Posts made by Vitha Al-mayda

Vitha al-Mayda
2217011127
KIMIA

1. Reaksi terhadap Artikel dan Poin Positif
Artikel ini sangat informatif, memperluas pemahaman tentang rumitnya konflik perbatasan, khususnya antara Indonesia dan Timor Leste. Tidak hanya menyajikan kronologi yang detail, tetapi juga memberikan analisis mendalam mengenai akar permasalahan dari segi politik, sosial, dan budaya. Pelajaran penting yang bisa diambil adalah vitalnya memahami dinamika sosial dan sejarah di wilayah perbatasan untuk mencegah konflik serupa di masa depan. Selain itu, artikel ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan komprehensif dalam penyelesaian konflik, yang mencakup diplomasi antarnegara, pendekatan budaya, dan edukasi masyarakat perbatasan mengenai batas wilayah serta pentingnya toleransi.

2. Dampak Tanpa Konsepsi Wawasan Nusantara

Tanpa Wawasan Nusantara, Indonesia akan menjadi negara yang sangat rentan terhadap perpecahan, konflik teritorial, dan integrasi nasional yang lemah. Wawasan Nusantara adalah pandangan mendasar bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya, berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, yang bertujuan menjaga keutuhan wilayah dan persatuan. Tanpa pandangan ini, skenario yang mungkin terjadi adalah:

Fragmentasi wilayah: Rasa persatuan antar daerah akan melemah, menyebabkan wilayah Indonesia berpotensi terpecah-belah.
Kerawanan perbatasan: Wilayah perbatasan akan menjadi titik konflik yang lebih sering karena tidak dianggap sebagai bagian integral dari NKRI.
Kesenjangan daerah:Pemerintah pusat akan kesulitan membina hubungan dengan daerah terpencil, memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi.
Melemahnya nasionalisme: Rasa nasionalisme dan kebangsaan masyarakat akan terkikis, membuka peluang bagi pihak asing untuk memanfaatkan situasi demi kepentingan mereka.

3. Peran Wawasan Nusantara dalam Pencegahan Konflik

Wawasan Nusantara memiliki peran strategis dalam mencegah konflik komunal dan perbatasan seperti yang dijelaskan dalam artikel. Peran tersebut meliputi:

Menumbuhkan Persatuan Nasional: Wawasan Nusantara menanamkan kesadaran bahwa meski beragam suku, budaya, dan wilayah, seluruh rakyat Indonesia adalah satu kesatuan. Ini efektif mencegah sikap saling curiga dan permusuhan antarwarga.
Meneguhkan Komitmen Batas Wilayah: Konsepsi ini menekankan pentingnya menjaga dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI, termasuk perbatasan, dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran hukum.
Mendorong Pembangunan Perbatasan: Dengan memandang perbatasan sebagai "beranda depan" negara, bukan "halaman belakang", pemerintah terdorong untuk lebih serius memperhatikan kesejahteraan masyarakat perbatasan, sehingga mereka merasa dilindungi dan dihargai oleh negara.
Mengutamakan Penyelesaian Damai: Dalam kerangka Wawasan Nusantara, segala perbedaan dan konflik antarbangsa diselesaikan melalui jalur diplomasi, kerja sama, dan dialog, bukan dengan kekerasan.
Vitha al-mayda
2217011127
Kimia (A)

Video tersebut mengulas bahwa geopolitik adalah studi tentang bagaimana geografi memengaruhi kebijakan suatu negara. Untuk Indonesia, geopolitik tidak hanya mempertimbangkan lokasi strategisnya di antara dua benua dan dua samudra, tetapi juga mengintegrasikan Pancasila sebagai dasar pengambilan keputusan dan pembangunan nasional. Ir. Soekarno memperkenalkan konsep ini pada 1 Juni 1945, yang kemudian berkembang menjadi Wawasan Nusantara, mewujudkan geopolitik nasional secara konkret.

Wawasan Nusantara menekankan kesatuan dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dan negara, termasuk politik, ekonomi, sosial-budaya, serta pertahanan dan keamanan. Hal ini didukung oleh Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, memandang seluruh wilayahnya sebagai satu kesatuan yang utuh. Video ini menyimpulkan bahwa kekuatan geopolitik Indonesia berasal dari kemampuannya menjaga persatuan dalam keberagaman, dengan memanfaatkan lokasi geografis yang strategis, populasi besar, kekayaan alam, dan keragaman budaya sebagai fondasi kekuatan nasional yang kuat dan berdaulat.

MKU PKN KIMIA A GENAP 2024 -> FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Vitha Al-mayda -
Nama :Vitha Al-Mayda
Npm :2217011127
Kelas :A

Artikel ini mengeksplorasi implementasi nilai-nilai sila keempat Pancasila, "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan," dalam konteks Pemilihan Umum (Pemilu) Daerah di Indonesia. Penelitian normatif ini mengkaji kesenjangan antara prinsip demokrasi Pancasila dengan praktik pemilu daerah melalui analisis hukum dan literatur. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun Pemilu diatur dalam UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2004, masih terdapat masalah seperti syarat berat bagi calon independen, dominasi partai politik dalam penunjukan kandidat, serta konflik dan kecurangan selama kampanye. Partai politik sering tidak demokratis secara internal, dengan penunjukkan kandidat oleh elite partai yang berpotensi menciptakan "hutang budi" dan mengabaikan aspirasi rakyat. Selain itu, sistem pemilu belum sepenuhnya mengadopsi nilai musyawarah dan keadilan sosial yang diamanatkan Pancasila. Simpulan penelitian menekankan pentingnya reformasi sistem pemilu untuk memperkuat demokrasi berbasis Pancasila, termasuk penyederhanaan syarat calon independen, penguatan transparansi partai politik, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pemilu. Dengan demikian, demokrasi Indonesia diharapkan tidak hanya prosedural, tetapi juga substantif, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

MKU PKN KIMIA A GENAP 2024 -> FORUM JAWABAN ANALISIS VIDEO

by Vitha Al-mayda -
Nama :Vitha Al-Mayda
Npm :2217011127
Kelas :A


Video ini menjelaskan perkembangan sejarah panjang demokrasi Indonesia melalui lima fase utama, dimulai dari era revolusi kemerdekaan hingga reformasi. Pada fase revolusi (1945-1949), praktik demokrasi masih terhambat karena prioritas utama negara adalah mempertahankan kemerdekaan. Media seperti majalah Tempo saat itu lebih berfungsi sebagai alat perjuangan nasional daripada pengawas kekuasaan.

Fase demokrasi parlementer (1945-1959) dinilai sebagai periode paling demokratis dengan penerapan sistem multipartai dan mekanisme check and balance. Namun sistem ini kolaps akibat tiga faktor: konflik antar-kelompok politik (aliranisasi), ketimpangan sosial-ekonomi, serta penolakan elite militer dan Soekarno terhadap sistem yang dianggap terlalu labil.

Pada demokrasi terpimpin (1959-1965), kekuasaan terpusat pada Soekarno dengan dinamika politik yang didominasi tiga aktor: ABRI, Soekarno, dan PKI. Ruang demokrasi menyempit menjadi sistem otoriter yang membatasi partisipasi publik.

Di era Orde Baru (1966-1998), konsep Demokrasi Pancasila menjadi kedok bagi rezim otoriter. Meski awalnya menjanjikan stabilitas, kekuasaan kemudian didominasi ABRI dan birokrat. Kebebasan berpolitik dikekang melalui pengendalian partai, pembatasan hak sipil, dan sistem pemilu yang tidak kompetitif.

Reformasi pasca-1998 membawa transformasi signifikan: suksesi kekuasaan melalui gerakan rakyat, pemilu demokratis, desentralisasi otoritas hingga tingkat desa, serta perlindungan kebebasan berekspresi. Meski demikian, demokrasi Indonesia masih menghadapi tantangan dalam memperkuat institusi politik dan membangun budaya demokrasi yang matang.

Kesimpulannya, proses demokratisasi di Indonesia bersifat evolutif dengan kemajuan dan kemunduran di setiap fase. Video ini menegaskan bahwa demokrasi bukan produk jadi, melainkan perjalanan berkelanjutan yang membutuhkan konsolidasi sistemik dan partisipasi aktif masyarakat.