Nama : Khusnul Khotimah
NPM : 2217011094
Kelas : B
Jurnal ini mengkaji secara mendalam berbagai aspek mengenai kepemimpinan dan penegakan hukum di Indonesia. Salah satu sorotan utamanya adalah model kepemimpinan yang tegas dan langsung, seperti yang dicontohkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pendekatan kepemimpinan semacam ini dianggap efektif dalam memperkuat tata kelola dan disiplin kerja, namun juga memicu resistensi dari sebagian masyarakat yang merasa terganggu atau tidak sepaham. Hal ini mengindikasikan bahwa ketegasan dalam memimpin perlu diimbangi dengan pendekatan sosial yang mampu menjaga keseimbangan dan harmoni di tengah masyarakat.
Lebih lanjut, jurnal ini mengidentifikasi berbagai hambatan dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Beberapa persoalan utama mencakup rendahnya kualitas sumber daya aparat penegak hukum, kurangnya pemahaman keagamaan di kalangan masyarakat, kondisi ekonomi yang memengaruhi perilaku hukum, serta proses rekrutmen aparat yang belum transparan. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap sistem hukum masih rendah dan kerap dibayangi oleh praktik penyimpangan seperti korupsi, narkotika, dan pungutan liar. Meski masyarakat mengharapkan keadilan yang merata, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai rintangan.
Dalam kasus penistaan agama yang melibatkan Ahok, jurnal ini menegaskan bahwa proses hukum dilakukan sesuai prosedur tanpa tekanan dari publik. Penetapan status tersangka didasarkan pada mekanisme hukum yang berlaku, meskipun situasi sosial dan politik saat itu cukup sensitif. Aksi damai umat Islam pada 4 November 2016 menjadi ilustrasi bagaimana masyarakat bisa menyampaikan aspirasi secara tertib sambil menuntut transparansi dan profesionalisme dalam proses hukum. Hal ini memperlihatkan pentingnya peran negara dalam menjamin perlindungan hukum dan ketertiban sesuai amanat konstitusi.
Jurnal ini juga membahas konsep perlindungan hukum dalam dua bentuk, yakni preventif dan represif. Perlindungan preventif berfungsi untuk mencegah pelanggaran hukum melalui edukasi dan tindakan pencegahan, sedangkan perlindungan represif menekankan pada penindakan terhadap pelanggaran yang sudah terjadi. Penegakan hukum harus meneguhkan prinsip keadilan dan ketertiban masyarakat, serta melibatkan unsur aparat seperti polisi, hakim, jaksa, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.
Secara teoretis, penegakan hukum diartikan sebagai usaha menyelaraskan nilai-nilai sosial dengan norma hukum yang berlaku, dengan tujuan menciptakan ketertiban dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat. Penegakan hukum tidak semata-mata soal penerapan aturan, tetapi juga menjaga stabilitas sosial. Mengacu pada teori Golstein, penegakan hukum pidana dapat dibedakan menjadi tiga jenis: total enforcement (penerapan hukum secara menyeluruh), full enforcement (penegakan maksimal namun terbatas pada area tertentu), dan actual enforcement (penegakan realistis berdasarkan keterbatasan sumber daya).
Pelaksanaan hukum harus mempertimbangkan tiga dimensi utama: dimensi normatif yang mengacu pada aturan hukum, dimensi administratif yang menyangkut prosedur teknis, dan dimensi sosial yang berkaitan dengan kondisi masyarakat. Faktor-faktor penentu keberhasilan penegakan hukum meliputi regulasi yang memadai, kualitas dan integritas aparat, sarana pendukung yang cukup, serta budaya hukum masyarakat. Keselarasan antara faktor-faktor tersebut menjadi kunci agar hukum dapat ditegakkan secara adil dan efektif.
Secara keseluruhan, jurnal ini menyimpulkan bahwa penegakan hukum yang adil dan berkualitas merupakan pilar utama dalam menjaga keadilan, ketertiban sosial, dan kepercayaan publik terhadap negara. Reformasi menyeluruh di bidang hukum serta peningkatan kapasitas aparat hukum menjadi kebutuhan mendesak demi terciptanya sistem hukum yang berintegritas dan berpihak pada keadilan.
NPM : 2217011094
Kelas : B
Jurnal ini mengkaji secara mendalam berbagai aspek mengenai kepemimpinan dan penegakan hukum di Indonesia. Salah satu sorotan utamanya adalah model kepemimpinan yang tegas dan langsung, seperti yang dicontohkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pendekatan kepemimpinan semacam ini dianggap efektif dalam memperkuat tata kelola dan disiplin kerja, namun juga memicu resistensi dari sebagian masyarakat yang merasa terganggu atau tidak sepaham. Hal ini mengindikasikan bahwa ketegasan dalam memimpin perlu diimbangi dengan pendekatan sosial yang mampu menjaga keseimbangan dan harmoni di tengah masyarakat.
Lebih lanjut, jurnal ini mengidentifikasi berbagai hambatan dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Beberapa persoalan utama mencakup rendahnya kualitas sumber daya aparat penegak hukum, kurangnya pemahaman keagamaan di kalangan masyarakat, kondisi ekonomi yang memengaruhi perilaku hukum, serta proses rekrutmen aparat yang belum transparan. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap sistem hukum masih rendah dan kerap dibayangi oleh praktik penyimpangan seperti korupsi, narkotika, dan pungutan liar. Meski masyarakat mengharapkan keadilan yang merata, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai rintangan.
Dalam kasus penistaan agama yang melibatkan Ahok, jurnal ini menegaskan bahwa proses hukum dilakukan sesuai prosedur tanpa tekanan dari publik. Penetapan status tersangka didasarkan pada mekanisme hukum yang berlaku, meskipun situasi sosial dan politik saat itu cukup sensitif. Aksi damai umat Islam pada 4 November 2016 menjadi ilustrasi bagaimana masyarakat bisa menyampaikan aspirasi secara tertib sambil menuntut transparansi dan profesionalisme dalam proses hukum. Hal ini memperlihatkan pentingnya peran negara dalam menjamin perlindungan hukum dan ketertiban sesuai amanat konstitusi.
Jurnal ini juga membahas konsep perlindungan hukum dalam dua bentuk, yakni preventif dan represif. Perlindungan preventif berfungsi untuk mencegah pelanggaran hukum melalui edukasi dan tindakan pencegahan, sedangkan perlindungan represif menekankan pada penindakan terhadap pelanggaran yang sudah terjadi. Penegakan hukum harus meneguhkan prinsip keadilan dan ketertiban masyarakat, serta melibatkan unsur aparat seperti polisi, hakim, jaksa, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.
Secara teoretis, penegakan hukum diartikan sebagai usaha menyelaraskan nilai-nilai sosial dengan norma hukum yang berlaku, dengan tujuan menciptakan ketertiban dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat. Penegakan hukum tidak semata-mata soal penerapan aturan, tetapi juga menjaga stabilitas sosial. Mengacu pada teori Golstein, penegakan hukum pidana dapat dibedakan menjadi tiga jenis: total enforcement (penerapan hukum secara menyeluruh), full enforcement (penegakan maksimal namun terbatas pada area tertentu), dan actual enforcement (penegakan realistis berdasarkan keterbatasan sumber daya).
Pelaksanaan hukum harus mempertimbangkan tiga dimensi utama: dimensi normatif yang mengacu pada aturan hukum, dimensi administratif yang menyangkut prosedur teknis, dan dimensi sosial yang berkaitan dengan kondisi masyarakat. Faktor-faktor penentu keberhasilan penegakan hukum meliputi regulasi yang memadai, kualitas dan integritas aparat, sarana pendukung yang cukup, serta budaya hukum masyarakat. Keselarasan antara faktor-faktor tersebut menjadi kunci agar hukum dapat ditegakkan secara adil dan efektif.
Secara keseluruhan, jurnal ini menyimpulkan bahwa penegakan hukum yang adil dan berkualitas merupakan pilar utama dalam menjaga keadilan, ketertiban sosial, dan kepercayaan publik terhadap negara. Reformasi menyeluruh di bidang hukum serta peningkatan kapasitas aparat hukum menjadi kebutuhan mendesak demi terciptanya sistem hukum yang berintegritas dan berpihak pada keadilan.