Setelah mempelajari UU ITE, dapat disimpulkan bahwa undang-undang ini memiliki dua perspektif. Di satu sisi, UU ITE diciptakan untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat, terutama dari berbagai jenis kejahatan digital seperti penipuan melalui internet, peretasan, pencurian informasi, hingga penyebaran konten berbahaya. Selain itu, beberapa pasal dalam undang-undang ini juga bertujuan menjaga kehormatan dan keselamatan individu, misalnya dari fitnah, ancaman, atau penyebaran informasi palsu di dunia maya.
Namun, dalam konteks lain, beberapa organisasi hak asasi manusia mengkritik UU ITE karena dianggap membatasi kebebasan berekspresi dan tidak sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional. Mereka merekomendasikan adanya revisi UU ITE untuk memastikan bahwa regulasi ini tidak digunakan untuk membungkam kritik serta tidak membatasi kebebasan berekspresi.
Kritik utama masyarakat dan pakar hukum terhadap implementasi UU ITE adalah adanya celah multitafsir serta pasal-pasal yang dianggap terlalu luas, misalnya terkait kesusilaan atau pencemaran nama baik. Hal ini berpotensi membatasi atau bahkan mengkriminalisasi kebebasan berekspresi, terutama ketika masyarakat ingin menyampaikan kritik kepada pemerintah atau pihak berkuasa. Dengan demikian, UU ITE memang dapat bersifat melindungi, namun juga berpotensi membatasi kebebasan berekspresi apabila penerapannya tidak bertanggung jawab dan tidak sejalan dengan prinsip demokrasi serta hak asasi manusia yang dijamin konstitusi.
Namun, dalam konteks lain, beberapa organisasi hak asasi manusia mengkritik UU ITE karena dianggap membatasi kebebasan berekspresi dan tidak sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional. Mereka merekomendasikan adanya revisi UU ITE untuk memastikan bahwa regulasi ini tidak digunakan untuk membungkam kritik serta tidak membatasi kebebasan berekspresi.
Kritik utama masyarakat dan pakar hukum terhadap implementasi UU ITE adalah adanya celah multitafsir serta pasal-pasal yang dianggap terlalu luas, misalnya terkait kesusilaan atau pencemaran nama baik. Hal ini berpotensi membatasi atau bahkan mengkriminalisasi kebebasan berekspresi, terutama ketika masyarakat ingin menyampaikan kritik kepada pemerintah atau pihak berkuasa. Dengan demikian, UU ITE memang dapat bersifat melindungi, namun juga berpotensi membatasi kebebasan berekspresi apabila penerapannya tidak bertanggung jawab dan tidak sejalan dengan prinsip demokrasi serta hak asasi manusia yang dijamin konstitusi.