Posts made by Fiqri Fiqri Fauzan hadi

NAMA : FIQRI FAUZAN HADI
NPM : 2217011157
KELAS : C

Artikel ini membahas bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia, khususnya dalam pemilihan umum kepala daerah (pilkada), belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila keempat Pancasila, yaitu "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan". Penulis menekankan bahwa meskipun Indonesia secara hukum adalah negara demokratis, praktik politik sering kali menyimpang dari prinsip musyawarah dan keadilan sosial. Beberapa bentuk penyimpangan yang disorot antara lain dominasi partai politik, pencalonan kepala daerah yang tidak transparan, rendahnya peluang bagi calon independen, serta praktik kampanye yang tidak sehat dan berpotensi memecah belah masyarakat.

Selain itu, artikel ini juga mengkritisi lemahnya penegakan nilai demokrasi Pancasila dalam struktur internal partai politik, di mana mekanisme pemilihan calon kepala daerah lebih didasarkan pada instruksi elite partai dibanding hasil musyawarah. Penulis mengusulkan agar partai-partai politik yang tidak mencerminkan nilai demokrasi diberi sanksi tegas sebagaimana dilakukan di beberapa negara Eropa. Di akhir tulisan, penulis menyimpulkan bahwa perlu adanya perbaikan sistemik terhadap pelaksanaan pemilu, baik dalam aspek hukum, etika politik, maupun budaya demokrasi masyarakat, agar demokrasi di Indonesia benar-benar sesuai dengan roh Pancasila, khususnya sila keempat.
NAMA : FIQRI FAUZAN HADI
NPM : 2217011157
KELAS : C

Dalam artikel Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019 menjelaskan :
Artikel ini mengkritisi kondisi demokrasi Indonesia yang masih dangkal dan belum sepenuhnya matang, meski pemilu sudah dilaksanakan secara rutin. Pemilu Presiden 2019 memperlihatkan bahwa demokrasi masih bersifat prosedural—sekadar memilih lewat kotak suara—tanpa memperkuat nilai-nilai seperti kepercayaan publik, netralitas birokrasi, atau partisipasi politik yang sehat. Polarisasi tajam antarpendukung capres, penyebaran hoaks, politisasi agama, dan minimnya fungsi substantif partai politik membuat demokrasi sulit berkembang secara mendalam.

Penulis menekankan bahwa pemilu seharusnya bukan hanya sarana suksesi kekuasaan, tetapi juga instrumen untuk memperkuat pemerintahan yang efektif dan terpercaya. Namun, kegagalan partai dalam kaderisasi, keterlibatan birokrasi dalam politik praktis, serta lemahnya penegakan etika pemilu membuat masyarakat kehilangan kepercayaan. Untuk memperbaiki demokrasi, seluruh pemangku kepentingan—dari partai politik hingga masyarakat sipil—harus lebih dewasa dan bertanggung jawab, agar demokrasi Indonesia bisa berkembang tidak hanya secara prosedural tapi juga substantif.