Nama : Zahira Rossa Amalia
Kelas : Reguler D
NPM : 2416031096
ANALISIS JURNAL PERTEMUAN 3
Dijelaskan di pendahuluan jurnal bahwa, Indonesia telah mengalami banyak sekali perubahan sejak proklamasi, mulai dari politik dan cara pandang tentang kehidupan bernegara. Banyak perubahan yang terjadi mulai dari yang positif dan negatif, salah satu periode yang banyak diketahui adalah transisi orde lama ke orde baru, disana banyak hal yang terjadi seperti G30SPKI, masalah politik, dan masih banyak lagi. Orde baru dinilai bersifat sentralistik dan otoriter, dengan alasan menjaga stabilitas dan pembangunan nasional, yang pada akhirnya setelah 32 tahun orde baru memunculkan perlawanan dari masyrakat dan tergantikan oleh era reformasi yang menerapkan sistem demokrasi. Tetapi nyatanya demokrasi yang diharapkan justru banyak terjadi pelanggaran hukum, peningkatan kriminalitas dan ketidakpatuhan sosial.
Masuk kebagain isi jurnal dijelaskan bahwa, dimasa awal kemerdekaan identitas nasional nya cenderung berupa fisik seperti bendera, lagu kebangsaan, dan bahasa nasional. Tapi seiring perkembangan zaman itu semua tidak cukup, karena ternyata kita membutuhkan interprtasi lebih lanjut yang menunjukkan identitas nasional bisa berkembang seiring perkembangan zaman dan waktu. Identitas juga bersifat kompleks dan bukan sesuatu yang tetap, yang artinya tetap dapat dipengaruhi oleh waktu, ruang, serta faktor sosial dan budaya selain itu identitas nasional juga bergantung pada peran sosial dan bagaimana individu merespon nya.
Identitas juga tidak hanya dibentuk oleh kemauan individu tetapi juga oleh faktor eksternal yang memengaruhi dan membentuk identitas tersebut. Tetapi respon individu dibutuhkan untuk membentuk identitas masyarakat dari hasil interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. Disini juga pembuktian bahwa identitas itu bersifat dinamis dan berubah seiring berjalannya waktu.
Pembentukan identitas juga bisa dilakukan dengan bagaimana media massa yaitu televisi dan media massa lain dalam meciptakan menciptakan pola pikir dan gaya hidup yang sama dalam masyarakat dan hubungan sosial baru.
Untuk membangun integrasi yang lebih kuat memerlukan kesadaran nasional, semangat pluralisme, dan juga kesamaan dari beberapa aspek positif tetapi identitas yang terlalu eksklusif dapat menghambat integrasi nasional, sementara identitas yang inklusif justru memperkuat persatuan.
Dari pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa integrasi nasional tidak hanya hanya penyatuan visi dan misi bangsa, tetapi juga tantangan besar dalam mempertahankan persatuan karena keberagaman ini juga menjadi pemicu berbagai konflik, baik antar-etnik, antar-daerah, antar-agama, hingga kepentingan politik. Etnosentrisme, religisentrisme, dan politiksentrisme menjadi salah satu faktor yang memperparah polarisasi karena lebih menonjolkan identitas kelompoknya daripada kesatuan sebagai bangsa.
Interaksi lintas budaya yang minim dan mempersempit wawasan kebangsaan menghambat proses integrasi nasional. Respons daerah terhadap sentralisme pemerintahan di masa lalu juga menjadi masalah baru seperti dimana kepentingan etnis dan daerah lebih dominan daripada kepentingan nasional.
Ini juga menjadi alasan kenapa integrasi nasional harus dijadikan strategi kebudayaan yang tetap berlandaskan pada kesadaran akan keberagaman serta kesediaan untuk menyatukan visi dan misi bangsa, agar Indonesia tidak hanya menjadi negara yang beragam, tetapi juga memiliki persatuan yang kokoh dan berkelanjutan. Tapi juga perlu diingat strategi ini tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada bagaimana masyarakat memandang pluralitas sebagai kekuatan, bukan sebagai pemisah.
Kelas : Reguler D
NPM : 2416031096
ANALISIS JURNAL PERTEMUAN 3
Dijelaskan di pendahuluan jurnal bahwa, Indonesia telah mengalami banyak sekali perubahan sejak proklamasi, mulai dari politik dan cara pandang tentang kehidupan bernegara. Banyak perubahan yang terjadi mulai dari yang positif dan negatif, salah satu periode yang banyak diketahui adalah transisi orde lama ke orde baru, disana banyak hal yang terjadi seperti G30SPKI, masalah politik, dan masih banyak lagi. Orde baru dinilai bersifat sentralistik dan otoriter, dengan alasan menjaga stabilitas dan pembangunan nasional, yang pada akhirnya setelah 32 tahun orde baru memunculkan perlawanan dari masyrakat dan tergantikan oleh era reformasi yang menerapkan sistem demokrasi. Tetapi nyatanya demokrasi yang diharapkan justru banyak terjadi pelanggaran hukum, peningkatan kriminalitas dan ketidakpatuhan sosial.
Masuk kebagain isi jurnal dijelaskan bahwa, dimasa awal kemerdekaan identitas nasional nya cenderung berupa fisik seperti bendera, lagu kebangsaan, dan bahasa nasional. Tapi seiring perkembangan zaman itu semua tidak cukup, karena ternyata kita membutuhkan interprtasi lebih lanjut yang menunjukkan identitas nasional bisa berkembang seiring perkembangan zaman dan waktu. Identitas juga bersifat kompleks dan bukan sesuatu yang tetap, yang artinya tetap dapat dipengaruhi oleh waktu, ruang, serta faktor sosial dan budaya selain itu identitas nasional juga bergantung pada peran sosial dan bagaimana individu merespon nya.
Identitas juga tidak hanya dibentuk oleh kemauan individu tetapi juga oleh faktor eksternal yang memengaruhi dan membentuk identitas tersebut. Tetapi respon individu dibutuhkan untuk membentuk identitas masyarakat dari hasil interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. Disini juga pembuktian bahwa identitas itu bersifat dinamis dan berubah seiring berjalannya waktu.
Pembentukan identitas juga bisa dilakukan dengan bagaimana media massa yaitu televisi dan media massa lain dalam meciptakan menciptakan pola pikir dan gaya hidup yang sama dalam masyarakat dan hubungan sosial baru.
Untuk membangun integrasi yang lebih kuat memerlukan kesadaran nasional, semangat pluralisme, dan juga kesamaan dari beberapa aspek positif tetapi identitas yang terlalu eksklusif dapat menghambat integrasi nasional, sementara identitas yang inklusif justru memperkuat persatuan.
Dari pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa integrasi nasional tidak hanya hanya penyatuan visi dan misi bangsa, tetapi juga tantangan besar dalam mempertahankan persatuan karena keberagaman ini juga menjadi pemicu berbagai konflik, baik antar-etnik, antar-daerah, antar-agama, hingga kepentingan politik. Etnosentrisme, religisentrisme, dan politiksentrisme menjadi salah satu faktor yang memperparah polarisasi karena lebih menonjolkan identitas kelompoknya daripada kesatuan sebagai bangsa.
Interaksi lintas budaya yang minim dan mempersempit wawasan kebangsaan menghambat proses integrasi nasional. Respons daerah terhadap sentralisme pemerintahan di masa lalu juga menjadi masalah baru seperti dimana kepentingan etnis dan daerah lebih dominan daripada kepentingan nasional.
Ini juga menjadi alasan kenapa integrasi nasional harus dijadikan strategi kebudayaan yang tetap berlandaskan pada kesadaran akan keberagaman serta kesediaan untuk menyatukan visi dan misi bangsa, agar Indonesia tidak hanya menjadi negara yang beragam, tetapi juga memiliki persatuan yang kokoh dan berkelanjutan. Tapi juga perlu diingat strategi ini tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada bagaimana masyarakat memandang pluralitas sebagai kekuatan, bukan sebagai pemisah.