Kiriman dibuat oleh 2215071033_Albi Rifki Alhanif

Nama : Albi Rifki Alhanif
Npm : 2215071033
Kelas : B


POST TEST
Setiap Negara di dunia miliki ideologi
masing-masing dengan tujuan untuk
menciptakan suatu perkembangan didalam
berbagai aspek, khususnya di Indonesia,
para pendiri bangsa menciptakan ideologi
dengan konsepsi yaitu ideologi Pancasila.
Pancasila merupakan aspek terpenting
dalam membangun bangsa dan Negara yang
difungsikan pada praktik kehidupan manusia
khusunya bagi bangsa Indonesia, Pancasila
tidak bisa intervensi dari sudut pandang
ideologi manapun, sehingga Pancasila
mempunyai sifat imunitas yaitu kekebalan
terhadap pengaruh ideologi lain.
Pancasila merupakan dasar Negara
yaitu sebuah konsepsi yang dirancang atas
kesepakatan bersama dengan tujuan dapat
menjawab tantangan dan masalah bangsa
dan Negara, jika ditinjau dari perspektif
sosiologi lahirnya sebuah Negara terjadi
karena adanya hubungan dan interaksi antar
manusia, interaksi antar kelompok sehingga
menibulkan tata nilai dan tata norma, jadi
ideologi adalah akumulasi dari nilai dan
norma yang hidup atas kesadaran suatu
masyarakat, dengan tujuan terpenting untuk
menciptakan bonum publicum.
Nilai pada pada dasanya memiliki
berbagai sifat, salah satu sifat nilai yaitu
normatif. Nilai normatif merupakan nilai
yang mengandung harapan, keinginan, dan
suatu keharusan. Nilai diwujudkan dalam
bentu peraturan sebagai pedoman manusia
dalam bertindak.
Pancasila sebagai staatfundamental
norm dan ideologi bangsa menimbulkan
kesadaran bahwa pancasila mengandung
nilai-nilai yang menjadi landasan
fundamental dalam penyelengaraan negara.
Salah satu landasan pokok sebagai cerminan
penyelengaraan negara berupa pemilu
terdapat pada sila keempat dalam Pancasila
tersebut adalah nilai kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan. Oleh
karena itu, Nilai-Nilai dalam sila keempat
Pancasila merupakan bentuk dari
Demokrasi.
Sesuai dengan amanat konstitusi
pemilihan umum dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil setiap lima tahun sekali. Pelaksanaan
pemilihan umum kepala daerah secara
langsung merupakan salah satu
implementasi dari sistim demokrasi dalam
rangka menciptakan pemerintahan yang
lebih demokratis.
Menurut terminologi demokrasi
merupakan kekuasaan oleh rakyat, ikut
sertaan rakyat dalam pemerintahan hamper
diterima oleh banyak negara di dunia, sistem
pemerintahan ini sangat unggul dibanding
pemerintahan yang lainnya. Perkembangan
sistem demokrasi sebagai bentuk
pemerintahan Indonesia telah mengalami
berbagai macam kontradiksi dan rintangan
bagi masyakrakat luas. Demokrasi dalam
Pancasila dapat dilihat dari Demokrasi
Pancasila pada hakikatnya.
Terlaksananya pemilihan umum
daerah secara langsung merupakan amanat
langsung dari UUD 1945 Pasal 22E ayat (1)
Pemilihan umum dilaksanakan secara
langsung umu, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap lima tahun sekali. Apabila ditinjau
dari sudut historis yuridis pelaksanaan
demoktasi di daerah mengalami banyak
kontradiksi. Namun
banyak sekali
permasalahan dalam pelaksanaan pilkada
langsung tersebut.
Pilkada yang tidak sesuai dengan
pancasila sila keempat yang berupa
pelanggaran, kecurangan yang dilakukan
oleh penyelenggara, peserta pilkada, dan tim
pendukung, serta masyarakat dapat
diberikan sanksi pidana yang telah di atur didalam Pasal 177, dan178 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016
Tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur. Fakta empiris pemilukada secara
langsung menunjukan kesenjangan
demokrasi. Banyak kalangan praktisi hukum
mengemukakan
argument bahwa
pemilukada secara langsung justru
membebani keuangan daerah dan banyak
terjadi mahar politik.
Berdasarkan deskripsi diatas maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pemilihan kepada daerah secara langsung
tidak mencerimkan sifat Pancasila sila
keempat. Beragam konflik, dan muncul
berbagai intepretasi yang tidak sesuai
dengan kenyataan. Menginjak tahun politik
berbagai macam hoax muncul untuk
menjatuhkan pihak lawan baik secara
ragawi dan badawi, hal ini memicu
disitegrasi bangsa. Sementara itu pengaturan
mengenai pemilihan kepala daerah yang
terdapat dalam Undang-Undang kurang jelas
dan multi tafsir. Oleh karena itu perlu
dilakukan kepastian dalam meneggakkan
peraturan pemilihan umum yang sekiranya
menimbulkan kekacauan dan disintegrasi
bangsa.
Pancasila sila keempat merupakan
perwujudan demokrasi di Indonesia,
demokrasi yang dinginkan adalah ikut
sertaan rakyat didalam menjalankan roda
pemerintahan. Melindungi demokrasi juga
melindungi sesuatu yang menyandang status
minoritas, minoritas dalam hal ini adalah
calon kepala daerah yang bertarung sesuai dengan amanat nilai demokrasi dalam sila
keempat Pancasila.
Nama : Albi Rifki Alhanif
Npm : 2215071033
Kelas : B

Analisis vidio

Perkembangan demokrasi di Indonesia :

1). Perkembangan demokrasi masa revolusi kemerdekaan
Demokrasi pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan sangat terbatas.

2). Perkembangan demokrasi masa parlementer (1945-1959)
Pada masa ini adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia. Tetapi, demokrasi parlementer gagal karena dominan politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik, basis sosial ekonomi yang masih lemah, persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan angkatan darat yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang berjalan.
3). Perkembangan demokrasi terpimpin (1959-1965)
Politik pada masa ini diwarnai oleh tolak ukur yang sangat kuat antara ketiga kekuatan politik yang utama pada waktu itu.
4). Perkembangan demokrasi dalam pemerintahan orde baru
Pada 3 tahun awal kekuasaan seolah-olah akan didistribusikan kepada kekuatan masyarakat. Namun, setelah 3 tahun dominan peranan ABRI, biro kratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah dalam persoalan partai politik dan publik, masa mengambang monolitasi ideologi negara dan inkorporasi lembaga non pemerintahan.
5).Perkembangan demokrasi pada masa reformasi ( 1998-sekarang)
Demokrasi yang diterapkan negara kita pada era reformasi ini adalah demokrasi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik yang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi parlementer. Demokrasi ini diawali dengan turunnya presiden Soeharto karena adanya demo mahasiswa 1998 karena krisis moneter yang terjadi.
Nama : Albi Rifki Alhanif
Npm : 2215071033
Kelas : B
Pretest

Yang penting dalam situasi seperti ini jangan ada yang berpolemik dan jangan ada yang membuatmu kacau. Yang penting ribut dan berisiknya itu masih dalam konteks . Demokrasi yang prosedural tidak ada persoalan Demokrasi itu memang tempat orang berisik, tetapi berisik untuk hal yang lebih baik dan sesuai prosedural. Walaupun demokrasi di anggap berisik, tetapi banyak negara masih menggunakan nya. Alasannya yaitu negara bisa mempertahankan keamanan dan kemakmuran jangka panjang, demokrasi juga dianggap alat paling efektif mewujudkan kesetaraan, mengurangi konflik dan meningkatkan partisipasi publik serta warga yang hidup di negara demokrasi cenderung mempunyai angka harapan hidup yang tinggi. Namun saat ini demokrasi sedang di Landa krisis karena beberapa alasan yaitu rendahnya kepercayaan terhadap pemerintah dan politikus, penurunan jumlah keanggotaan partai politik, hingga regulasi pemerintah di anggap tidak transparan.

Posttes

Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar
empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun
2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres)
memiliki konstelasi politik yang lebih menyita
perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk
kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali
berhadapan dengan Prabowo Subianto, head
to head, untuk memperebutkan kursi presiden.
Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga
diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua
kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres
pun cenderung semakin mempertajam timbulnya
pembelahan sosial dalam masyarakat.
Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai
sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan
makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi
memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan
penting yang harus dilalui, seperti proses
konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan
Laurence Whitehead (1989), konsolidasi
demokrasi merupakan salah satu sarana untuk
meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh
lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.

Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu
merupakan sarana dan momentum terbaik bagi
rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi
politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di
lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya
secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan
pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah
dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa
untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai
amanat para pendiri bangsa. Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan
demokrasi yang substansial, reformasi politik
dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi
birokrasi yang profesional terbebas dari
pragmatisme dan kooptasi partai politik dan
penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam
pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi
kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan
hasilnya. Sejauh ini tataran empirik menunjukkan
adanya tarikan politik, khususnya, dari penguasa
terhadap birokrasi. Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung
fluktuatif dan belum berjalan secara regular
karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai
politik, civil society, media massa) belum
berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai
pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan
untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi
kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan
unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan
akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal
tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen
semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan
yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses
pendalaman demokrasi akan terhambat ketika
parpol melalui para elitenya dan stakeholders
terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung
constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai
demokrasi substansial, khususnya yang terkait
dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias
kompetisi, political equality, dan peningkatan
political responsiveness.
Tantangan pendalaman demokrasi semakin
besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan
hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak
hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan
demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi
ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan
sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional
di medsos, ujaran kebencian dan maraknya
berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan
dengan sengketa dan konflik. Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan
pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019
yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang
cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan
menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu
yang berkualitas memerlukan parpol dan
koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting
karena pemilu tidak hanya merupakan sarana
suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil
dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi
ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
Tantangan yang cukup besar dalam menjalani
pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi
demokrasi yang berkualitas sulit terbangun.
Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup
dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor
4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum
mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara
yang menjalankan demokrasi substantif.