Nama : Ramadya vintika Laras
Npm : 2213053264
Kelas : 2G
Analisis jurnal
Judul jurnal : DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019.
Penulis : R. SITI ZAHRO
Tahun terbit: Juni 2019
Pembahasan
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar
empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun
2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres)
memiliki konstelasi politik yang lebih menyita
perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk
kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali
berhadapan dengan Prabowo Subianto, head
to head, untuk memperebutkan kursi presiden.
Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua
kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres
pun cenderung semakin mempertajam timbulnya
pembelahan sosial dalam masyarakat.
a.Deepening Democracy dan Tantangannya.
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai
sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan
makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi
memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan
penting yang harus dilalui, seperti proses
konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan
Laurence Whitehead (1989), konsolidasi
demokrasi merupakan salah satu sarana untuk
meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh
lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.
Dalam konteks Indonesia, proses
demokrasi yang berlangsung dipengaruhi
beberapa faktor,misalnya budaya politik,
perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut
berlangsung relatif dinamis,khususnya sejak
Pemilu 1999.
Dinamikanya, bahkan, semakin
pesat dan semarak setelah dilaksanakannya
pemilu presiden secara langsung sejak 2004
dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara
Langsung sejak 2005.
Demokrasi yang berlangsung di daerah-
daerah merupakan landasan utama bagi
berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pemilihan kepala daerah secara langsung
merupakan terobosan penting yang dimaksudkan
sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening
democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi
kelemahan praktek demokrasi substantif,
khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan
masyarakat lokal.
Pendalaman demokrasi bisa berasal dari
negara dan bisa pula dari masyarakat.
Dari sisi masyarakat, pendalaman demokrasi
merujuk pada pelembagaan penguatan peran
serta masyarakat dalam aktivitas politik formal di
tingkat lokal. Pilpres langsung menjadi langkah
awal bagi penguatan peran masyarakat. Peran
ini tentunya harus
berkesinambungan sampai
terjadinya pergantian pemerintahan. Dengan
cara itu, peran masyarakat akan senantiasa
mewarnai implementasi program pemerintah,
dan sebaliknya pemerintah akan mendapat
dukungan penuh dari masyarakat.Pendalaman demokrasi juga dapat
dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif.
"Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya"
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu
merupakan sarana dan momentum terbaik bagi
rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi
politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di
lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya
secara damai. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima
pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak
pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres
dalam waktu bersamaan.
"Politisasi Identitas: Berebut Suara
Muslim"
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi
identitas dan agama. Fenomena politisasi
identitas dan agama juga diwarnai dengan
berebut suara muslim.7
Munculnya sejumlah
isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang
merugikan mereka pada akhirnya melahirkan
gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan
calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat
representasi ulama sebagai penantang penantang merekomendasikan Prabowo untuk memilih
cawapres yang berasal dari kalangan ulama
(pasangancapres-cawapres bertipe
nasionalisagamis).
"Pemilu dan Kegagalan Parpol"
Pemilu bukan hanya penanda suksesi
kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/
evaluasi terhadap pemerintah dan proses
deepening democracy untuk meningkatkan
kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.
"Pemilu dalam Masyarakat Plural"
Mungkin bijak untuk memahami makna
demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan
multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip
teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-
1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu
masyarakat majemuk masing-masing kelompok
mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas,
atau kulturnya, yang menjadi hasilakhirnya
adalah konflik.
"Pemilu dan Politisasi Birokrasi"
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan
demokrasi yang substansial, reformasi politik
dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi
birokrasi yang profesional terbebas dari
pragmatisme dan kooptasi partai politik dan
penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam
pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi
kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan
hasilnya.
Npm : 2213053264
Kelas : 2G
Analisis jurnal
Judul jurnal : DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019.
Penulis : R. SITI ZAHRO
Tahun terbit: Juni 2019
Pembahasan
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar
empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun
2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres)
memiliki konstelasi politik yang lebih menyita
perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk
kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali
berhadapan dengan Prabowo Subianto, head
to head, untuk memperebutkan kursi presiden.
Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua
kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres
pun cenderung semakin mempertajam timbulnya
pembelahan sosial dalam masyarakat.
a.Deepening Democracy dan Tantangannya.
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai
sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan
makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi
memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan
penting yang harus dilalui, seperti proses
konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan
Laurence Whitehead (1989), konsolidasi
demokrasi merupakan salah satu sarana untuk
meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh
lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.
Dalam konteks Indonesia, proses
demokrasi yang berlangsung dipengaruhi
beberapa faktor,misalnya budaya politik,
perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut
berlangsung relatif dinamis,khususnya sejak
Pemilu 1999.
Dinamikanya, bahkan, semakin
pesat dan semarak setelah dilaksanakannya
pemilu presiden secara langsung sejak 2004
dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara
Langsung sejak 2005.
Demokrasi yang berlangsung di daerah-
daerah merupakan landasan utama bagi
berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pemilihan kepala daerah secara langsung
merupakan terobosan penting yang dimaksudkan
sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening
democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi
kelemahan praktek demokrasi substantif,
khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan
masyarakat lokal.
Pendalaman demokrasi bisa berasal dari
negara dan bisa pula dari masyarakat.
Dari sisi masyarakat, pendalaman demokrasi
merujuk pada pelembagaan penguatan peran
serta masyarakat dalam aktivitas politik formal di
tingkat lokal. Pilpres langsung menjadi langkah
awal bagi penguatan peran masyarakat. Peran
ini tentunya harus
berkesinambungan sampai
terjadinya pergantian pemerintahan. Dengan
cara itu, peran masyarakat akan senantiasa
mewarnai implementasi program pemerintah,
dan sebaliknya pemerintah akan mendapat
dukungan penuh dari masyarakat.Pendalaman demokrasi juga dapat
dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif.
"Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya"
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu
merupakan sarana dan momentum terbaik bagi
rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi
politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di
lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya
secara damai. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima
pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak
pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres
dalam waktu bersamaan.
"Politisasi Identitas: Berebut Suara
Muslim"
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi
identitas dan agama. Fenomena politisasi
identitas dan agama juga diwarnai dengan
berebut suara muslim.7
Munculnya sejumlah
isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang
merugikan mereka pada akhirnya melahirkan
gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan
calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat
representasi ulama sebagai penantang penantang merekomendasikan Prabowo untuk memilih
cawapres yang berasal dari kalangan ulama
(pasangancapres-cawapres bertipe
nasionalisagamis).
"Pemilu dan Kegagalan Parpol"
Pemilu bukan hanya penanda suksesi
kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/
evaluasi terhadap pemerintah dan proses
deepening democracy untuk meningkatkan
kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.
"Pemilu dalam Masyarakat Plural"
Mungkin bijak untuk memahami makna
demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan
multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip
teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-
1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu
masyarakat majemuk masing-masing kelompok
mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas,
atau kulturnya, yang menjadi hasilakhirnya
adalah konflik.
"Pemilu dan Politisasi Birokrasi"
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan
demokrasi yang substansial, reformasi politik
dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi
birokrasi yang profesional terbebas dari
pragmatisme dan kooptasi partai politik dan
penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam
pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi
kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan
hasilnya.