Posts made by Putri Syahwa Rahman

Nama : Putri Syahwa Rahman
NPM : 2217011154
Kelas : A

Menurut pemahaman saya, video ini menyoroti sebuah paradoks dalam demokrasi. Di satu sisi, kebisingan dan keramaian adalah hal yang wajar dan bahkan menjadi ciri khas dari sistem demokrasi, sebagai ruang bagi berbagai pendapat untuk berinteraksi dan beradu argumen. Selama "kebisingan" ini masih berada dalam jalur yang benar, yaitu mengikuti prosedur dan aturan main demokrasi, maka hal tersebut tidak menjadi masalah.

Namun, di sisi lain, video ini juga menyajikan data yang cukup mengkhawatirkan mengenai kualitas demokrasi di Indonesia. Penurunan peringkat dari status "full free" menjadi indikasi adanya kemunduran dalam beberapa aspek demokrasi. Hal ini diperkuat oleh temuan dari lembaga kredibel seperti Freedom House dan The Economist Intelligence Unit.

Menariknya, video ini juga memberikan perspektif yang lebih luas dengan menyebutkan bahwa penurunan kualitas demokrasi bukanlah fenomena yang hanya terjadi di Indonesia. Bahkan negara-negara yang selama ini dianggap sebagai "benteng" demokrasi, seperti Amerika Serikat, juga mengalami tren serupa.

Dengan demikian, video ini mengajak kita untuk merenungkan bahwa demokrasi, meskipun idealnya adalah sistem yang paling mengakomodasi berbagai suara, bukanlah sesuatu yang statis dan terjamin keberlangsungannya. Diperlukan kewaspadaan dan upaya berkelanjutan untuk memastikan bahwa "kebisingan" demokrasi tetap berada dalam koridor yang sehat dan tidak menggerus nilai-nilai fundamentalnya. Penurunan peringkat demokrasi di berbagai negara menjadi pengingat bahwa tantangan terhadap demokrasi adalah isu global yang perlu ditangani secara serius.
Nama : Putri Syahwa Rahman
NPM : 2217011154
Kelas : A

Jurnal “Demokrasi sebagai Wujud Nilai-Nilai Sila Keempat Pancasila dalam Pemilihan Umum Daerah di Indonesia” membahas secara kritis bagaimana nilai-nilai demokrasi dalam sila keempat Pancasila seharusnya diwujudkan melalui mekanisme pemilihan umum daerah. Penulis menekankan bahwa sila keempat tidak hanya bermakna simbolik, tetapi semestinya menjadi landasan dalam seluruh proses demokrasi, mulai dari pencalonan hingga pemilihan. Namun, dalam praktiknya, pelaksanaan Pilkada di Indonesia sering kali menyimpang dari nilai-nilai tersebut. Proses pencalonan yang berat bagi kandidat independen, dominasi partai politik yang tidak demokratis secara internal, serta rendahnya partisipasi pemilih menunjukkan bahwa nilai-nilai permusyawaratan dan kebijaksanaan belum sepenuhnya hadir dalam demokrasi lokal kita.

Lebih lanjut, jurnal ini menyoroti pentingnya menyelaraskan sistem pemilu dengan nilai-nilai Pancasila agar tidak sekadar menjadi prosedur politik semata. Demokrasi Pancasila sejatinya menekankan musyawarah, kepentingan bersama, dan kejujuran dalam pengambilan keputusan politik. Sayangnya, kenyataan di lapangan masih menunjukkan adanya praktik-praktik yang bertolak belakang, seperti kampanye hitam, ujaran kebencian di media sosial, dan budaya "hutang politik" dalam tubuh partai. Penulis mengajak agar demokrasi tidak hanya diukur dari frekuensi pemilu, tetapi juga dari sejauh mana proses tersebut mencerminkan nilai luhur bangsa. Dengan begitu, demokrasi di Indonesia dapat tumbuh bukan hanya dalam struktur, tetapi juga dalam jiwa dan moralitas penyelenggara maupun pesertanya.
Nama : Putri Syahwa Rahman
NPM : 2217011154
Kelas : A

Jurnal ini membahas secara mendalam tantangan konsolidasi demokrasi di Indonesia, khususnya melalui studi kasus Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Penulis mengangkat fakta bahwa meskipun Indonesia telah mengalami proses demokratisasi sejak era Reformasi, kualitas demokrasi yang dijalankan masih cenderung prosedural dan belum sepenuhnya menyentuh dimensi substansial.

Siti Zuhro menyoroti bahwa Pilpres 2019 tidak hanya menjadi ajang kontestasi politik antara dua kandidat utama, yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto, tetapi juga menjadi cermin dari kondisi demokrasi yang masih rapuh. Polarisasi politik yang ekstrem, politisasi identitas agama, serta berbagai bentuk disinformasi dan ujaran kebencian menjadi indikator kuat lemahnya pendalaman demokrasi.

Penulis juga menyoroti permasalahan partai politik yang gagal menjalankan fungsinya secara ideal. Partai politik dinilai belum mampu mencetak kader-kader pemimpin yang mumpuni, dan justru cenderung mengandalkan figur-figur populer seperti artis demi memperoleh suara. Kegagalan partai dalam membangun platform politik yang jelas turut menghambat proses konsolidasi demokrasi yang seharusnya bertumpu pada nilai-nilai partisipasi, akuntabilitas, dan keterwakilan.

Selain itu, persoalan netralitas birokrasi juga menjadi perhatian utama dalam jurnal ini. Penulis mengungkapkan bahwa birokrasi masih sering terseret ke dalam pusaran politik praktis, yang ditunjukkan melalui keterlibatan aparatur sipil negara dalam mendukung pasangan calon tertentu. Praktik semacam ini tidak hanya melemahkan profesionalitas birokrasi, tetapi juga mencederai prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan dan netralitas.

Pada bagian akhir, jurnal ini menegaskan pentingnya membangun kepercayaan publik (public trust) terhadap penyelenggaraan pemilu dan lembaga-lembaga politik. Demokrasi yang berkualitas hanya dapat terwujud apabila seluruh aktor politik – termasuk partai politik, penyelenggara pemilu, pemerintah, dan masyarakat sipil – berkomitmen pada nilai-nilai demokrasi substantif, seperti kesetaraan politik, toleransi, dan partisipasi bermakna.

Dengan demikian, tulisan ini memberikan refleksi kritis terhadap kondisi demokrasi Indonesia, sekaligus menjadi pengingat bahwa demokrasi bukan sekadar prosedur, tetapi juga melibatkan komitmen moral dan kelembagaan yang kuat untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif, adil, dan terpercaya.