Posts made by Elsa Triananda

MPPE B2025 -> CASE STUDY 2

by Elsa Triananda -
NAMA : ELSA TRIANANDA
NPM :2313031053
KELAS :B
Dalam penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan di perusahaan startup, landasan teori menjadi dasar penting untuk memperkuat kerangka penelitian. Salah satu teori yang dapat digunakan adalah teori kepemimpinan klasik seperti trait theory dan behavioral theory yang menyoroti karakteristik pemimpin serta perilakunya dalam memengaruhi bawahan. Selain itu, teori kontingensi menjelaskan bahwa efektivitas gaya kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi organisasi. Dalam konteks startup yang dinamis, perubahan situasi seringkali membuat gaya kepemimpinan tertentu menjadi lebih atau kurang efektif. Selanjutnya, teori kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat digunakan untuk memahami bagaimana pemimpin memotivasi karyawan. Gaya transformasional mendorong inspirasi, visi, dan pemberdayaan sehingga dapat meningkatkan motivasi intrinsik, sedangkan gaya transaksional lebih menekankan pada pemberian penghargaan atau hukuman untuk mengatur perilaku kerja.

Selain teori kepemimpinan, teori motivasi kerja juga sangat relevan untuk menjelaskan mengapa gaya kepemimpinan dapat memengaruhi produktivitas karyawan. Misalnya, teori harapan dari Vroom berpendapat bahwa karyawan akan bekerja dengan baik jika mereka percaya bahwa upaya mereka akan menghasilkan kinerja yang baik dan diikuti dengan penghargaan yang sesuai. Teori dua faktor Herzberg membedakan antara faktor pemicu motivasi dan faktor pemeliharaan dalam lingkungan kerja, sedangkan teori kebutuhan Maslow menjelaskan bahwa motivasi muncul karena kebutuhan yang ingin dipenuhi. Di samping itu, teori social exchange menekankan bahwa hubungan yang adil antara pemimpin dan bawahan akan mendorong karyawan memberikan kinerja terbaik sebagai bentuk timbal balik atas dukungan yang diberikan pemimpin.

Berdasarkan teori-teori tersebut, kerangka pikir penelitian dapat dijelaskan bahwa gaya kepemimpinan berperan sebagai faktor utama yang memengaruhi motivasi dan kinerja karyawan. Pemimpin dengan gaya transformasional, misalnya, cenderung memberikan inspirasi dan dukungan yang dapat meningkatkan motivasi kerja, komitmen, dan kepuasan karyawan. Peningkatan motivasi ini kemudian akan berdampak positif pada produktivitas dan kinerja karyawan. Dalam kerangka ini, motivasi kerja berperan sebagai variabel perantara yang menjelaskan bagaimana gaya kepemimpinan dapat berdampak pada kinerja. Faktor lain seperti budaya organisasi dan karakteristik lingkungan kerja juga dapat memengaruhi hubungan ini, sehingga berfungsi sebagai variabel moderator yang memperkuat atau memperlemah pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja.

Dari kerangka pikir tersebut, hipotesis penelitian dapat dirumuskan secara sistematis. Hipotesis kerja menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Lebih lanjut, dapat dirumuskan hipotesis tambahan, seperti: gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap motivasi kerja karyawan; motivasi kerja memediasi hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kinerja; dan gaya kepemimpinan partisipatif memberikan pengaruh lebih kuat terhadap kinerja dibandingkan gaya otoriter. Sementara itu, hipotesis nol menyatakan tidak terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan dan kinerja karyawan. Hipotesis-hipotesis ini nantinya dapat diuji secara empiris melalui penelitian kuantitatif, misalnya menggunakan metode survei dan analisis statistik seperti regresi linier atau structural equation modeling.

Dengan demikian, teori kepemimpinan, motivasi, dan organisasi saling melengkapi untuk membangun kerangka pikir yang logis. Gaya kepemimpinan memengaruhi motivasi kerja, motivasi memengaruhi kinerja, dan faktor organisasi dapat memperkuat atau memperlemah hubungan tersebut. Rumusan hipotesis yang jelas memungkinkan penelitian ini menghasilkan temuan empiris yang bermanfaat, baik bagi pengembangan ilmu manajemen maupun praktik kepemimpinan di dunia kerja, khususnya di lingkungan perusahaan startup yang memiliki dinamika tinggi.

MPPE B2025 -> CASE STUDY

by Elsa Triananda -
NAMA :ELSA TRIANANDA
NPM :2313031053
KELAS :B
1. Teori-teori yang Relevan sebagai Landasan Teori
Agar penelitian memiliki dasar ilmiah yang kuat, mahasiswa perlu menyusun landasan teori yang relevan dengan variabel yang akan diteliti, yaitu pembelajaran daring (variabel independen) dan hasil belajar mahasiswa (variabel dependen). Beberapa teori yang dapat digunakan antara lain:

a. Teori Pembelajaran Konstruktivisme (Piaget & Vygotsky)
Teori ini menjelaskan bahwa belajar merupakan proses aktif di mana mahasiswa membangun sendiri pemahamannya melalui pengalaman dan interaksi. Dalam konteks pembelajaran daring, teori ini menekankan pentingnya partisipasi aktif mahasiswa, kolaborasi, dan penggunaan media digital yang mendorong eksplorasi dan refleksi.

b. Teori Pembelajaran Sosial (Bandura)
Teori ini berpendapat bahwa belajar terjadi melalui pengamatan, imitasi, dan interaksi sosial. Dalam pembelajaran daring, interaksi melalui forum diskusi, video conference, dan media sosial akademik menjadi sarana penting bagi mahasiswa untuk belajar dari dosen maupun teman sebaya.

c. Teori Kognitif tentang Pemrosesan Informasi (Gagné & Atkinson-Shiffrin)
Teori ini menjelaskan bagaimana informasi diterima, disimpan, dan diingat oleh individu. Pembelajaran daring yang efektif harus mampu membantu mahasiswa dalam memproses informasi melalui desain materi yang menarik, visual yang jelas, dan alur pembelajaran yang terstruktur agar mempermudah pemahaman.

d. Teori Hasil Belajar (Bloom)
Bloom mengemukakan bahwa hasil belajar dapat diukur melalui tiga ranah, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Teori ini menjadi dasar untuk mengukur sejauh mana pembelajaran daring mampu mencapai ketiga ranah hasil belajar mahasiswa.

Teori-teori di atas saling melengkapi: teori pembelajaran menjelaskan bagaimana proses belajar terjadi dalam konteks daring, sedangkan teori hasil belajar menjelaskan bagaimana keberhasilan proses tersebut dapat diukur secara konkret.

2. Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir merupakan gambaran logis tentang hubungan antara variabel pembelajaran daring (X) dengan hasil belajar mahasiswa (Y) berdasarkan teori yang telah dijelaskan.Dalam penelitian ini, diasumsikan bahwa pembelajaran daring di masa pascapandemi masih menjadi bagian penting dari sistem pendidikan, tetapi efektivitasnya terhadap hasil belajar mahasiswa belum sepenuhnya dipahami. Berdasarkan teori konstruktivisme dan sosial kognitif, efektivitas pembelajaran daring dipengaruhi oleh seberapa baik mahasiswa berinteraksi dengan dosen, materi, dan teknologi yang digunakan. Semakin interaktif, terstruktur, dan mendukung keterlibatan aktif mahasiswa, semakin tinggi pula hasil belajar yang dicapai.

Hubungan logis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Variabel Independen (X): Pembelajaran daring, yang meliputi aspek teknologi, interaksi dosen-mahasiswa, desain pembelajaran, dan aksesibilitas.
Variabel Dependen (Y): Hasil belajar mahasiswa, yang diukur melalui ranah kognitif (pengetahuan), afektif (motivasi/sikap), dan psikomotorik (keterampilan).

Secara konseptual, dapat dijelaskan bahwa pembelajaran daring yang efektif akan memudahkan mahasiswa memahami materi, meningkatkan partisipasi, serta memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Sebaliknya, jika pembelajaran daring tidak dirancang dengan baik, mahasiswa cenderung mengalami kesulitan memahami materi dan hasil belajarnya menurun.Dengan demikian, kerangka pikir dapat dirangkum dalam hubungan berikut:

Efektivitas Pembelajaran Daring → Aktivitas Belajar Mahasiswa → Hasil Belajar Mahasiswa

3. Rumusan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian yang dapat diuji secara ilmiah adalah:
Hipotesis Kerja (Ha):
Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara efektivitas pembelajaran daring terhadap hasil belajar mahasiswa di masa pascapandemi COVID-19.
Hipotesis Nol (H₀):
Tidak terdapat pengaruh antara efektivitas pembelajaran daring terhadap hasil belajar mahasiswa di masa pascapandemi COVID-19.

Hipotesis ini dapat diuji dengan pendekatan kuantitatif, menggunakan metode survei dan analisis statistik, misalnya uji regresi linier sederhana atau uji korelasi Pearson untuk melihat sejauh mana variabel pembelajaran daring berpengaruh terhadap hasil belajar.

MPPE B2025 -> Diskusi

by Elsa Triananda -
nama :elsa triananda
npm :2313031053
kelas :b

Dalam sebuah penelitian, teori, kerangka berpikir, dan hipotesis memiliki hubungan yang sangat erat dan saling melengkapi. Teori pada dasarnya adalah kumpulan konsep dan gagasan yang digunakan untuk menjelaskan suatu gejala atau fenomena secara sistematis. Teori membantu peneliti memahami bagaimana dan mengapa sesuatu terjadi. Selain itu, teori juga berfungsi sebagai dasar dalam menentukan variabel yang akan diteliti, menyusun hipotesis, serta menyiapkan alat ukur dan pembahasan hasil penelitian. Dengan teori, penelitian memiliki arah yang jelas karena teori memberikan kerangka logis yang menjelaskan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya.

Dari teori-teori yang telah dikaji sebelumnya, peneliti kemudian menyusun kerangka berpikir. Kerangka berpikir merupakan gambaran atau model yang menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti. Melalui kerangka berpikir, peneliti menjelaskan bagaimana teori-teori yang ada dapat digunakan untuk memahami masalah yang sedang dikaji. Dengan kata lain, kerangka berpikir menghubungkan teori dengan penelitian yang akan dilakukan. Di dalamnya tergambar alur logis yang menjelaskan bagaimana satu variabel bisa memengaruhi variabel lainnya, baik dalam bentuk hubungan sebab-akibat maupun hubungan yang bersifat korelasi. Kerangka berpikir inilah yang kemudian menjadi dasar dalam menyusun hipotesis penelitian.

Selanjutnya, peneliti merumuskan hipotesis, yaitu dugaan sementara terhadap masalah penelitian yang perlu diuji kebenarannya melalui data di lapangan. Hipotesis disusun berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang telah dibuat sebelumnya. Karena itu, hipotesis bukan sekadar tebakan, melainkan hasil dari proses berpikir ilmiah. Dalam penelitian kuantitatif, hipotesis sangat penting karena digunakan untuk mengarahkan analisis data. Hipotesis bisa berbentuk pernyataan yang menjelaskan perbedaan (komparatif), hubungan (asosiatif), atau hanya menggambarkan suatu keadaan (deskriptif). Biasanya terdapat dua bentuk hipotesis, yaitu hipotesis kerja (Ha) yang menyatakan adanya pengaruh atau hubungan antarvariabel, dan hipotesis nol (H₀) yang menyatakan tidak ada pengaruh atau hubungan. Nantinya, peneliti akan menguji hipotesis ini menggunakan data empiris untuk menentukan apakah dugaan awal tersebut benar atau tidak.

Ketiga unsur ini memiliki hubungan yang sangat jelas. Teori menjadi fondasi utama yang menjelaskan fenomena yang ingin dikaji. Kerangka berpikir berfungsi menyusun teori-teori tersebut ke dalam alur yang logis dan menunjukkan hubungan antarvariabel. Sementara itu, hipotesis muncul sebagai kesimpulan sementara dari kerangka berpikir yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian. Secara sederhana, alurnya dapat digambarkan seperti ini: teori → kerangka berpikir → hipotesis → pengujian empiris. Jika hasil penelitian mendukung hipotesis, berarti teori yang digunakan relevan; sebaliknya, jika tidak mendukung, teori tersebut bisa dikaji ulang atau dikembangkan. Dengan memahami keterkaitan ketiganya, peneliti dapat merancang penelitian yang lebih terarah, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

MPPE B2025 -> CASE STUDY

by Elsa Triananda -
nama :elsa triananda
npm :2313031053
kelas :B
1. Identifikasi Masalah Penelitian
Masalah utama yang dapat diidentifikasi dari kasus tersebut adalah penurunan jumlah mahasiswa baru selama tiga tahun terakhir, meskipun universitas telah melakukan berbagai upaya promosi secara intensif. Fenomena ini menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan (meningkatnya jumlah mahasiswa melalui promosi) dan kenyataan (penurunan pendaftar). Dengan demikian, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai:

>Mengapa promosi besar-besaran yang dilakukan universitas belum berhasil meningkatkan jumlah mahasiswa baru?

Masalah ini penting diteliti karena berkaitan langsung dengan strategi pemasaran pendidikan, efektivitas komunikasi promosi, serta citra dan daya saing universitas di mata calon mahasiswa.

2. Variabel Penelitian dan Jenisnya

Untuk mengkaji masalah tersebut, dapat ditetapkan beberapa variabel penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen (X):

Efektivitas promosi universitas (melalui media sosial, pameran, dan kerja sama dengan sekolah).
→ Variabel ini berperan sebagai faktor yang memengaruhi perubahan terhadap variabel lain, yaitu jumlah mahasiswa baru.

Variabel Dependen (Y):

Minat atau keputusan calon mahasiswa untuk mendaftar ke universitas tersebut.
→ Variabel ini merupakan hasil atau akibat dari pengaruh variabel independen.

Selain itu, peneliti juga dapat menambahkan variabel moderator atau intervening, seperti:

citra universitas (moderator) → memperkuat atau memperlemah pengaruh efektivitas promosi terhadap keputusan pendaftaran.
Kesesuaian program studi dengan kebutuhan pasar kerja (intervening) → menjembatani hubungan antara promosi dan keputusan pendaftaran.

3. Paradigma Penelitian yang Paling Tepat

Paradigma yang paling tepat digunakan adalah paradigma positivistik

Alasannya:
1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sebab-akibat antara efektivitas promosi dengan minat atau keputusan calon mahasiswa. Paradigma positivistik cocok karena menekankan pada pengukuran variabel yang dapat diobservasi dan diuji secara empiris.
2. Penelitian ini dapat dilakukan dengan pendekatan kuantitati, misalnya melalui survei terhadap calon mahasiswa, siswa SMA, atau pihak sekolah untuk mengukur seberapa besar pengaruh promosi terhadap keputusan memilih universitas.
3. Paradigma ini memungkinkan analisis statistik yang objektif guna menghasilkan rekomendasi strategis berbasis data, sesuai kebutuhan universitas dalam pengambilan kebijakan.

Namun, jika universitas ingin memahami persepsi, pengalaman, dan alasan subjektif calon mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi, paradigma interpretif juga dapat digunakan sebagai pelengkap dalam penelitian lanjutan dengan pendekatan kualitatif.

4. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Rumusan Masalah:

> “Apakah efektivitas promosi melalui media sosial, pameran pendidikan, dan kerja sama sekolah berpengaruh terhadap minat calon mahasiswa untuk mendaftar di universitas?”

Pertanyaan Penelitian:

> “Sejauh mana kegiatan promosi yang dilakukan universitas memengaruhi keputusan calon mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi?”

MPPE B2025 -> Membuat summary e journal

by Elsa Triananda -
NAMA :ELSA TRIANANDA
NPM :2313031053
KELAS :B

Artikel karya Charles Kivunja dan Ahmed Bawa Kuyini (2017) berjudul “Understanding and Applying Research Paradigms in Educational Contexts” membahas secara mendalam tentang makna dan penerapan paradigma penelitian dalam bidang pendidikan. Penulis menjelaskan bahwa paradigma merupakan kerangka berpikir yang memandu peneliti dalam memahami realitas, menentukan cara memperoleh pengetahuan, serta memilih pendekatan metodologis yang relevan. Paradigma menjadi dasar filosofis yang membentuk cara berpikir peneliti sejak proses perumusan masalah hingga penarikan kesimpulan hasil penelitian.Menurut Kivunja dan Kuyini, paradigma penelitian terdiri dari empat komponen utama, yaitu ontologi, epistemologi, metodologi, dan aksiologi. Ontologi berkaitan dengan pandangan peneliti terhadap hakikat realitas—apakah realitas bersifat objektif, tunggal, dan dapat diukur, atau justru bersifat ganda dan dibentuk oleh pengalaman subjektif manusia. Epistemologi menjelaskan bagaimana peneliti memperoleh pengetahuan, apakah melalui observasi empiris, pengalaman langsung, atau hasil refleksi sosial. Sementara itu, metodologi berkaitan dengan pendekatan sistematis yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dan menjawab pertanyaan penelitian. Aksiologi menekankan pentingnya nilai, etika, dan tanggung jawab moral peneliti dalam proses penelitian.Penulis juga menguraikan bahwa dalam perkembangan ilmu sosial dan pendidikan, terjadi perdebatan panjang yang dikenal dengan istilah “paradigm wars”, yaitu perbedaan pandangan di antara para peneliti mengenai paradigma yang dianggap paling tepat digunakan. Meskipun demikian, saat ini terdapat empat paradigma utama yang banyak digunakan dalam penelitian pendidikan, yaitu positivistik, interpretivistik (atau konstruktivistik), kritis (transformative), dan pragmatik. Paradigma positivistik menekankan metode ilmiah, pengukuran objektif, serta analisis statistik untuk menemukan hukum umum yang berlaku. Sebaliknya, paradigma interpretivistik berfokus pada pemahaman makna subjektif dari pengalaman manusia dalam konteks sosial tertentu. Paradigma kritis digunakan untuk mengungkap ketidakadilan sosial dan mendorong perubahan struktural melalui penelitian partisipatif. Adapun paradigma pragmatik menggabungkan unsur kualitatif dan kuantitatif dengan prinsip “what works”, yakni memilih metode yang paling efektif untuk mencapai tujuan penelitian.

Kivunja dan Kuyini menegaskan bahwa pemilihan paradigma memiliki implikasi langsung terhadap rancangan penelitian, metode pengumpulan data, serta cara peneliti menginterpretasikan temuan. Misalnya, penelitian yang berlandaskan paradigma positivistik akan menggunakan survei atau eksperimen, sedangkan penelitian interpretivistik lebih tepat menggunakan studi kasus, wawancara mendalam, atau fenomenologi. Paradigma kritis umumnya digunakan dalam penelitian tindakan sosial, sementara paradigma pragmatik memungkinkan penggunaan metode campuran agar hasil penelitian lebih komprehensif.Secara keseluruhan, artikel ini menekankan bahwa pemahaman terhadap paradigma penelitian bukan sekadar aspek teoritis, melainkan fondasi intelektual yang menjamin konsistensi antara tujuan, metode, dan hasil penelitian. Peneliti yang memahami paradigma secara mendalam akan mampu merancang penelitian yang relevan, etis, dan memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam konteks pendidikan.