Diskusi

Diskusi

Number of replies: 19

Cobalah diskusikan bersama rekan-rekan anda disini bagaiamana pencatatan, penilaian dan penyajian aset tak berwujud dalam laporan keuangan.

In reply to First post

Re: Diskusi

by Alfiantika Putri -
Nama : Alfiantika Putri
NPM : 2413031095

Aset tak berwujud adalah harta yang dimiliki perusahaan tapi tidak bisa dilihat atau disentuh secara fisik, seperti merek dagang, paten, atau hak cipta.

  • Pencatatan dilakukan dengan mencatat biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan aset tersebut, seperti membeli lisensi atau membuat hak cipta.
  • Penilaiannya biasanya berdasarkan biaya awal saat diperoleh, lalu jika aset itu memiliki umur pakai terbatas, nilainya akan dikurangi sedikit demi sedikit setiap tahun (amortisasi). Kalau aset tersebut tidak ada batas waktu pakainya, nilainya tidak dikurangi tapi harus dicek terus apakah masih bernilai atau tidak.
  • Dalam laporan keuangan penyajian aset ini ditulis terpisah dari aset lain dan dijelaskan secara jelas di bagian catatan laporan tentang jenis aset, berapa lama bisa digunakan, dan berapa nilainya sekarang.
Kesimpulannya, aset tak berwujud dicatat sesuai biaya beli, dinilai sesuai umur manfaat, dan disajikan dengan informasi lengkap di laporan keuangan supaya jelas bagi yang membacanya.
In reply to First post

Re: Diskusi

by GRESCIE ODELIA SITUKKIR 2413031088 -

Nama : Grescie Odelia Situkkir

NPM : 2413031088

Aset tak berwujud adalah aset nonfisik yang digunakan perusahaan untuk jangka panjang, seperti hak paten, merek dagang, hak cipta, dan goodwill.

a. Pencatatan aset tak berwujud .  Aset tak berwujud dicatat di laporan keuangan jika memenuhi dua syarat utama: (1) perusahaan diperkirakan akan mendapatkan manfaat ekonomi di masa depan dari aset tersebut, dan (2) nilai aset tersebut dapat diukur dengan andal. Pencatatan dilakukan berdasarkan dokumen yang sah dan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh atau mengembangkan aset tersebut, seperti biaya tenaga kerja, bahan, dan jasa profesional yang langsung terkait . Aset tak berwujud yang dibeli dari pihak lain biasanya lebih mudah dicatat karena nilainya jelas. Sedangkan aset tak berwujud yang dibuat sendiri (misal: hasil riset dan pengembangan) lebih sulit diakui karena manfaat ekonominya seringkali sulit dipastikan

b. Penilaian aset tak berwujud . Penilaian awal aset tak berwujud umumnya menggunakan biaya perolehan, yaitu semua biaya yang dikeluarkan hingga aset siap digunakan. Setelah itu, aset tak berwujud dapat dinilai dengan dua metode:
  1. Model biaya: aset dicatat berdasarkan biaya perolehan dikurangi akumulasi amortisasi dan penurunan nilai.
  2. Model revaluasi: aset dinilai kembali berdasarkan nilai wajar, jika ada pasar aktif untuk aset tersebut 

Amortisasi dilakukan selama masa manfaat aset, kecuali jika masa manfaatnya tidak terbatas (misal: goodwill), maka dilakukan uji penurunan nilai secara berkala.

c.  Penyajian dalam laporan keuangan .  Aset tak berwujud disajikan di neraca pada bagian aset tidak lancar. Dalam catatan atas laporan keuangan, perusahaan wajib mengungkapkan informasi seperti nilai awal, akumulasi amortisasi, metode amortisasi, masa manfaat, dan jika ada, hasil revaluasi. Jika ada aset tak berwujud yang tidak bisa diukur nilainya secara andal, biasanya tidak dicatat di neraca, tapi bisa diungkapkan dalam catatan . Banyak aset tak berwujud yang tidak tercatat di laporan keuangan karena sulit diukur atau tidak memenuhi kriteria pengakuan, sehingga nilai perusahaan di laporan keuangan bisa lebih rendah dari nilai sebenarnya. Oleh karena itu, standar akuntansi terus dikembangkan agar pelaporan aset tak berwujud lebih relevan dan transparan 

In reply to First post

Re: Diskusi

by Natasya Natasya -
Nama: Natasya
NPM: 2413031081
Kelas: 2024 C

- Proses pencatatan asset tak berwujud dicatat dan diakui pada awalnya jika memenuhi kriteria yaitu kemungkinan besar manfaat ekonomi masa ddepan yaitu sangat mungkin akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan atau potensi jasa dari asset tersebut, biaya perolehan dapat diukur secara andal, dapat diidentifikasi yaitu asset tersebut dapat dipisahkan atau timbul dari hak kontraktual atau hak hukum lainnya.
- Penilaian atau pengukuran setelah pengakuan terdapat dua yaitu model biaya dan model revaluasi, tetapi model ini hanya boleh diterapkan ika terdapat pasar aktif untuk asset tak berwujud tersebut.
- Penyajian, asset tak berwujud di sajikan dalam laporan posisi keuangan biasanya dalam bentu neraca dan biasanya sebagai kelompok yang terpisah setelah asset tetap atau di kelompokan dalam kategori asset non lancar.
In reply to First post

Re: Diskusi

by Melinda Dwi Safitri -

Nama: Melinda Dwi Safitri

Npm: 2413031092

Kelas: 2024 C

Aset tak berwujud merupakan aset yang tidak memiliki bentuk fisik, tetapi dapat memberikan manfaat ekonomi di masa depan bagi perusahaan, seperti hak paten, lisensi, merek dagang, perangkat lunak, dan goodwill. Dalam pencatatannya, aset tak berwujud diakui jika dapat diidentifikasi, perusahaan memiliki kendali atas manfaat ekonominya, serta biaya perolehannya bisa diukur secara andal. Umumnya aset ini dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila aset tersebut dikembangkan sendiri, maka biaya penelitian dibebankan langsung sebagai beban, sedangkan biaya pengembangan dapat diakui sebagai aset jika sudah terbukti layak secara teknis dan ekonomis.

Untuk penilaian, aset tak berwujud biasanya diukur menggunakan model biaya, yaitu berdasarkan biaya perolehan dikurangi akumulasi amortisasi dan rugi penurunan nilai (impairment). Meskipun ada model revaluasi, penggunaannya jarang karena sulit menentukan nilai wajar yang objektif, mengingat sebagian besar aset tak berwujud tidak memiliki pasar aktif. Oleh karena itu, penilaian aset ini memerlukan pertimbangan profesional dan prinsip kehati-hatian agar nilai yang disajikan tidak menyesatkan.

Dalam penyajiannya, aset tak berwujud ditampilkan di laporan posisi keuangan pada bagian aset tidak lancar, terpisah dari aset tetap. Jika memiliki masa manfaat terbatas, maka dilakukan amortisasi sesuai umur ekonominya. Namun jika masa manfaatnya tidak terbatas seperti goodwill, maka tidak diamortisasi, melainkan diuji penurunan nilainya setiap tahun. Selain itu, informasi tambahan seperti metode amortisasi, estimasi masa manfaat, dan kebijakan penilaian harus dijelaskan secara rinci dalam catatan atas laporan keuangan.


In reply to First post

Re: Diskusi

by Gifrika Tutut Pradiyana -
Nama: Gifrika Tutut Pradiyana
NPM: 2453031008

1. Pencatatan Aset Tak Berwujud
Pencatatan aset tak berwujud dilakukan jika aset tersebut memenuhi kriteria pengakuan, yaitu dapat diidentifikasi, dikendalikan oleh perusahaan, memberikan manfaat ekonomi di masa depan, dan biaya perolehannya dapat diukur dengan andal. Namun, jika aset dihasilkan secara internal, hanya biaya pengembangan yang boleh diakui sebagai aset, sedangkan biaya penelitian dibebankan sebagai beban pada periode berjalan.
2. Penilaian Aset Tak Berwujud
Penilaian aset tak berwujud pada saat awal pengakuan dilakukan sebesar biaya perolehannya. Setelah itu, entitas dapat menggunakan dua metode, yaitu model biaya dan model revaluasi. Dalam model biaya, aset dicatat sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi amortisasi dan penurunan nilai. Sementara model revaluasi menilai kembali aset berdasarkan nilai wajarnya, tetapi hanya bisa digunakan jika terdapat pasar aktif untuk aset tersebut. Di Indonesia, kebanyakan perusahaan menggunakan model biaya karena pasar aktif untuk aset tak berwujud sangat jarang ditemukan.
3. Penyajian Aset Tak Berwujud
Dalam laporan keuangan, aset tak berwujud disajikan di bagian aset tidak lancar pada laporan posisi keuangan. Penyajiannya dilakukan secara terpisah dari aset tetap agar mudah diidentifikasi oleh pengguna laporan keuangan. Selain itu, perusahaan juga harus mengungkapkan informasi tambahan dalam catatan atas laporan keuangan, seperti jenis aset tak berwujud, masa manfaat, metode amortisasi yang digunakan, serta nilai tercatatnya pada awal dan akhir periode. Dengan penyajian yang jelas, laporan keuangan menjadi lebih informatif dan dapat membantu pihak yang berkepentingan dalam menilai posisi keuangan perusahaan.
In reply to First post

Re: Diskusi

by Nadiya Adila -
Nama: Nadiya Adila
Npm: 2413031079

Aset tak berwujud diakui jika dapat diidentifikasi, dikuasai perusahaan, dan memberikan manfaat ekonomi masa depan, dicatat sebagai biaya perolehan pada awalnya, lalu diamortisasi jika memiliki masa manfaat terbatas (sebaliknya tidak diamortisasi jika masa manfaatnya tak terbatas) sambil tetap diuji penurunan nilai jika ada indikasi kerugian nilai. Penilaian lanjutan dilakukan dengan model biaya atau model penilaian lain yang diizinkan, serta impairment jika arus kas yang diharapkan lebih rendah dari nilai tercatat. ATB disajikan di neraca sebagai aset non-lisik berwujud, terpisah dari goodwill yang juga diuji penurunan nilainya. Pengungkapan meliputi kebijakan akuntansi ATB, estimasi masa manfaat, metode amortisasi, nilai tercatat bruto dan akumulasi amortisasi (jika relevan), serta informasi impairment dan perubahan kebijakan. Di Indonesia, praktik mengikuti PSAK yang sejalan IFRS dengan penyesuaian lokal, sehingga kebijakan, estimasi masa manfaat, dan pengungkapan ATB perlu konsisten dan dijelaskan rinci dalam catatan laporan keuangan, terutama jika berkaitan dengan sektor spesifik seperti industri kelapa sawit dan pelaporan keberlanjutan.
In reply to First post

Re: Diskusi

by Salwa Trisia Anjani -
SALwa Trisia Anjani
2413031090
Kelas C

Jawab:
Pencatatan, Penilaian, dan Penyajian Aset Tak Berwujud dalam Laporan Keuangan

Aset tak berwujud merupakan aset nonfisik yang memberikan manfaat ekonomi di masa depan bagi perusahaan. Menurut PSAK 19 (Revisi 2010), aset tak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi, tidak mempunyai bentuk fisik, dan dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif. Contohnya meliputi hak paten, merek dagang, lisensi, hak cipta, perangkat lunak (software), dan goodwill.

1. Pencatatan
Aset tak berwujud diakui dalam laporan keuangan jika dua kriteria utama terpenuhi:
1. Kemungkinan besar manfaat ekonomis masa depan akan mengalir ke entitas, dan
2. Biayanya dapat diukur secara andal.

Apabila aset tak berwujud diperoleh melalui pembelian, maka dicatat sebesar biaya perolehan, termasuk harga beli dan biaya lain yang langsung dapat diatribusikan. Namun jika diperoleh secara internal, misalnya dari hasil penelitian dan pengembangan, maka hanya biaya pengembangan (development) yang boleh diakui sebagai aset, sedangkan biaya penelitian (research) harus dibebankan langsung sebagai beban pada periode terjadinya.

2. Penilaian
Setelah diakui, aset tak berwujud dapat diukur dengan dua pendekatan:
• Model biaya (cost model): aset dicatat sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi amortisasi dan penurunan nilai (impairment).
• Model revaluasi (revaluation model): aset dinilai kembali berdasarkan nilai wajar pada tanggal revaluasi, dikurangi akumulasi amortisasi dan penurunan nilai sesudah revaluasi.
Namun, model revaluasi hanya dapat digunakan jika terdapat pasar aktif untuk aset tak berwujud tersebut, yang dalam praktiknya jarang terjadi.

3. Penyajian dalam Laporan Keuangan
Dalam laporan posisi keuangan (neraca), aset tak berwujud disajikan pada bagian aset tidak lancar, setelah aset tetap. Nilainya ditampilkan sebesar nilai tercatat (carrying amount) setelah amortisasi dan penurunan nilai.
Selain itu, dalam catatan atas laporan keuangan (CALK), perusahaan wajib mengungkapkan:
• Jenis aset tak berwujud yang dimiliki,
• Metode amortisasi dan umur manfaatnya,
• Nilai tercatat awal dan akhir periode,
• Penurunan nilai yang diakui (jika ada).
In reply to First post

Re: Diskusi

by IREN AGISTA PUTRI 2413031071 -
NAMA : Iren Agista Putri
NPM : 2413031071

Pencatatan Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud diakui sebagai aset dalam laporan keuangan jika memenuhi kriteria: ada potensi manfaat ekonomi di masa depan dan biaya perolehannya dapat diukur secara andal. Pencatatan dilakukan pada saat perolehan dengan mengakui biaya perolehan yang terdiri dari harga beli dan biaya langsung untuk mempersiapkan aset agar siap digunakan. Pengeluaran yang sudah dicatat sebagai beban masa lalu tidak dapat ditambahkan ke nilai aset tak berwujud di masa depan.​

Penilaian Aset Tak Berwujud
Penilaian aset tak berwujud pada awalnya menggunakan biaya perolehan. Jika biaya perolehan sulit ditentukan, dapat digunakan nilai wajar saat perolehan. Biaya perolehan meliputi harga beli ditambah bea masuk dan pajak tidak dapat dikembalikan, setelah dikurangi diskon dan rabat, serta biaya langsung lain yang diperlukan untuk mempersiapkan aset. Penilaian selanjutnya dapat menggunakan model biaya dikurangi akumulasi amortisasi dan penurunan nilai, atau model revaluasi sesuai ketentuan.​

Penyajian dalam Laporan Keuangan
Aset tak berwujud disajikan dalam laporan posisi keuangan sebagai bagian dari aset tidak lancar. Dalam laporan laba rugi komprehensif, beban amortisasi dan kerugian penurunan nilai aset tak berwujud yang berhubungan dengan operasi disajikan secara terpisah. Pengungkapan informasi mencakup masa manfaat (terbatas atau tidak terbatas), metode amortisasi, nilai tercatat bruto dan akumulasi amortisasi, perubahan nilai, serta rincian lain seperti biaya riset dan pengembangan yang diakui sebagai biaya selama periode. Aset tak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas harus diungkapkan alasan masa manfaatnya.​
In reply to First post

Re: Diskusi

by Niabi Rahma Wati -
Nama: Niabi Rahma Wati
NPM: 2413031078

Pencatatan
Aset tak berwujud, seperti merek dagang, hak paten, atau software, hanya bisa di catat di neraca jika memenuhi syarat. Syarat utamanya yaitu aset ini harus dapat diidentifikasi dengan jelas, contohnya dapat dijual atau memiliki hak hukum dan perusahaan harus bisa mengukur biaya perolehannya secara akurat. Yang harus diingat bahwa biaya untuk menciptakan aset secara internal seperti biaya riset dan pengembangan merek baru biasanya tidak boleh dijadikan aset, melainkan langsung dibebankan sebagai pengeluaran. Pengecualiannya adalah jika proyek pengembangan seperti pembuatan software sudah sangat pasti akan berhasil mendatangkan keuntungan.

Penilaian
Setelah dicatat, terdapat dua cara untuk menilai aset tak berwujud. Cara yang pertama dan paling umum yaitu model biaya. Model biaya ini, nilai aset dineraca adalah harga beli awal yang dikurangi akumulasi amortisasi atau penyusutan aset tak berwujud. Cara yang kedua adalah model revaluasi, di mana aset dapat dinilai berdasarkan harga pasarnya saat ini. Namun, cara ini jarang digunakan karena sangat sulit menemukan pasar aktif untuk hal-hal seperti hak paten dan juga merek dagang.

Penyajian
Di dalam neraca, aset tak berwujud disajikan pada kelompok aset tidak lancar. Nilai yang ditampilkan adalah nilai bukunya, yaitu nilai setelah dikurangi amortisasi. Setiap tahun, beban amortisasi akan muncul di laporan laba rugi yang mengurangi laba perusahaan, karena aset ini tidak berwujud maka keterangan detailnya wajib dilaporkan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Keterangan ini meliputi jenis aset, metode amortisasi, dan pergerakan nilainya selama tahun berjalan, sehingga memberikan kejelasan kepada pembaca laporan tentang apa saja yang dimiliki oleh perusahaan.
In reply to First post

Re: Diskusi

by Niabi Rahma Wati -
Nama: Niabi Rahma Wati
NPM: 2413031078

Pencatatan
Aset tak berwujud, seperti merek dagang, hak paten, atau software, hanya bisa di catat di neraca jika memenuhi syarat. Syarat utamanya yaitu aset ini harus dapat diidentifikasi dengan jelas, contohnya dapat dijual atau memiliki hak hukum dan perusahaan harus bisa mengukur biaya perolehannya secara akurat. Yang harus diingat bahwa biaya untuk menciptakan aset secara internal seperti biaya riset dan pengembangan merek baru biasanya tidak boleh dijadikan aset, melainkan langsung dibebankan sebagai pengeluaran. Pengecualiannya adalah jika proyek pengembangan seperti pembuatan software sudah sangat pasti akan berhasil mendatangkan keuntungan.

Penilaian
Setelah dicatat, terdapat dua cara untuk menilai aset tak berwujud. Cara yang pertama dan paling umum yaitu model biaya. Model biaya ini, nilai aset dineraca adalah harga beli awal yang dikurangi akumulasi amortisasi atau penyusutan aset tak berwujud. Cara yang kedua adalah model revaluasi, di mana aset dapat dinilai berdasarkan harga pasarnya saat ini. Namun, cara ini jarang digunakan karena sangat sulit menemukan pasar aktif untuk hal-hal seperti hak paten dan juga merek dagang.

Penyajian
Di dalam neraca, aset tak berwujud disajikan pada kelompok aset tidak lancar. Nilai yang ditampilkan adalah nilai bukunya, yaitu nilai setelah dikurangi amortisasi. Setiap tahun, beban amortisasi akan muncul di laporan laba rugi yang mengurangi laba perusahaan, karena aset ini tidak berwujud maka keterangan detailnya wajib dilaporkan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Keterangan ini meliputi jenis aset, metode amortisasi, dan pergerakan nilainya selama tahun berjalan, sehingga memberikan kejelasan kepada pembaca laporan tentang apa saja yang dimiliki oleh perusahaan.
In reply to First post

Re: Diskusi

by Rizky Abelia Putri -
Nama: Rizky Abelia P
Npm: 2413031098
Kelas: 24c

Pencatatan assets tak berwujud:
Pencatatan aset tak berwujud dilakukan jika aset tersebut memenuhi kriteria pengakuan, yaitu dapat diidentifikasi, dikendalikan oleh perusahaan, memberikan manfaat ekonomi di masa depan, dan biaya perolehannya dapat diukur dengan andal. Aset tak berwujud disajikan di neraca pada bagian aset tidak lancar. Dalam catatan atas laporan keuangan, perusahaan wajib mengungkapkan informasi seperti nilai awal, akumulasi amortisasi, metode amortisasi, masa manfaat, dan jika ada, hasil revaluasi. Jika ada aset tak berwujud yang tidak bisa diukur nilainya secara andal, biasanya tidak dicatat di neraca, tapi bisa diungkapkan dalam catatan . Banyak aset tak berwujud yang tidak tercatat di laporan keuangan karena sulit diukur atau tidak memenuhi kriteria pengakuan, sehingga nilai perusahaan di laporan keuangan bisa lebih rendah dari nilai sebenarnya. Oleh karena itu, standar akuntansi terus dikembangkan agar pelaporan aset tak berwujud lebih relevan dan transparan
In reply to First post

Re: Diskusi

by Ni Made Dwi Agustini -
Nama : Ni Made Dwi Agustini
NPM : 2413031086

Kalau kita membahas tentang pencatatan, penilaian, dan penyajian aset tak berwujud, sebenarnya intinya terletak pada bagaimana perusahaan mengakui sesuatu yang tidak memiliki bentuk fisik, tetapi punya nilai ekonomi yang jelas. Dalam pencatatannya, aset tak berwujud baru bisa diakui kalau memenuhi beberapa syarat penting: bisa diidentifikasi dengan jelas, dikendalikan oleh perusahaan, serta memberikan manfaat ekonomi di masa depan. Jadi, yang dicatat bukan sekadar hal-hal abstrak seperti nama baik perusahaan, tapi sesuatu yang benar-benar punya dasar nilai, misalnya hak paten, lisensi, atau perangkat lunak yang digunakan untuk mendukung kegiatan usaha.

Untuk penilaiannya, aset tak berwujud pada awalnya diukur berdasarkan biaya perolehan, yaitu semua pengeluaran yang dikeluarkan sampai aset itu siap digunakan. Kalau asetnya dibeli, maka nilainya sesuai harga beli ditambah biaya terkait. Namun kalau dikembangkan sendiri, misalnya membuat aplikasi atau sistem internal, maka hanya biaya pengembangan setelah tahap penelitian yang bisa diakui, karena di tahap itu hasilnya sudah bisa dipastikan memberi manfaat ekonomi. Setelah diakui, nilai aset ini akan diamortisasi sesuai umur manfaatnya, kecuali kalau aset tersebut tidak memiliki batas waktu manfaat, seperti goodwill. Dalam kasus seperti itu, tidak dilakukan amortisasi, tetapi dilakukan uji penurunan nilai secara berkala untuk memastikan nilainya masih wajar.

Sedangkan dalam penyajiannya di laporan keuangan, aset tak berwujud ditampilkan pada bagian aset tidak lancar. Biasanya disajikan setelah aset tetap, dengan keterangan yang cukup rinci. Perusahaan juga wajib mencantumkan penjelasan di catatan atas laporan keuangan, misalnya tentang jenis aset, umur manfaatnya, metode amortisasi yang dipakai, dan apakah ada penurunan nilai. Tujuannya agar pembaca laporan keuangan bisa memahami seberapa besar kontribusi aset tak berwujud terhadap posisi keuangan dan kinerja perusahaan.
In reply to First post

Re: Diskusi

by Della Puspita -
Nama : Della Puspita
NPM :2453831007

Aset tak berwujud seperti paten atau merek dagang diakui sebagai aset jika ada kepastian akan memberikan manfaat ekonomi di masa depan dan biayanya bisa diukur. Awalnya, aset dicatat sebesar biaya perolehannya. Jika aset dibuat sendiri oleh perusahaan (internal), hanya biaya pada tahap pengembangan yang boleh dijadikan aset, sedangkan biaya penelitian harus langsung dibebankan. Setelah diakui, aset ini dinilai menggunakan Model Biaya (biaya dikurangi akumulasi amortisasi) atau Model Revaluasi. Aset yang memiliki batas waktu penggunaan (masa manfaat terbatas) wajib diamortisasi (disusutkan) setiap tahun, dan seluruh aset tak berwujud harus rutin diuji penurunan nilainya. Terakhir, aset tak berwujud disajikan di neraca dalam kategori Aset Tidak Lancar, dan detail mengenai cara penilaian, masa manfaat, serta perhitungan amortisasinya wajib dijelaskan secara rinci dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.
In reply to First post

Re: Diskusi

by Nuraini Naibaho 2413031076 -

Nama  : Nuraini Naibaho

Npm    : 2413031076

Kelas   : 24 C

1. Aset tak berwujud merupakan aset yang tidak memiliki bentuk fisik, tetapi tetap memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan, misalnya hak paten, hak cipta, merek dagang, atau perangkat lunak. Berdasarkan PSAK No. 19, aset tak berwujud diakui ketika dapat diidentifikasi secara jelas, mampu memberikan manfaat ekonomi di masa mendatang, dan nilai perolehannya dapat diukur secara andal. Jika diperoleh melalui pembelian, aset dicatat sebesar harga perolehan yang sudah termasuk biaya-biaya tambahan seperti biaya hukum dan administrasi. Namun, bila dikembangkan secara internal, hanya biaya pengembangan yang boleh diakui sebagai aset, sedangkan biaya penelitian tidak dapat diakui.

2. Setelah diakui, penilaian aset tak berwujud dilakukan berdasarkan biaya perolehan yang dikurangi dengan amortisasi dan penurunan nilai. Aset yang memiliki umur manfaat terbatas akan diamortisasi selama masa manfaatnya, sementara aset yang umur manfaatnya tidak terbatas seperti goodwill tidak diamortisasi, melainkan diuji penurunan nilainya secara berkala untuk memastikan nilainya tetap wajar.

3. Dalam laporan keuangan, aset tak berwujud ditampilkan pada bagian aset tidak lancar di neraca. Perusahaan juga diwajibkan mengungkapkan informasi tambahan di catatan atas laporan keuangan, seperti jenis aset, metode amortisasi, masa manfaat, serta nilai tercatatnya. Dengan pencatatan dan penyajian yang sesuai, informasi mengenai aset tak berwujud dapat memberikan gambaran yang lebih akurat tentang nilai ekonomi perusahaan secara keseluruhan

In reply to First post

Re: Diskusi

by Siti haryanti 2413031094 -
Nma : Siti Haryanti
Npm : 2413021094


Aset tak berwujud merupakan aset nonfisik yang dimiliki perusahaan dan memberikan manfaat ekonomi di masa depan, seperti hak paten, merek dagang, perangkat lunak, lisensi, dan goodwill. Dalam pencatatannya, standar akuntansi (PSAK 19/IAS 38) mensyaratkan bahwa suatu aset hanya dapat diakui jika dapat diidentifikasi dengan jelas, perusahaan memiliki kendali atas manfaat ekonominya, serta nilai manfaat tersebut dapat diukur secara andal. Dengan kata lain, tidak semua aset yang bersifat “intangible” boleh langsung dicatat, terutama yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan bisnis—misalnya reputasi perusahaan—yang tidak dapat diukur secara objektif.

Pada tahap pengakuan awal, aset tak berwujud dicatat sebesar biaya perolehannya. Jika diperoleh secara pembelian, maka biaya tersebut mencakup harga beli serta biaya langsung lainnya. Namun, jika diperoleh melalui pengembangan internal, hanya biaya yang memenuhi kriteria tertentu—misalnya keberhasilan teknis dan kemungkinan menghasilkan manfaat ekonomi—yang boleh dikapitalisasi. Proyek riset murni tidak dapat diakui sebagai aset, tetapi harus dibebankan sebagai biaya.

Penilaian setelah pengakuan dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, menggunakan model biaya, yaitu mencatat aset berdasarkan biaya perolehan dikurangi akumulasi amortisasi dan penurunan nilai. Kedua, menggunakan model revaluasian, yaitu penilaian ulang aset berdasarkan nilai wajar, tetapi model ini hanya dapat diterapkan jika terdapat pasar aktif untuk aset tersebut, yang dalam praktiknya jarang terjadi untuk aset tak berwujud.

Dalam penyajian di laporan keuangan, aset tak berwujud ditampilkan sebagai bagian dari aset tidak lancar. Amortisasi dilakukan sepanjang umur manfaatnya, kecuali aset yang memiliki umur manfaat tidak terbatas—seperti merek terkenal—yang tidak diamortisasi tetapi harus diuji penurunan nilainya secara rutin. Pengungkapan tambahan dalam catatan atas laporan keuangan diperlukan agar pengguna laporan memahami sifat, umur manfaat, metode amortisasi, dan asumsi penilaian aset tersebut.

Melalui pencatatan yang tepat dan pengungkapan yang memadai, perusahaan dapat memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai nilai ekonomis dari aset tak berwujud yang mereka miliki. Jika ada pandangan berbeda dari rekan-rekan, terutama tentang aset hasil pengembangan internal atau kebijakan amortisasi, sangat menarik untuk kita diskusikan lebih lanjut.
In reply to First post

Re: Diskusi

by Rulla Alifah -
Nama : Rulla Alifah
NPM : 2413031093

Pencatatan aset tak berwujud dilakukan apabila aset tersebut dapat diidentifikasi secara jelas, berada di bawah kendali perusahaan, mampu memberikan manfaat ekonomi di masa mendatang, dan nilai perolehannya dapat diukur dengan andal. Biaya riset tidak boleh dikapitalisasi sehingga harus langsung dibebankan sebagai beban, sedangkan biaya pengembangan dapat dicatat sebagai aset jika memenuhi persyaratan tertentu. Goodwill hanya dapat diakui apabila timbul dari transaksi akuisisi.

Penilaian aset tak berwujud pada tahap awal dilakukan berdasarkan biaya perolehan, biaya pengembangan yang layak dikapitalisasi, atau nilai wajar jika diperoleh melalui kombinasi bisnis. Setelah itu, aset dinilai menggunakan model biaya yaitu biaya dikurangi amortisasi dan kerugian penurunan nilai atau model revaluasi jika nilai wajarnya dapat ditentukan secara andal. Aset dengan umur manfaat terbatas akan diamortisasi selama masa manfaatnya, sementara aset berumur manfaat tidak terbatas tidak diamortisasi namun wajib diuji penurunan nilainya secara rutin.

Penyajian aset tak berwujud ditampilkan dalam kelompok aset tidak lancar pada laporan posisi keuangan, lengkap dengan informasi mengenai nilai tercatat, akumulasi amortisasi, dan penurunan nilai. Rincian lebih lanjut, seperti metode pengukuran, kebijakan amortisasi, estimasi umur manfaat, dan jenis aset yang dimiliki perusahaan, dijelaskan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap kepada pengguna laporan.
In reply to First post

Re: Diskusi

by Rency Husna Adinda -
Nama : Rency Husna A
Npm : 2413031082

Aset tak berwujud diakui dengan mencatat seluruh biaya yang dikeluarkan mulai dari proses perolehan hingga aset tersebut benar-benar siap dipakai dalam kegiatan perusahaan. Pengukurannya dimulai pada biaya perolehan tersebut, kemudian dialokasikan secara bertahap melalui amortisasi sesuai dengan umur manfaat yang diperkirakan. Untuk jenis aset yang masa manfaatnya tidak memiliki batas yang jelas, amortisasi tidak diterapkan, namun perusahaan tetap wajib melakukan penilaian kembali untuk melihat apakah ada indikasi penurunan nilai. Dalam laporan keuangan, aset tak berwujud ditampilkan pada bagian aset tidak lancar dengan nilai dicatat yang berasal dari biaya perolehan setelah dikurangi amortisasi dan penurunan nilai bila terjadi.
In reply to First post

Re: Diskusi

by Esa Azalia Zahra -
Nama : Esa Azalia Zahra
NPM : 2413031084
Kelas 24 C

Pencatatan, evaluasi, dan penyajian aset tidak berwujud di dalam laporan keuangan diatur oleh PSAK 19 (Revisi 2010). Proses dimulai dengan pengakuan, ketika aset tidak berwujud diterima jika memenuhi definisi aset dan kriteria pengakuan, yaitu ada kemungkinan besar manfaat ekonomi di masa depan akan masuk ke entitas, dan biaya perolehan aset bisa diukur dengan tepat. Penting untuk dicatat bahwa biaya pengembangan internal, seperti penelitian, umumnya langsung dibebankan, kecuali jika telah mencapai tahap pengembangan yang memenuhi kriteria pengakuan yang ketat. Selanjutnya, penilaian awal untuk aset tidak berwujud selalu dilakukan berdasarkan biaya perolehan. Untuk penilaian setelah pengakuan, entitas memiliki dua opsi, yaitu Model Biaya (biaya perolehan dikurangi amortisasi dan kerugian nilai) atau Model Revaluasi (nilai wajar pada saat revaluasi dikurangi amortisasi dan kerugian nilai). Terakhir, penyajian aset tidak berwujud dalam laporan posisi keuangan dicatat sebagai aset jangka panjang, dan perusahaan diwajibkan untuk mengungkapkan metode amortisasi yang digunakan, durasi manfaat, serta rincian saldo awal dan akhir aset dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. Masa manfaat dari aset tidak berwujud dapat bersifat terbatas sehingga perlu diamortisasi, atau tidak terbatas, sehingga harus menjalani pengujian penurunan nilai setiap tahun.
In reply to First post

Re: Diskusi

by Sofia Dilara -
Nama: Sofia Dilara
NPM: 2413031091
Kelas: 2024 C

Pencatatan aset tak berwujud dilakukan saat perusahaan yakin aset itu benar-benar bakal ngasih manfaat di masa depan dan nilainya bisa diukur dengan jelas. Contohnya software yang dibeli atau hak lisensi tertentu. Kalau asetnya berupa sesuatu yang dikembangkan sendiri, misalnya nama brand yang masih dibangun, biasanya tidak langsung dicatat karena nilai pastinya sulit ditentukan.

Dalam penilaian, aset tak berwujud dicatat berdasarkan biaya perolehannya. Jika memiliki masa manfaat tertentu, perusahaan akan melakukan amortisasi sedikit demi sedikit selama periode itu. Tetapi kalau masa manfaatnya tidak bisa dipastikan, asetnya tidak diamortisasi, melainkan dicek secara berkala apakah nilainya turun atau tetap.

Saat disajikan di laporan keuangan, aset tak berwujud ditaruh di bagian aset tidak lancar. Biasanya disertai keterangan tambahan seperti jenis aset, masa manfaat, metode amortisasi, dan apakah ada penurunan nilai. Penjelasan ini penting supaya pembaca laporan keuangan paham asal-usul nilainya dan dampaknya bagi perusahaan.