Perubahan konstitusi di Indonesia terjadi karena dinamika politik, kebutuhan penyesuaian terhadap sistem pemerintahan, dan keinginan untuk memperkuat demokrasi serta perlindungan hak asasi manusia. Sejak kemerdekaan, UUD 1945 sebagai konstitusi dasar mengalami beberapa kali perubahan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman serta realitas sosial-politik yang terus berubah. Perubahan pertama terjadi pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan diberlakukannya Konstitusi RIS pada tahun 1949, yang kemudian digantikan oleh UUDS 1950 saat kembali ke bentuk negara kesatuan. Namun, pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden yang menyatakan kembali berlakunya UUD 1945, karena Konstituante gagal menetapkan konstitusi baru.
Perubahan signifikan terhadap UUD 1945 baru terjadi pada era Reformasi, yakni antara tahun 1999 hingga 2002. Dalam periode ini, UUD 1945 diamandemen sebanyak empat kali oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Tujuannya adalah memperkuat sistem presidensial, membatasi kekuasaan presiden, meningkatkan supremasi hukum, dan memperluas jaminan terhadap hak-hak warga negara. Amandemen ini juga menciptakan lembaga-lembaga baru seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Dengan demikian, perubahan konstitusi Indonesia tidak hanya mencerminkan transisi kekuasaan, tetapi juga mencerminkan upaya untuk membangun sistem ketatanegaraan yang lebih demokratis dan akuntabel.
Referensi:
- Asshiddiqie, Jimly. (2006). Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi. Jakarta: Konstitusi Press.
- Indrayana, Denny. (2007). Indonesian Constitutional Reform 1999–2002: An Evaluation of Constitution-Making in Transition. Jakarta: Kompas Book Publishing.