Agung Hasintongan Parulian Hasibuan
2217011076
Pancasila, sebagai ideologi negara Indonesia, merupakan konsep yang memiliki kedalaman filosofis dan relevansi yang berkelanjutan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Materi yang disampaikan melalui dokumen dan video pembelajaran mengenai Pancasila menekankan karakteristiknya sebagai ideologi yang terbuka dan dinamis, namun tetap memiliki landasan filosofis yang kokoh dan mendalam. Pancasila tidak hanya dipahami sebagai serangkaian gagasan historis, tetapi juga memiliki dimensi yang menjadikannya lebih dari sekadar konsep abstrak.
Dalam perkembangannya, Pancasila telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan esensi dasarnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, seperti religiusitas, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial, bukanlah konsep yang dipaksakan oleh elit penguasa, melainkan nilai-nilai yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia sejak lama. Keunikan Pancasila sebagai ideologi terbuka terletak pada fleksibilitasnya dalam menerima pengaruh eksternal sambil tetap mempertahankan jati diri dan nilai-nilai fundamentalnya. Hal ini memungkinkan Pancasila untuk tetap relevan dalam menghadapi tantangan globalisasi dan ideologi asing, selama nilai-nilai tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasarnya.
Para ahli seperti Driyarkara dan Soediman Kartohadiprodjo memberikan pandangan yang memperkaya pemahaman kita tentang Pancasila sebagai ideologi terbuka. Driyarkara memandang Pancasila sebagai sebuah falsafah yang berorientasi pada kemanusiaan dan kesejahteraan bersama, sementara tetap terbuka terhadap perubahan sosial. Soediman Kartohadiprodjo menekankan kemampuan Pancasila untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan jati dirinya, menerima gagasan-gagasan baru yang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern namun tetap setia pada prinsip-prinsip dasarnya.
Dalam konteks filsafat, Pancasila mencerminkan tiga dimensi penting: realitas, idealitas, dan fleksibilitas. Dimensi realitas menekankan bahwa nilai-nilai Pancasila berakar pada kondisi nyata kehidupan bangsa Indonesia. Dimensi idealitas mengacu pada cita-cita luhur yang ingin dicapai, seperti kehidupan yang adil dan sejahtera. Sementara itu, dimensi fleksibilitas memberikan ruang untuk perubahan pemikiran yang tetap sejalan dengan nilai-nilai dasar Pancasila.
Sebagai dasar negara dan pedoman hidup, Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai panduan dalam kehidupan bernegara, tetapi juga berperan sebagai alat pemersatu bangsa yang multikultural. Dalam konteks Indonesia yang sangat beragam, dengan perbedaan suku, agama, dan ras, Pancasila menjadi fondasi yang mengintegrasikan keberagaman ini menjadi kesatuan yang harmonis. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menciptakan ruang dialog dan penyelesaian konflik yang damai, menjadikannya instrumen yang efektif dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Dari perspektif teori Weltanschauung dan Philosophische Grondslag, Pancasila tidak hanya menjadi dasar negara, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai yang mengakar dalam budaya bangsa. Soediman Kartohadiprodjo menyatakan bahwa Pancasila adalah filsafat bangsa Indonesia, dengan lima sila sebagai intinya, yang mencerminkan pandangan hidup dan cara berinteraksi antarwarga negara. Notonagoro menegaskan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dalam pengertian filsafat, memberikan kerangka normatif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dardji Darmodihardjo menilai Pancasila sebagai filsafat yang idealistis, theis, dan praktis, menunjukkan bahwa Pancasila tidak hanya berbicara tentang nilai-nilai abstrak, tetapi juga tentang implementasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Soerjanto Poespowardojo menekankan bahwa Pancasila sebagai orientasi kemanusiaan harus dipahami dengan cara negatif dan positif. Secara negatif, Pancasila bukanlah materialisme yang merendahkan manusia menjadi objek tanpa subjektivitas, bukan pula pragmatisme yang cenderung menilai tindakan berdasarkan kegunaan semata. Sebaliknya, Pancasila mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih dalam. Jika dirumuskan secara positif, Pancasila terdiri dari nilai integral, etis, dan religius, mengajak masyarakat untuk membangun hubungan yang harmonis dengan Tuhan dan sesama manusia, menolak sosialisasi otoriter, dan mendorong praktik demokrasi yang sehat.
Dalam implementasinya, Pancasila membedakan antara tindakan manusia dan tindakan kemanusiaan yang berkaitan dengan dimensi religius dan moral. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan manusia harus selalu mempertimbangkan aspek etis dan spiritual, sehingga tidak mengingkari eksistensi Tuhan sebagai pencipta. Filsafat Pancasila sangat penting karena memberikan kerangka bagi pengembangan masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Nilai-nilai dasar dalam Pancasila bersifat umum dan universal, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, memiliki dimensi normatif yang dijabarkan dalam norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia.
Kesimpulannya, Pancasila sebagai ideologi negara memegang peran vital dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan berbangsa. Setiap kebijakan yang dibuat oleh negara seharusnya merujuk pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dengan demikian, Pancasila tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga alat praktis untuk mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila tetap relevan dalam menghadapi tantangan zaman, mampu beradaptasi dengan perubahan global, namun tetap mempertahankan jati diri dan nilai-nilai fundamental bangsa Indonesia.