Tsulistiya Ma'rifatul Khasanah
2217011044
Materi yang dibahas dalam presentasi tersebut membahas tentang Pancasila sebagai ideologi terbuka. Pancasila, yang digagas oleh Ir. Soekarno pada saat sidang BPUPKI, dipandang sebagai sebuah ideologi yang tidak kaku dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Ideologi ini dibangun atas dasar pemikiran filosofis yang mendalam dari para pendiri negara, dan dijadikan landasan falsafah negara sejak 18 Agustus 1945. Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai dasar negara, tetapi juga sebagai panduan etis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Beberapa ahli, seperti Driyakarya, Soediman Kartohadiprodjo, Notonagoro, dan Dardji Darmodihardjo, memberikan pandangan yang berbeda terkait Pancasila. Misalnya, Notonagoro menyatakan bahwa Pancasila memiliki kedudukan sebagai dasar negara yang berbasis filsafat. Sedangkan Soediman menekankan bahwa kelima sila dalam Pancasila adalah representasi dari nilai-nilai bangsa Indonesia. Soerjanto Poespowardojo menegaskan bahwa Pancasila bukan sekadar materialisme, pragmatisme, atau spiritualisme yang absolut, melainkan sebuah ideologi yang memadukan aspek integral etis dan religius.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila memiliki tiga dimensi utama, yaitu idealitas, normatif, dan realitas. Dimensi idealitas mencerminkan cita-cita luhur yang menjadi pedoman bangsa. Dimensi normatif berkaitan dengan nilai-nilai yang dijabarkan dalam tata aturan perundangan. Sementara dimensi realitas mencerminkan kondisi nyata yang ada di masyarakat. Ketiga dimensi ini menunjukkan bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi yang fleksibel, mampu berkembang sesuai dengan dinamika sosial, dan selalu relevan dalam menjawab tantangan zaman.
2217011044
Materi yang dibahas dalam presentasi tersebut membahas tentang Pancasila sebagai ideologi terbuka. Pancasila, yang digagas oleh Ir. Soekarno pada saat sidang BPUPKI, dipandang sebagai sebuah ideologi yang tidak kaku dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Ideologi ini dibangun atas dasar pemikiran filosofis yang mendalam dari para pendiri negara, dan dijadikan landasan falsafah negara sejak 18 Agustus 1945. Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai dasar negara, tetapi juga sebagai panduan etis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Beberapa ahli, seperti Driyakarya, Soediman Kartohadiprodjo, Notonagoro, dan Dardji Darmodihardjo, memberikan pandangan yang berbeda terkait Pancasila. Misalnya, Notonagoro menyatakan bahwa Pancasila memiliki kedudukan sebagai dasar negara yang berbasis filsafat. Sedangkan Soediman menekankan bahwa kelima sila dalam Pancasila adalah representasi dari nilai-nilai bangsa Indonesia. Soerjanto Poespowardojo menegaskan bahwa Pancasila bukan sekadar materialisme, pragmatisme, atau spiritualisme yang absolut, melainkan sebuah ideologi yang memadukan aspek integral etis dan religius.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila memiliki tiga dimensi utama, yaitu idealitas, normatif, dan realitas. Dimensi idealitas mencerminkan cita-cita luhur yang menjadi pedoman bangsa. Dimensi normatif berkaitan dengan nilai-nilai yang dijabarkan dalam tata aturan perundangan. Sementara dimensi realitas mencerminkan kondisi nyata yang ada di masyarakat. Ketiga dimensi ini menunjukkan bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi yang fleksibel, mampu berkembang sesuai dengan dinamika sosial, dan selalu relevan dalam menjawab tantangan zaman.