Forum Analisis Jurnal
Npm : 2415011046
Kelas : B
HUBUNGAN ANTARA HUKUM DAN ETIKA DALAM POLITIK HUKUM DI INDONESIA
Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral tersebut. Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas. disiplin etik pada mulanya bersumber pada doktrin-doktrin agama, namun dalam perkembangannya, seiring dengan perkembangan masyarakat, komunitas tersebut juga mulai memikirkan dan merasa memerlukan batasan baik dan buruk atas perilaku anggotanya.
Tahap Perkembangan Etika
Sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan
- Tahap pertama, etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama.
- Kedua, etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama
- Ketiga, positivasi etik
berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman
perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit.
- Keempat, etika fungsional
tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup.
- Kelima, etika
fungsional terbuka (open functional ethics) dalam
bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
Pengertian Politik Hukum
ada beberpa pengertian dari politik hukum salah satunya adalah yang dikemukakan oleh Padmo Wahjono. menurut Padmo Wahjono, Politik hukum didefinisikan sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Kemudian, Padmo mendefinisikan arti tersebut secara lebih konkrit sebagai kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu.
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni
- dimensi substansi dan wadah
- dimensi hubungan keluasan cakupannya
- dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
ketiga dimensi ini, berkaitan dengan kedudukan etika dimana etika juga berhubungan dengan hukum dalam hal bagaimana manusia mempertimbangkan untuk mematuhi peraturan dan kewajiban tetapi dipatuhinya hukum serta peraturan dan kewajiban itu bukan karena takut akan dikenai sanksi, tetapi karena kesadaran diri bahwa hukum serta peraturan dan kewajiban tersebut baik dan perlu dipenuhi oleh dirinya sendiri. Dengan demikian, perilaku menyimpang manusia harus melewati sistem etika yang berfungsi sebagai koreksi dan sebisa mungkin tidak perlu memasuki mekanisme hukum dalam penyelesaian penyimpangan perilaku manusia tersebut.
KELAS : B
NPM : 2415011054
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
A. Hubungan antara Etika dan Moral
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila. Etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. dengan pandangan hidup, serta filsafat hidup dari masyarakat tertentu. Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut. Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas. Jadi, Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur, sedangkan Etika adalah ilmu yang membahas tentang prinsip moralitas.
B. Tahap Perkembangan Etika
Ada lima tahap perkembangan etika, yaitu Tahap pertama, etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama. Kedua, etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama. dimaksud dengan benar dan baik itu sendiri. Ketiga, positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit. Keempat, etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup, dan Kelima, etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
C. Pengertian Politik Hukum
Banyak sekali para ahli yang menjelaskann tentang pengertian politik hukum, tapi disini akan dijelaskan tiga pengertian politik hukum menurut para ahli yaitu Padmo Wahjono, Teuku Muhammad Radhie, dan Soedarto.
1. Menurut Padmo Wahjono, Politik hukum didefinisikan sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Kemudian, Padmo mendefinisikan arti tersebut secara lebih konkrit sebagai kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu.
2. Teuku Mohammad Radhie berpendapat bahwa Politik hukum diartikan sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang akan dibangun.
3. Soedarto menyatakan bahwa Politik hukum adalah kebijakan negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Soedarto juga mengartikan politik hukum sebagai usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik.
D. Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya. Ketiga dimensi ini akan diringkas dari pendapat ahli hukum yaitu Jimly Asshiddiqie. Jimly Asshiddiqie, mengibaratkan hubungan antara hukum dengan etika dengan memberi catatan agama sebagai ruh/jiwa dari kedua hal tersebut dengan ilustrasi nasi bungkus, hukum sebagai bungkusnya, nasi beserta lauknya adalah etikanya, dan zat protein, vitamin , dan unsur-unsur terkandung lainnya sebagai agama yang merupakan asal-usul dari keduanya (etika dan hukum). Dimensi ketiga cakupan luasan atas hubungan etik dan hukum dimana etika lebih luas dari hukum, karena itu setiap pelanggaran hukum pasti merupakan pelanggaran etik, singkat kata pelanggaran hukum adalah pelanggaran etik. Namun tidak demikian sebaliknya, pebuatan yang dianggap melanggar etik belum tentu melanggar hukum. Jika etika diibaratkan sebagai samudera maka kapalnya adalah hukum sebagaimana ditegaskan Ketua Mahkamah Agung Earl Warren.. “Law floats in the sea of ethics”.
E. Letak Politik Hukum
Siti Soetami dengan mengadopsi pengertian politik hukum Teuku Mohammad Radhie, berpendapat bahwa secara tegas tentang dimanapolitik hukum dimuat dijumpai pada Pasal 102 UUD 1945 yang berbunyi "Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun hukum pidana militer, hukum acara pidana, susunan dan kekuasaan pengadilan, diatur dengan undang-undang dalam kitab-kitab hukum, kecuali jika pengundang-undang menganggap perlu untuk mengatur beberapa hal dan undang-undang tersendiri".
2415011056
Kelas B
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Etik berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak atau adat dan asal kata moral yang sama artinya dengan kata etik dari bahasa Latin “mos” untuk tunggal dan jamaknya “mores” yang juga berarti adat atau cara hidup. Jadi moral dan moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etik dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai atau kode.
Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan.
1. Tahap pertama, etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama.
2. Kedua, etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama.
3. Ketiga, positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku (code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit.
4. Keempat, etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup.
5. Kelima, etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
Beberapa ahli politik hukum memberikan pernyataan tentang pengertian politik/pembaharuan/pembangunan hukum, salah satunya ialah Padmo Wahjono. Beliau menyatakan Politik hukum didefinisikan sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Kemudian, Padmo mendefinisikan arti tersebut secara lebih konkrit sebagai kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Terdapat tiga ciri yang sama dalam politik hukum menurut beberapa ahli politik hukum, yakni kebijakan dasar yang memuat arah kemana hukum akan dibawa, dibuat oleh penguasa (pihak berwenang), pembuatan hukum dilakukan dengan cara memilih nilai-nilai yang berkembang di masyarakat yang disepakati bersama dan kemudian dituangkan dalam norma untuk mengkaidahi perilaku bersama, dan bersifat constituendum yang memuat hukum ideal atau cita hukum yang akan diberlakukan.
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya. Etika berfungsi sebagai pagar preventif atas perilaku baik dan buruk sebelum perilkau menjangkau ketentuan benar dan salah yang merupakan fungsi pagar perilaku bagi hukum. Dengan demikian, perilaku menyimpang manusia harus melewati sistem etika yang berfungsi sebagai koreksi dan sebisa mungkin tidak perlu memasuki mekanisme hukum dalam penyelesaian penyimpangan perilaku manusia tersebut.
Re: Forum Analisis Jurnal
NPM: 2415011123
Kelas: MKWU Pancasila B
Analisis Jurnal
Dokumen ini membahas tentang aturan hukum dan nilai-nilai baik buruk (etika) di Indonesia. Aturan hukum kita dibuat berdasarkan Pancasila, yaitu lima prinsip dasar negara kita. Tujuannya adalah untuk mencapai cita-cita bangsa yang tercantum di UUD 1945.
Dokumen ini juga menjelaskan bagaimana sejarah dan nilai-nilai moral mempengaruhi pembuatan aturan di Indonesia. Etika seperti kompas yang menuntun kita dalam membuat aturan yang baik dan benar.
Hubungan antara aturan hukum dan etika itu seperti dua sisi mata uang. Aturan hukum itu jelas dan tertulis, sedangkan etika lebih luas dan mencakup nilai-nilai baik buruk yang kita anut. Kadang, ada hal yang dianggap tidak baik (tidak beretika) tapi belum tentu melanggar hukum.
NPM : 2465011005
Kelas : B MKU PANCASILA
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dinilai baik atau buruk, sementara etika adalah cabang filsafat yang mengkritisi dan merefleksikan dasar filosofis perilaku tersebut. Moral mengacu pada prinsip yang diterima dalam masyarakat, sedangkan etika lebih menekankan pada pemikiran kritis tentang nilai-nilai moral. Etika berasal dari doktrin agama dan berkembang sesuai kebutuhan masyarakat untuk menentukan batasan baik dan buruk. Dalam pandangan Jimly Asshiddiqie, etika tidak hanya berbicara tentang benar atau salah, tetapi tentang mencapai kehidupan yang baik melalui pertimbangan nilai-nilai kebaikan.
Tahap Perkembangan Etika
perkembangan etika dari konsep yang awalnya bersifat abstrak, bersumber dari doktrin agama, menjadi lebih konkret seiring kebutuhan untuk mengendalikan perilaku manusia. Awalnya, etika hanya disampaikan melalui khutbah-khutbah agama, namun seiring waktu, etika diterapkan melalui teguran dan sanksi atas penyimpangan perilaku. Perkembangan etika ini melalui lima tahapan: dimulai dengan etika teologi yang berakar pada ajaran agama, dilanjutkan dengan etika ontologis yang mengubahnya menjadi kajian filsafat, kemudian berkembang menjadi sistem yang lebih praktis berupa kode etik dan pedoman perilaku. Selanjutnya, etika fungsional terbagi menjadi dua jenis: tertutup, yang dilakukan di internal komunitas atau organisasi secara terbatas, dan terbuka, di mana peradilan etik dilakukan secara lebih luas dan terbuka kepada publik.
Pengertian Politik Hukum
politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah dan bentuk hukum di suatu negara, seperti yang dijelaskan oleh para ahli seperti Padmo Wahjono, Satjipto Rahardjo, dan Mahfud MD. Mereka menekankan pentingnya politik hukum dalam memilih tujuan dan cara yang harus diambil untuk mencapai cita-cita negara, dengan mempertimbangkan perkembangan sosial dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, politik hukum juga berkaitan dengan perancangan hukum melalui Prolegnas (Program Legislasi Nasional) yang mendukung pembangunan nasional.
hubungan antara etika dan hukum, dengan etika dianggap lebih luas daripada hukum. Etika berfungsi sebagai pedoman preventif bagi perilaku manusia, sementara hukum bertindak sebagai "bungkus" yang mengatur perilaku benar dan salah. Pelanggaran hukum selalu terkait dengan pelanggaran etika, namun tidak semua pelanggaran etika melanggar hukum. Etika, dengan demikian, berfungsi sebagai koreksi awal sebelum penyimpangan perilaku memasuki ranah hukum.
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
hubungan antara etika dan hukum dapat dilihat melalui tiga dimensi: substansi dan wadah, keluasan cakupan, serta alasan untuk mematuhi atau melanggar. Dalam konteks pejabat publik, pengendalian perilaku melalui etika lebih disarankan sebelum melibatkan hukum, karena pendekatan hukum yang langsung dapat mengikis kepercayaan publik terhadap organisasi.
Letak Politik Hukum
perkembangan politik hukum di Indonesia, dimulai dengan Pasal 102 UUDS 1945 yang mengatur berbagai aspek hukum, tetapi setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem politik hukum vakum. Baru pada tahun 1973, melalui Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/73, politik hukum Indonesia digariskan kembali dalam bentuk Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang diperbarui setiap lima tahun. Sebelumnya, politik hukum diatur oleh TAP MPRS No. 2 tahun 1960 dalam Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (GBPNSB), yang bertahan selama sembilan tahun.
Kesimpulan
politik hukum di Indonesia berkembang melalui berbagai tahapan dan perubahan yang dipengaruhi oleh dinamika sosial, politik, dan kebutuhan negara. Awalnya, politik hukum diatur dalam UUDS 1945 dan mengalami kekosongan setelah Dekrit Presiden 1959. Politik hukum kemudian dihidupkan kembali melalui GBHN yang dimulai pada 1973 dan diperbarui setiap lima tahun. Hal ini mencerminkan usaha untuk menyelaraskan sistem hukum dengan tujuan pembangunan nasional dan perkembangan masyarakat, serta pentingnya perencanaan yang matang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain itu, hubungan antara hukum dan etika juga menjadi aspek yang tidak dapat dipisahkan, dengan etika yang berfungsi sebagai dasar moral dalam menjalankan hukum, dan pentingnya pendekatan yang lebih preventif untuk pengendalian perilaku di kalangan pejabat publik, agar tidak selalu mengandalkan mekanisme hukum.
NPM : 2415011043
Kelas : B - Teknik Sipil MKU Pancasila
TUGAS ANALISIS JURNAL
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Keterkaitan fundamental antara hukum dan etika dalam politik hukum Indonesia, dengan Pancasila sebagai landasan nilai utama. Di Indonesia, tujuan negara tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang meliputi perlindungan terhadap rakyat Indonesia, peningkatan kesejahteraan umum, pencerdasan bangsa, dan upaya mewujudkan perdamaian dunia yang adil. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, politik hukum dibutuhkan sebagai sarana yang dirancang, disusun, dan disepakati bersama oleh berbagai elemen bangsa. Penulis menjelaskan bahwa politik hukum merupakan kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, dan isi dari hukum yang akan diterapkan di Indonesia. Kebijakan ini diharapkan dapat mencerminkan nilai-nilai dan prinsip yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Dalam menganalisis hubungan antara hukum dan etika, Penulis membaginya menjadi tiga dimensi yaitu :
1. Dimensi substansi dan wadah
menggambarkan peran hukum sebagai wadah aturan formal dan etika sebagai nilai moral yang mendasarinya. Dalam konteks ini, etika berfungsi sebagai pedoman internal yang memperkuat penerapan hukum sehingga hukum yang dibuat tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga relevan dengan nilai-nilai sosial yang berlaku.
2. Dimensi cakupan
etika dianggap memiliki cakupan lebih luas daripada hukum. Dalam arti ini, setiap pelanggaran hukum dipastikan merupakan pelanggaran etika, karena hukum didasarkan pada nilai-nilai moral yang terkandung dalam etika. Namun, tidak semua pelanggaran etika masuk ke dalam pelanggaran hukum, karena etika mengatur aspek-aspek moral yang mungkin tidak selalu tercermin dalam aturan hukum yang formal.
3. Dimensi alasan kepatuhan
di mana hukum ditaati karena adanya ancaman sanksi atau hukuman yang mengikat, sedangkan etika ditaati berdasarkan kesadaran moral pribadi yang tumbuh secara internal dalam individu. Dimensi ketiga ini menunjukkan bahwa hukum seringkali memerlukan otoritas eksternal untuk diterapkan, sedangkan etika lebih menekankan pada pengendalian diri sebagai faktor utama kepatuhan.
Jurnal ini menggambarkan perkembangan politik hukum di Indonesia dari sudut pandang sejarah. Melalui berbagai instrumen hukum, seperti TAP MPRS No. 2 Tahun 1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional hingga Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), politik hukum mengalami perkembangan dan pembaruan yang bertujuan untuk memastikan bahwa arah kebijakan hukum selaras dengan tujuan nasional yang tercantum dalam konstitusi. Setiap kebijakan politik hukum ini dirancang agar dapat mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Dengan pembaruan berkala yang dilakukan setiap lima tahun melalui GBHN, Indonesia memiliki mekanisme untuk menyesuaikan hukum dengan situasi yang terus berkembang, baik dalam ranah domestik maupun internasional.
Dalam upaya untuk menjaga kestabilan dan keselarasan antara hukum dan etika di Indonesia, penulis menyoroti pentingnya etika dalam mengatur perilaku pejabat publik dan profesional. Pujiningsih menekankan bahwa etika memainkan peran sebagai pagar preventif yang mampu mengendalikan perilaku menyimpang sebelum mencapai ranah hukum. Dalam hal ini, etika bertindak sebagai kontrol sosial yang lebih halus, tetapi efektif, yang mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Ketika perilaku menyimpang pejabat publik hanya ditangani melalui pendekatan hukum, reputasi dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga publik dapat terkikis. Oleh karena itu, etika diharapkan dapat membentuk budaya yang kuat dalam menjaga integritas pejabat publik dan profesional sehingga lembaga-lembaga publik dapat menjalankan fungsinya dengan baik tanpa kehilangan dukungan dari masyarakat.
Penulis juga menjelaskan peran Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dalam perencanaan dan pelaksanaan politik hukum di Indonesia. BPHN yang didirikan pada tahun 1958 bertugas merumuskan perencanaan pembangunan hukum nasional, sementara Prolegnas bertindak sebagai program legislasi yang memastikan setiap undang-undang dan peraturan yang dibuat selaras dengan tujuan pembangunan nasional dan sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Seiring waktu, Prolegnas mengalami beberapa perubahan, termasuk menjadi bagian dari Program Pembangunan Nasional (Propenas) pada tahun 2000, yang mengintegrasikan pembentukan regulasi hukum dalam skema pembangunan nasional yang lebih luas. Dalam konteks ini, BPHN dan Prolegnas menjadi penggerak utama dalam memastikan bahwa regulasi hukum yang disusun tidak hanya menjawab kebutuhan hukum, tetapi juga selaras dengan visi dan misi negara yang tertuang dalam konstitusi.
Hukum yang efektif harus dapat mengadopsi nilai-nilai yang berkembang dan menyesuaikan dengan dinamika sosial, sehingga dapat diterima dan ditaati oleh masyarakat. BPHN dan Prolegnas berperan penting dalam menjaga relevansi dan keberlanjutan hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan negara. Penulis menyimpulkan bahwa hubungan antara hukum dan etika merupakan elemen fundamental dalam politik hukum di Indonesia, karena etika berperan sebagai fondasi yang memastikan bahwa hukum yang dibuat tidak hanya mengatur perilaku, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa.
Npm : 2415011034
Kelas : B-Teknik Sipil
Analisis jurnal
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut. Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas. Sebagaimana diketahui, disiplin etik pada mulanya bersumber pada doktrin-doktrin agama, namun dalam perkembangannya, seiring dengan perkembangan masyarakat, komunitas tersebut juga mulai memikirkan dan merasa memerlukan batasan baik dan buruk atas perilaku anggotanya. Ketentuan baik dan buruk ini digunakan sebagai acuan atau patokan dalam mengarahkan perilaku setiap warga. Etik berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak atau adat dan asal kata moral yang sama artinya dengan kata etik dari bahasa Latin “mos” untuk tunggal dan jamaknya “mores” yang juga berarti adat atau cara hidup.
Tahap Perkembangan Etika
Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan:
Tahap pertama, etika teologi (theogicalethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama. Tahap Kedua, etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama. TahapKetiga, positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit. Tahap Keempat, etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup, dan Tahap Kelima, etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
Pengertian Politik Hukum
Pertama, Padmo Wahjono. Politik hukum didefinisikan sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk.
Kedua, Teuku Mohammad Radhie. Politik hukum diartikan sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang akan dibangun.
Ketiga, Soedarto. Politik hukum adalah kebijakan negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa di lihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Jimly Asshiddiqie, mengibaratkan hubungan antara hukum dengan etika dengan memberi catatan agama sebagai ruh/jiwa dari kedua hal tersebut dengan ilustrasi nasi bungkus, hukum sebagai bungkusnya, nasi beserta lauknya adalah etikanya, dan zat protein, vitamin , dan unsur-unsur terkandung lainnya sebagai agama yang merupakan asal-usul dari keduanya (etika dan hukum). Dimensi ketiga cakupan luasan atas hubungan etik dan hukum dimana etika lebih luas dari hukum, karena itu setiap pelanggaran hukum pasti merupakan pelanggaran etik, singkat kata pelanggaran hukum adalah pelanggaran etik. Namun tidak demikian sebaliknya, pebuatan yang dianggap melanggar etik belum tentu melanggar hukum. Jika etika diibaratkan sebagai samudera maka kapalnya adalah hukum. Paulus Harsono mensitir tentang dimensi ketiga ini, terkait kedudukan etika dimana etika juga berhubungan dengan hukum dalam hal bagaimana manusia mempertimbangkan untuk mematuhi peraturan dan kewajiban;tetapi dipatuhinya hukum serta peraturan dan kewajiban itu bukan karena takut akan dikenai sanksi, tetapi karena kesadaran diri bahwa hukum serta peraturan dan kewajiban tersebut baik dan perlu dipenuhi oleh dirinya sendiri.
Letak Politik Hukum
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan sendirinya yang menyatakan kembali ke UUD 1945 UUDS 1950 menjadi tidak berlaku. Rumusan politik hukum sejak tahun tersebut vacum.Baru pada tahun 1973, MPR berhasil menghasilkan ketetapan Nomor IV/MPR/73 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang didalamnya secara resmi dan tegas digariskan politik hukum Pemerintah RI. Melalui mekanisme GBHN ini, politik hukum diperbaharui selama 5 tahun sekali.24Apabila ditelusuri, rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana.(GBPNSB) berlaku 9 (sembilan tahun) dan kemudian dirubah menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diperbarui selama 5 (lima) tahun sekali.
NPM : 2415011047
Kelas : B
Hubungan Antara Etika dan Moral
NPM : 2455011021
Kelas : B (dari kelas D)
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan Antara Etika dan Moral Moral
berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila. Etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. dengan pandangan hidup, serta filsafat hidup dari masyarakat tertentu .Moral merupakan suatu ajaran ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan pandangan moral tersebut. Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas.
Tahap Perkembangan Etika
1.etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama.
2.etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama.
3. positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit.
4.etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup.
5.etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
Pengertian Politik Hukum
politik hukum merupakan sikap untuk memilih apa-apa yang berkembang dimasyarakat, kemudian dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi kita (UUD 1945) dan kemudian dituangkan dalam produk hukum.
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
hubungan antara hukum dengan etika dengan memberi catatan agama sebagai ruh/jiwa dari kedua hal tersebut dengan ilustrasi nasi bungkus, hukum sebagai bungkusnya, nasi beserta lauknya adalah etikanya, dan zat protein, vitamin , dan unsur-unsur terkandung lainnya sebagai agama yang merupakan asal-usul dari keduanya (etika dan hukum). Dimensi ketiga cakupan luasan atas hubungan etik dan hukum dimana etika lebih luas dari hukum, karena itu setiap pelanggaran hukum pasti merupakan pelanggaran etik, singkat kata pelanggaran hukum adalah pelanggaran etik. Namun tidak demikian sebaliknya, pebuatan yang dianggap meanggar etik belum tentu melanggar hukum. Jika etika diibaratkan sebagai samudera maka kapalnya adalah hukum sebagaimana ditegaskan Ketua Mahkamah Agung Earl Warren.. “Law floats in the sea of ethics”
Letak Politik Hukum
Hukum perdata dan hukum dagang , hukum pidana sipil maupun hukum pidana militer, hukum acara pidana, susunan dan kekuasaan pengadilan, diatur dengan undang-undang dalam kitab-kitab hukum, kecuali jika pengundang-undang menganggap perlu untuk mengatur beberapa hal dan undang undang tersendiri.
PENUTUP
Politik hukum merupakan sikap untuk memilih apa-apa yang berkembang dimasyarakat, kemudian dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi kita (UUD 1945) dan kemudian dituangkan dalam produk hukum.
NPM : 2415011045
KELAS : B
ANALISIS JURNAL
Jurnal ini membahas tentang hubungan antara hukum dengan etika, dan kedudukan hukum dan etika dalam politik hukum Indonesia.
HUBUNGAN ANTARA MORAL DAN ETIKA:
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila.3 Etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. dengan pandangan hidup, serta filsafat hidup dari masyarakat tertentu .
moral dan moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etik dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai atau kode.
TAHAP PERKEMBANGAN ETIKA
1. Tahap pertama, etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama
2. Tahap kedua, etika ontologis (ontological ethics), etika yang memandang nilai-nilai moral berdasarkan keberadaan atau hakikat manusia itu sendiri.
3. Tahap ketiga, positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit
4. Tahap keempat, Keempat, etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup.
5. Tahap kelima, etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
PENGERTIAN POLITIK HUKUM
Berdasarkan pendapat 11 (sebelas) ahli hukum tersebut setidak-tidaknya terdapat tiga ciri yang sama dalam politik hukum yakni kebijakan dasar yang memuat arah kemana hukum akan dibawa, dibuat oleh penguasa (pihak berwenang), pembuatan hukum dilakukan dengan cara memilih nilai-nilai yang berkembang di masyarakat yang disepakati bersama dan kemudian dituangkan dalam norma untuk mengkaidahi perilaku bersama, dan bersifat constituendum yang memuat hukum ideal atau cita hukum yang akan diberlakukan. Melalui tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa politik hukum merupakan sikap untuk memilih apa-apa yang berkembang dimasyarakat, kemudian dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi kita (UUD 1945) dan kemudian dituangkan dalam produk hukum. Kebijakan dasar yang memuat arah harus direncanakan dengan baik. Perencanaan tersebut dilakukan oleh Badan Pembangunan Hukum Nasional (BPHN) didirikan pada 1958 atau 13 tahun setelah Indonesia merdeka. Politik hukum Indonesia dijelaskan mulai dari TAP MPRS No. 2 Tahun 1960 yang membentuk dasar perencanaan pembangunan hukum hingga terbentuknya GBHN, yang diperbarui setiap lima tahun.
HUBUNGAN HUKUM DAN ETIKA DALAM POLITIK HUKUM DI INDONESIA
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya. mengibaratkan hubungan antara hukum dengan etika dengan memberi catatan agama sebagai ruh/jiwa dari kedua hal tersebut dengan ilustrasi nasi bungkus, hukum sebagai bungkusnya, nasi beserta lauknya adalah etikanya, dan zat protein, vitamin , dan unsur-unsur terkandung lainnya sebagai agama yang merupakan asal-usul dari keduanya (etika dan hukum).
dimensi ketiga ini, terkait kedudukan etika dimana etika juga berhubungan dengan hukum dalam hal bagaimana manusia mempertimbangkan untuk mematuhi peraturan dan kewajiban;tetapi dipatuhinya hukum serta peraturan dan kewajiban itu bukan karena takut akan dikenai sanksi, tetapi karena kesadaran diri bahwa hukum serta peraturan dan kewajiban tersebut baik dan perlu dipenuhi oleh dirinya sendiri
LETAK POLITIK HUKUM
politik hukum dimuat dijumpai pada Pasal 102 UUDS 1945 yang berbunyi : Hukum perdata dan hukum dagang , hukum pidana sipil maupun hukum pidana militer, hukum acara pidana, susunan dan kekuasaan pengadilan, diatur dengan undang-undang dalam kitab-kitab hukum, kecuali jika pengundang-undang menganggap perlu untuk mengatur beberapa hal dan undang-undang tersendiri. Apabila ditelusuri, rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (GBPNSB) berlaku 9 (sembilan tahun) dan kemudian dirubah menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diperbarui selama 5 (lima) tahun sekali.
NPM : 2415011049
Kelas : B
Tugas analisis jurnal
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia (Membaca Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Sumber Etik)
Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral adalah suatu ajaran atau patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah suatu pemikiran kritis tentang ajaran dan pandangan moral tersebut. Moral dan moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etik dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai.
Tahap Perkembangan Etika
5 tahapan perkembangan etika secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan :
1. Etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama.
2. Etika ontologis (ontological ethics), merupakan tahap perkembangan dari etika agama. Berkembang menjadi 4 (empat) sub sistem berupa descriptive ethic, normative atau prescriptive ethics, applied ethics dan meta ethics.
3. Positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit.
4. Etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup.
5. Etika fungsional terbuka (open functional ethics) yaitu bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
Pengertian Politik Hukum
Dalam jurnal Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia (Membaca Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Sumber Etik) diberikan beberapa pengertian politik hukum menurut beberapa ahli. Salah satunya C.F.G. Soenaryati Hartono. Menurut C.F.G. Soenaryati Hartono , Politik Hukum dimaknai sebuah alat (tool) atau sarana atau langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dan dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat diketahui bahwa Politik Hukum adalah kebijakan untuk menetapkan peraturan untuk menciptakan keadilan dan kepastian hukum yang akan mewujudkan cita-cita bangsa.
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Paulus Harsono menyebutkan tentang dimensi ketiga ini, terkait kedudukan etika yang juga berhubungan dengan hukum dalam hal mempertimbangkan untuk mematuhi peraturan dan kewajiban. Namun, dipatuhinya hukum serta peraturan dan kewajiban itu bukan karena takut akan sanksi, tetapi karena kesadaran moral dan etika.
Letak Politik Hukum
Siti Soetami, mengadopsi pandangan Teuku Mohammad Radhie, menyatakan bahwa politik hukum secara jelas tercantum dalam Pasal 102 UUDS 1945. Rumusan politik hukum dibuat 15 tahun setelah kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 Tahun 1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (GBPNSB), yang berlaku selama 9 tahun dan kemudian diubah menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang diperbarui setiap 5 tahun. Ini menjadi kerangka kebijakan pemerintah dalam membentuk sistem hukum nasional.
NPM : 2415011050
Kelas : B
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, artinya selain Pancasila masih ada sumbersumber hukum yang lain. Sumber hukum belum tentu merupakan hukum dalam arti peraturan perundang-undangan. Hukum nasional yang bersumber dari Pancasila merupakan hasil eklektisasi dari berbagai sukmber hukum itu. Oleh sebab itu, hukum nasional Indonesia merupakan produk eklektik antar berbagai sumber hukum materiil yang ada di dalam masyarakat seperti Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum Barat, dan konvensikonvensi internasional.Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia.Sedangkan hukum negara yakni hukum yang menjadi pijakan beberapa cabang pemerintahan dan yang harus mereka patuhi dalam menjalankan kekuasaan.Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.Peran sentral terhadap cita demokrasi yang beriringan dengan cita nomokrasi adalah suatu keniscayaan. Pembangunan politik hukum melalui Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia harus sesuai dengan Pancasila dan etika politik yang dibangun oleh para elite politik adalah suatu keharusan untuk memberikan sebuah gambaran besar untuk menghadapi persoalan bangsa saat ini.
NPM:2415011120
KELAS: B MKU PANCASILA
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan Antara Etika dan Moral
Etika dan moral terkait dengan perilaku manusia yang dapat dinilai dari sisi baik-buruk, sopan-tidak sopan, atau susila-tidak susila. Etika membahas landasan filosofis dalam kaitannya dengan perilaku manusia, pandangan hidup, serta filsafat yang dianut oleh masyarakat tertentu. Moral merupakan ajaran atau petunjuk, aturan-aturan, baik tertulis maupun lisan, mengenai cara hidup dan berperilaku yang baik. Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari secara kritis dan mendalam ajaran-ajaran serta pandangan-pandangan moral tersebut. Dengan demikian, etika merupakan ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip moralitas.
Tahapan Perkembangan Etika
1. Etika teologi (theological ethics): Tahap awal etika yang berasal dari doktrin keagamaan.
2. Etika ontologis (ontological ethics): Perkembangan lanjutan dari etika berbasis agama.
3. Positivasi etik: Berupa kode etik dan pedoman perilaku yang lebih konkret.
4. Etika fungsional tertutup (closed functional ethics): Peradilan etika yang dilakukan secara internal dalam suatu komunitas/organisasi.
5. Etika fungsional terbuka (open functional ethics): Peradilan etika yang dilakukan secara terbuka.
Pengertian Politik Hukum
Politik hukum adalah sikap dalam memilih isu-isu yang berkembang di masyarakat, kemudian menentukan prioritas dan menyelaraskannya dengan konstitusi (UUD 1945), yang akhirnya dituangkan dalam bentuk produk hukum.
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hukum dan etika saling terkait dengan agama sebagai landasan dari keduanya. Hubungan ini dapat diilustrasikan seperti nasi bungkus: hukum adalah pembungkusnya, nasi dan lauk adalah etikanya, sementara protein, vitamin, dan unsur lainnya melambangkan agama sebagai sumber keduanya. Dalam hal cakupan, etika memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibanding hukum. Setiap pelanggaran hukum sudah pasti merupakan pelanggaran etika, tetapi tidak semua pelanggaran etika melanggar hukum. Etika bisa diibaratkan sebagai lautan di mana hukum adalah kapal yang mengapung di atasnya, seperti pernyataan Ketua Mahkamah Agung AS Earl Warren: “Law floats in the sea of ethics.”
Letak Politik Hukum
Hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana sipil dan militer, hukum acara pidana, serta struktur dan kewenangan pengadilan diatur dalam undang-undang dan kitab-kitab hukum, kecuali dalam kasus di mana pembentuk undang-undang menganggap perlu mengaturnya secara khusus dalam undang-undang tersendiri.
NPM : 2415011029
Kelas : B
Hubungan antara etika dan moral
moral merupakan suatu ajaran atau wejangan, patokan, dan kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah ilmu pengethuan yang membahas prinsip prinsip moralitas. Hubungan etik dan moral adalah etik dan moral menunjukkan
cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan atau praktek sekelompok manusia. Jadi
moral dan moralitas dipakai untuk perbuatan
yang sedang dinilai, sedangkan etik dipakai untuk
pengkajian sistem nilai-nilai atau kode.
pengertian politik hukum
Menurut Pahmo Wahjono, politik hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. sedangkan menurut Teuku Mohammad Radhie, Politik hukum diartikan sebagai suatu persyaratan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang akann dibangun.
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Menurut Jimly Asshiddiqie, dia mengibaratkan hubungan antara hukum dengan etika dengan memberi catatan agama sebagai ruh/jiwa dari kedua hal tersebut dengan ilustrasi nasi bungkus, hukum sebagai bungkusnya, nasi beserta lauknya adalah etikanya, dan zat protein, vitamin , dan unsur-unsur terkandung lainnya sebagai agama yang merupakan asal-usul dari keduanya (etika dan hukum). Dimensi ketiga cakupan luasan atas hubungan etik dan hukum dimana etika lebih luas dari hukum, karena itu setiap pelanggaran hukum pasti merupakan pelanggaran etik, singkat kata pelanggaran hukum adalah pelanggaran etik. Namun tidak demikian sebaliknya, pebuatan yang dianggap meanggar etik belum tentu melanggar hukum
Letak Politik Hukum
Siti Soetami dengan mengadopsi pengertian politik hukum Teuku Mohammad Radhie, berpendapat bahwa secara tegas tentang dimana politik hukum dimuat dijumpai pada Pasal 102
UUDS 1945 yang berbunyi : Hukum perdata dan hukum dagang , hukum pidana sipil maupun hukum pidana militer, hukum acara pidana, susunan dan kekuasaan pengadilan, diatur dengan undang-undang dalam kitab-kitab hukum, kecuali jika pengundang-undang menganggap
perlu untuk mengatur beberapa hal dan undang-undang tersendiri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Elemen elemen hukum diatur dengan undang undang dalam kitab kitab hukum.
NPM : 2455011007
Kelas : B MKU Pancasila
Tugas Analisis Jurnal
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
1. Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun
buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila. Etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. dengan pandangan hidup, serta filsafat hidup dari masyarakat tertentu. Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral tersebut. Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralita.
Etik berasal dari bahasa Yunani “ethos”
yang berarti watak atau adat dan asal kata moral
yang sama artinya dengan kata etik dari bahasa
Latin “mos” untuk tunggal dan jamaknya “mores” yang juga berarti adat atau cara hidup. Dari kedua perkataan tersebut, etik dan moral menunjukkan cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan atau praktek sekelompok manusia. Jadi moral dan moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etik dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai atau kode.
2. Tahap Perkembangan Etika
1. Tahap pertama, etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama
2. Tahap kedua, etika ontologis (ontological ethics), etika yang memandang nilai-nilai moral berdasarkan keberadaan atau hakikat manusia itu sendiri.
3. Tahap ketiga, positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit
4. Tahap keempat, Keempat, etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup.
5. Tahap kelima, etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
3. Pengertian Politik Hukum
- Padmo Wahjono : Politik hukum
didefinisikan sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum
yang akan dibentuk.
- Teuku Mohammad Radhie : Politik
hukum diartikan sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang akan dibangun.
- Soedarto : Politik hukum adalah kebijakan negara melalui badan-badan negara yang
berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
- Satjipto Rahardjo : Politik berkaitan dengan pemilihan tujuan diantara berbagai tujuan yang mungkin sedangkan hukum harus senantiasa melakukan penyesuaian terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakatnya, dengan demikian hukum memiliki dinamika.
- C.F.G. Soenaryati Hartono : Politik
Hukum dimaknai sebuah alat (tool) atau sarana atau langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dan dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
4. Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa
dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya. Ketiga dimensi ini saya ringkas dari pendapat beberapa ahli hukum yang memiliki perhatian khusus terhadap etik.
Jimly Asshiddiqie, mengibaratkan hubungan antara hukum dengan etika dengan memberi
catatan agama sebagai ruh/jiwa dari kedua hal
tersebut dengan ilustrasi nasi bungkus, hukum
sebagai bungkusnya, nasi beserta lauknya adalah etikanya, dan zat protein, vitamin , dan unsur-unsur terkandung lainnya sebagai agama yang merupakan asal-usul dari keduanya (etika dan hukum).
Paulus Harsono mensitir tentang dimensi
ketiga ini, terkait kedudukan etika dimana etika
juga berhubungan dengan hukum dalam hal
bagaimana manusia mempertimbangkan untuk
mematuhi peraturan dan kewajiban;tetapi dipatuhinya hukum serta peraturan dan kewajiban itu bukan karena takut akan dikenai sanksi, tetapi karena kesadaran diri bahwa hukum serta peraturan dan kewajiban tersebut baik dan perlu dipenuhi oleh dirinya sendiri.
NPM : 2415011038
Kelas : B
Pertemuan 11
Analisis Jurnal
Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral tersebut.
Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas.
Etik berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak atau adat dan asal kata moral yang sama artinya dengan kata etik dari bahasa Latin “mos” untuk tunggal dan jamaknya “mores” yang juga berarti adat atau cara hidup. Dari kedua perkataan tersebut, etik dan moral menunjukkan cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan atau praktek sekelompok manusia. Jadi moral dan moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etik dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai atau kode.Dalam pandangan Jimly Asshiddiqie, etika atau ethics merupakan suatu cabang filsafat yang memperbincangkan tentang perilaku benar (right) dan baik (good) dalam hidup manusia. Filsafat etik tidak hanya menaruh soal pada benar dan salah, tetapi lebih dari itu, mencakup persoalan baik dan buruk.
Secara umum, politik hukum adalah kebijakan dasar atau arah yang menentukan bentuk dan isi hukum yang ingin dibentuk untuk mencapai tujuan negara. Padmo Wahjono dan Teuku Mohammad Radhie menekankan bahwa politik hukum menentukan kriteria dasar dalam pengambilan keputusan hukum, sedangkan Satjipto Rahardjo melihat politik hukum sebagai pemilihan tujuan tertentu yang mencerminkan dinamika masyarakat. Selain itu, Mahfud MD mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan resmi negara mengenai pembentukan atau perubahan hukum dalam rangka mewujudkan tujuan nasional yang tertuang dalam UUD 1945.
Peran Etika dalam Politik Hukum
Etika dalam politik hukum merupakan aspek penting yang mengatur perilaku manusia dalam bernegara. Etika bersumber dari filsafat yang mendorong pemikiran kritis tentang perilaku baik dan buruk. Etika membimbing pembentukan hukum, memberikan dasar moral yang kuat, dan mengarahkan para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan dampak sosial dan moral dari peraturan yang dibuat.
Dimensi Hubungan Hukum dan Etika
Hubungan antara hukum dan etika dalam politik hukum di Indonesia dapat dilihat melalui tiga dimensi:
Dimensi Substansi dan Wadah : Dimensi ini menyoroti bahwa hukum berfungsi sebagai wadah atau bentuk formal dari nilai-nilai etika. Hukum mengikat dan memiliki sanksi yang mengatur perilaku manusia secara legal, sementara etika merupakan landasan moral yang menjadi isi dari kebijakan hukum.
Dimensi Keluasan Cakupan : Etika memiliki cakupan yang lebih luas daripada hukum. Semua pelanggaran hukum otomatis merupakan pelanggaran etika, namun tidak semua pelanggaran etika merupakan pelanggaran hukum. Contoh kasus di mana perilaku tidak etis belum tentu melanggar hukum adalah dalam etika profesional, seperti dalam dunia medis atau publik.
Dimensi Alasan Kepatuhan atau Pelanggaran : Penulis mengutip Jimly Asshiddiqie yang mengibaratkan hukum sebagai “bungkus” dan etika sebagai “isi.” Ketaatan pada hukum seharusnya bukan hanya karena takut sanksi, tetapi juga karena adanya kesadaran moral. Dalam hal ini, etika berfungsi sebagai pagar preventif yang mencegah perilaku menyimpang, sedangkan hukum berfungsi sebagai mekanisme pengendalian yang bersifat korektif jika ada pelanggaran.
Tahap Perkembangan Etika dalam Hukum Etika dalam konteks hukum berkembang melalui beberapa tahap:
Etika Teologis : Bersumber dari doktrin agama yang mengajarkan nilai baik dan buruk secara abstrak.
Etika Ontologis : Mengembangkan ajaran moral dari sudut pandang filosofis yang lebih mendalam.
Positivasi Etik : Perumusan kode etik atau pedoman perilaku yang lebih konkret untuk diterapkan dalam masyarakat.
Etika Fungsional Tertutup dan Terbuka: Melibatkan penerapan etika melalui mekanisme internal organisasi atau peradilan etik yang lebih transparan, seperti dalam pengawasan pejabat publik.
Proses Legislasi dalam Politik Hukum Indonesia
Politik hukum di Indonesia mulai tertata dengan pembentukan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) pada tahun 1958, yang berfungsi merancang perencanaan hukum nasional. Pada tahun 1973, MPR menerbitkan TAP IV/MPR/73 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang berfungsi sebagai panduan bagi kebijakan politik hukum selama lima tahun ke depan. Prolegnas (Program Legislasi Nasional) yang dikelola oleh BPHN bertujuan untuk menetapkan prioritas penyusunan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan GBHN.
Pasca Reformasi 1998, politik hukum mengalami perubahan signifikan. Kewenangan legislasi utama dialihkan ke DPR, sedangkan BPHN berperan dalam mendukung perencanaan legislasi. Prolegnas kemudian disahkan sebagai bagian dari Program Pembangunan Nasional melalui UU No. 10 Tahun 2004 dan diperbaharui dengan UU No. 12 Tahun 2011, yang mengatur tata cara pembentukan undang-undang melalui tahap perencanaan hingga penyebarluasan.
Kesimpulan
Jurnal ini menegaskan bahwa politik hukum di Indonesia harus selaras dengan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber etika nasional. Melalui tiga dimensi hubungan hukum dan etika, penulis menunjukkan bahwa hukum tidak dapat dilepaskan dari landasan etis yang mendasarinya. Etika dalam politik hukum berperan sebagai pedoman moral yang memastikan bahwa tujuan hukum tidak hanya tercapai secara formal, tetapi juga berakar pada prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat.
Npm : 2455011010
Kelas : B
HUBUNGAN ANTARA HUKUM DAN ETIKA DALAM POLITIK HUKUM DI INDONESIA
Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila. Etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral tersebut. Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas. Etik berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak atau adat dan asal kata moral yang sama artinya dengan kata etik dari bahasaLatin “mos” untuk tunggal dan jamaknya “mores” yang juga berarti adat atau cara hidup. Dari kedua perkataan tersebut, etik dan moral menunjukkan cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan atau praktek sekelompok manusia. Jadi moral dan moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etik dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai atau kode.
Tahap Perkembangan Etika
Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan:
Tahap pertama, etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama. Kedua, etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama. Ketiga, positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit. Keempat, etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup, dan Kelima, etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
Pengertian Politik Hukum
Beberapa ahli mengartikan politik/pembaharuan/pembangunan hukum sebagai berikut:
Pertama, Padmo Wahjono. Politik hukum didefinisikan sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk.
Kedua, Teuku Mohammad Radhie. Politik hukum diartikan sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang akan dibangun.
Ketiga, Soedarto. Politik hukum adalah kebijakan negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya. Jimly Asshiddiqie, mengibaratkan hubungan antara hukum dengan etika dengan memberi catatan agama sebagai ruh/jiwa dari kedua hal tersebut dengan ilustrasi nasi bungkus, hukum sebagai bungkusnya, nasi beserta lauknya adalah etikanya, dan zat protein, vitamin , dan unsur-unsur terkandung lainnya sebagai agama yang merupakan asal-usul dari keduanya (etika dan hukum).
Letak Politik Hukum
Apabila ditelusuri, rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (GBPNSB) berlaku 9 (sembilan tahun) dan kemudian dirubah menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diperbarui selama 5 (lima) tahun sekali.
Nama : M. Leondra Moorlando
NPM : 2415011040
Kelas B
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia (Membaca Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Sumber Etika)
Secara historis-sosiologis, manusia Indonesia berasal dari Mekhong-Vietnam yang karena sesuatu hal menyebar ke pulau-pulau nusantara.
Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila. Etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. dengan pandangan hidup, serta filsafat hidup dari masyarakat tertentu.
Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut. Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas. Etik berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti watak atau adat dan asal kata moral yang sama artinya dengan kata etik dari bahasa Latin mos untuk tunggal dan jamaknya mores yang juga berarti adat atau cara hidup.
Tahap Perkembangan Etika
- Tahap pertama, etika teologi yang berasal dari doktrin agama.
- Tahap kedua, etika ontologis yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama.
- Tahap ketiga, positivasi etik berupa kode etik.
- Tahap keempat, etika fungsional tertutup di mana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secar tertutup.
- Tahap kelima, etika fungsional terbuka dalam bentuk peradilan etika yang berisfat terbuka.
Pengertian Politik Hukum
Yakni kebijakan dasar yang membuat arah kemana hukum akan dibawa, dibuat oleh penguasa (pihak berwenang), pembuatan hukum dilakukan dengan cara memilih nilai-nilai yang berkembang di masyarakat yang disepakati bersama dan kemudian dituangkan ke dalam norma untuk mengkaidahi perilaku bersama, dan bersifat constituendum yang memuat hukum ideal atau cita hukum yang akan dilakukan.
Hubungan hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensiyakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
NPM : 2415011032
Kelas : B
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dinilai baik atau buruk, sementara etika adalah cabang filsafat yang mengkritisi dan merefleksikan dasar filosofis perilaku tersebut. Moral mengacu pada prinsip yang diterima dalam masyarakat, sedangkan etika lebih menekankan pada pemikiran kritis tentang nilai-nilai moral. Etika berasal dari doktrin agama dan berkembang sesuai kebutuhan masyarakat untuk menentukan batasan baik dan buruk.
Tahap Perkembangan Etika
perkembangan etika dari konsep yang awalnya bersifat abstrak, bersumber dari doktrin agama, menjadi lebih konkret seiring kebutuhan untuk mengendalikan perilaku manusia. Awalnya, etika hanya disampaikan melalui khutbah-khutbah agama, namun seiring waktu, etika diterapkan melalui teguran dan sanksi atas penyimpangan perilaku. Perkembangan etika ini melalui lima tahapan: dimulai dengan etika teologi yang berakar pada ajaran agama, dilanjutkan dengan etika ontologis yang mengubahnya menjadi kajian filsafat, kemudian berkembang menjadi sistem yang lebih praktis berupa kode etik dan pedoman perilaku. Selanjutnya, etika fungsional terbagi menjadi dua jenis: tertutup yang dilakukan di internal komunitas atau organisasi secara terbatas dan terbuka di mana peradilan etik dilakukan secara lebih luas dan terbuka kepada publik.
Pengertian Politik Hukum
politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah dan bentuk hukum di suatu negara. Politik hukum melibatkan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk mengembangkan sistem hukum nasional, yang di dalamnya mencakup implementasi hukum yang ada, pembaharuan terhadap hukum usang, penciptaan hukum baru, dan penguatan fungsi lembaga hukum. Para ahli seperti Padmo Wahjono, Teuku Mohammad Radhie, dan Soedarto melihat politik hukum sebagai upaya penyelenggara negara untuk membangun hukum yang sesuai dengan kriteria dan kebutuhan masyarakat dalam mencapai cita-cita nasional. Hukum harus selalu menyesuaikan diri dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, sehingga sifatnya dinamis dan adaptif.
Selain itu, beberapa ahli memberikan penekanan khusus dalam pendekatan mereka. Misalnya, Mochtar Kusumaatmadja memandang politik hukum sebagai bagian dari pembaharuan cara berpikir, sikap, dan nilai dalam masyarakat untuk mencapai keberhasilan dalam pembangunan hukum. Siti Soetami menekankan pentingnya hukum yang tertulis untuk menjamin kepastian hukum, sedangkan Mahfud MD dan Imam Syaukani menganggap politik hukum sebagai kebijakan dasar yang bersumber dari nilai-nilai masyarakat untuk mencapai tujuan negara. Secara keseluruhan, politik hukum adalah proses perumusan dan pembentukan hukum yang ideal, yang diarahkan pada cita hukum yang diinginkan serta didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesiahubungan antara etika dan hukum dapat dilihat melalui tiga dimensi: substansi dan wadah, keluasan cakupan, serta alasan untuk mematuhi atau melanggar. Jimly Asshiddiqie mengilustrasikan hubungan hukum, etika, dan agama dengan analogi "nasi bungkus," di mana hukum adalah bungkusnya, etika adalah nasi dan lauknya, sedangkan agama menjadi zat gizi yang menjadi ruh dari keduanya. Ia menegaskan bahwa etika mencakup wilayah yang lebih luas dari hukum, sehingga setiap pelanggaran hukum otomatis melanggar etika, tetapi tidak semua pelanggaran etika melanggar hukum. Earl Warren menegaskan hal ini dengan menyatakan, "Law floats in the sea of ethics," yang menggambarkan hukum sebagai bagian dari keseluruhan etika.
Paulus Harsono menambahkan bahwa kepatuhan pada hukum seharusnya timbul dari kesadaran pribadi, bukan hanya karena takut sanksi, sehingga etika berfungsi sebagai pagar preventif terhadap perilaku buruk sebelum sampai pada pelanggaran hukum. Dalam konteks pejabat publik, pengendalian perilaku melalui etika lebih disarankan sebelum melibatkan hukum, karena pendekatan hukum yang langsung dapat mengikis kepercayaan publik terhadap organisasi.
perkembangan politik hukum di Indonesia, dimulai dengan Pasal 102 UUDS 1945 yang mengatur berbagai aspek hukum, tetapi setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem politik hukum vakum. Baru pada tahun 1973, melalui Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/73, politik hukum Indonesia digariskan kembali dalam bentuk Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang diperbarui setiap lima tahun. Rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (GBPNSB) berlaku 9 (sembilan tahun) dan kemudian dirubah menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diperbarui selama 5 (lima) tahun sekali.
Kesimpulan
politik hukum di Indonesia berkembang melalui berbagai tahapan dan perubahan yang dipengaruhi oleh dinamika sosial, politik, dan kebutuhan negara. Awalnya, politik hukum diatur dalam UUDS 1945 dan mengalami kekosongan setelah Dekrit Presiden 1959. Politik hukum kemudian dihidupkan kembali melalui GBHN yang dimulai pada 1973 dan diperbarui setiap lima tahun. Hal ini mencerminkan usaha untuk menyelaraskan sistem hukum dengan tujuan pembangunan nasional dan perkembangan masyarakat, serta pentingnya perencanaan yang matang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain itu, hubungan antara hukum dan etika juga menjadi aspek yang tidak dapat dipisahkan, dengan etika yang berfungsi sebagai dasar moral dalam menjalankan hukum, dan pentingnya pendekatan yang lebih preventif untuk pengendalian perilaku di kalangan pejabat publik, agar tidak selalu mengandalkan mekanisme hukum.
NPM: 2415011052
KELAS: B
*HUBUNGAN ANTARA ETIKA DAN MORAL*
Etika dan moral memiliki hubungan yang erat dalam kehidupan sehari-hari, karena keduanya menunjukkan perilaku yang baik atau buruk, benar atau salah. Etika merupakan filsafat yang mempelajari prinsip-prinsip moral, nilai-nilai, dan norma-norma yang membimbing perilaku manusia. Sementara moral adalah seperangkat aturan, nilai-nilai, dan norma-norma yang telah diterapkan dan menjadi bagian dari individu atau kelompok.
*TAHAPAN PERKEMBANGAN MORAL*
Prakonvensional
Tahap ini berlangsung hingga usia 9 tahun. Pada tahap ini, anak-anak membuat keputusan moral berdasarkan imbalan dan hukuman yang terkait dengan tindakan mereka.
Konvensional
Pada tahap ini, individu memberlakukan standar tertentu, tetapi standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya orang tua atau pemerintah.
Pascakonvensional
Tahap ini dapat dicapai di masa dewasa, melampaui pandangan konvensional tentang norma sosial dan aturan yang berlaku.
Pascakonvensional
Tahap ini dapat dicapai di masa dewasa, melampaui pandangan konvensional tentang norma sosial dan aturan yang berlaku.
*PENGERTIAN POLITIK HUKUM*
Politik hukum adalah kebijakan penyelenggaraan yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk dan tentang apa yang akan dijadikan kriteria untuk menghukum sesuatu.
*Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia*
Hukum dan etika sebagai peraturan
Hukum dan etika sama-sama merupakan peraturan, tetapi memiliki perbedaan mendasar. Hukum bersifat formal dan memiliki sanksi tegas, sedangkan etika bersifat nonformal dan lebih merupakan sopan-santu, adab, atau tatakrama.
Etika sebagai sumber hukum
Etika merupakan ladang tempat hukum ditemukan.
Hukum sebagai pengejawantahan etika
Hukum merupakan pengejawantahan etika yang telah diberi sanksi dan diformalkan.
Etika politik sebagai kontrol penyalahgunaan kekuasaan
Etika politik berfungsi sebagai kontrol agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Etika Pancasila sebagai dasar pengambilan keputusan
Etika Pancasila adalah suatu proses pengambilan keputusan dan kebijakan lainnya yang harus dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.
NPM : 2415011055
Kelas : B
Matkul : MKU PANCASILA TEKNIK SIPIL
Tugas menganalisis jurnal
Tahap Perkembangan Etika:
Etika berkembang melalui lima tahap historis:
1. Etika Teologi (Theological Ethics): Etika yang bersumber dari doktrin agama,
bersifat abstrak dan mengandalkan keyakinan.
2. Etika Ontologis (Ontological Ethics): Etika yang berkembang dari ajaran agama
menjadi objek filsafat, termasuk dalam sub-sistem seperti descriptive ethics, normative
ethics, applied ethics, dan meta-ethics.
3. Positivasi Etik: Munculnya kode etik dan pedoman perilaku yang lebih konkret
dalam mengarahkan tindakan.
4. Etika Fungsional Tertutup (Close Functional Ethics): Peradilan etika dilakukan
secara internal dalam organisasi atau komunitas.
5. Etika Fungsional Terbuka (Open Functional Ethics): Peradilan etika bersifat
terbuka dan lebih transparan.
Pengertian Politik Hukum:
Beberapa ahli mengartikan politik hukum dengan berbagai sudut pandang:
1. Padmo Wahjono: Politik hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, dan isi hukum yang akan dibentuk.
2. Teuku Mohammad Radhie: Politik hukum adalah pernyataan kehendak penguasa negara tentang hukum yang berlaku dan arah perkembangan hukum.
3. Soedarto: Politik hukum adalah kebijakan negara untuk menetapkan peraturan yang sesuai dengan situasi masyarakat.
4. Satjipto Rahardjo: Politik hukum berhubungan dengan pemilihan tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat melalui hukum, yang dinamis dan harus selalu disesuaikan.
5. C.F.G. Sunaryati Hartono: Politik hukum sebagai alat untuk menciptakan sistem hukum nasional yang sesuai dengan cita-cita bangsa.
6. Abdul Hakim Garuda Nusantara: Politik hukum nasional adalah kebijakan hukum yang diterapkan secara konsisten dan melibatkan pembangunan hukum serta peningkatan kesadaran masyarakat.
Kesimpulan tentang Politik Hukum:
Secara umum, politik hukum memiliki tiga ciri utama:
1. Menentukan arah kebijakan hukum yang jelas.
2. Dibuat oleh penguasa atau pihak berwenang.
3. Menggunakan nilai-nilai masyarakat yang disepakati untuk dituangkan dalam norma hukum.
Pendapat Mochtar Kusumaatmaja menekankan pentingnya pembaharuan cara berpikir dan sikap masyarakat dalam pembangunan hukum, sementara Siti Soetami lebih menekankan pentingnya hukum tertulis untuk menjamin kepastian hukum.
Proses Pembentukan Hukum di Indonesia:
1. Prolegnas (Program Legislasi Nasional) dimulai pada tahun 1970, yang bertujuan untuk merencanakan dan mengoordinasi pembangunan hukum.
2, Pada 1999, setelah amandemen UUD 1945, pembentukan UU berpindah ke DPR melalui Badan Legislasi (Baleg), dan kegiatan Prolegnas menjadi bagian dari Propenas (Program Pembangunan Nasional) yang lebih luas.
3. BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) memainkan peran penting dalam perencanaan pembangunan hukum nasional, dengan wewenang yang lebih kuat setelah diterbitkannya Keputusan Presiden No. 32/1988 dan diatur lebih lanjut dalam UU No. 10/2004 yang kemudian diubah dengan UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2415011051
Hubungan antara etika dan hukum dapat dianalisis melalui tiga dimensi utama: dimensi substansi dan wadah, dimensi cakupan luasnya, serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggar keduanya. Ketiga dimensi ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai interaksi antara norma-norma sosial yang lebih mendalam (etika) dan aturan yang lebih formal dan terstruktur (hukum).
1. Dimensi Substansi dan Wadah
Dimensi ini mengibaratkan etika sebagai substansi yang memberi nilai moral, sedangkan hukum berfungsi sebagai wadah atau bentuk yang mengatur pelaksanaan nilai-nilai tersebut. Jimly Asshiddiqie menggunakan ilustrasi untuk menggambarkan hubungan ini dengan membandingkan agama sebagai jiwa atau ruh dari etika dan hukum. Dalam hal ini, agama memberikan dasar moral atau spiritual bagi keduanya. Etika diibaratkan sebagai nasi dengan lauknya, yang memberi substansi, sementara hukum adalah bungkusnya, yang mengemas substansi dalam aturan yang jelas dan dapat diterapkan. Agama, sebagai unsur yang lebih fundamental, memberi kedalaman dan arah bagi etika dan hukum.
2. Dimensi Cakupan Luasnya
Dimensi kedua ini menggambarkan bahwa cakupan etika lebih luas daripada hukum. Etika mencakup seluruh dimensi moral kehidupan manusia, sementara hukum terbatas pada aturan-aturan yang dapat dipaksakan secara formal. Dengan demikian, setiap pelanggaran hukum bisa dianggap sebagai pelanggaran etika, namun tidak semua pelanggaran etika berimplikasi pada pelanggaran hukum. Sebagai contoh, sebuah tindakan yang dianggap tidak bermoral dalam masyarakat, seperti berbohong atau bersikap tidak jujur, mungkin tidak melanggar hukum, meskipun jelas melanggar norma etik. Di sisi lain, tindakan kriminal, seperti pencurian atau penipuan, tidak hanya melanggar norma etika tetapi juga aturan hukum yang ada.
3. Dimensi Alasan Mematuhi atau Melanggar
Dimensi ketiga ini membahas alasan mengapa individu mematuhi atau melanggar norma hukum dan etika. Menurut Paulus Harsono, pematuhan terhadap hukum dan etika tidak selalu berakar pada rasa takut akan sanksi atau hukuman, tetapi lebih pada kesadaran internal bahwa hukum dan aturan tersebut baik dan perlu dipatuhi. Etika berfungsi sebagai pagar preventif yang menjaga perilaku manusia sebelum terjerumus ke dalam tindakan yang melanggar hukum. Dalam hal ini, etika bertindak sebagai pencegah yang lebih mendalam, yang berfungsi untuk menjaga perilaku agar tetap berada dalam koridor yang benar, bahkan sebelum hukum harus turun tangan.
Harsono juga menambahkan bahwa perilaku menyimpang yang akhirnya menuntut intervensi hukum seharusnya sudah terlebih dahulu dikoreksi oleh sistem etika. Dalam idealnya, etika berperan untuk memastikan perilaku individu tetap terjaga dan tidak sampai melanggar hukum. Dengan demikian, etika tidak hanya berfungsi untuk memberi batasan moral, tetapi juga sebagai langkah preventif yang mencegah perilaku menyimpang sebelum sampai pada titik hukum harus berperan.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, hubungan antara etika dan hukum adalah hubungan yang sangat erat namun berbeda dalam fungsinya. Etika lebih luas dan mendalam, berfungsi sebagai pedoman moral yang membentuk karakter dan perilaku manusia, sedangkan hukum lebih terstruktur dan berfungsi untuk mengatur perilaku dalam kerangka yang lebih formal dan bisa dipaksakan. Dengan pemahaman ini, penting bagi individu dan masyarakat untuk mengembangkan keduanya—memahami etika sebagai dasar moral untuk hidup yang lebih baik dan hukum sebagai sarana untuk menegakkan keadilan dalam masyarakat.
2455011020
*Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan Antara Etika dan Moral
Etik berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak atau adat dan asal kata moral yang sama artinya dengan kata etik dari bahasa Latin “mos” untuk tunggal dan jamaknya “mores” yang juga berarti adat atau cara hidup
*Pengertian Politik Hukum
Menurut Soedarto, politik hukum adalah ke bijakan negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
*Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya. Ketiga dimensi ini diringkas dari pendapat beberapa ahli hukum yang memiliki perhatian khusus terhadap etik
NPM : 2415011031
Kelas: B
*Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia*
*Hubungan Antara Etika dan Moral*
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila.3 Etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. dengan pandangan hidup, serta filsafat hidup dari masyarakat tertentu
*Tahap Perkembangan Etika*
Sebagaimana telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya, etika berasal dari doktrin agama yang bersandar pada keyakinan dan karenanya bersifat abstrak. Namun kebutuhan akan pengendalian dan pengarahan perilaku manusia membutuhkan perubahan pemberlakuan etika dari yang semula hanya bersifat himbauan melalui khutbah-khutbah menjadi konkrit atau nyata melalui teguran, peringatan yang berujung dengan penerapan sanksi atas penyimpangan perilaku tersebut. Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan.
•Tahap pertama, etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama.
•Kedua, etika ontologis (ontological ethics)
yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama. Etika dikembangkan dari doktrin abstrak menjadi hasil pemikiran spekulasi dan dijadikan salah satu objek kajian filsafat. Sebagai salah satu kajian filsafat, sistem filsafat etik berkembang menjadi 4 (empat) sub sistem berupa descriptive ethics yakni etika yang berkenaan dengan perilaku benar dan baik sebagaimana dipikirkan orang, normative atau prescriptive ethics yakni etika yang berkenaan dengan perilaku yang dinilai sudah seharusnya dilakukan, applied ethics yakni etika
yang berkenaan dengan pengetahuan tentang moral dan bagaimana pengetahuan itu diwujudkan dalam praktik, dan meta ethics yakni membahas mengenai apa yang dimaksud dengan benar dan baik itu sendiri.
• Ketiga, positivasi etik
berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit.
•Keempat, etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup, dan •Kelima, etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
*Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia*
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk
mematuhi atau melanggarnya.
npm : 2415011114
kelas : b
analisis jurnal
Dokumen ini membahas hubungan antara hukum dan etika dalam sistem hukum dan politik Indonesia, terutama dalam konteks nilai-nilai Pancasila. Intinya, politik hukum di Indonesia—yaitu kebijakan dasar yang membentuk arah perkembangan hukum—bertujuan untuk mencapai tujuan nasional bersama yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945. Dokumen ini juga melihat sejarah pembentukan hukum di Indonesia dan bagaimana etika mempengaruhi proses ini, di mana etika terapan berperan sebagai panduan dalam membuat aturan yang mempertimbangkan prinsip-prinsip moral dalam masyarakat.
Penulis menjelaskan bagaimana hukum dan etika saling berhubungan melalui tiga aspek: isi, cakupan, dan motivasi manusia untuk patuh atau melanggar aturan. Etika dianggap lebih luas daripada hukum, sehingga tidak semua pelanggaran etika bisa dihukum secara hukum. Di Indonesia, politik hukum berkembang melalui berbagai pedoman seperti TAP MPRS No. 2 tahun 1960 dan kemudian GBHN, yang diperbarui setiap lima tahun.
NPM : 2415011111
Kelas : B
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
(Membaca Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Sumber Etik)
Sebagaimana dikemukakan oleh para pendiri negara ini, tujuan negara Indonesia tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea IV yang terdiri atas: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, kedamaian abadi, dan keadilan sosial. Pencapaian tujuan bersama tersebut harus dirancang, dirumuskan, dan disepakati bersama seluruh elemen bangsa yang dalam kebiasaan akademik disebut sebagai politik hukum.
Etika terapan yang merupakan cabang filsafat yang membahas tentang perilaku manusia, sebagaimana dipahami, salah satu karakter berfikir secara filsafat adalah kritis, karena terkait dengan etika terapan, maka kita dituntut untuk berpikir atau bersikap kritis terhadap pola-pola umum yang berlaku dalam masyarakat, misalnya politik hukum. Berikut adalah pembahasan mengenai hubungan antara hukum dan etika dalam hukum di Indonesia.
Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila. Etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia pada pandangan hidup, serta filsafat hidup dari masyarakat tertentu.
masyarakat tanpa perlu merefleksikannya secara kritis.
Tahap Perkembangan Etika
Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 tahapan:
- Etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari doktrin agama.
- Etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama. Etika dikembangkan dari doktrin abstrak menjadi hasil pemikiran spekulasi dan dijadikan salah satu objek kajian filsafat. Sebagai salah satu kajian filsafat, sistem filsafat etik berkembang menjadi 4 sub sistem berupa:· descriptive ethics, yakni etika yang berkenaan dengan perilaku benar dan baik sebagaimana dipikirkan orang,· normative atau prescriptive ethics yakni etika yang berkenaan dengan perilaku yang dinilai sudah seharusnya dilakukan.· applied ethics yakni etika yang berkenaan dengan pengetahuan tentang moral dan bagaimana pengetahuan itu diwujudkan dalam praktik, dan meta ethics yakni membahas mengenai apa yang dimaksud dengan benar dan baik itu sendiri.
- Positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit.
- Etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup.
- Etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
Pengertian Politik Hukum
Berdasarkan pendapat 11 (sebelas) para ahli hukum di Indonesia setidak-tidaknya terdapat tiga ciri
yang sama dalam politik hukum yakni kebijakan dasar yang memuat arah ke mana hukum akan dibawa, dibuat oleh penguasa (pihak berwenang), pembuatan hukum dilakukan dengan cara memilih nilai-nilai yang berkembang di masyarakat yang disepakati bersama dan kemudian dituangkan dalam norma untuk mengkaidahi perilaku bersama, dan bersifat constituendum yang memuat hukum ideal atau cita hukum yang akan diberlakukan.
Pembuatan peraturan perundang-undangan dibatasi sedemikian rupa melalui tahapan perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antara peraturan perundang-undangan tentang tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan, Prolegnas dan BPHN adalah peraturan berkedudukan sebagai dasar pijakan, Prolegnas sebagai dokumen perencanaan sedangkan BPHN adalah lembaga yang mewakili pemerintah dalam menentukan arah kebijakan hukum. Peraturan memberikan rambu-rambu atau kaidah-kaidah, Prolegnas sebagai tempat menampung rencana-rencana hukum dan BPHN sebagai motor dalam perencanaan maupun pembangunan hukum tersebut.
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni:
- Dimensi substansi dan wadah.
- Dimensi hubungan keluasan cakupannya.
- Dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Letak Politik Hukum
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan sendirinya yang menyatakan kembali ke UUD 1945 dan UUDS 1950 menjadi tidak berlaku. Rumusan politik hukum sejak tahun tersebut vacum. Baru pada tahun 1973, MPR berhasil menghasilkan ketetapan Nomor IV/MPR/73 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang didalamnya secara resmi dan tegas digariskan politik hukum Pemerintah RI.
Melalui mekanisme GBHN ini, politik hukum diperbaharui selama 5 tahun sekali. Kita ketahui bahwa rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (GBPNSB) berlaku 9 dan kemudian dirubah menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diperbarui selama 5 tahun sekali.
NPM : 2415011117
Kelas : B
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
A. Hubungan antara Etika dan Moral
Moral berhubungan dengan perilaku manusia yang diukur berdasarkan baik-buruk, sopan-tidak sopan, dan susila atau tidak. Etika adalah cabang filsafat yang mendalami dasar-dasar moral, mempelajari prinsip-prinsip moralitas yang ada dalam ajaran atau pandangan moral.
B. Tahapan Perkembangan Etika
Terdapat lima tahapan etika: (1) etika teologi yang berasal dari doktrin agama, (2) etika ontologis yang memperdalam konsep baik dan benar, (3) positivasi etik dalam bentuk kode etik, (4) etika fungsional tertutup yang diterapkan dalam komunitas secara tertutup, dan (5) etika fungsional terbuka dalam bentuk peradilan etik yang terbuka.
C. Pengertian Politik Hukum
Politik hukum menurut tiga ahli:
1. Padmo Wahjono : Kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, dan isi hukum.
2. Teuku Mohammad Radhie : Pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum dan arah pengembangannya.
3. Soedarto : Kebijakan negara untuk menetapkan peraturan yang mewakili aspirasi masyarakat dan mencapai cita-cita bersama.
D. Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Menurut Jimly Asshiddiqie, hubungan hukum dan etika mencakup tiga dimensi: substansi, cakupan, dan alasan kepatuhan. Hukum diibaratkan sebagai bungkus, sedangkan etika sebagai isi yang lebih luas. Pelanggaran hukum pasti melanggar etika, tetapi pelanggaran etika belum tentu melanggar hukum.
E. Letak Politik Hukum
Menurut Siti Soetami, politik hukum diatur dalam Pasal 102 UUD 1945, yang menyatakan bahwa hukum dalam berbagai bidang diatur dengan undang-undang, kecuali jika ditentukan lain.
Kelas : B
NPM : 2415011053
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
A. Hubungan antara Etika dan Moral
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau ti- dak susila. Etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. dengan pandangan hidup, serta filsafat hidup dari masyarakat tertentu. Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan- pandangan moral tersebut. Etika adalah ilmu
pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas.
B. Tahap Perkembangan Etika
5 tahap perkembangan etika: pertama, etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama. Kedua, etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama. dimaksud dengan benar dan baik itu sendiri. Ketiga, positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit. Keempat, etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup, dan Kelima, etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
C. Pengertian Politik Hukum
Menurut Padmo Wahjono. Politik hukum didefinisikan sebagai kebijakan dasar yang me- nentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk.
Menurut Siti Soetami. Pembinaan hukum artinya tidak saja membuat yang baru, tetapi juga menyesuaikan hukum yang ada di masyarakat.
Menurut Satjipto Rahardjo. Politik berkaitan dengan pemilihan tujuan diantara berbagai tujuan yang mungkin sedangkan hukum harus senantiasa melakukan penyesuaian terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakatnya, dengan demikian hukum memiliki dinamika.
D. Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hu- kum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan ca- kupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
NPM : 2415011030
Mata Kuliah : MKU Pendidikan Pancasila
Hubungan antara etika dan moral
Pengertian Politik Hukum
Politik hukum adalah kebijakan dasar yang mengarahkan pembentukan, penerapan, dan pengembangan hukum dalam suatu negara agar selaras dengan nilai-nilai dan cita-cita yang diinginkan masyarakat. Kebijakan ini meliputi perencanaan hukum baru, penyesuaian hukum yang ada, serta implementasi hukum secara konsisten untuk mencapai tujuan nasional. Dengan adanya lembaga seperti Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Program Legislasi Nasional (Prolegnas), pemerintah merancang dan mengelola proses pembentukan hukum yang disesuaikan dengan perubahan sosial dan tujuan negara dalam UUD 1945. Proses ini mencakup perencanaan, persiapan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, hingga pengundangan hukum, sehingga terwujud sistem hukum yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat serta memastikan kepastian hukum.
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dan hukum dapat dilihat dalam tiga dimensi. Pertama, dimensi substansi dan wadah, di mana hukum merupakan wadah dan etika adalah isinya, dengan agama sebagai dasar atau ruh keduanya. Kedua, dimensi cakupan, di mana etika lebih luas daripada hukum; setiap pelanggaran hukum adalah pelanggaran etika, tetapi tidak semua pelanggaran etika melanggar hukum. Ketiga, dimensi alasan kepatuhan, di mana seseorang mematuhi hukum bukan karena takut sanksi, melainkan karena kesadaran bahwa hukum itu baik dan perlu dipatuhi. Etika berfungsi sebagai pagar preventif terhadap perilaku baik dan buruk, sehingga penyimpangan perilaku dapat dikoreksi sebelum memasuki mekanisme hukum. Bagi pejabat publik, pengendalian perilaku melalui sistem etika penting, karena pendekatan hukum yang langsung dapat mengikis kepercayaan publik.
Letak Politik Hukum
Menurut Siti Soetami, mengadopsi pandangan Teuku Mohammad Radhie, politik hukum secara tegas diatur dalam Pasal 102 UUDS 1945, yang menyatakan bahwa berbagai aspek hukum, seperti hukum perdata, hukum pidana, dan hukum acara, diatur melalui undang-undang, dengan pengecualian tertentu yang memerlukan undang-undang khusus. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengembalikan UUD 1945 sebagai konstitusi, politik hukum sempat vakum hingga tahun 1973, saat MPR menetapkan politik hukum pemerintah dalam GBHN yang diperbarui setiap lima tahun. Sebelumnya, politik hukum juga pernah dirumuskan dalam TAP MPRS No. 2 Tahun 1960, yang berlaku selama sembilan tahun sebelum diganti oleh GBHN.
Npm : 2415011113
Analisi Jurnal
HUBUNGAN ANTARA HUKUM DAN ETIKA DALAM POLITIK HUKUM DI INDONESIA
Definisi Etika dan Moral: Etika biasanya dipahami sebagai kajian filosofis mengenai apa yang benar dan salah, baik dan buruk, serta pedoman untuk menilai tindakan manusia. Etika lebih bersifat konseptual dan teoritis, berkaitan dengan prinsip-prinsip umum mengenai tingkah laku yang baik.
Moral sebagai Praktik: Moral sering kali merujuk pada praktik atau pelaksanaan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Moral adalah tindakan nyata seseorang yang dipengaruhi oleh nilai-nilai etis yang dianut dalam budaya atau agama tertentu.
Hubungan Etika dan Moral: Etika memberi kerangka teori atau dasar untuk memahami konsep baik-buruk, sedangkan moral adalah perwujudan praktis dari nilai-nilai tersebut. Keduanya saling berkaitan dalam membimbing manusia untuk berperilaku baik dalam masyarakat.
politik hukum diartikan sebagai kebijakan dasar yang ditetapkan oleh negara untuk mengarahkan pembentukan, penerapan, dan pengembangan hukum dalam suatu masyarakat. Politik hukum mencerminkan visi dan misi negara dalam mewujudkan tatanan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai serta cita-cita nasional.
terdapat hubungan yang erat antara hukum dan etika. Hubungan ini menunjukkan bahwa hukum tidak hanya bertujuan sebagai alat pemaksaan sosial tetapi juga sebagai instrumen moral yang mengakomodasi nilai-nilai etis.
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya. Etika berfungsi sebagai pagar preventif atas perilaku baik dan buruk sebelum perilkau menjangkau ketentuan benar dan salah yang merupakan fungsi pagar perilaku bagi hukum. Dengan demikian, perilaku menyimpang manusia harus melewati sistem etika yang berfungsi sebagai koreksi dan sebisa mungkin tidak perlu memasuki mekanisme hukum dalam penyelesaian penyimpangan perilaku manusia tersebut.
NPM : 2415011119
Kelas : Pancasila - B
HUBUNGAN ANTARA HUKUM DAN ETIKA DALAM POLITIK HUKUM DI INDONESIA
Dokumen ini mengkaji hubungan antara hukum dan etika dalam sistem hukum dan politik Indonesia, khususnya dengan mempertimbangkan nilai-nilai Pancasila. Inti dari politik hukum di Indonesia, sebagai kebijakan dasar yang membentuk arah perkembangan hukum, adalah mencapai tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Artikel ini juga mengulas sejarah pembentukan hukum di Indonesia serta pengaruh etika dalam proses tersebut, di mana etika terapan berfungsi sebagai panduan untuk menciptakan aturan yang mempertimbangkan prinsip moral yang dianut oleh masyarakat.
Penulis menjelaskan bahwa hubungan antara hukum dan etika terlihat dalam tiga aspek: isi, cakupan, dan motivasi individu untuk mematuhi atau melanggar aturan. Etika dianggap memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan hukum, sehingga tidak semua pelanggaran etika dapat dikenakan sanksi hukum. Di Indonesia, politik hukum dikembangkan melalui berbagai pedoman, seperti TAP MPRS No. 2 tahun 1960 dan kemudian GBHN, yang diperbarui setiap lima tahun.
NPM : 2415011041
Kelas : B
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
(Membaca Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Sumber Etik)
A. Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila.Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan
peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
Etika berkaitan dengan dasar-dasar
filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia dengan pandangan hidup, serta filsafat
hidup dari masyarakat tertentu. Etika adalah suatu
cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral tersebut.
Tahap Perkembangan Etika
Sebagaimana telah dikemukakan dalam
pembahasan sebelumnya, etika berasal dari doktrin agama yang bersandar pada keyakinan dan
karenanya bersifat abstrak. Namun kebutuhan
akan pengendalian dan pengarahan perilaku manusia membutuhkan perubahan pemberlakuan
etika dari yang semula hanya bersifat himbauan
melalui khutbah-khutbah menjadi konkrit atau
nyata melalui teguran, peringatan yang berujung
dengan penerapan sanksi atas penyimpangan
perilaku tersebut. Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan.
Tahap pertama, etika teologi
Tahap Kedua, etika ontologis
Tahap ketiga positivasi etik
Tahap keempat etika fungsional tertutup
Tahap kelima etika fungsional terbuka
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa
dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk
mematuhi atau melanggarnya.Dimensi ketiga cakupan luasan atas hubungan etik
dan hukum dimana etika lebih luas dari hukum,
karena itu setiap pelanggaran hukum pasti merupakan pelanggaran etik, singkat kata pelanggaran hukum adalah pelanggaran etik. Namun tidak demikian sebaliknya, pebuatan yang dianggap
meanggar etik belum tentu melanggar hukum.
Npm: 2415011035
Kelas: b
politik hukum adalah Pencapaian tujuan bersama yang dirancang, dirumuskan dan disepakati bersama seluruh elemen bangsa yang dalam kebiasaan akademik. Rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semes- ta Berencana kemudian dirubah menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diperbarui selama 5 (lima) tahun sekali.
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi subs- tansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan ca- kupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Siti Soetami dengan mengadopsi penger- tian politik hukum Teuku Mohammad Radhie, berpendapat bahwa secara tegas tentang dimana politik hukum dimuat dijumpai pada Pasal 102 UUDS 1945 yang berbunyi :
Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun hukum pidana militer, hukum acara pidana, susunan dan ke- kuasaan pengadilan, diatur dengan un- dang-undang dalam kitab-kitab hukum, ke- cuali jika pengundang-undang menganggap perlu untuk mengatur beberapa hal dan undang-undang tersendiri.
NPM : 2415011033
Kelas : B
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Etik berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak atau adat dan asal kata moral yang sama artinya dengan kata etik dari bahasa Latin “mos” untuk tunggal dan jamaknya “mores” yang juga berarti adat atau cara hidup. Jadi moral dan moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etik dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai atau kode.
Tahap Perkembangan Etika
Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan:
etika teologi (theogicalethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama.
etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama.
positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit.
etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup, dan
etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
Pengertian Politik Hukum
Menurut Soedarto, politik hukum adalah ke bijakan negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Berdasarkan pendapat Soedarto dan beberapa ahli lainnya yang tidak disebutkan diatas, terdapat tiga ciri yang sama dalam politik hukum yakni kebijakan dasar yang memuat arah kemana hukum akan dibawa, dibuat oleh penguasa (pihak berwenang), pembuatan hukum dilakukan dengan cara memilih nilai-nilai yang berkembang di masyarakat yang disepakati bersama dan kemudian dituan kan dalam norma untuk mengkaidahi perilaku bersama, dan bersifat constituendum yang memuat hukum ideal atau cita hukum yang akan diberlakukan.
Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
hubungan antara hukum dengan etika dengan memberi catatan agama sebagai ruh/jiwa dari kedua hal tersebut dengan ilustrasi nasi bungkus, hukum sebagai bungkusnya, nasi beserta lauknya adalah etikanya, dan zat protein, vitamin , dan unsur-unsur terkandung lainnya sebagai agama yang merupakan asal-usul dari keduanya (etika dan hukum). Dimensi ketiga cakupan luasan atas hubungan etik dan hukum dimana etika lebih luas dari hukum, karena itu setiap pelanggaran hukum pasti merupakan pelanggaran etik, singkat kata pelanggaran hukum adalah pelanggaran etik. Namun tidak demikian sebaliknya, pebuatan yang dianggap meanggar etik belum tentu melanggar hukum. Jika etika diibaratkan sebagai samudera maka kapalnya adalah hukum sebagaimana ditegaskan Ketua Mahkamah Agung Earl Warren.. “Law floats in the sea of ethics”
Letak Politik Hukum
politik hukum dimuat dijumpai pada Pasal 102 UUDS 1945 yang berbunyi : Hukum perdata dan hukum dagang , hukum pidana sipil maupun hukum pidana militer, hukum acara pidana, susunan dan kekuasaan pengadilan, diatur dengan undang-undang dalam kitab-kitab hukum, kecuali jika pengundang-undang menganggap perlu untuk mengatur beberapa hal dan undang-undang tersendiri. Apabila ditelusuri, rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (GBPNSB) berlaku 9 (sembilan tahun) dan kemudian dirubah menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diperbarui selama 5 (lima) tahun sekali.
NPM : 2415011039
Kelas : B MKWU Pancasila
Tugas Analisis Jurnal :
=> Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun
buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila. Etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan pandangan moral tersebut.
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan moral. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk.
=> Tahap Perkembangan Etika
Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan
- etika teologi (theogicalethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama.
- etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama.
Etika dikembangkan dari doktrin abstrak menjadi hasil pemikiran spekulasi dan dijadikan salah
satu objek kajian filsafat.
- positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni
pedoman perilaku yang lebih konkrit.
- etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di
internal komunitas/organisasi secara tertutup.
- etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat
terbuka.
=> Politik Hukum
Politik hukum didefinisikan sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Kemudian, Padmo mendefinisikan arti tersebut secara lebih konkrit sebagai kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Politik hukum diartikan sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang akan dibangun.
Terdapat tiga ciri yang sama dalam politik hukum yakni kebijakan dasar yang memuat arah kemana hukum akan dibawa, dibuat oleh penguasa (pihak berwenang), pembuatan hukum dilakukan dengan cara memilih nilai-nilai yang berkembang di masyarakat yang disepakati bersama dan kemudian dituangkan dalam norma untuk mengkaidahi perilaku bersama, dan bersifat constituendum yang memuat hukum ideal atau cita hukum yang akan diberlakukan.
=> Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni
- dimensi substansi dan wadah,
- dimensi hubungan keluasan cakupannya, serta
- dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Dimensi ketiga cakupan luasan atas hubungan etik dan hukum dimana etika lebih luas dari hukum, karena itu setiap pelanggaran hukum pasti merupakan pelanggaran etik, singkat kata pelanggaran hukum adalah pelanggaran etik. Namun tidak demikian sebaliknya, pebuatan yang dianggap melanggar etik belum tentu melanggar hukum. Jika etika diibaratkan sebagai samudera maka kapalnya adalah hukum.
npm : 2415011109
hubungan antara hukum dan etika dalam politik hukum diindonesia
Hukum dan etika sama-sama penting dalam membentuk perilaku manusia dalam masyarakat, tetapi keduanya memiliki karakteristik yang berbeda. Hukum merupakan aturan formal yang dibuat oleh negara, memiliki sifat mengikat, dan disertai sanksi bagi yang melanggar. Di sisi lain, etika adalah cabang filsafat yang mendalami konsep baik dan buruk dengan pendekatan kritis dan reflektif. Di Indonesia, Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai dasar negara, tetapi juga sebagai sumber nilai dan panduan etis dalam pembentukan hukum. Pancasila berperan sebagai landasan moral yang membimbing penyusunan aturan agar tidak hanya berbentuk peraturan tertulis yang kaku, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial.
Dalam politik hukum Indonesia, keterkaitan antara hukum dan etika tampak dari upaya untuk menciptakan sistem hukum yang bukan hanya menekankan kepastian hukum, melainkan juga keadilan dan manfaat bagi masyarakat. Di sini, etika berperan sebagai panduan moral, agar hukum selalu sejalan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat. Hukum di Indonesia diharapkan tidak hanya menjadi alat negara untuk mengatur masyarakat, tetapi juga menjadi sarana untuk mencapai tujuan bersama yang mencerminkan keadilan dan kemanusiaan. Nilai-nilai dalam Pancasila berfungsi agar setiap kebijakan hukum memperhatikan dan melindungi aspek kemanusiaan secara adil, seperti tercermin dalam sila kedua, sehingga hukum bukan hanya sah secara legal tetapi juga diterima oleh masyarakat secara moral.
Etika terapan juga memiliki peran penting dalam politik hukum Indonesia. Etika terapan berarti penerapan prinsip-prinsip etika pada situasi praktis, termasuk dalam perumusan dan penerapan kebijakan negara. Dengan etika terapan, politik hukum dapat bersikap kritis terhadap kebutuhan masyarakat dan tantangan zaman. Contohnya, dalam merumuskan undang-undang untuk melindungi kelompok rentan seperti perempuan, anak, dan masyarakat adat, pemerintah berupaya menjalankan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan demikian, etika terapan membuat hukum di Indonesia tetap relevan dan responsif terhadap perkembangan masyarakat.
Secara keseluruhan, politik hukum di Indonesia yang berlandaskan etika Pancasila diharapkan dapat menghasilkan sistem hukum yang tidak hanya berfokus pada kepastian hukum, tetapi juga menjadi cerminan dari nilai-nilai moral bangsa. Melalui pendekatan ini, hukum di Indonesia dapat menjadi instrumen yang bukan hanya mengatur, tetapi juga memupuk kehidupan bermasyarakat yang berlandaskan keadilan dan kemanusiaan. Hubungan antara hukum dan etika ini menunjukkan bahwa hukum yang ideal bukan sekadar soal kepatuhan, tetapi juga harus berlandaskan kebenaran moral yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa.
Npm : 2455011011
Kelas : B
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut. Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas. Sebagaimana diketahui, disiplin etik pada mulanya bersumber pada doktrin-doktrin agama, namun dalam perkembangannya, seiring dengan perkembangan masyarakat, komunitas tersebut juga mulai memikirkan dan merasa memerlukan batasan baik dan buruk atas perilaku anggotanya. Ketentuan baik dan buruk ini digunakan sebagai acuan atau patokan dalam mengarahkan perilaku setiap warga. Etik berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak atau adat dan asal kata moral yang sama artinya dengan kata etik dari bahasa Latin “mos” untuk tunggal dan jamaknya “mores” yang juga berarti adat atau cara hidup.
Tahap Perkembangan Etika
Sebagaimana telah dikemukakan dalam
pembahasan sebelumnya, etika berasal dari doktrin agama yang bersandar pada keyakinan dan
karenanya bersifat abstrak.
Tahap pertama, etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama. Kedua, etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama.Ketiga, positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit. Keempat, etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup, dan Kelima, etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
NPM: 2455011018
Kelas: B- Teknik Sipil
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
A. Hubungan antara Etika dan Moral
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang terlihat dari baik, buruk, sopan , adab dan sebagainya. Sedangkan etika berkaitan dengan hubungan dasar filosofis dalam hubungan tingkah laku manusia dengan pandangan hidup maupun filsafat dari masyarakat tertentu. Moral adalah aturan atau pedoman yang mengatur bagaimana seseorang seharusnya bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, etika adalah pemikiran kritis dan mendalam tentang ajaran-ajaran yang ada di balik nilai-nilai moral tersebut. Jadi, moral menyediakan aturan praktis, sedangkan etika memberikan pemahaman dan refleksi kritis tentang aturan-aturan tersebut.
Hubungan antara hukum dan etika dilihat dari 3 dimensi:
NAMA : DINDA NUR LATIFA
NPM : 2415011044
KELAS : B
MATA KULIAH : MKU PANCASILA
HUBUNGAN ANTARA ETIKA DAN MORAL DALAM POLITIK HUKUM INDONESIA
•Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan ataupun tidak sopan. Etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia, pandangan hidup, serta filsafat hidup dari masyarakat tertentu.
Etik berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak atau adat dan asal kata moral yang sama artinya dengan kata etik dari bahasa Latin “mos” untuk tunggal dan jamaknya “mores” yang juga berarti adat atau cara hidup. Dari kedua perkataan tersebut, etik dan moral menunjukkan cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan atau praktek sekelompok manusia.
•Tahap Perkembangan Etika
1. Tahap pertama, etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari doktrin agama.
2. Kedua, etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama.
3. Ketiga, positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit.
4. Keempat, etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup.
5. Kelima, etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
•Pengertian Politik Hukum
1. Padmo Wahjono. Politik hukum didefinisikan sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk.
2. Teuku Mohammad Radhie. Politik hukum diartikan sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang akan dibangun.
3. Soedarto, Politik hukum adalah kebijakan negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan
4. Satjipto Rahardjo. Politik berkaitan dengan pemilihan tujuan diantara berbagai tujuan yang mungkin sedangkan hukum harus senantiasa melakukan penyesuaian terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakatnya, dengan demikian hukum memiliki dinamika
5. C.F.G. Soenaryati Hartono. Politik Hukum dimaknai sebuah alat (tool) atau sarana atau langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dan dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia
6. Abdul Hakim Garuda Nusantara mendefinisikan politik hukum nasional sebagai kebijakan hukum yang hendak diterapkan atau dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan negara tertentu.
7. Mochtar Kusumatmadja. Pandangan Mochtar Kusumaatmadja tentang pembangunan hukum berpangkal pada cara berfikir masyarakat Indonesia tentang hukum. Di satu sisi, orang hilang kepercayaan terhadap hukum, tetapi di lain pihak masyarakat pada umumnya memiliki kepercayaan yang naif terhadap kekuatan yang seakan-akan magis religius dari hukum.
8. Siti Soetami. Pembinaan hukum artinya tidak saja membuat yang baru, tetapi juga menyesuaikan hukum yang ada di masyarakat.Hukum yang akan disusun adalah hukum yang moderen, bertujuan meningkatkan kemampuan sesuai kebutuhan yang memiliki ciri-ciri : konsentris artinya adanya satu tangan yang mengatur/membuat yaitu pengundang-undang, konvergen artinya hukum Indonesia bersifat terbuka terhadap perubahan dan perkembangan, dan tertulis untuk lebih menjamin kepastian hukum.
9. Mahfud MD merumuskan politik hukum sebagai legal policy atau (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan, baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara sebagaimana tercantum didalam Pembuakaan UUD 1945
10. Imam Syaukani dan A.Ahsin Thohari. Politik hukum didefinisikan sebagai kebijakan dasar penyelenggaraan negara dalam proses perumusan, pembentukan, dan pengembangan hukum yang akan, sedang, dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
11. Ahmad M. Ramli. Politik hukum adalah arah yang ditempuh dalam pembuatan dan penegakkan hukum untuk mencapai cita-cita dan tujuan bangsa.
•Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya
1. Jimly Asshiddiqie, mengibaratkan hubungan antara hukum dengan etika dengan memberi catatan agama sebagai ruh/jiwa dari kedua hal tersebut dengan ilustrasi nasi bungkus, hukum sebagai bungkusnya, nasi beserta lauknya adalah etikanya, dan zat protein, vitamin , dan unsur-unsur terkandung lainnya sebagai agama yang merupakan asal-usul dari keduanya (etika dan hukum).
2. Paulus Harsono mensitir tentang dimensi ketiga ini, terkait kedudukan etika dimana etika juga berhubungan dengan hukum dalam hal bagaimana manusia mempertimbangkan untuk mematuhi peraturan dan kewajiban.
•Letak Politik Hukum
Siti Soetami dengan mengadopsi pengertian politik hukum Teuku Mohammad Radhie, berpendapat bahwa secara tegas tentang dimana politik hukum dimuat dijumpai pada Pasal 102 UUDS 1945 yang berbunyi :
"Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun hukum pidana militer, hukum acara pidana, susunan dan kekuasaan pengadilan, diatur dengan undang-undang dalam kitab-kitab hukum, kecuali jika pengundang-undang menganggap perlu untuk mengatur beberapa hal dan undang-undang tersendiri."
npm : 2415011036
kelas : b
analisis jurnal
Dokumen ini membahas hubungan antara hukum dan etika dalam sistem hukum dan politik Indonesia, terutama dalam konteks nilai-nilai Pancasila. Intinya, politik hukum di Indonesia—yaitu kebijakan dasar yang membentuk arah perkembangan hukum—bertujuan untuk mencapai tujuan nasional bersama yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945. Dokumen ini juga melihat sejarah pembentukan hukum di Indonesia dan bagaimana etika mempengaruhi proses ini, di mana etika terapan berperan sebagai panduan dalam membuat aturan yang mempertimbangkan prinsip-prinsip moral dalam masyarakat.
Penulis menjelaskan bagaimana hukum dan etika saling berhubungan melalui tiga aspek: isi, cakupan, dan motivasi manusia untuk patuh atau melanggar aturan. Etika dianggap lebih luas daripada hukum, sehingga tidak semua pelanggaran etika bisa dihukum secara hukum. Di Indonesia, politik hukum berkembang melalui berbagai pedoman seperti TAP MPRS No. 2 tahun 1960 dan kemudian GBHN, yang diperbarui setiap lima tahun.
NPM: 2415011115
Kelas: B
Jurnal ini membahas hubungan antara hukum dan etika dalam sistem hukum dan politik Indonesia, dengan fokus pada nilai-nilai Pancasila. Politik hukum di Indonesia bertujuan mencapai tujuan nasional yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, dengan mempertimbangkan nilai moral dalam pembentukan hukum.
Hukum dan etika saling terkait melalui tiga aspek:
1. Isi: Hukum lebih formal, etika lebih luas dan moral.
2. Ruang Lingkup: Hukum mengatur tindakan yang dapat dihukum, etika lebih luas, tidak semua pelanggaran etika dapat dihukum.
3. Motivasi: Ketaatan dipengaruhi oleh sanksi hukum dan kesadaran moral.
Sejarah pembentukan hukum di Indonesia dipengaruhi oleh nilai-nilai Pancasila, dengan tujuan menciptakan keadilan sosial. Kebijakan hukum, seperti TAP MPRS No. 2 tahun 1960 dan GBHN, berusaha menyeimbangkan penegakan hukum dan etika. Etika terapan berperan penting dalam merumuskan hukum yang adil dan berlandaskan pada prinsip moral.
NPM = 2415011116
KELAS = B
Analisis hubungan antara hukum dan etika dalam politik hukum di Indonesia, dengan membaca Pancasila sebagai sumber nilai dan sumber etika, adalah tema yang penting untuk memahami dasar dari sistem hukum dan moralitas yang diterapkan di Indonesia. Politik hukum adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengawasi aturan hukum dalam suatu negara. Dalam konteks Indonesia, Pancasila sebagai dasar negara memainkan peran utama sebagai pedoman dalam pembentukan hukum dan etika. Berikut adalah beberapa poin utama dalam analisis hubungan antara hukum dan etika dalam politik hukum di Indonesia:
1. Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Etika Pancasila, sebagai ideologi negara dan dasar filsafat hukum di Indonesia, memberikan panduan etis dan moral bagi pembentukan aturan hukum. Lima sila dalam Pancasila, yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial, mencakup nilai-nilai fundamental yang harus dijadikan pegangan dalam segala aspek kehidupan, termasuk politik hukum. Pancasila juga mencerminkan nilai-nilai moral yang bersumber dari budaya dan kearifan lokal Indonesia, yang memberi ciri khas pada etika hukum di Indonesia.
NPM : 2415011121
Hubungan Hukum dan Etika dalam Kebijakan Hukum di Indonesia etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti budi pekerti atau kebiasaan dan asal kata moral mempunyai arti yang sama dengan kata etika dari bahasa latin “mos” yang berarti tunggal dan “mores” yang juga berarti kebiasaan atau cara hidup. Dengan demikian, moralitas dan etika digunakan untuk tindakan yang dihargai, sedangkan etika digunakan untuk mempelajari suatu sistem nilai atau kode. Secara historis dan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang dalam 5 (lima) tahap.
1. Tahap pertama, etika teologis, asal mula etika berasal dari doktrin agama.
2. Kedua, etika ontologis, yaitu tahapan dalam perkembangan etika keagamaan.
3. Ketiga, etika positif berupa kode etik dan pedoman perilaku, yaitu garis-garis perilaku yang lebih konkrit.
4. Keempat, etika fungsional tertutup (closed Functional Ethics) dimana proses pengujian etika berlangsung secara tertutup di lingkungan masyarakat/organisasi.
5. Kelima, etika fungsional terbuka berupa keadilan etika terbuka.
Beberapa pakar politik dan hukum memberikan pernyataan mengenai pentingnya kebijakan/reformasi hukum/pembangunan, termasuk Padmo Wahjono. Dikatakannya, kebijakan hukum diartikan sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk dan isi hukum yang akan dibentuk. Padmo juga mengartikan pengertian tersebut secara lebih spesifik sebagai kebijakan penyelenggara negara mengenai apa yang dijadikan kriteria untuk menghukum sesuatu.
Ada tiga ciri umum dalam politik menurut beberapa ilmuan politik hukum, hukum merupakan kebijakan dasar yang memuat arah penerapan hukum, dibuat oleh penguasa (otoritas), pengembangan hukum dilakukan dengan memilih nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat, dan yang disepakati bersama kemudian dituangkan dalam norma-norma yang menjadi pedoman tingkah laku bersama, serta bersifat konstitusi yang memuat hukum ideal atau cita-cita hukum yang akan diterapkan. Hubungan antara etika dan hukum dapat dilihat dari 3 (tiga) dimensi, yaitu dimensi substansi dan wadah, dimensi relasional tujuan penerapan, dan dimensi alasan manusia untuk menaati atau melanggar. Etika berfungsi sebagai penghalang preventif terhadap perilaku yang baik dan buruk sebelum perilaku tersebut mencapai kaidah benar dan salah, yang merupakan fungsi dari penghalang perilaku hukum. Dengan demikian, perilaku manusia yang menyimpang harus melalui sistem etika yang berfungsi selektif dan semaksimal mungkin tidak perlu mengingat mekanisme hukum untuk menyelesaikan penyimpangan perilaku manusia ini.
NPM : 2415011118
Analisis jurnal Pancasila sebagai dasar etika
1. Pengertian Etika dan Pancasila
- Pancasila adalah dasar dan pedoman hidup bagi rakyat Indonesia, mencakup nilai-nilai luhur yang diharapkan menjadi panduan bagi perilaku bangsa.
- Etika sendiri adalah ilmu tentang baik-buruk yang membantu seseorang memilih dan memahami tindakan yang benar. Dalam konteks ini, Etika Pancasila adalah penerapan nilai-nilai Pancasila untuk mengatur perilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Etika Pancasila sebagai Sistem Nilai:
- Jurnal menjelaskan bagaimana Pancasila memiliki lima nilai utama yang membentuk panduan perilaku:
- Ketuhanan: Menghormati kepercayaan dan ibadah agama yang berbeda.
- Kemanusiaan: Menjunjung tinggi martabat manusia dan adil terhadap sesama.
- Persatuan: Memupuk kebersamaan, toleransi, dan cinta tanah air.
- Kerakyatan: Mendorong musyawarah, demokrasi, dan mendahulukan kepentingan rakyat.
- Keadilan Sosial: Mengutamakan pemerataan, melawan ketimpangan sosial, dan berlaku adil.
3. Sumber-Sumber Etika Pancasila:
- Jurnal menunjukkan bahwa Pancasila memiliki sumber dari sejarah, budaya, dan politik Indonesia.
- Secara historis, Pancasila lahir dari perjuangan bangsa yang ingin merdeka dan mandiri.
- Dari sisi sosial, nilai-nilai Pancasila juga mencerminkan kearifan lokal yang berbeda-beda, seperti kebiasaan musyawarah di masyarakat Minangkabau.
- Secara politis, Pancasila adalah dasar dari hukum dan peraturan di Indonesia, sebagai norma tertinggi yang menaungi segala peraturan.
4. Urgensi Pancasila Saat Ini:
- Jurnal ini juga menekankan pentingnya Pancasila dalam menghadapi berbagai tantangan di masa kini, seperti:
- Korupsi yang merusak tatanan negara.
- Terorisme yang bisa mengancam persatuan bangsa.
- Pelanggaran hak asasi manusia, ketimpangan sosial, dan ketidakadilan hukum.
5. Kearifan Lokal dan Etika Pancasila:
- Salah satu poin penting adalah bagaimana kearifan lokal yang ada di Indonesia dapat mendukung nilai-nilai Pancasila. Kearifan lokal ini perlu dilestarikan dan diharmonisasikan dengan etika Pancasila, agar tetap relevan dan berfungsi dalam menjaga kebersamaan bangsa.
6. Tantangan dalam Sistem Etika Politik:
- Jurnal mengajak pembaca untuk merefleksikan apakah perilaku politik di Indonesia sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Beberapa masalah, seperti korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, menunjukkan bahwa etika Pancasila perlu ditegakkan lebih kuat dalam sistem politik.
Secara keseluruhan, jurnal ini menyampaikan bahwa Pancasila bukan hanya dasar negara tetapi juga pedoman etika yang bisa menjadi solusi atas berbagai permasalahan moral dan sosial di Indonesia. Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik di level masyarakat maupun pemerintahan, sangat penting untuk membentuk Indonesia yang lebih adil, manusiawi, dan bersatu.
NPM: 2415011037
Kelas: B
Analisis Jurnal
1. Hubungan Antara Etika dan Moral
Moral berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun
buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila. Etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. dengan pandangan hidup, serta filsafat hidup dari masyarakat tertentu. Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral tersebut. Etika adalah ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralita.
Etik berasal dari bahasa Yunani “ethos”
yang berarti watak atau adat dan asal kata moral
yang sama artinya dengan kata etik dari bahasa
Latin “mos” untuk tunggal dan jamaknya “mores” yang juga berarti adat atau cara hidup. Dari kedua perkataan tersebut, etik dan moral menunjukkan cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan atau praktek sekelompok manusia. Jadi moral dan moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etik dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai atau kode.
2. Tahap Perkembangan Etika
Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan:
Tahap pertama, etika teologi (theogical ethics), asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama. Kedua, etika ontologis (ontological ethics) yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama. Ketiga, positivasi etik berupa kode etik (code of ethics) dan pedoman perilaku ( code of conduct) yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit. Keempat, etika fungsional tertutup (close functional ethics) dimana proses peradilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup, dan Kelima, etika fungsional terbuka (open functional ethics) dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
3. Pengertian Politik Hukum
Yakni kebijakan dasar yang membuat arah kemana hukum akan dibawa, dibuat oleh penguasa (pihak berwenang), pembuatan hukum dilakukan dengan cara memilih nilai-nilai yang berkembang di masyarakat yang disepakati bersama dan kemudian dituangkan ke dalam norma untuk mengkaidahi perilaku bersama, dan bersifat constituendum yang memuat hukum ideal atau cita hukum yang akan dilakukan.
4. Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni:
-Dimensi substansi dan wadah.
-Dimensi hubungan keluasan cakupannya.
-Dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
NPM : 2415011107
Kelas : B
Hubungan antara hukum dan etika dalam politik hukum di Indonesia sangat penting karena keduanya saling memengaruhi dan mendukung dalam menciptakan sistem hukum yang adil, transparan, dan berkeadilan. Hukum dan etika memiliki peran yang berbeda, namun keduanya berhubungan erat dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut ini adalah beberapa poin yang menjelaskan hubungan tersebut:
1. Hukum Sebagai Aturan Formal dan Etika Sebagai Nilai Moral: Hukum di Indonesia terdiri dari aturan-aturan yang bersifat formal dan diatur oleh negara melalui lembaga legislatif dan yudikatif. Hukum berfungsi untuk mengatur perilaku individu dan kelompok dalam masyarakat dengan sanksi yang jelas jika dilanggar. Sementara itu, etika berhubungan dengan prinsip moral dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Etika lebih bersifat tidak tertulis dan bersumber dari budaya serta keyakinan masyarakat. Dalam politik hukum, hukum yang diterapkan seharusnya mencerminkan nilai-nilai etika yang diakui oleh masyarakat.
2. Hukum Sebagai Instrumen untuk Menegakkan Etika dalam Politik: Dalam praktik politik hukum, hukum sering kali digunakan untuk menegakkan nilai-nilai etika, seperti keadilan, transparansi, dan tanggung jawab publik. Sebagai contoh, dalam pemilihan umum di Indonesia, ada undang-undang yang mengatur tentang transparansi, kejujuran, dan partisipasi masyarakat. Hukum bertujuan untuk memastikan agar praktik politik dilakukan dengan cara yang etis dan tidak merugikan kepentingan publik.
3. Peran Etika dalam Membentuk Hukum yang Adil: Etika menjadi dasar dalam pembuatan hukum yang adil. Banyak ketentuan hukum di Indonesia yang berlandaskan pada prinsip-prinsip moral seperti kemanusiaan, keadilan sosial, dan kesetaraan. Tanpa adanya landasan etika, hukum bisa menjadi tidak adil atau bahkan menindas kelompok tertentu. Oleh karena itu, dalam proses legislasi atau pembentukan kebijakan publik, penting bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan nilai-nilai etika agar hukum yang dibuat dapat mendukung terciptanya keadilan sosial.
4. Konflik Antara Hukum dan Etika dalam Praktik Politik: Tidak jarang terjadi ketegangan antara hukum yang berlaku dengan prinsip-prinsip etika dalam politik. Contohnya, kadang-kadang undang-undang yang ada dapat digunakan untuk melindungi kepentingan kelompok tertentu, meskipun secara etis hal tersebut merugikan masyarakat luas. Dalam situasi seperti ini, masyarakat dan lembaga-lembaga yang berwenang perlu berperan aktif untuk memastikan agar hukum tetap berfungsi sesuai dengan norma-norma etika dan moral yang berlaku.
5. Penyelesaian Konflik antara Hukum dan Etika: Konflik antara hukum dan etika bisa diselesaikan dengan mengedepankan dialog publik dan transparansi dalam pengambilan keputusan. Untuk itu, sistem politik hukum di Indonesia perlu memperhatikan adanya check and balances antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan. Dengan cara ini, hukum dan etika bisa berjalan beriringan dan saling mengoreksi satu sama lain.
Secara keseluruhan, hubungan antara hukum dan etika dalam politik hukum Indonesia bersifat saling melengkapi. Hukum memberikan struktur dan mekanisme yang jelas untuk mengatur masyarakat, sementara etika memberikan arah moral dan prinsip dasar untuk menciptakan sistem hukum yang adil dan berkeadilan. Keduanya harus bekerja sama untuk membangun pemerintahan yang baik dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
NPM : 2455011017
Kelas : B
Hubungan antara hukum dan etika dalam politik hukum di Indonesia sangat penting dan saling terkait. Hukum merupakan suatu sistem aturan yang diatur oleh negara dan bersifat mengikat, sementara etika berkaitan dengan norma-norma moral yang mengatur perilaku individu atau kelompok dalam masyarakat.
1. **Kepastian Hukum vs. Moralitas**: Hukum memberikan kepastian dan kejelasan dalam penegakan aturan, tetapi sering kali tidak mencakup seluruh aspek moral yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, etika berperan untuk mengisi kekosongan yang mungkin ada dalam hukum.
2. **Keadilan**: Dalam konteks politik hukum, keadilan menjadi prinsip yang sangat penting. Hukum yang diterapkan harus mencerminkan nilai-nilai etika yang diakui oleh masyarakat. Ketika hukum dianggap tidak adil, etika mendorong perubahan dan reformasi hukum.
3. **Pembangunan Karakter dan Integritas**: Dalam politik, integritas dan karakter pemimpin sangat dipengaruhi oleh etika. Hukum tidak dapat mengatur semua aspek perilaku manusia, sehingga etika berfungsi sebagai pedoman bagi pemimpin untuk mengambil keputusan yang baik dan benar.
4. **Sanksi Sosial**: Selain sanksi hukum, ada juga sanksi sosial yang berasal dari pelanggaran norma etika. Masyarakat sering kali menilai dan memberikan konsekuensi terhadap tindakan yang tidak etis meskipun tidak melanggar hukum.
5. **Partisipasi Publik**: Etika juga berperan dalam mendorong partisipasi masyarakat dalam proses politik dan hukum. Kesadaran etis masyarakat dapat mempengaruhi kebijakan dan praktik hukum yang lebih baik.
Secara keseluruhan, hukum dan etika harus berjalan beriringan untuk menciptakan sistem politik yang adil dan berkepastian di Indonesia. Integrasi antara kedua aspek ini sangat penting dalam membangun kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan.
NPM : 2415011112
Kelas : B
Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
1. Pengertian Hukum dan Etika dalam Konteks Politik Hukum
Hukum adalah perangkat aturan yang bersifat formal dan mengikat, dibuat oleh otoritas berwenang untuk mengatur kehidupan masyarakat. Hukum bertujuan menciptakan ketertiban dan keadilan dengan mekanisme sanksi bagi pelanggar.
Etika merupakan norma atau prinsip moral yang menjadi pedoman bagi manusia dalam menentukan apa yang benar dan salah. Etika bersifat normatif dan berakar pada nilai-nilai moral, budaya, dan agama.
2. Politik Hukum di Indonesia
Politik hukum adalah kebijakan pemerintah dalam bidang hukum yang bertujuan menciptakan tatanan hukum yang sesuai dengan cita-cita nasional. Di Indonesia, politik hukum dipengaruhi oleh Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional. Politik hukum mencakup proses pembentukan, pelaksanaan, dan penegakan hukum yang mencerminkan nilai-nilai moral dan etika masyarakat.
3. Hubungan Hukum dan Etika dalam Politik Hukum
Komplementaritas: Hukum dan etika saling melengkapi. Hukum membutuhkan nilai-nilai etika agar peraturannya sesuai dengan norma moral masyarakat. Sebaliknya, etika membutuhkan hukum untuk menegakkan prinsip moral melalui aturan yang mengikat.
Potensi Konflik: Dalam praktiknya, hukum positif tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai etika. Misalnya, suatu kebijakan hukum yang legal dapat dianggap tidak etis oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan prinsip keadilan atau nilai kemanusiaan.
4. Dinamika Hubungan Hukum dan Etika di Indonesia
Beberapa contoh hubungan antara hukum dan etika dalam politik hukum di Indonesia:
Kasus Korupsi: Hukum korupsi (misalnya, UU Tipikor) secara legal mengatur tindak pidana korupsi. Namun, penegakan hukum sering kali dikritik karena tidak mencerminkan etika keadilan, terutama jika pelaku mendapatkan hukuman ringan atau terjadi intervensi politik.
Reformasi Hukum: Dalam proses reformasi hukum, seperti pembentukan Omnibus Law, terjadi ketegangan antara legalitas hukum dan aspek etika. Walaupun bertujuan meningkatkan investasi, undang-undang ini dikritik karena kurang melibatkan partisipasi publik dan mengabaikan prinsip keadilan sosial.
5. Tantangan dalam Mewujudkan Keseimbangan
Harmonisasi: Salah satu tantangan utama dalam politik hukum adalah menciptakan harmonisasi antara hukum dan etika. Hal ini memerlukan keterlibatan berbagai pihak, termasuk masyarakat, akademisi, dan pembuat kebijakan.
Penegakan Hukum yang Beretika: Penegakan hukum di Indonesia masih sering diwarnai oleh praktik-praktik yang tidak etis, seperti korupsi di lembaga penegak hukum, penyalahgunaan wewenang, dan diskriminasi dalam pemberian keadilan.
6. Solusi dan Rekomendasi
Integrasi Etika dalam Proses Legislasi: Pembentukan hukum harus mempertimbangkan nilai-nilai etika yang berlaku di masyarakat. Partisipasi publik dan transparansi dalam proses legislasi menjadi kunci utama.
Penguatan Moralitas Penegak Hukum: Penegak hukum harus memiliki integritas dan komitmen terhadap prinsip etika dalam menjalankan tugasnya.
Pendidikan Hukum Berbasis Etika: Pendidikan hukum perlu menekankan pentingnya etika dalam praktik hukum, sehingga menciptakan profesional hukum yang tidak hanya paham aturan, tetapi juga memiliki sensitivitas moral.
7. Kesimpulan
Hubungan antara hukum dan etika dalam politik hukum di Indonesia bersifat dinamis. Keduanya harus berjalan beriringan untuk menciptakan sistem hukum yang adil dan berintegritas. Politik hukum yang berorientasi pada nilai-nilai etika dapat membantu mengatasi berbagai permasalahan hukum yang ada di Indonesia, serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
NPM : 2455011019
Kelas : B
"Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia (Membaca Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Sumber Etik)" akan melibatkan penelaahan beberapa aspek utama yang terkait dengan hubungan antara hukum dan etika, serta bagaimana Pancasila berperan sebagai sumber nilai dan etik dalam politik hukum di Indonesia. Berikut adalah analisis singkat terhadap topik tersebut:
1. Pentingnya Hukum dan Etika dalam Politik Hukum
Hukum di Indonesia, sebagaimana di negara-negara lainnya, diatur oleh norma-norma yang berlaku secara resmi dan memiliki sanksi yang jelas. Hukum ini bertujuan untuk mengatur hubungan antara individu, masyarakat, dan negara agar tercipta ketertiban, keadilan, serta perlindungan hak asasi manusia.
Etika, di sisi lain, berhubungan dengan prinsip moral yang membimbing individu dalam bertindak, meskipun tidak selalu diatur secara formal oleh negara. Etika lebih berhubungan dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat tentang benar dan salah, baik dan buruk. Dalam konteks politik hukum, etika ini berperan dalam memberi arahan mengenai bagaimana hukum seharusnya dijalankan, serta mempertimbangkan keadilan sosial.
Di dalam politik hukum Indonesia, hukum dan etika tidak dapat dipisahkan karena keduanya memiliki keterkaitan yang erat. Hukum dapat bertindak sebagai pedoman bagi penyelesaian masalah yang konkret, sementara etika mengarah pada nilai-nilai moral yang perlu dijunjung tinggi dalam penyusunan dan pelaksanaan hukum. Politik hukum di Indonesia, sebagai bagian dari proses demokrasi, seharusnya dapat menciptakan keselarasan antara keduanya.
2. Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Sumber Etik
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, memiliki peran yang sangat sentral dalam membentuk sistem hukum dan etika dalam politik hukum Indonesia. Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai landasan normatif bagi konstitusi dan peraturan perundang-undangan, tetapi juga menjadi sumber nilai dan etika yang mendasari kebijakan dan tindakan para pejabat negara serta masyarakat.
Pancasila mengandung lima sila yang mencerminkan nilai-nilai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara yang seharusnya mengarahkan praktik hukum dan politik di Indonesia. Dalam hal ini, Pancasila memberikan kerangka bagi penyusunan hukum yang adil, bermartabat, dan mengedepankan kesejahteraan sosial.
3. Keterkaitan antara Hukum dan Etika dalam Pancasila
Sila pertama (Ketuhanan yang Maha Esa) mencerminkan nilai etika yang mengajarkan penghormatan terhadap kemanusiaan, integritas moral, dan kesejahteraan spiritual dalam kehidupan bermasyarakat. Prinsip ini mengarah pada penerimaan bahwa hukum harus menghormati nilai-nilai agama dan moralitas yang ada dalam masyarakat.
Sila kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) menekankan pada pentingnya nilai keadilan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan keseimbangan antara hak individu dan kepentingan umum. Ini adalah nilai etika yang menjadi landasan bagi penerapan hukum yang adil dan tidak diskriminatif.
Sila ketiga (Persatuan Indonesia) berfokus pada pentingnya integritas dan solidaritas dalam kehidupan politik, di mana hukum harus memperhatikan kebutuhan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan) menekankan pentingnya demokrasi dan prinsip musyawarah dalam pembuatan kebijakan hukum yang berdasarkan pada kepentingan rakyat dan kebijaksanaan para pemimpin.
Sila kelima (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia) secara langsung mengarah pada perlunya hukum yang berkeadilan sosial, memberikan perhatian pada distribusi kekayaan dan kesempatan yang merata, serta pengentasan kemiskinan.
4. Pancasila sebagai Pembentuk Etika dalam Politik Hukum
Pancasila juga berfungsi sebagai pedoman etis bagi para pembuat kebijakan dan aparat negara dalam menjalankan tugas mereka. Etika ini mendorong agar kebijakan yang diambil selalu berpihak pada kepentingan rakyat, mendorong kebaikan bersama, dan memperhatikan keadilan sosial.
Dalam praktiknya, seringkali ada ketegangan antara norma hukum yang bersifat formal dan norma etika yang bersifat tidak tertulis atau lebih abstrak. Pancasila, sebagai sumber nilai yang mengandung prinsip moral, menjadi solusi untuk menjembatani perbedaan tersebut dengan mengingatkan bahwa hukum harus mencerminkan nilai-nilai moral yang lebih tinggi.
5. Penerapan dalam Praktik Politik Hukum di Indonesia
Penerapan prinsip-prinsip hukum dan etika yang bersumber dari Pancasila dapat dilihat dalam berbagai kebijakan dan keputusan hukum di Indonesia, baik dalam undang-undang maupun dalam putusan pengadilan. Misalnya, dalam konteks Reformasi Hukum dan Demokrasi yang terus berkembang di Indonesia, upaya untuk mewujudkan keadilan sosial dan pemberantasan korupsi selalu berlandaskan pada prinsip-prinsip Pancasila.
Namun, tantangan besar dalam penerapannya adalah bagaimana memastikan bahwa semua pihak—baik pemerintah, legislatif, maupun masyarakat—mengikuti prinsip-prinsip etika yang terkandung dalam Pancasila dan tidak hanya berfokus pada kepentingan politik atau ekonomi semata.
6. Kesimpulan
Hubungan antara hukum dan etika sangat penting dalam politik hukum di Indonesia. Pancasila memainkan peran yang sangat strategis sebagai sumber nilai dan etik dalam mengarahkan pembuatan kebijakan dan penerapan hukum yang adil dan berkeadilan.
Untuk mencapai tujuan politik hukum yang berlandaskan pada keadilan sosial, penting bagi Indonesia untuk terus memperkuat penerapan nilai-nilai Pancasila dalam praktik hukum, baik di tingkat legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, serta dalam kehidupan sosial masyarakat pada umumnya.
Tantangan terbesar adalah bagaimana menjaga agar hukum yang berlaku tidak hanya normatif secara hukum, tetapi juga sesuai dengan prinsip moral dan etika yang terkandung dalam Pancasila, sehingga bisa menciptakan kesejahteraan dan keadilan yang nyata bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, Pancasila sebagai sumber nilai dan sumber etik memberikan arah yang jelas dalam politik hukum di Indonesia, dan penting untuk selalu menjadi dasar bagi pembuatan dan pelaksanaan hukum di tanah air.