Mengacu kepada kedua jurnal tersebut, berikan pendapat Anda tentang aspek perilaku dalam akuntansi? Apa urgensinya dan jelaskan proses standard-setting & ekonomi politiknya.
DISKUSI
NPM : 2413031009
JURNAL 1
Artikel karya Muhammad Daham Sabbar menekankan bahwa akuntansi keuangan bukan sekadar pencatatan transaksi, melainkan sarana penting dalam menyampaikan informasi yang transparan dan relevan kepada berbagai pemangku kepentingan. Di era globalisasi, laporan keuangan harus mampu merefleksikan kondisi ekonomi yang sesungguhnya, sehingga dapat menjadi dasar pengambilan keputusan yang tepat. Agar informasi tersebut bermanfaat luas, akuntansi perlu mengutamakan keandalan, relevansi, dan kesesuaian dengan standar internasional sehingga laporan perusahaan bisa dibandingkan secara global.
Selain itu, akuntansi juga memiliki peran sosial dalam menjaga kepercayaan publik dan mendukung pembangunan ekonomi. Laporan yang disusun dengan transparan dapat meningkatkan keyakinan investor dan masyarakat, sekaligus memperkuat keberlanjutan bisnis. Sebaliknya, jika akuntansi digunakan untuk manipulasi, maka risiko hilangnya kepercayaan akan menjadi ancaman serius. Karena itu, penulis menekankan bahwa akuntansi keuangan harus dipandang bukan hanya sebagai alat teknis, tetapi juga instrumen moral yang berkontribusi pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Artikel ini menjelaskan bahwa akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) berusaha menghubungkan aspek psikologi, sosiologi, dan perilaku manusia dengan praktik akuntansi. Tidak hanya sebatas mencatat dan melaporkan transaksi, akuntansi juga dipengaruhi oleh sikap, motivasi, persepsi, kepribadian, serta nilai-nilai yang dimiliki individu maupun kelompok dalam organisasi. Penulis menegaskan bahwa memahami faktor psikologis dan sosial ini penting agar sistem akuntansi tidak hanya efisien secara teknis, tetapi juga mampu mencegah masalah etika, seperti kasus manipulasi laporan keuangan yang pernah terjadi di perusahaan besar dunia. Dengan kata lain, akuntansi tidak bisa dilepaskan dari perilaku manusia yang menggunakannya maupun yang terlibat dalam prosesnya.
Lebih jauh, artikel ini menyoroti bagaimana konsep-konsep psikologi seperti perubahan sikap, teori motivasi, disonansi kognitif, hingga pembentukan kepribadian dapat diaplikasikan dalam akuntansi keperilakuan. Hal ini membantu menjelaskan mengapa perilaku individu dalam organisasi bisa memengaruhi pengambilan keputusan dan desain sistem akuntansi. Penulis menyimpulkan bahwa akuntansi keperilakuan penting dipahami, baik oleh praktisi maupun akademisi, untuk membangun sistem yang lebih transparan, etis, dan mendukung keberlanjutan organisasi. Dengan mengintegrasikan aspek manusia, akuntansi dapat berfungsi tidak hanya sebagai alat hitung, tetapi juga sebagai sarana membangun kepercayaan dan integritas dalam dunia usaha.
NPM : 2413031011
Dalam artikel karya Muhammad Daham Sabbar, dijelaskan bahwa akuntansi keuangan bukan hanya sekadar proses pencatatan angka dan transaksi, tetapi merupakan alat utama dalam menyampaikan informasi ekonomi yang jelas, relevan, dan dapat dipercaya kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Di tengah arus globalisasi, laporan keuangan memiliki tanggung jawab besar untuk mencerminkan kondisi ekonomi yang sesungguhnya agar mampu menjadi dasar dalam pengambilan keputusan yang tepat dan objektif. Oleh karena itu, keandalan dan kesesuaian laporan dengan standar internasional menjadi hal yang sangat penting agar hasil pelaporan perusahaan bisa dipahami serta dibandingkan secara global. Akuntansi, dengan demikian, tidak hanya berbicara tentang data finansial, tetapi juga tentang bagaimana data tersebut dapat memberikan gambaran menyeluruh terhadap kinerja dan kondisi ekonomi suatu entitas.
Lebih jauh, Sabbar menegaskan bahwa akuntansi juga memiliki fungsi sosial yang besar dalam menjaga kepercayaan publik serta mendukung terciptanya stabilitas ekonomi. Ketika laporan disusun dengan jujur dan terbuka, masyarakat maupun investor akan merasa yakin terhadap integritas perusahaan, yang pada akhirnya memperkuat kelangsungan bisnis. Namun sebaliknya, jika akuntansi digunakan untuk kepentingan manipulatif, maka kepercayaan publik akan luntur dan dapat menimbulkan krisis kepercayaan yang berdampak luas terhadap dunia usaha. Oleh sebab itu, akuntansi keuangan seharusnya dipahami bukan hanya sebagai perangkat teknis, tetapi juga sebagai alat moral dan etika yang berperan dalam menjaga keseimbangan ekonomi dan sosial suatu negara.
Sementara itu, artikel kedua membahas mengenai akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) yang mencoba mengaitkan dimensi manusiawi—seperti psikologi, sosiologi, dan perilaku individu—ke dalam praktik akuntansi. Akuntansi dalam pandangan ini tidak semata-mata berkutat pada angka atau laporan keuangan, melainkan juga dipengaruhi oleh karakter, sikap, motivasi, serta nilai-nilai yang dianut oleh individu maupun kelompok di dalam organisasi. Penulis artikel ini menekankan bahwa memahami faktor psikologis dan sosial sangat penting agar sistem akuntansi tidak hanya efisien secara teknis, tetapi juga mampu mencegah munculnya penyimpangan etika, seperti manipulasi data keuangan yang kerap terjadi di berbagai perusahaan besar. Dengan kata lain, perilaku manusia memiliki peran yang tidak bisa dipisahkan dari cara akuntansi dijalankan dan diterapkan.
Lebih mendalam lagi, artikel ini menjelaskan bagaimana teori-teori psikologi seperti perubahan sikap, motivasi, disonansi kognitif, hingga pembentukan kepribadian dapat diterapkan dalam konteks akuntansi keperilakuan. Melalui pendekatan tersebut, kita dapat memahami mengapa perilaku individu di dalam organisasi bisa memengaruhi proses pengambilan keputusan serta rancangan sistem akuntansi. Penulis menutup pembahasannya dengan menegaskan bahwa akuntansi keperilakuan perlu dipahami secara serius oleh para praktisi maupun akademisi agar tercipta sistem yang lebih etis, transparan, dan berorientasi pada keberlanjutan organisasi. Dengan menggabungkan aspek manusia ke dalam akuntansi, profesi ini tidak lagi sekadar alat penghitungan, tetapi juga menjadi sarana membangun kepercayaan, integritas, dan budaya kerja yang sehat dalam dunia bisnis modern.
Secara keseluruhan, kedua jurnal tersebut menegaskan bahwa akuntansi tidak hanya berkaitan dengan proses pencatatan dan pelaporan keuangan, tetapi juga memiliki dimensi sosial dan moral yang sangat penting. Akuntansi keuangan berperan sebagai alat untuk menyampaikan informasi yang akurat, transparan, dan relevan, sehingga dapat menjadi dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi yang tepat serta memperkuat kepercayaan publik terhadap perusahaan. Sementara itu, akuntansi keperilakuan menyoroti peran manusia di balik proses akuntansi, di mana faktor psikologis dan sosial seperti motivasi, sikap, dan nilai-nilai etika sangat memengaruhi keandalan sistem akuntansi. Dengan demikian, akuntansi yang ideal adalah akuntansi yang tidak hanya mengedepankan ketepatan angka, tetapi juga menjunjung tinggi integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sosial demi menciptakan sistem keuangan yang sehat dan berkelanjutan.
Npm : 2413031013
Berdasarkan kedua jurnal tersebut, aspek perilaku dalam akuntansi menjadi sangat penting karena individu sebagai tokoh utama dalam proses akuntansi, tidak selalu menunjukkan tindakan yang sepenuhnya rasional. Dalam implementasinya, keputusan yang diambil oleh para ahli akuntansi, pemimpin, atau pemeriksa keuangan dipengaruhi oleh unsur-unsur psikologis seperti dorongan, pandangan, sikap, dan perasaan yang berpotensi menimbulkan kecenderungan kognitif seperti keyakinan berlebihan, efek jangkar, dan bias konfirmasi. Aspek perilaku ini juga mencakup cara budaya perusahaan, tingkat keyakinan, dan komunikasi antar individu mempengaruhi penerapan dan penerimaan sistem akuntansi.
Urgensi dari aspek ini terletak pada dampaknya yang signifikan terhadap mutu laporan keuangan dan mekanisme pengambilan keputusan manajerial. Misalnya, tanpa memperhitungkan aspek perilaku, para pemimpin mungkin menafsirkan data keuangan dengan tidak tepat atau melakukan manipulasi laporan demi memenuhi sasaran tertentu, yang pada gilirannya berdampak buruk bagi perusahaan. Sebaliknya, pemahaman dan penerapan akuntansi perilaku memungkinkan pembuatan sistem insentif yang mendorong staf secara positif, penyusunan laporan keuangan yang lebih informatif dan mudah dicerna, serta peningkatan kepatuhan terhadap prosedur yang telah ditetapkan.
Proses penetapan standar (penyusunan pedoman akuntansi) juga tidak terlepas dari kompleksitas aspek ekonomi politik. Penentuan standar bukan hanya mengenai persoalan teknis akuntansi semata, melainkan juga melibatkan perundingan antara berbagai pihak terkait seperti badan pengawas, praktisi, auditor, investor, dan pemerintah. Berbagai kepentingan dan pengaruh politik berperan dalam membentuk bagaimana pedoman tersebut dirancang dan diterapkan, sehingga standar harus dapat menyeimbangkan antara kebutuhan akan transparansi, keadilan, dan legitimasi agar dapat diterima secara luas. Di samping itu, perubahan kondisi ekonomi dan sosial juga turut mempengaruhi proses ini, menjadikan penetapan standar sebagai sebuah dinamika yang terus berkembang dan menyesuaikan diri terhadap konteks.
Contoh implementasi aspek perilaku dalam praktik nyata dapat diamati dari cara sebuah perusahaan mengelola staf dan sistem pelaporan keuangannya. Perusahaan yang memahami motivasi staf dan menerapkan sistem insentif berbasis kinerja dapat meningkatkan kesetiaan dan keakuratan dalam pelaporan. Penerapan teknik pengendalian internal yang mempertimbangkan aspek psikologis staf juga dapat mencegah tindakan curang dan manipulasi laporan keuangan. Selain itu, perancangan sistem akuntansi yang memperhatikan kemampuan kognitif pengguna dapat mengurangi beban kognitif dan meningkatkan efisiensi pengambilan keputusan.
Sebagai simpulan, aspek perilaku dalam akuntansi adalah elemen penting yang menunjang efektivitas sistem akuntansi dan kualitas pengambilan keputusan keuangan. Penerapannya yang tepat dapat membantu perusahaan menjawab tantangan dalam lingkungan bisnis yang kompleks dan dinamis, serta mengatasi keterbatasan rasionalitas manusia dalam pengelolaan informasi keuangan. Di sisi lain, proses penetapan standar yang melibatkan ekonomi-politik harus ditanggapi dengan pendekatan yang inklusif dan adaptif agar pedoman akuntansi tetap relevan dan dapat diterapkan dalam berbagai kondisi.
NNPM : 2413031035
Concepts of Behavioral Accounting from Psychological, Social, and Human Behavior Aspects” oleh Sri Trisnaningsih & Gempita Asmaul Husna (2022)
dan “Exploring the Impact of Behavioral Factors on Accounting Systems and Financial Decision-Making” oleh Muhammad Daham Sabbar dkk. (2023)
Aspek perilaku dalam akuntansi menyoroti bagaimana sikap, persepsi, motivasi, dan bias manusia memengaruhi proses penyusunan dan penggunaan informasi akuntansi. Akuntansi tidak lagi dianggap sekadar sistem teknis pencatatan transaksi, tetapi juga alat sosial yang dipengaruhi oleh perilaku individu dan dinamika organisasi. Trisnaningsih menekankan bahwa perilaku manusia seperti motivasi, nilai, dan kepribadian sangat menentukan integritas laporan keuangan serta efektivitas sistem akuntansi. Sementara itu, Sabbar dkk. menegaskan bahwa bias kognitif (misalnya overconfidence dan confirmation bias) dan kultur organisasi berpengaruh besar terhadap kualitas pengambilan keputusan finansial dan penerimaan sistem akuntansi di lapangan.
Urgensi dari aspek perilaku ini terletak pada perlunya pemahaman manusia sebagai pengambil keputusan, bukan sekadar pelaksana aturan. Dengan memahami perilaku, akuntansi dapat dirancang agar lebih realistis dan adaptif terhadap cara manusia berpikir dan bereaksi. Hal ini penting untuk meningkatkan akuntabilitas, etika, dan keandalan informasi keuangan, serta mengurangi risiko manipulasi seperti kasus ENRON yang dijadikan contoh oleh Trisnaningsih.
Dalam konteks standard-setting, proses penetapan standar akuntansi tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sarat dengan pertimbangan perilaku dan kepentingan politik-ekonomi. Pembuat standar (seperti IASB atau IAI) sering kali menghadapi tekanan dari berbagai kelompok — perusahaan besar, auditor, regulator, dan akademisi — yang masing-masing memiliki kepentingan berbeda. Sabbar dkk. menyinggung bahwa desain sistem akuntansi yang baik harus mempertimbangkan interaksi antara struktur kelembagaan, perilaku pengguna, dan konteks sosial agar standar yang dihasilkan dapat diterapkan secara efektif di dunia nyata.
Sementara itu, dari sisi ekonomi politik akuntansi, standar dan praktik pelaporan mencerminkan keseimbangan kekuasaan dan kepentingan ekonomi antara pihak-pihak yang terlibat. Proses penetapan standar tidak lepas dari lobi dan kompromi politik yang memengaruhi isi kebijakan akuntansi. Oleh karena itu, memahami aspek perilaku dan dinamika kekuasaan menjadi penting agar standar yang dihasilkan tidak hanya menguntungkan kelompok tertentu, tetapi benar-benar mendukung transparansi dan keberlanjutan sistem ekonomi secara keseluruhan.
Kesimpulannya, aspek perilaku dalam akuntansi bersifat fundamental karena memengaruhi seluruh proses akuntansi — mulai dari pengambilan keputusan, penyusunan laporan, hingga perumusan standar. Integrasi antara pendekatan perilaku, proses standard-setting yang partisipatif, dan kesadaran terhadap ekonomi politik akuntansi menjadi kunci untuk menciptakan praktik akuntansi yang lebih manusiawi, etis, dan relevan dengan kondisi sosial ekonomi saat ini.
NPM : 2413031004
Berdasarkan kedua Jurnal tersebut, Menurut saya Aspek perilaku dalam akuntansi sangat penting karena akuntansi tidak hanya berhubungan dengan angka, tetapi juga dengan manusia yang membuat keputusan. Perilaku seperti sikap, motivasi, persepsi, dan emosi dapat memengaruhi cara seseorang mencatat, menilai, dan melaporkan informasi keuangan. Kedua jurnal menjelaskan bahwa faktor psikologis dan sosial ini membuat keputusan keuangan sering kali tidak sepenuhnya rasional. Karena itu, pemahaman terhadap perilaku manusia membantu akuntan dan manajer membuat keputusan yang lebih bijak dan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
Aspek perilaku juga penting untuk meningkatkan efektivitas sistem akuntansi di organisasi. Dengan memahami bagaimana orang berpikir dan bertindak, perusahaan dapat merancang sistem pelaporan dan pengendalian yang lebih mudah digunakan dan mendorong perilaku etis. Tanpa memperhatikan faktor perilaku, keputusan keuangan bisa bias atau salah arah. Oleh sebab itu, akuntansi keperilakuan berfungsi untuk menyeimbangkan antara teori akuntansi yang ideal dan kenyataan di dunia kerja, agar hasilnya lebih akurat dan bermanfaat bagi semua pihak.
Proses penetapan standar akuntansi (standard-setting) tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor perilaku, ekonomi, dan politik. Dalam proses ini, berbagai pihak seperti pemerintah, perusahaan, investor, dan lembaga profesi memiliki kepentingan masing-masing. Misalnya, regulator menginginkan transparansi dan stabilitas keuangan, sedangkan perusahaan mungkin mendukung standar yang menguntungkan laporan mereka. Karena adanya perbedaan kepentingan tersebut, pembentukan standar akuntansi sering menjadi hasil kompromi dan negosiasi antar pihak. Dari sisi ekonomi politik, standar akuntansi mencerminkan kekuatan dan pengaruh kelompok tertentu dalam menentukan aturan yang berlaku. Oleh karena itu, pemahaman terhadap aspek perilaku dan ekonomi politik penting agar standar yang dihasilkan tidak bias, tetap adil, dan dapat diterapkan secara efektif oleh semua pengguna laporan keuangan.
Npm: 2413031028
Berdasarkan kedua jurnal Concepts of Behavioral Accounting from Psychological, Social, and Human Behavior Aspects oleh Sri Trisnaningsih & Gempita Asmaul Husna (2022) serta Exploring the Impact of Behavioral Factors on Accounting Systems and Financial Decision-Making oleh Muhammad Daham Sabbar dkk. (2024) — dapat dipahami bahwa aspek perilaku memiliki peran sentral dalam praktik akuntansi. Akuntansi tidak hanya berfokus pada angka dan prosedur teknis, tetapi juga melibatkan unsur sosial, psikologis, dan budaya dalam proses pengambilan keputusan.
Aspek perilaku menjelaskan bagaimana sikap, motivasi, persepsi, nilai, dan kepribadian individu dapat memengaruhi cara akuntan maupun manajer memahami dan memanfaatkan informasi akuntansi. Trisnaningsih dan Husna menyoroti bahwa akuntansi keperilakuan menggabungkan prinsip psikologi dan sosiologi untuk menjelaskan perilaku manusia dalam konteks keputusan ekonomi. Mereka menegaskan bahwa kegagalan etika atau manipulasi laporan keuangan seperti pada kasus ENRON bukan semata akibat kelemahan sistem, tetapi karena perilaku individu yang menyimpang.
Sebaliknya, Sabbar dan rekan-rekannya menekankan bahwa bias kognitif seperti kepercayaan diri berlebihan, bias konfirmasi, dan efek framing, serta faktor beban kognitif dan budaya organisasi, turut memengaruhi efektivitas sistem akuntansi dan mutu keputusan keuangan. Oleh karena itu, desain sistem akuntansi perlu menyesuaikan dengan karakteristik dan cara berpikir manusia agar informasi yang dihasilkan benar-benar bermanfaat dan tidak disalahartikan.
Keberadaan aspek perilaku sangat penting karena berfungsi untuk:
1. Meningkatkan kualitas keputusan keuangan, dengan mempertimbangkan keterbatasan rasionalitas individu.
2. Mengurangi potensi pelanggaran etika dan manipulasi laporan, dengan menumbuhkan kesadaran nilai dan perilaku profesional.
3. Memperkuat penerapan sistem akuntansi, sebab penerimaan sistem sangat bergantung pada kepercayaan dan persepsi pengguna.
4. Mendorong transparansi serta akuntabilitas organisasi, terutama pada sektor publik dan lembaga besar.
Dengan demikian, akuntansi keperilakuan berfungsi sebagai penghubung antara data keuangan dan perilaku manusia, sehingga akuntan tidak hanya bertugas mencatat transaksi, tetapi juga memahami dinamika sosial dan psikologis yang melatarinya.
Dalam proses penyusunan standar akuntansi (standard-setting), faktor perilaku dan politik ekonomi berperan besar. Penetapan standar tidak bersifat netral atau murni teknis, melainkan dipengaruhi oleh kepentingan berbagai pihak seperti pemerintah, perusahaan, auditor, dan masyarakat. Berdasarkan teori ekonomi politik akuntansi, standar muncul melalui proses interaksi dan negosiasi antaraktor ekonomi dan sosial, yang sering kali melibatkan nilai, motivasi, dan kepentingan tertentu. Sabbar dkk. juga menegaskan bahwa faktor institusional dan budaya organisasi memengaruhi cara individu dan lembaga memahami serta menerapkan sistem akuntansi dalam praktik.
Kesimpulan:
Kedua penelitian menunjukkan bahwa dimensi perilaku merupakan bagian esensial dari akuntansi modern. Pemahaman terhadap perilaku manusia membantu memastikan bahwa akuntansi tidak hanya menjadi alat pencatatan, tetapi juga berfungsi sebagai sarana pengendalian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang etis, transparan, serta bertanggung jawab.
NPM : 2413031008
Aspek perilaku dalam akuntansi menunjukkan bahwa praktik akuntansi tidak hanya bersifat teknis dan rasional, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor psikologis, sosial, dan budaya yang melekat pada manusia sebagai penggunanya. Berdasarkan kedua jurnal, “Exploring the Impact of Behavioral Factors on Accounting Systems and Financial Decision-Making” (Muhammad Daham Sabbar, 2024) dan “Concepts of Behavioral Accounting from Psychological, Social, and Human Behavior Aspects” (Sri Trisnaningsih & Gempita Asmaul Husna, 2022), perilaku individu seperti motivasi, persepsi, nilai, emosi, dan bias kognitif (overconfidence, confirmation bias, framing) berpengaruh besar terhadap bagaimana seseorang memproses, menafsirkan, dan menggunakan informasi akuntansi.
Sabbar menegaskan bahwa faktor perilaku dapat mengganggu objektivitas pengambilan keputusan keuangan bila tidak dikelola dengan baik. Misalnya, kepercayaan berlebih atau bias konfirmasi dapat menyebabkan kesalahan dalam perencanaan anggaran dan pelaporan keuangan. Di sisi lain, Trisnaningsih menjelaskan bahwa aspek psikologi dan sosial—seperti motivasi, nilai moral, kepribadian, dan sikap—berperan dalam membentuk perilaku etis akuntan dan manajemen. Jika aspek ini diabaikan, sistem akuntansi bisa menjadi alat manipulasi, seperti yang terjadi pada kasus Enron.
Urgensi akuntansi keperilakuan terletak pada kemampuannya meningkatkan keandalan dan kualitas laporan keuangan melalui pemahaman faktor manusia di balik angka. Dengan mempertimbangkan perilaku pengguna, sistem akuntansi dapat dirancang agar lebih mudah dipahami, adil, dan mendukung pengambilan keputusan yang rasional. Selain itu, pemahaman perilaku juga membantu memperkuat etika profesi akuntan dan mencegah praktik curang melalui pembentukan budaya organisasi yang berintegritas dan transparan.
Dalam konteks proses standard-setting, kedua jurnal mengisyaratkan bahwa penyusunan standar akuntansi bukan sekadar hasil analisis teknis, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan politik. Di tingkat global, lembaga seperti IASB yang menetapkan IFRS sering kali dipengaruhi oleh negara-negara maju dan kepentingan korporasi besar yang memiliki kekuatan ekonomi lebih tinggi. Di tingkat nasional, termasuk Indonesia, proses penetapan standar sering dipengaruhi oleh tekanan politik, kepentingan industri, serta kebijakan pemerintah yang berupaya menyesuaikan standar internasional dengan nilai-nilai lokal dan keberlanjutan. Hal ini menunjukkan bahwa standard-setting merupakan hasil negosiasi antara kepentingan ekonomi, politik, dan sosial.
Secara keseluruhan, akuntansi keperilakuan berperan penting sebagai jembatan antara aspek manusia dan sistem akuntansi formal. Pendekatan ini membantu membangun pelaporan keuangan yang tidak hanya akurat secara teknis, tetapi juga adil, etis, dan kontekstual. Dengan memahami perilaku individu dan dinamika sosial di balik proses akuntansi, praktik dan standar yang dihasilkan dapat lebih mencerminkan realitas ekonomi dan sosial yang sebenarnya serta mendorong akuntabilitas dan keberlanjutan dalam dunia bisnis.
NPM : 2413031001
Berdasarkan kedua jurnal tersebut, Aspek perilaku dalam akuntansi menekankan bahwa keputusan keuangan tidak hanya dipengaruhi oleh data rasional, tetapi juga oleh faktor psikologis, sosial, dan budaya individu dalam organisasi. Dari kedua jurnal, akuntansi keperilakuan berfungsi untuk memahami bagaimana motivasi, persepsi, bias kognitif, dan nilai-nilai sosial memengaruhi penyusunan dan penggunaan informasi akuntansi. Urgensinya terletak pada peningkatan keandalan keputusan dan etika profesional, serta mencegah distorsi laporan akibat perilaku manusia. Dalam proses standard-setting, pemahaman perilaku membantu memastikan standar akuntansi diterima dan diterapkan secara efektif, sedangkan dalam konteks ekonomi politik, standar tersebut juga dipengaruhi oleh kepentingan institusional, kekuasaan, dan tekanan politik yang membentuk kebijakan akuntansi global.
NPM: 2413031019
Berdasarkan jurnal “Exploring the Impact of Behavioral Factors on Accounting Systems and Financial Decision-Making” karya Muhammad Daham Sabbar dkk., aspek perilaku dalam akuntansi berperan penting karena menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan keuangan tidak sepenuhnya rasional. Faktor seperti bias kognitif (overconfidence, anchoring, confirmation bias), emosi, kepercayaan, serta budaya organisasi memengaruhi bagaimana akuntan dan manajer menafsirkan serta menggunakan informasi akuntansi. Dengan kata lain, akuntansi tidak hanya bersifat teknis tetapi juga sosial–psikologis, di mana perilaku individu dapat menentukan akurasi, relevansi, dan efektivitas laporan keuangan. Urgensinya terletak pada kebutuhan untuk merancang sistem akuntansi yang tidak hanya menyajikan data yang benar, tetapi juga meminimalkan distorsi perilaku dan mendukung pengambilan keputusan yang adaptif dan etis.
Dalam konteks proses standard-setting, jurnal ini menegaskan bahwa penyusunan standar akuntansi juga tidak terlepas dari dimensi perilaku dan ekonomi politik. Standar tidak dibuat secara netral; ia dipengaruhi oleh berbagai kepentingan ekonomi, politik, dan institusional dari pihak-pihak seperti regulator, auditor, investor, dan entitas bisnis. Dalam kerangka ekonomi politik akuntansi, standar dipandang sebagai hasil negosiasi antara kelompok dengan kepentingan berbeda, di mana kekuasaan dan legitimasi memainkan peran sentral. Oleh karena itu, pemahaman perilaku para aktor dan dinamika institusional menjadi penting untuk memastikan bahwa standar akuntansi tidak hanya berorientasi pada kepentingan korporasi, tetapi juga pada kepentingan publik dan transparansi ekonomi.
Dengan demikian, aspek perilaku dalam akuntansi menjadi landasan untuk memahami bahwa efektivitas akuntansi tidak hanya bergantung pada aturan formal, tetapi juga pada keselarasan antara perilaku manusia, sistem informasi, dan struktur kelembagaan. Pendekatan ini membantu menciptakan praktik akuntansi yang lebih realistis, berkeadilan, dan relevan terhadap dinamika sosial ekonomi modern.
NPM: 2413031024
Tulisan karya Muhammad Daham Sabbar menyoroti bahwa akuntansi keuangan bukan hanya proses mencatat transaksi, melainkan juga berfungsi sebagai media utama dalam menyampaikan informasi yang akurat, jujur, dan relevan bagi para pihak yang berkepentingan. Dalam konteks globalisasi, laporan keuangan dituntut untuk mencerminkan kondisi ekonomi perusahaan secara nyata agar dapat menjadi dasar pengambilan keputusan yang tepat dan rasional. Untuk mencapai hal tersebut, akuntansi harus menekankan aspek keandalan, relevansi, serta kepatuhan terhadap standar internasional agar laporan keuangan dapat dibandingkan secara global.
Lebih lanjut, akuntansi memiliki peran sosial yang penting dalam menjaga kepercayaan publik dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Transparansi dalam penyusunan laporan keuangan dapat menumbuhkan keyakinan investor dan masyarakat terhadap perusahaan, sekaligus memperkuat keberlanjutan usaha. Sebaliknya, penyalahgunaan akuntansi untuk tujuan manipulatif dapat merusak kepercayaan publik dan mengancam stabilitas ekonomi. Oleh karena itu, penulis menegaskan bahwa akuntansi keuangan harus dipandang tidak hanya sebagai alat teknis, tetapi juga sebagai sarana moral yang berperan dalam menjaga integritas serta kestabilan ekonomi.
Pada jurnal yang kedua membahas bahwa akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) merupakan bidang yang menggabungkan unsur psikologi, sosiologi, dan perilaku manusia dalam praktik akuntansi. Akuntansi tidak hanya berkaitan dengan pencatatan dan pelaporan transaksi, tetapi juga dipengaruhi oleh sikap, motivasi, persepsi, kepribadian, serta nilai-nilai yang dimiliki oleh individu maupun kelompok dalam organisasi. Penulis menekankan bahwa memahami faktor-faktor psikologis dan sosial tersebut sangat penting agar sistem akuntansi tidak hanya efisien secara teknis, tetapi juga mampu mencegah penyimpangan etika seperti manipulasi laporan keuangan yang sering terjadi pada perusahaan besar. Dengan demikian, akuntansi erat kaitannya dengan perilaku manusia yang menjalankan dan menggunakan sistem tersebut.
Selain itu, artikel ini menguraikan bagaimana teori-teori psikologi seperti perubahan sikap, motivasi, disonansi kognitif, dan pembentukan kepribadian dapat diterapkan dalam akuntansi keperilakuan. Penerapan konsep tersebut membantu menjelaskan bagaimana perilaku individu di dalam organisasi dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan dan rancangan sistem akuntansi. Penulis menyimpulkan bahwa pemahaman terhadap akuntansi keperilakuan sangat penting bagi praktisi maupun akademisi dalam menciptakan sistem yang lebih transparan, beretika, dan mendukung keberlanjutan organisasi. Dengan menempatkan unsur manusia sebagai bagian integral, akuntansi berfungsi bukan hanya sebagai alat perhitungan, tetapi juga sebagai sarana membangun kepercayaan dan integritas dalam dunia bisnis.
Npm: 2414031014
Aspek perilaku dalam akuntansi merupakan dimensi penting yang menempatkan manusia sebagai pusat dari seluruh proses pelaporan, pengukuran, dan pengambilan keputusan keuangan. Berdasarkan dua jurnal yang Anda lampirkan, yaitu karya Muhammad Daham Sabbar berjudul Exploring the Impact of Behavioral Factors on Accounting Systems and Financial Decision-Making dan penelitian Sri Trisnaningsih serta Gempita Asmaul Husna berjudul Concepts of Behavioral Accounting from Psychological, Social, and Human Behavior Aspects, dapat dipahami bahwa akuntansi tidak lagi dipandang sebagai sistem teknis yang netral dan objektif semata, tetapi juga sebagai sistem sosial yang sangat dipengaruhi oleh perilaku, emosi, dan motivasi individu yang terlibat di dalamnya.
Trisnaningsih menekankan bahwa akuntansi keperilakuan lahir dari pemahaman bahwa proses akuntansi melibatkan berbagai faktor psikologis seperti sikap, persepsi, nilai, kepribadian, dan emosi. Dalam praktiknya, keputusan yang diambil oleh akuntan atau manajer keuangan tidak hanya dipengaruhi oleh logika rasional, tetapi juga oleh faktor-faktor non-ekonomis seperti motivasi pribadi, persepsi terhadap risiko, dan nilai moral yang dipegang. Ketika seorang akuntan menyusun laporan keuangan atau ketika manajer menentukan kebijakan anggaran, keputusan tersebut kerap kali dipengaruhi oleh bias kognitif maupun tekanan sosial di lingkungan kerja. Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku manusia menjadi bagian yang tak terpisahkan dari disiplin akuntansi.
Sementara itu, Sabbar menjelaskan bahwa perilaku individu memiliki dampak langsung terhadap sistem akuntansi dan kualitas keputusan finansial. Ia menyoroti bahwa berbagai bias seperti overconfidence, confirmation bias, dan framing effect dapat mengganggu objektivitas dalam menafsirkan informasi keuangan. Selain itu, faktor seperti kepercayaan (trust) dan budaya organisasi juga menjadi penentu utama keberhasilan implementasi sistem akuntansi. Ketika pengguna sistem tidak memiliki kepercayaan terhadap keadilan atau transparansi sistem yang diterapkan, maka efektivitasnya akan menurun. Dengan demikian, sistem akuntansi yang baik bukan hanya yang mampu menghasilkan data akurat, tetapi juga yang selaras dengan perilaku, persepsi, dan kapasitas kognitif penggunanya.
Urgensi dari aspek perilaku dalam akuntansi terletak pada kemampuannya untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik. Dalam banyak kasus, kegagalan organisasi bukan semata disebabkan oleh kesalahan teknis dalam perhitungan, tetapi oleh perilaku tidak etis, distorsi informasi, dan lemahnya pengendalian moral dalam proses pelaporan. Kasus-kasus seperti Enron dan WorldCom menjadi contoh nyata bagaimana pengabaian terhadap dimensi perilaku, terutama etika dan integritas, dapat menyebabkan kehancuran sistem akuntansi yang sebenarnya sudah mapan secara teknis. Oleh karena itu, aspek perilaku penting untuk memastikan bahwa akuntansi tidak hanya berfungsi secara informatif, tetapi juga normatif—mendorong kejujuran, tanggung jawab, dan akuntabilitas sosial.
Dalam konteks proses standard-setting, kedua penelitian menunjukkan bahwa penetapan standar akuntansi bukanlah proses yang sepenuhnya objektif dan rasional. Proses ini melibatkan berbagai pihak dengan kepentingan berbeda, seperti regulator, perusahaan, auditor, dan masyarakat, yang masing-masing membawa nilai, persepsi, dan motif tertentu. Pendekatan perilaku menyoroti bahwa penerapan standar yang efektif harus mempertimbangkan kapasitas kognitif pengguna dan budaya organisasi tempat standar itu diterapkan. Standar yang disusun tanpa memahami perilaku manusia cenderung sulit diimplementasikan, karena resistensi, persepsi ketidakadilan, atau kompleksitas informasi yang melebihi kemampuan pemrosesan pengguna dapat menghambat efektivitasnya. Oleh sebab itu, proses standard-setting seharusnya bersifat partisipatif dan adaptif terhadap konteks sosial serta perilaku pengguna akuntansi di lapangan.
Dari sudut pandang ekonomi politik, akuntansi keperilakuan juga dapat dipahami sebagai hasil interaksi antara kekuasaan, kepentingan ekonomi, dan dinamika sosial. Standar akuntansi sering kali lahir melalui kompromi antara kelompok yang memiliki pengaruh ekonomi dan politik yang berbeda. Dalam hal ini, perilaku aktor-aktor yang terlibat—baik pembuat kebijakan, korporasi, maupun auditor—tidak dapat dilepaskan dari kepentingan ekonomi dan tekanan institusional. Sabbar menegaskan bahwa konteks institusional dan budaya organisasi memiliki peran besar dalam membentuk perilaku akuntansi, sehingga akuntansi tidak bisa dilepaskan dari struktur kekuasaan dan norma sosial yang berlaku. Dengan demikian, ekonomi politik dalam akuntansi bukan sekadar membahas kebijakan atau regulasi, tetapi juga bagaimana perilaku manusia, nilai, dan kepentingan berkelindan dalam proses penyusunan dan penerapan standar.
Kesimpulannya, aspek perilaku dalam akuntansi memiliki urgensi yang tinggi karena ia menjadikan praktik akuntansi lebih manusiawi dan realistis. Pemahaman terhadap perilaku, motivasi, dan bias kognitif pengguna akuntansi memungkinkan terciptanya sistem yang lebih adaptif, transparan, dan etis. Standar akuntansi yang disusun dengan memperhatikan dimensi perilaku dan ekonomi politik akan lebih mudah diterima, lebih efektif diterapkan, dan lebih berkelanjutan dalam jangka panjang karena berpijak pada realitas sosial dan psikologis para pelaku akuntansi itu sendiri.
NPM: 2413031026
Berdasarkan kedua jurnal tersebut, aspek perilaku dalam akuntansi menunjukkan bahwa akuntansi tidak hanya berkaitan dengan angka dan laporan keuangan, tetapi juga melibatkan cara individu berpikir, bersikap, dan mengambil keputusan. Menurut Trisnaningsih dan Husna (2022), faktor-faktor seperti sikap, motivasi, persepsi, nilai, dan kepribadian memengaruhi bagaimana seseorang berperilaku dalam proses akuntansi. Sementara itu, Muhammad Daham Sabbar dkk. (2024) menekankan bahwa bias kognitif, seperti rasa percaya diri yang berlebihan, bias konfirmasi, serta tekanan emosional, dapat memengaruhi penilaian dan interpretasi informasi akuntansi. Oleh karena itu, perilaku manusia menjadi faktor penting yang dapat menentukan keandalan dan objektivitas hasil akuntansi.
Aspek perilaku memiliki urgensi yang tinggi karena membantu memahami mengapa kesalahan atau manipulasi laporan keuangan dapat terjadi. Dengan memahami faktor-faktor perilaku, akuntan dan manajer dapat mengendalikan bias, meningkatkan objektivitas, serta menjaga etika profesional. Selain itu, pemahaman terhadap perilaku pengguna akuntansi dapat membantu perusahaan merancang sistem akuntansi yang lebih mudah digunakan, efisien, dan mampu meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan akuntansi tidak hanya bergantung pada sistem yang baik, tetapi juga pada perilaku dan integritas pelaku yang terlibat di dalamnya.
Dalam konteks proses standard-setting, aspek perilaku juga berpengaruh karena penyusunan standar akuntansi tidak hanya bersifat teknis, tetapi turut dipengaruhi oleh kepentingan, persepsi, dan sikap para pemangku kepentingan, seperti regulator, penyusun laporan, dan pengguna laporan keuangan. Sementara itu, dari sisi ekonomi politik, proses penetapan standar akuntansi dipandang tidak sepenuhnya netral. Keputusan mengenai standar sering kali dipengaruhi oleh faktor kekuasaan, tekanan ekonomi, serta kepentingan politik. Dengan demikian, pemahaman terhadap perilaku manusia dan dinamika politik ekonomi menjadi penting agar proses penyusunan dan penerapan standar akuntansi dapat berjalan secara adil, transparan, dan relevan dengan kondisi nyata.
NPM : 2413031033
Mengacu kepada kedua jurnal tersebut, aspek perilaku dalam akuntansi sangat penting karena mempertemukan ilmu akuntansi dengan ilmu perilaku manusia seperti psikologi dan sosiologi untuk memahami bagaimana manusia memproses dan menggunakan informasi akuntansi dalam pengambilan keputusan ekonomi dan keuangan. Perilaku ini mencakup sikap, motivasi, persepsi, kepribadian, emosi, dan nilai yang memengaruhi bagaimana individu menafsirkan dan merespon data akuntansi, serta bagaimana mereka membuat keputusan yang seringkali tidak sepenuhnya rasional karena adanya bias kognitif seperti overconfidence, confirmation bias, dan heuristik.
Urgensi aspek perilaku dalam akuntansi terletak pada kenyataan bahwa keputusan keuangan dan pengelolaan sistem akuntansi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor perilaku tersebut. Hal ini dapat mencegah terjadinya kesalahan pengambilan keputusan, kecurangan, atau manipulasi laporan keuangan seperti yang terlihat pada kasus Enron. Dengan memahami aspek perilaku, sistem akuntansi dapat dirancang lebih efektif, adaptif, dan sesuai dengan cara kerja kognitif dan sosial pengguna sehingga meningkatkan kualitas keputusan dan akuntabilitas.
Proses standard-setting (penetapan standar akuntansi) dan ekonomi politiknya terkait dengan interaksi antara kepentingan berbagai pemangku kepentingan, nilai-nilai sosial, norma budaya, serta dinamika politik yang memengaruhi bagaimana standar akuntansi disusun, diadopsi, dan diterapkan. Proses ini bukan semata-mata teknis, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor perilaku seperti kepercayaan, motivasi, dan konflik kepentingan antar aktor. Standard-setting dipengaruhi oleh kebutuhan untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan agar standar tersebut diterima secara luas dan mampu mencerminkan realitas ekonomi yang kompleks serta konteks institusional yang berbeda-beda. Selain itu, dinamika ekonomi politik juga menyoroti bagaimana kekuasaan, pengaruh, dan negosiasi antar kelompok memengaruhi arah dan isi standar akuntansi.
Singkatnya, aspek perilaku dalam akuntansi sangat fundamental untuk memastikan akuntansi tidak hanya sebagai sistem pelaporan tetapi juga sebagai alat yang mampu memfasilitasi pengambilan keputusan yang lebih valid dan etis, serta mampu beradaptasi dengan konteks sosial dan institusional yang beragam. Proses standard-setting dan ekonomi politiknya menggambarkan bahwa akuntansi adalah produk sosial-politik yang dibentuk oleh perilaku para pelakunya dan kondisi lingkungan institusionalnya.
NPM : 2413031031
Berdasarkan kedua jurnal tersebut, aspek perilaku dalam akuntansi menekankan bahwa proses akuntansi tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor manusia seperti sikap, motivasi, persepsi, emosi, serta bias kognitif. Aspek perilaku berperan penting dalam memahami bagaimana individu dan organisasi menafsirkan, menggunakan, dan bereaksi terhadap informasi akuntansi. Urgensinya terletak pada kenyataan bahwa keputusan keuangan jarang bersifat sepenuhnya rasional; faktor psikologis dan sosial dapat memengaruhi hasil pelaporan, pengendalian manajerial, maupun pengambilan keputusan strategis. Dalam proses standard-setting, pemahaman perilaku ini menjadi penting agar standar akuntansi tidak hanya logis secara ekonomi, tetapi juga dapat diterapkan secara realistis oleh para pelaku dengan karakter dan latar budaya yang berbeda. Sementara dari sisi ekonomi politik, penyusunan standar akuntansi mencerminkan interaksi antara kepentingan berbagai pihak pemerintah, korporasi, profesi, dan masyarakat yang masing-masing memiliki perilaku dan motivasi tertentu dalam memengaruhi regulasi. Dengan demikian, dimensi perilaku membantu menjembatani aspek teknis, sosial, dan politik dalam praktik serta pembentukan standar akuntansi yang lebih adaptif terhadap realitas manusia.
NPM : 2413031003
JURNAL 1
Tulisan karya Muhammad Daham Sabbar menegaskan bahwa akuntansi keuangan tidak hanya berfungsi sebagai proses pencatatan transaksi, tetapi juga sebagai media utama dalam menyediakan informasi yang jujur, relevan, dan berguna bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Di tengah arus globalisasi, laporan keuangan dituntut untuk mencerminkan kondisi ekonomi yang nyata agar dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan yang akurat. Untuk mencapai tujuan tersebut, akuntansi perlu menekankan aspek keandalan, relevansi, serta kesesuaian dengan standar internasional, sehingga laporan keuangan perusahaan dapat dibandingkan secara global.
Lebih dari sekadar fungsi ekonomi, akuntansi memiliki tanggung jawab sosial dalam menjaga kepercayaan publik dan mendorong kemajuan ekonomi. Laporan yang disajikan secara transparan mampu meningkatkan kepercayaan investor dan masyarakat, sekaligus memperkuat keberlanjutan usaha. Sebaliknya, penyalahgunaan akuntansi untuk tujuan manipulatif dapat merusak kredibilitas dan menimbulkan krisis kepercayaan. Oleh karena itu, penulis menegaskan bahwa akuntansi keuangan perlu dipahami bukan hanya sebagai alat teknis, tetapi juga sebagai instrumen etika yang berperan penting dalam menjaga kestabilan dan pertumbuhan ekonomi.
JURNAL 2
Artikel ini membahas tentang akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) yang mengaitkan unsur psikologis, sosial, dan perilaku manusia dengan praktik akuntansi. Akuntansi tidak sekadar mencatat transaksi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sikap, motivasi, persepsi, karakter, dan nilai-nilai yang dimiliki individu maupun kelompok dalam organisasi. Penulis menekankan pentingnya memahami aspek psikologis dan sosial ini agar sistem akuntansi tidak hanya efisien secara teknis, tetapi juga mampu mencegah terjadinya penyimpangan etika, seperti manipulasi laporan keuangan yang kerap muncul di perusahaan besar. Dengan demikian, akuntansi sejatinya sangat erat kaitannya dengan perilaku manusia yang menjalankan maupun menggunakan sistem tersebut.
Selain itu, artikel ini mengulas bagaimana teori-teori psikologi—seperti perubahan sikap, teori motivasi, disonansi kognitif, hingga pembentukan kepribadian—dapat diterapkan dalam bidang akuntansi keperilakuan. Pemahaman ini membantu menjelaskan bagaimana perilaku individu di dalam organisasi memengaruhi proses pengambilan keputusan dan perancangan sistem akuntansi. Penulis menyimpulkan bahwa pengetahuan mengenai akuntansi keperilakuan penting bagi praktisi dan akademisi agar dapat menciptakan sistem yang lebih transparan, beretika, dan mendukung keberlanjutan organisasi. Dengan mengintegrasikan unsur kemanusiaan, akuntansi dapat berfungsi tidak hanya sebagai alat perhitungan, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun kepercayaan dan integritas dalam dunia bisnis.
Nama: Triaswari Ayunandini
Npm: 2413031029
Berdasarkan telaah terhadap dua jurnal yang terlampir (Muhammad Daham Sabbar dkk., "Exploring the Impact of Behavioral Factors on Accounting Systems and Financial Decision-Making" dan Sri Trisnaningsih & Gempita Asmaul Husna, "Concepts of Behavioral Accounting From Psychological, Social, and Human Behavior Aspects"), berikut adalah pendapat dan analisis komprehensif mengenai aspek perilaku dalam akuntansi.
1. Opini tentang Aspek Perilaku dalam Akuntansi
Aspek perilaku dalam akuntansi, yang dikenal sebagai Akuntansi Keperilakuan (Behavioral Accounting), merupakan disiplin ilmu yang fundamental dan kritis. Ia memandang akuntansi bukan hanya sebagai mekanisme teknis pencatatan dan pelaporan, melainkan sebagai proses sosial yang dipengaruhi oleh dimensi psikologis, sosiologis, dan organisasi.
Pandangan ini menolak asumsi lama bahwa pengguna informasi akuntansi (manajer, investor, auditor) selalu bertindak rasional (Homo Economicus). Sebaliknya, Akuntansi Keperilakuan mengakui bahwa perilaku manusia dipenuhi dengan:
Bias Kognitif: Kecenderungan sistematis dalam berpikir, seperti overconfidence, confirmation bias, dan framing effects, yang secara signifikan mendistorsi interpretasi dan penggunaan informasi akuntansi (Sabbar et al.).
Faktor Psikologis: Sikap, motivasi, persepsi, emosi, dan kepribadian yang memengaruhi bagaimana seseorang merancang, mengimplementasikan, dan merespons sistem akuntansi (Trisnaningsih & Husna).
Konteks Institusional dan Budaya: Kepercayaan (trust) dan budaya organisasi yang memediasi penerimaan dan efektivitas sistem akuntansi dalam sebuah entitas (Sabbar et al.).
Secara keseluruhan, pandangan ini menegaskan bahwa kualitas output akuntansi dan keputusan yang diambil tidak hanya ditentukan oleh keakuratan teknis, tetapi juga oleh bagaimana manusia memproses dan merespons informasi tersebut.
2. Urgensi Akuntansi Keperilakuan
Urgensi pemahaman dan penerapan aspek perilaku dalam akuntansi sangat tinggi dan mutlak diperlukan, terutama dalam lingkungan bisnis yang semakin kompleks. Urgensi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Peningkatan Kualitas Pengambilan Keputusan: Dengan memahami bias kognitif dan motivasi manajerial, perusahaan dapat mendesain sistem pelaporan yang meminimalkan distorsi dan mengoptimalkan kualitas keputusan finansial dan manajerial (Sabbar et al.).
Efektivitas Sistem Pengendalian: Akuntansi Keperilakuan membantu merancang sistem pengendalian manajemen dan sistem informasi yang selaras dengan kognisi manajer (cognitive alignment), sehingga sistem tersebut lebih mudah digunakan (karena beban kognitif yang rendah) dan lebih mungkin untuk diterima dan diterapkan secara efektif.
Isu Etika dan Pencegahan Kecurangan: Studi perilaku sangat penting untuk memahami mengapa individu atau kelompok terlibat dalam perilaku akuntansi yang tidak etis atau manipulatif (misalnya, earnings management). Pengetahuan ini menjadi fondasi bagi perancangan mekanisme pengawasan dan insentif yang mendorong perilaku etis.
Relevansi Standar Internasional: Dalam konteks pelaporan global, pemahaman tentang variabilitas perilaku yang dipengaruhi oleh konteks institusional (seperti kerangka regulasi dan norma budaya) menjadi krusial untuk memastikan bahwa standar yang sama (misalnya IFRS/SAK) diinterpretasikan dan diterapkan secara konsisten.
3. Proses Standard-Setting dan Ekonomi Politiknya
Proses penetapan standar akuntansi (Standard-Setting) adalah arena di mana aspek perilaku dan ekonomi politik berinteraksi secara intensif.
a. Standard-Setting dalam Lensa Perilaku
Standar akuntansi (misalnya, PSAK) yang dihasilkan oleh badan seperti IAI atau IASB bertujuan untuk menyediakan informasi yang relevan dan dapat diandalkan. Namun, sudut pandang perilaku menunjukkan bahwa:
Standard-Setting dipengaruhi oleh Perilaku Pembuat Standar: Para pembuat standar (anggota dewan standar) adalah individu yang juga rentan terhadap bias kognitif dan motivasi pribadi, meskipun mereka berusaha bersikap objektif.
Dampak Standar terhadap Perilaku Pengguna: Standar yang terlalu kompleks (cognitive load) dapat mengurangi kegunaannya. Standar harus dirancang agar sensitif terhadap perilaku dan mampu memicu respons yang diinginkan (misalnya, meningkatkan transparansi).
Keterbatasan Asumsi Rasionalitas: Standar sering didasarkan pada asumsi bahwa pengguna akan menggunakan informasi akuntansi secara rasional. Akuntansi Keperilakuan mengingatkan bahwa standar harus mengantisipasi dan memitigasi cara-cara non-rasional yang mungkin digunakan pengguna untuk menginterpretasikan informasi.
b. Ekonomi Politik Akuntansi
Ekonomi politik akuntansi menjelaskan proses standard-setting sebagai hasil dari persaingan kepentingan dan tekanan politik, bukan hanya sekadar upaya teknis untuk mencapai akurasi.
Lobi dan Kepentingan Kelompok: Standar akuntansi adalah keputusan kebijakan yang memiliki konsekuensi distribusi kekayaan. Kelompok-kelompok berkepentingan (perusahaan, auditor, investor) akan melobi dan menekan badan pembuat standar untuk mengadopsi aturan yang paling menguntungkan posisi mereka.
Pengaruh Institusional: Menurut jurnal Sabbar et al., perilaku di bidang akuntansi dimediasi oleh variabilitas institusional (seperti kerangka regulasi dan norma budaya). Hal ini berarti bahwa standar yang ditetapkan di satu negara akan memiliki dampak perilaku dan ekonomi politik yang berbeda di negara lain karena adanya perbedaan konteks.
Fenomena Inersia Perilaku: Dalam proses adopsi standar baru, inersia perilaku (keengganan untuk berubah yang berakar pada kebiasaan atau rutinitas) sering menjadi hambatan besar. Hal ini adalah aspek ekonomi politik karena menyoroti bagaimana kepentingan kelompok yang mapan (vested interests) dapat menolak perubahan, bahkan jika perubahan tersebut secara teknis superior.
Kesimpulannya proses standard-setting dan ekonomi politiknya menunjukkan bahwa akuntansi adalah produk dari tawar-menawar politik dan variabel perilaku. Standar yang ditetapkan mencerminkan keseimbangan kekuatan politik dan harus mempertimbangkan bagaimana perilaku manusia akan merespons (atau menolak) aturan baru tersebut
Npm : 2413031030
JURNAL 1
Jurnal ini menjelaskan bahwa akuntansi keperilakuan merupakan cabang ilmu akuntansi yang mempelajari hubungan antara perilaku manusia dan sistem akuntansi. Penulis menekankan bahwa akuntansi tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis dan sosial yang menentukan bagaimana individu berpikir, bersikap, dan mengambil keputusan.
Aspek perilaku dalam jurnal ini dilihat dari berbagai sudut psikologi seperti motivasi, persepsi, kepribadian, nilai, dan sikap. Faktor-faktor tersebut memengaruhi bagaimana individu, baik akuntan maupun manajer, merespons informasi akuntansi dan mengambil keputusan ekonomi. Misalnya, perbedaan persepsi dan motivasi antar individu dapat menyebabkan perbedaan dalam penilaian dan pelaporan keuangan.
Selain itu, jurnal ini juga menyoroti pentingnya etika dan nilai moral dalam perilaku akuntansi. Kasus Enron disebut sebagai contoh nyata di mana kegagalan dalam menerapkan prinsip akuntansi keperilakuan—terutama terkait integritas dan perilaku etis—mengakibatkan skandal besar. Dengan demikian, penulis menekankan bahwa aspek perilaku perlu dipahami agar akuntansi tidak hanya berfokus pada angka, tetapi juga memperhatikan dimensi manusia yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan dan pengambilan keputusan.
JURNAL 2
Jurnal ini membahas bagaimana faktor perilaku memengaruhi sistem akuntansi dan proses pengambilan keputusan keuangan dalam organisasi. Penulis berpendapat bahwa keputusan keuangan tidak sepenuhnya rasional seperti yang diasumsikan dalam teori akuntansi klasik, tetapi banyak dipengaruhi oleh bias kognitif, emosi, dan dinamika organisasi.
Aspek perilaku yang ditekankan meliputi bias kognitif (seperti overconfidence, confirmation bias, dan framing), kepercayaan (trust), budaya organisasi, serta kapasitas kognitif individu (cognitive load). Faktor-faktor tersebut dapat mendistorsi interpretasi terhadap informasi akuntansi dan menurunkan kualitas keputusan. Misalnya, manajer yang terlalu percaya diri cenderung membuat estimasi laba yang terlalu optimistis, sedangkan bias konfirmasi menyebabkan pengabaian terhadap informasi yang bertentangan dengan keyakinan awal.
Jurnal ini juga menyoroti pentingnya keselarasan antara sistem akuntansi dan kognisi manajerial. Sistem akuntansi yang dirancang tanpa mempertimbangkan cara berpikir pengguna akan sulit diterapkan secara efektif. Karena itu, pendekatan perilaku diperlukan dalam desain dan implementasi sistem agar mampu meminimalkan bias dan meningkatkan kualitas keputusan.
Nama: Nayla Andara
NPM: 2413031018
Berdasarkan kedua jurnal yang dianalisis, berikut pendapat mengenai aspek perilaku dalam akuntansi, urgensinya, serta proses standard-setting dan ekonomi politiknya:
Aspek perilaku dalam akuntansi menekankan hubungan antara perilaku manusia dan praktik akuntansi. Akuntansi perilaku merupakan subdisiplin yang menggabungkan prinsip-prinsip psikologi dan sosiologi untuk memahami bagaimana sikap, motivasi, persepsi, serta bias kognitif individu dan kelompok mempengaruhi pengambilan keputusan ekonomi dan penggunaan informasi akuntansi. Kesadaran akan aspek perilaku ini penting untuk mengatasi distorsi dalam interpretasi informasi akuntansi akibat bias seperti overconfidence dan confirmation bias yang dapat mengarah pada keputusan keuangan yang kurang optimal. Selain itu, budaya organisasi dan tingkat kepercayaan juga memediasi penggunaan sistem akuntansi dan penerimaan informasi tersebut oleh para penggunanya.Concepts_of_Behavioral_Accounting_From_Psychologic.pdf+1
Urgensi pengintegrasian aspek perilaku mencuat karena:
- Informasi akuntansi tidak hanya alat teknis tapi juga praktik sosial yang dipengaruhi oleh perilaku manusia.
- Kasus-kasus fraud korporat seperti ENRON menunjukkan pentingnya pengendalian perilaku melalui akuntansi perilaku untuk menjaga etika dan integritas.
-Kompleksitas dan beban kognitif dalam sistem akuntansi modern menuntut desain yang memperhatikan keterbatasan kognitif pengguna agar informasi dapat diolah dengan tepat.
- Memahami aspek perilaku memungkinkan sistem akuntansi yang adaptif dan sesuai dengan konteks manajerial demi meningkatkan kualitas pengambilan keputusan keuangan.
Proses standard-setting akuntansi tidak terlepas dari dinamika sosial dan politik yang kuat. Proses ini:
- Melibatkan negosiasi dan kompromi antar berbagai pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan dan pengaruh berbeda, seperti regulator, perusahaan, auditor, dan pengguna laporan keuangan.
-Terjadi interaksi antara norma teknis akuntansi dengan tekanan ekonomi-politik yang membentuk keputusan standar yang tidak hanya berdasarkan rasionalitas teknis tapi juga kekuatan politik dan ekonomi.
- Adanya faktor perilaku seperti persepsi, kepentingan, dan motivasi pemangku kepentingan mempengaruhi proses standard-setting, termasuk resistensi atau penerimaan terhadap perubahan standar.
- Konteks institusional dan budaya juga memengaruhi implementasi dan efektivitas standar akuntansi di berbagai negara atau sektor.
- Oleh karena itu, standard-setting bersifat dinamis dan memerlukan pendekatan yang mempertimbangkan aspek perilaku dan konteks ekonomi-politik agar standar dapat diterima luas dan efektif diterapkan.
Npm : 2413031017
Aspek perilaku dalam akuntansi merujuk pada interaksi antara perilaku individu dan sistem akuntansi, yang mencakup bagaimana keputusan keuangan dipengaruhi oleh faktor psikologis, sosial, dan kultural. Berdasarkan kedua jurnal yang telah dibahas, berikut adalah pendapat saya mengenai urgensi dan proses standard-setting serta ekonomi politik dalam konteks akuntansi perilaku.
Urgensi Aspek Perilaku dalam Akuntansi adalah pengambilan keputusan yang lebih baik memahami aspek perilaku memungkinkan para profesional akuntansi untuk mengenali bias kognitif dan emosi yang dapat mengganggu proses pengambilan keputusan. Etika dan Integritas sebagai contoh, dalam kasus ENRON yang disebutkan, kurangnya pemahaman tentang akuntansi perilaku menyebabkan pelanggaran etika dan manipulasi laporan keuangan. Desain sistem akuntansi yang lebih responsif dengan mempertimbangkan dimensi sosial dan kultural dari perilaku manusia, perusahaan dapat merancang sistem akuntansi yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan pengguna.
Proses Standard-Setting adalah partisipasi pemangku kepentingan proses standard-setting dalam akuntansi melibatkan partisipasi berbagai pemangku kepentingan, termasuk akuntan, akademisi, regulator, dan pihak terkait lainnya.
Penggunaan data empiris dalam pengembangan standar akuntansi, penting untuk memanfaatkan data empiris yang berasal dari penelitian perilaku untuk memahami bagaimana pengguna berinteraksi dengan informasi akuntansi. Fokus pada aspek perilaku seiring berkembangnya penelitian yang menyoroti pentingnya aspek perilaku, standar-standar akuntansi juga harus mencakup elemen yang memperhatikan aspek tersebut, seperti bagaimana informasi disajikan dan dipahami oleh pengguna.
Ekonomi Politik adalah pengaruh kebijakan dan regulasiekonomi politik berperan penting dalam pembentukan standar akuntansi.Persepsi publik dan kepercayaan persepsi publik terhadap akuntan dan industri keuangan juga dapat mempengaruhi ekonomi politik dalam akuntansi.Keterkaitan insentif dan standar ekonomi politik juga terkait dengan insentif yang diberikan kepada akuntan dan organisasi.
NPM : 2413031020
Berdasarkan kedua jurnal tersebut, aspek perilaku dalam akuntansi menekankan bahwa akuntansi tidak bisa dipisahkan dari manusia sebagai pelaku utama dalam sistem akuntansi. Akuntansi bukan hanya persoalan teknis pengumpulan, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan informasi keuangan, tetapi juga melibatkan proses psikologis, sosial, dan emosional yang memengaruhi bagaimana informasi akuntansi dihasilkan, diinterpretasi, dan digunakan dalam pengambilan keputusan. Perilaku manusia, seperti motivasi, persepsi, nilai, sikap, dan emosi, sangat menentukan efektivitas sistem akuntansi dan kualitas keputusan yang diambil oleh manajer, auditor, maupun pihak lain yang terlibat dalam proses akuntansi.
Urgensi aspek perilaku dalam akuntansi terletak pada fakta bahwa keputusan akuntansi sering kali dipengaruhi oleh bias kognitif, tekanan sosial, dan kepentingan pribadi, yang dapat menyebabkan manipulasi, kecurangan, atau keputusan yang tidak rasional. Oleh karena itu, memahami aspek perilaku sangat penting untuk mencegah kecurangan, meningkatkan kualitas informasi akuntansi, serta membangun sistem akuntansi yang lebih relevan dan dapat diterima oleh semua pihak.
Dalam proses standard-setting, aspek perilaku harus diperhatikan agar standar akuntansi yang dihasilkan tidak hanya memenuhi aspek teknis, tetapi juga mempertimbangkan bagaimana manusia merespons standar tersebut. Proses ini harus melibatkan pemangku kepentingan secara partisipatif, membangun kepercayaan, serta memastikan bahwa standar akuntansi dapat diimplementasikan secara efektif dalam berbagai konteks organisasi dan budaya.
Ekonomi politik akuntansi perilaku menunjukkan bahwa penetapan dan implementasi standar akuntansi tidak terlepas dari dinamika kekuasaan, kepentingan, dan norma sosial. Akuntansi dapat digunakan sebagai alat legitimasi, kontrol, atau bahkan manipulasi tergantung pada kepentingan yang bermain. Oleh karena itu, penting bagi akuntan dan regulator untuk memahami konteks ekonomi politik agar standar akuntansi dapat dirancang secara adil dan mampu memitigasi risiko penyalahgunaan informasi akuntansi. Dengan demikian, pendekatan akuntansi yang mengintegrasikan aspek perilaku dianggap lebih relevan dan efektif dalam mendukung pengambilan keputusan yang rasional, etis, serta mampu mencegah kecurangan dan manipulasi dalam praktik akuntansi.