071

Esensi dari jurnal “ Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” adalah membahas perbandingan antara metode pengukuran biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value) dalam pelaporan keuangan. Jurnal ini menyoroti bahwa tren dalam standar internasional (seperti IFRS) semakin mengarah pada penggunaan nilai wajar, terutama pada saat pelaporan di tanggal neraca, meskipun pada pengakuan awal umumnya tetap menggunakan biaya historis. Namun, penggunaan fair value memiliki risiko seperti subjektivitas, terutama bila pasar aktif tidak tersedia. Jurnal ini juga menyoroti ketidakpastian selama krisis keuangan, di mana penilaian nilai wajar menjadi sulit sehingga seringkali diusulkan penangguhan penerapan fair value.

Kesimpulan utama jurnal ini adalah perlunya kombinasi penggunaan fair value dan pengukuran spesifik entitas, sebab fair value lebih tepat untuk instrumen keuangan, sedang historical cost atau entity-specific value kadang lebih relevan untuk aset nonkeuangan. Pengukuran yang mencerminkan kondisi ekonomi saat pelaporan sangat berguna, tetapi distribusi laba akibat revaluasi yang belum terealisasi harus dihindari demi menjaga kesinambungan modal fisik.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Ratih Apriyani གིས-
Nama: Ratih Apriyani
Npm: 2413031073

Jurnal ini membahas perdebatan antara biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value) sebagai dasar pengukuran utama dalam akuntansi keuangan. Menjelaskan bahwa pengukuran merupakan aspek penting dalam pelaporan keuangan, baik saat pengakuan awal maupun pada tanggal pelaporan (balance sheet date). Dalam praktik IFRS, sebagian besar standar mulai beralih ke penggunaan nilai wajar, terutama untuk instrumen keuangan, properti investasi, dan aset biologis.
Kemudian biaya historis memiliki keunggulan dalam hal keandalan dan verifikasi, tetapi sering dianggap kurang relevan karena tidak mencerminkan kondisi ekonomi terkini. Sebaliknya, pengukuran berbasis nilai wajar lebih relevan dan mencerminkan nilai pasar, namun memiliki risiko tinggi terkait subjektivitas dan volatilitas, terutama ketika pasar aktif tidak tersedia.

Jurnal ini juga membahas peran IASB yang mendorong penerapan nilai wajar sejak pengakuan awal (initial recognition). Namun, penerapan ini menimbulkan tantangan praktis, seperti kesulitan menilai aset non-keuangan dan risiko pengakuan laba yang belum direalisasi. Penulis mengingatkan bahwa penggunaan nilai wajar secara luas dapat memperburuk stabilitas pelaporan, terutama saat krisis keuangan, ketika harga pasar berfluktuasi tajam dan sulit ditentukan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Nuraini Naibaho 2413031076 གིས-

Nama  : Nuraini Naibaho

Npm    : 2413031076

Kelas   : 24 C

Artikel ini membahas teori pengukuran dalam akuntansi keuangan, terutama perbandingan antara biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value) sebagai dasar penilaian aset dan kewajiban.

Menurut Dvořáková, biaya historis adalah metode pengukuran yang mencatat aset dan kewajiban berdasarkan harga perolehan pada saat pembelian. Nilai aset hanya berubah jika terjadi penurunan nilai (impairment). Konsep ini bersifat objektif dan mudah diverifikasi, namun kurang mampu menggambarkan kondisi ekonomi saat ini karena hanya mencerminkan nilai masa lalu. Sebaliknya, nilai wajar adalah metode pengukuran yang menilai aset dan kewajiban berdasarkan harga pasar terkini. Nilai wajar dianggap lebih relevan karena mencerminkan kondisi ekonomi saat pelaporan. Namun, metode ini bergantung pada ketersediaan pasar aktif dan bisa menjadi kurang andal jika penentuan nilainya didasarkan pada asumsi subjektif atau estimasi manajemen.

Dalam standar IFRS, banyak aturan yang sudah mengadopsi pengukuran nilai wajar, seperti IAS 16 (Aset Tetap), IAS 38 (Aset Takberwujud), IAS 40 (Properti Investasi), IAS 39 (Instrumen Keuangan), dan IAS 41 (Pertanian). Namun, sebagian besar aset masih diakui pertama kali dengan biaya historis, dan baru kemudian dinilai dengan nilai wajar pada akhir periode pelaporan.

IASB melalui dokumen Measurement Bases for Financial Accounting (2005) menyarankan agar semua aset dan kewajiban diukur dengan nilai wajar jika dapat diestimasi secara andal. Dua kriteria utama dalam pemilihan dasar pengukuran adalah reliabilitas (keandalan) dan relevansi (kegunaan informasi). Nilai wajar lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan, tetapi biaya historis lebih andal untuk aset nonkeuangan.

Dvořáková juga menjelaskan bahwa selama krisis keuangan global, penerapan nilai wajar menimbulkan masalah karena harga pasar jatuh dan tidak mencerminkan nilai sebenarnya. Lembaga seperti SEC dan FASB kemudian memperbolehkan penilaian berdasarkan estimasi arus kas masa depan, bukan harga pasar.

In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Salwa Trisia Anjani གིས-
Salwa Trisia Anjani
2413031090
24C

Jurnal “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” oleh Dana Dvořáková (2009) membahas perbandingan antara biaya historis dan nilai wajar dalam akuntansi. Biaya historis dianggap andal karena berdasarkan harga perolehan, tetapi kurang mencerminkan kondisi ekonomi saat ini. Sebaliknya, nilai wajar lebih relevan karena mengikuti harga pasar, namun dapat menimbulkan ketidakpastian saat pasar tidak aktif.

Penulis menjelaskan bahwa meskipun IFRS mendorong penggunaan nilai wajar, penerapannya memiliki risiko, terutama bagi aset non-keuangan. Krisis keuangan menunjukkan kelemahan nilai wajar karena fluktuasi pasar bisa menyesatkan nilai aset. Oleh sebab itu, Dvořáková menyarankan penggunaan kombinasi keduanya: nilai wajar untuk instrumen keuangan dan biaya historis untuk aset lain, agar laporan keuangan tetap relevan dan andal.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Ivan Kurniawan གིས-
Nama: Ivan Kurniawan
NPM: 2453031005
Kelas: 2024 C

Jurnal ini menjelaskan dua cara utama dalam mengukur aset dan kewajiban dalam akuntansi. Nilai historis berarti mencatat aset berdasarkan harga saat beli pertama kali dan cenderung tetap. Sedangkan nilai wajar adalah nilai aset atau kewajiban yang mencerminkan harga pasar saat ini, sehingga lebih sesuai untuk menggambarkan kondisi terkini, tapi bisa berubah-ubah.

Saat ini Standar internasional (IFRS) lebih banyak menggunakan nilai wajar terutama saat membuat laporan keuangan, tapi nilai historis masih sering dipakai saat pertama kali mencatat aset atau kewajiban. Dari pengalaman krisis keuangan, terlihat bahwa nilai wajar berisiko ketika pasar sedang tidak aktif atau tidak likuid. Oleh karena itu, penggunaan kedua metode ini secara seimbang penting supaya laporan keuangan tetap akurat dan dapat dipercaya.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

vie amanillah གིས-
Nama: Vie Amanillah
NPM: 2413031097
Kelas: 2024C

Jurnal ini membahas masalah utama dalam akuntansi keuangan saat ini, yaitu perselisihan antara dua cara mengukur: Biaya Historis dan Nilai Wajar.
Biaya Historis didasarkan pada harga beli aset, yang bersifat unik untuk setiap perusahaan, dan hanya akan berkurang jika ada penurunan nilai aset tersebut. Di sisi lain, Nilai Wajar menunjukkan keadaan ekonomi dan harga pasar yang berlaku saat penilaian dilakukan.
Dewan Standar Akuntansi Internasional, atau IASB, mendukung penggunaan Nilai Wajar yang lebih luas dalam standar akuntansi internasional (IFRS). Ada beberapa alasan kuat untuk ini: 1) Biaya Historis tidak memberikan banyak informasi yang berarti bagi pengguna luar; 2) Nilai Wajar dapat memberikan informasi yang lebih objektif dan perbandingan yang lebih baik; dan 3) Biaya Historis bisa menyebabkan penyusutan nilai aset fisik karena inflasi. IASB bahkan pernah mengusulkan agar Nilai Wajar dipakai dari awal pengakuan untuk semua aset dan kewajiban, asalkan bisa dipercaya.

Namun, penggunaan Nilai Wajar yang lebih luas juga membawa risiko yang besar, terutama untuk aset yang tidak bersifat finansial. Jika pasar tidak aktif, menilai Nilai Wajar harus menggunakan model dan data yang bersifat subyektif dari masing-masing perusahaan, sehingga bisa jadi tidak akurat. Penulis menyarankan agar keuntungan yang belum direalisasikan dari Nilai Wajar tidak dimasukkan langsung ke dalam laba bersih dan disajikan sebagai informasi tambahan saja.
Krisis keuangan global pada tahun 2008 memperburuk situasi ini, karena banyak pasar yang tidak berfungsi dan membuat penilaian aset berdasarkan Nilai Wajar menjadi sulit. Hal ini membuat regulator seperti SEC dan FASB mengizinkan perusahaan untuk kembali menggunakan penilaian yang berdasarkan arus kas di masa depan, menunjukkan bahwa penting untuk menunda penggunaan Nilai Wajar saat terjadi krisis.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Esa Azalia Zahra གིས-
Nama : Esa Azalia Zahra
NPM : 2413031084
Kelas : 24 C

Pengukuran menjadi topik penting dalam akuntansi dan pelaporan keuangan saat ini, dengan dua konsep utama yang bertentangan: biaya historis dan pengukuran yang mencerminkan kondisi ekonomi saat ini, termasuk nilai wajar dan pengukuran lainnya yang spesifik untuk entitas. Aset dan liabilitas harus diukur pada dua waktu penting: saat pengakuan awal dan pada tanggal laporan keuangan.

Biaya historis didasarkan pada harga yang dibayar saat barang dibeli. Di sisi lain, pengukuran nilai wajar ditentukan oleh harga pasar, yang diartikan sebagai jumlah yang ditukar untuk aset atau penyelesaian utang antara pihak yang saling mengenal dan bertransaksi dengan cara yang wajar. Standar Pelaporan Keuangan Internasional semakin mengarahkan penggunaan nilai wajar. Alasan utama untuk tidak menggunakan biaya historis pada tanggal laporan adalah rendahnya informasi yang diberikan, risiko penurunan nilai modal fisik, dan perlunya objektivitas serta kemampuan untuk membandingkan pengukuran. Walaupun banyak standar IFRS yang menggunakan nilai wajar, penerapannya biasanya hanya terjadi pada tanggal laporan, sedangkan pengakuan awal sering kali berdasar pada biaya perolehan.

Rencana masa depan yang ditunjukkan oleh dokumen IASB tahun 2005 adalah agar semua aset dan liabilitas dinilai dengan nilai wajar pada saat pengakuan awal, jika dapat diperkirakan dengan tepat. Alasannya adalah karena pengukuran yang berbasis pasar dinilai lebih relevan dibandingkan pengukuran yang khusus untuk entitas, terutama karena pengukuran lainnya sering kali mencakup pengukuran entitas secara tidak langsung. Namun, penerapan nilai wajar, khususnya untuk aset non-keuangan, dapat menimbulkan risiko karena kurangnya keandalan saat pasar tidak aktif, serta kemungkinan distribusi keuntungan revaluasi yang belum terealisasi yang bisa mengarah pada penurunan modal fisik. Untuk mengurangi risiko-risiko ini, disarankan agar informasi nilai wajar disajikan sebagai informasi tambahan, contohnya dalam bentuk laporan laba rugi dan neraca alternatif.

Krisis keuangan dapat mengubah cara pandang terhadap pengukuran, menimbulkan kecenderungan untuk menunda penggunaan nilai wajar dan beralih pada pengukuran spesifik entitas, khususnya karena ketidakteraturan pasar dan ketiadaan nilai wajar untuk aset. Sebagai respons, SEC dan FASB mengeluarkan "penjelasan" yang memperbolehkan perusahaan menilai aset berdasarkan proyeksi arus kas di masa depan daripada harga pasar saat ini. Meskipun demikian, diyakini bahwa pengukuran yang mencerminkan situasi ekonomi terkini sangat bermanfaat bagi para pengguna informasi akuntansi, namun diperlukan tindakan untuk mencegah distribusi keuntungan yang belum direalisasi akibat revaluasi. Secara keseluruhan, tidak ada satu metode pengukuran yang sempurna, dan disarankan untuk menggabungkan kedua pendekatan nilai wajar dan nilai spesifik entitas untuk memberikan informasi yang akurat. Nilai wajar lebih cocok untuk instrumen keuangan, sedangkan nilai spesifik entitas mungkin lebih tepat untuk aset non-keuangan.