FORUM JAWABAN POST TEST

FORUM JAWABAN POST TEST

FORUM JAWABAN POST TEST

Number of replies: 35

Analisis Jurnal tersebut dengan menggunakan bahasa anda sendiri, terlebih dahulu tulis nama, npm, dan kelas

In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by RILIAN TSABITHA SURI 2213053141 -
Nama: Rilian Tsabitha Suri
NPM: 2213053141
Kelas: 2G

ANALISIS JURNAL
IDENTITAS JURNAL:
JUDUL JURNAL: DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019
JENIS JURNAL: JURNAL PENELITIAN POLITIK
PENULIS: R. SITI ZAHRO
VOLUME DAN NOMOR: VOL. 16 NO. 1
HALAMAN: 1-110
TAHUN TERBIT: JUNI 2019

Isi Jurnal:
Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor
politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil
(political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan
demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan bisa pula dari masyarakat. Dari sisi negara, pendalaman demokrasi dapat bermakna pengembangan pelembagaan mekanisme penciptaan kepercayaan semua aktor politik seperti masyarakat sipil, partai politik dan birokrasi (state apparatus), dan juga pengembangan penguatan kapasitas administratif-teknokratik yang menyertai pelembagaan yang telah dibentuk. Dari sisi masyarakat, pendalaman demokrasi merujuk pada pelembagaan penguatan peran serta masyarakat dalam aktivitas politik formal di tingkat lokal.

Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai
amanat para pendiri bangsa. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat.

Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan
berebut suara muslim. Munculnya sejumlah
isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang
merugikan mereka pada akhirnya melahirkan
gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat representasi ulama sebagai penantang petahana-
merekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama (pasangan capres-cawapres bertipe nasionalis-agamis). Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.
In reply to RILIAN TSABITHA SURI 2213053141

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Natasya Bunga Nitara 2213053012 -
Nama : Natasya Bunga Nitara
Npm : 2213053012
Kelas : 2G

A. Identitas Jurnal
Judul jurnal : Demokrasi Dan Pemilu Presiden 2019
Penulis : R. Siti Zuhro
Nama jurnal : Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Tahun : 2019
Volume : 16
Halaman : 69-81
Nomor : 1
Kata kunci : Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun Kepercayaan.

B. Abstrak Jurnal
Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Satu kandidat menolak hasil pemilu. Adalah jelas pilpres belum selesai. Sekarang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi penentu akhir hasil pilpres karena dua kandidat mengklaim sebagai pemenang pilpres.

C. Pendahuluan Jurnal
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga
diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat. Ritual politik lima tahunan tersebut menarik untuk dilihat di tengah tingginya pro-kontra terkait kinerja pemerintah dan pentingnya semua pihak untuk selalu menjaga stabilitas sosial politik nasional dan keutuhan NKRI.

D. Pembahasan Jurnal
“Deepening Democracy dan Tantangannya”
Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif. Menurut Migdal (1988), negara dan masyarakat seharusnya saling bersinergi sehingga bisa saling memperkuat perannya masing-masing. Dengan kapasitasnya tersebut negara diharapkan mampu melakukan penetrasi ke dalam masyarakat, mengatur relasi sosial, mengambil sumber daya dan mengelolanya. Selain itu, negara juga harus mampu memberdayakan masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam kontrol sosial.
“Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya”
Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang. Sebab, di satu sisi dengan adanya presidential threshold (PT) mereka harus berkoalisi dalam mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presidennya (cawapres), di sisi lain dalam saat yang bersamaan mereka juga harus berjuang secara sendiri-sendiri untuk merebut kursi legislatif.
“Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim”
Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat representasi ulama sebagai penantang petahana- merekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama (pasangan capres-cawapres bertipe nasionalis- agamis). Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.
“Pemilu dan Kegagalan Parpol”
Dalam perkembangannya aktivitas parpol mewarnai pemerintahan dan parlemen. Perannya cenderung menguat dan berpengaruh signifikan terhadap peta politik Indonesia, meskipun pengaruhnya tidak seluruhnya positif. Pengalaman dari pemilu ke pemilu menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi relatif sama: perilaku distortif, melanggar hukum dan menghalalkan semua cara (vote buying). Tapi parpol sebagai peserta pemilu belum mampu merespon dan memberi solusi konkrit. Harapan rakyat pasca pemilu, mereka bisa menyaksikan kinerja pemerintah/parlemen yang lebih berpihak pada nasib rakyat. Karena pemilu diharapkan berkorelasi positif terhadap kesejahteraan rakyat.
“Pemilu dalam Masyarakat Plural”
Pemilu serentak pada dasarnya merupakan upaya demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal. Pemilu juga signifikan untuk lebih mengenalkan nilai-nilai demokrasi di Indonesia yang merupakan masyarakat heterogen.
“Pemilu dan Politisasi Birokrasi”
Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Sejauh ini tataran empirik menunjukkan adanya tarikan politik, khususnya, dari penguasa terhadap birokrasi. Politisasi birokrasi makin tampak nyata dengan dijadikannya menteri-menteri, kepala- kepala lembaga, kepala-kepala daerah sebagai pemenangan paslon dalam pilpres. Artinya, birokrasi terlibat politik praktis tak hanya di pusat, tapi juga sampai ke daerah-daerah.

E. Penutup
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen- elemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Chindy Alviona 2213053093 -
Nama: Chindy Alviona
NPM: 2213053093
Kelas: 2G


Analisis Jurnal

1. Judul
Dalam jurnal tersebut menjelaskan tentang materi yang berjudul "DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019"

2. Penulis
Jurnal tersebut di tulis oleh R. Siti Zuhro

3. Korespondensi
Pada bagian ini terdapat nama penulis, email, nama lembaga pendidikan, dan progam studi penulis.
R. Siti Zuhro
Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Email: rszuhro@gmail.com
Diterima: 26 April 2019; Direvisi: 3 Mei 2019; Disetujui: 25 Juni 2019
Jurnal Penelitian Politik | Volume 16 No. 1 Juni 2019

4. Abstrak
Pada bagian abstrak ini, Tulisan ini membahas tantangan konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019. Pembangunan demokrasi Indonesia sebagaimana tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik.

5. Kata Kunci
Pada jurnal ini sudah terdapat kata kunci yaitu: Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun
Kepercayaan.

6. Pendahuluan
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita
perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden.

7. Pembahasan
• Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.
Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan
pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi.
Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan bisa pula dari masyarakat.
Menurut Migdal (1988), negara dan masyarakat seharusnya saling bersinergi sehingga bisa saling memperkuat perannya masing-masing. Negara yang kuat, menurut Migdal (1988), adalah yang mampu melakukan ketiga fungsi dasar tersebut. Argumen Smith (1985) dan Arghiros (2001) menyatakan bahwa nilai-nilai demokrasi telah mendasari perilaku, baik elite maupun masyarakat.
Dinamika politik menjelang pemilu 2019 cenderung memanas, terutama terkait tuduhan kecurangan. Dalam pemilu telah menimbulkan ekses negatif, seperti kekerasan dan kerusuhan.
• Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu
merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan.
• Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.
• Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu bukan hanya penanda suksesi
kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Dalam perkembangannya aktivitas parpol mewarnai pemerintahan dan parlemen.
• Pemilu dalam Masyarakat Plural
Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik. Lepas dari itu, harus diakui juga bahwa pemilu di era reformasi telah memberikan nilai positif. Misalnya, proses liberalisasi politik di era transisi ini tidak hanya membuat proses politik menjadi semakin plural, tetapi juga kompetitif.
• Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Pemilu dalam konteks demokrasi tak lain dimaksudkan untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif. Sedangkan salah satu isu krusial pilpres 2019 adalah politisasi birokrasi. Persoalannya, bagaimana menjadikan birokrasi tetap profesional, independen dan netral secara politik dalam pemilu. Harus diakui bahwa birokrasi sangat rentan dijadikan alat kepentingan politik. Keberpihakan birokrasi pada satu kekuatan politik tertentu akan menimbulkan kerawanan tersendiri. Keberadaan birokrasi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik, tapi pada saat yang sama juga bisa digunakan untuk motif politik tertentu. Hal ini membuat birokrasi cenderung menjadi alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.

8. Penutup
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi
ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.

9. Tentang Penulis
R. Siti Zuhro Penulis adalah peneliti senior di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P LIPI). Gelar sarjana di bidang Hubungan Internasional diperoleh dari FISIP Universitas Jember. Mendapatkan gelar MA Ilmu Politik dari
the Flinders University, Australia dan Ph.D Ilmu Politik dari Curtin University, Australia. Sebagai peneliti senior, Beliau sudah banyak menghasilkan karya tulis diantaranya Demokratisasi Lokal; Perubahan dan Kesinambungan Nilai-nilai Budaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Bali (Yogyakarta: Ombak, 2009), Demokratisasi Lokal; Peran Aktor dalam Demokratisasi (Yogyakarta: Ombak, 2009); Kisruh Perda: Mengurai Masalah dan Solusinya (Yogyakarta: Ombak, 2010) dan lainnya. Penulis dapat dihubungi melalui email:
wiwieqsz@yahoo.com.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by MIFTAHUL JANNAH 2253053012 -
Nama : Miftahul Jannah
Npm : 2253053012
Kelas : 2G

Analisis jurnal


IDENTITAS JURNAL:
Judul jurnal :DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019
Jenis jurnal : JURNAL PENELITIAN POLITIK
Penulis: R. SITI ZAHRO
Volume dan nomor : VOL. 16 NO. 1
Halaman : 1-110
Tahun terbit : JUNI 2019

ISI JURNAL

Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai
sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan
makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi.proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi
beberapa faktor,misalnya budaya politik,
perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut
berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak
Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin
pesat dan semarak setelah dilaksanakannya
pemilu presiden secara langsung sejak 2004
dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara
langsung sejak 2005.

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu
merupakan sarana dan momentum terbaik bagi
rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi
politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di
lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai.

Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi
identitas dan agama. Fenomena politisasi
identitas dan agama juga diwarnai dengan
berebut suara muslim. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.

Pemilu dan Kegagalan Parpol
Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung
menghasilkan landasan atau platform politik
nasional. Kampanye lebih merupakan pameran
pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk
memetakan dan menjawab persoalan bangsa.
Parpol hanya memperdebatkan soal electoral
threshold sebagai legitimasi kelayakan, namun minim wacana mengenai ide atau program yang
hendak ditawarkan pada rakyat.

Pemilu dalam Masyarakat Plural
Terbukanya ruang kebebasan membuat
politisi bukan satu-satunya aktor yang
menjalankan fungsi artikulasi dan agregasi
kepentingan rakyat karena setelah era Reformasi
bermunculan lembaga-lembaga pengawas
extra parlementer yang juga melibatkan diri
dalam fungsi artikulatif dan pengawasan
terhadap pemerintahan.Pemilu serentak pada dasarnya merupakan upaya demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal.

Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sejak era reformasi masalah reformasi
birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah
menjadi isu sentral dan perdebatan publik.
Krusialnya isu reformasi birokrasi ini tidak dapat
dilepaskan dari tuntutan rakyat yang semakin
kuat agar birokrasi menjadi ‘abdi rakyat’. Adalah
sulit diingkari bahwa kualitas birokrasi yang
buruk menjadi salah satu sumber keterbelakangan Indonesia. Selain infrastruktur dan korupsi, birokrasi telah menjadi salah satu penghambat pembangunan.

PENUTUP
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung
fluktuatif dan belum berjalan secara regular
karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai
politik, civil society, media massa) belum
berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai
pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan
untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi
kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan
unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan
akuntabilitas.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by DEVI KELANA RINDU BINTARA 2213053095 -
NAMA : DEVI KELANA RINDU BINTARA
NPM : 2213053095
KELAS : 2G

Judul Jurnal: Dinamaka Sosial Politik menjelang Pemilu Serentak 2019

Isi Jurnal:
- Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi.

- Pemilu presiden 2019 dan masalahnya
Keberhasilan penyelenggaraan
pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat. Berbeda dengan sebelumnya pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Untuk memenuhi hal itu, semua pihak harus berkomitmen untuk selalu meningkatkan kualitas pemilu, bukan saja secara prosedural, melainkan juga secara substansial. Dengan kata lain, pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

-Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat representasi ulama sebagai penantang petahanan,merekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama atau asangan capres-cawapres bertipe nasionalis-agamis.

-Pemilu dan Kegagalan Parpol
Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol
sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu. Tingkat ketidakpuasan massa
terhadap parpol cenderung makin tinggi.
Masalahnya, aspirasi dan kepentingan massa tidak terwakili dalam proses pengambilan keputusan/kebijakan publik. Parpol tidak melakukan fungsi intermediasi secara maksimal. Representasi yang seharusnya dilakukan parpol untuk menyuarakan kepentingan dan aspirasi
rakyat absen. Parpol juga tampak sibuk dan
terjebak dalam pergulatan kepentingannya
sendiri dan mengabaikan massa yang menjadi pendukungnya dalam pemilu. Proses pengabaian ini secara lambat tapi pasti telah mendelegitimasi eksistensi parpol.

-Pemilu dalam Masyarakat Plural
Terbukanya ruang kebebasan membuat
politisi bukan satu-satunya aktor yang
menjalankan fungsi artikulasi dan agregasi
kepentingan rakyat karena setelah era Reformasi bermunculan lembaga-lembaga pengawas extra parlementer yang juga melibatkan diri dalam fungsi artikulatif dan pengawasan terhadap pemerintahan. Dengan demikian, proses liberalisasi politik tidak hanya memunculkan CSO, tetapi juga menghadirkan media-media baik media cetak maupuelektronik yang semakin bebas dan berani dalam mengawasipenyelenggaraan pemerintahan.

-Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sejak era reformasi masalah reformasi
birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah
menjadi isu sentral dan perdebatan publik.
Krusialnya isu reformasi birokrasi ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan rakyat yang semakin kuat agar birokrasi menjadi ‘abdi rakyat’. Adalah sulit diingkari bahwa kualitas birokrasi yang buruk menjadi salah satu sumber keterbelakangan Indonesia.Selain infrastruktur dan korupsi, birokrasi telah menjadi salah satu penghambat pembangunan yang menunjukkan betapa netralitas birokrasi khususnya dalam memperkuat hak politik pegawai negeri sipil/aparatur sipil negara dan kesetaraan partai politik menjadi tantangan utama yang harus mendapat perhatian untuk membangun iklim demokrasi yang lebih sehat.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by AULIA MAHARANI PUTRI 2213053010 -
Nama : Aulia Maharani Putri
Npm : 2213053010
Kelas : 2G
Analisis Jurnal

A. Identitas Jurnal
Judul Jurnal : DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019
Penulis : R. Siti Zuhro, Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Email : rszuhro@gmail.com
Diterima: 26 April 2019; Direvisi: 3 Mei 2019; Disetujui: 25 Juni 2019

B. Abstrak Jurnal
Jumlah paragraf : 1 Paragraf
Uraian Abstrak : Pada jurnal ini penelitian ini membahas tentang konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden 2019.
Kata Kunci: Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintah Efektif, Membangun Kepercayaan.

C. Pendahuluan Jurnal
demokrasi Indonesia melalui fenomena pilpres 2019 merupakan salah satu sarana bagi masyarakat untuk memilih pemimpinnya secara demokratis. politik selama 5 tahun itu menarik untuk dilihat di tengah tingginya pro dan kontra terkait kinerja pemerintah dan tentunya semua pihak untuk selalu menjaga stabilitas sosial politik nasional dan keutuhan NKRI.

D. Pembahasan
1. Deepening Democracy dan Tantangannya.
Makna dari demokrasi secara sederhana adalah " pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Akan tetapi untuk mewujudkan makna itu tidaklah mudah sebab demokrasi memerlukan proses panjang dan berbagai tahapan penting yang harus dijalani, seperti proses konsolidasi demokrasi.
Dalam konteks Indonesia proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu budaya politik perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
sulit dihindari bahwa kompetisi dan kontestasi dalam pilpres melalui kampanye diwarnai oleh tingginya kegaduhan yang terjadi di media massa dan media sosial. emosi masyarakat pun tak jarang terlibat dan mengundang keprihatinan tersendiri sebab tidak sedikit diantaranya yang pada akhirnya harus berurusan dengan hukum. selain persoalan hoax dan ujaran kebencian, isu politisasi agama dalam pilpres 2019 menjadi salah satu hal yang paling menonjol dalam masa kampanye.
2. Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu serentak pada tahun 2019 merupakan pemilu yang kelima sejak Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Berbeda dengan pemilu sebelumnya pemilu 2019 menjadi rest case penguatan sistem presidensial pelembagaan parpol serta koalisi parpol yang terukur dan terformat.
Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, bagi penyelenggara pemilu parpol, maupun rakyat. Ini merupakan pemilu yang paling gamang. Karena, di suatu sisi dengan adanya presidential threshold mereka harus berkoalisi dalam mengusung pasangan calon wakil presidennya (cawapres), di sisi lain dalam saat yang bersamaan mereka juga harus berjuang secara sendiri-sendiri untuk merebut kursi legislatif.
3. Politisasi Identitas : Berebut Suara Muslim
pemilu serentak 2019 tidak luput dari berbagai isu politisasi identitas serta agama. Fenomena ini diwarnai dengan berebut suara muslim. Sebagai negara yang penduduknya merupakan mayoritas muslim berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi pada saat pemilu.
4. Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu bukan saja penanda suksesi kepemimpinan, tetapi merupakan koreksi atau evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy hal ini untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.
Parpol gagal melaksanakan peran serta fungsinya sebab cenderung menggunakan institusi hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingan nya sendiri. Absen untuk beberapa fungsi tidak dilakukan oleh parpol dan membuat kepercayaan rakyat ke parpol menurun drastis.
5. Pemilu dalam masyarakat plural
dong kontes pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa yang mana 4 pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila UUD NRI 1945, NKRI dan yang terakhir adalah bhinneka tunggal Ika yang berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa.
Pada dasarnya pemilu serentak adalah cara demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel dihadapan masyarakat sebagaimana tuntunan demokrasi. Jika legislator itu terpilih tidak bekerja dengan baik maka rakyat mempunyai pilihan untuk memilihnya lagi pada pemilu berikutnya. pemilu juga signifikan untuk lebih mengenal nilai demokrasi di Indonesia yang merupakan sudah tentu ada beberapa ruang yang harus diisi untuk perbaikan tetapi hal tersebut pasti yaitu demokrasi masih tetap menjadi agenda bangsa ini.
6. Pemilu dan politis birokrasi
cara dalam mewujudkan demokrasi yang substansial reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme serta koperasi partai politik dan penguasa. ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya.
Pemilu dalam konteks demokrasi tak lain yang dimaksud untuk menghasilkan pemerintah yang efektif. Sedangkan salah satu isu krusual ilpres 2019 merupakan politisasi birokrasi.
E. Kesimpulan
konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara reguler karena pilar pentingnya yaitu pemilu, partai politik, cipil society, dan media massa belum juga berfungsi efektif untuk memaksimalkannya. tantangan pendalaman demokrasi semakin besar pada saat kondisi sosial ekonomi serta hukum juga kurang memadai.
Terdapat beberapa masalah yang muncul selama tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkret dan memadai. Masalahnya adalah politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara muslim permasalahan parpol dan semua stakeholder yang berkaitan dengan pemilu belum mampu mengaktifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggung jawab.
Sejauh ini Indonesia dapat menjalani pemilu yang aman dan damai. pemilu tahun 2019 yang kompleks tingkatan kerumitannya cukup tinggi dan hasil yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Evinna Winda Merita 2213053297 -
Nama : Evinna Winda Merita
NPM : 2213053297
Kelas : 2g

Dari jurnal tersebut, Pasca reformasi konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elit dan stakeholder terkait Pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung kultural aktif dan belum berjalan secara reguler karena pilar-pilar pentingnya belum berfungsi efektif dan belum maksimal untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Terdapat beberapa masalah adanya konsolidasi demokrasi yang berjalan tidak efektif yakni politasi identitas dan sengitnya perebutan suara muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholder, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat dan kentalnya politasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi.
Tumbuhnya rasa saling percaya di antara penyelenggara Pemilu parpol dan masyarakat menjadi syarat utama terbangunnya demokrasi yang berkualitas dan penopang terwujudnya stabilitas politik dan keamanan dalam masyarakat. Oleh karenanya semua stalker holder terkait Pemilu seperti partai politik penyelenggara Pemilu pemerintah dan instansi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil Pilpres. Hal tersebut perlu dilakukan karena sukses tidaknya Pemilu konflik tidaknya Pilpres sangat bergantung pada tinggi rendahnya tingkat kepercayaan rakyat pada stakeholders tersebut.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Ihya Ghulam Halim 2213053178 -
Nama: Ihya Ghulam Halim
NPM: 2213053178
Kelas: 2G

Setelah membaca jurnal atas yang berjudul DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019, yang ditulis oleh R. SITI ZAHRO kita bisa menganalisis jurnal tersebut yaitu Pemilihan umum serentak yang diadakan di Indonesia pada tahun 2019 merupakan momen penting dalam sejarah demokrasi di Indonesia. Pemilu serentak tersebut meliputi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019 cukup kompleks dan beragam. Beberapa faktor yang mempengaruhi dinamika sosial politik di Indonesia menjelang pemilu serentak 2019 antara lain:

1.Persaingan yang ketat antara pasangan calon presiden dan wakil presiden
Persaingan antara pasangan calon presiden dan wakil presiden pada pemilu serentak 2019 menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi dinamika sosial politik di Indonesia. Kampanye yang dilakukan oleh kedua pasangan calon cukup sengit dan penuh dengan serangan antar kubu.

2.Penyebaran hoaks dan disinformasi
Penyebaran hoaks dan disinformasi melalui media sosial juga menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika sosial politik di Indonesia menjelang pemilu serentak 2019. Banyaknya informasi yang tidak benar dan tidak terverifikasi yang beredar di media sosial dapat memengaruhi pandangan masyarakat terhadap pasangan calon dan partai politik.

3.Persaingan di antara partai politik
Persaingan di antara partai politik dalam mencari dukungan dari masyarakat juga menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika sosial politik di Indonesia menjelang pemilu serentak 2019. Partai politik berlomba-lomba untuk memperoleh dukungan dari masyarakat dengan melakukan kampanye yang intens dan strategi pemasaran yang canggih.

4.Keprihatinan masyarakat terhadap isu-isu sosial dan ekonomi
Keprihatinan masyarakat terhadap isu-isu sosial dan ekonomi juga menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika sosial politik di Indonesia menjelang pemilu serentak 2019. Banyak masyarakat yang khawatir terhadap isu-isu seperti kemiskinan, ketidakadilan sosial, dan ketidakpastian ekonomi yang dialami oleh sebagian besar masyarakat.

5.Partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum
Partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi dinamika sosial politik di Indonesia menjelang pemilu serentak 2019. Partisipasi masyarakat yang tinggi dalam pemilihan umum dapat menjadi indikator keberhasilan demokrasi di Indonesia.

Secara keseluruhan, dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019 di Indonesia cukup kompleks dan beragam. Namun, Indonesia berhasil mengadakan pemilihan umum yang berlangsung dengan aman, damai, dan demokratis.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Ivo Yuniarta 2213053231 -
Nama: Ivo Yuniarta
NPM: 2213053231
Kelas: 2G

Analisis Jurnal

A. Identitas Jurnal
Judul jurnal : Demokrasi Dan Pemilu Presiden 2019
Penulis : R. Siti Zuhro
Nama jurnal : Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Tahun : 2019
Volume : 16
Halaman : 69-81
Nomor : 1
Kata kunci : Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun Kepercayaan.

B. Pendahuluan
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Tidak heran para pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat.

C. Pembahasan
-Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Tantangan yang dihadapi sejak penyelenggaraan pilpres
langsung yang berupa kecenderungan munculnya kompromi-kompromi kepentingan antara elitepenguasa dan elite masyarakat seharusnya dicarikan solusinya agar pemilu di Indonesia bisa memenuhi harapan yang diinginkan.
-Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di
lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh
konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat.
- Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan
calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
- Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan
selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu.
- Pemilu dalam Masyarakat Plural
Terbukanya ruang kebebasan membuat politisi bukan satu-satunya aktor yang menjalankan fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan rakyat karena setelah era Reformasi
bermunculan lembaga-lembaga pengawas extra parlementer yang juga melibatkan diri dalam fungsi artikulatif dan pengawasan terhadap pemerintahan.
- Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sejak era reformasi masalah reformasi birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah menjadi isu sentral dan perdebatan publik. Krusialnya isu reformasi birokrasi ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan rakyat yang semakin kuat agar birokrasi menjadi ‘abdi rakyat’. Adalah sulit diingkari bahwa kualitas birokrasi yang buruk menjadi salah satu sumber keterbelakangan Indonesia. Selain infrastruktur dan korupsi, birokrasi telah menjadi salah satu penghambat pembangunan.

D. Penutup
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan
pemilu yang aman dan damai. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Aulia Zahwa Adinda 2213053103 -
Nama: Aulia Zahwa Adinda
NPM: 2213053103
Kelas: 2G

Analisis Jurnal

Identitas Jurnal:
JUDUL JURNAL: DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019
JENIS JURNAL: JURNAL PENELITIAN POLITIK
PENULIS: R. SITI ZAHRO
VOLUME DAN NOMOR: VOL. 16 NO. 1
HALAMAN: 1-110
TAHUN TERBIT: JUNI 2019 JURNAL:
JUDUL JURNAL: DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019
JENIS JURNAL: JURNAL PENELITIAN POLITIK
PENULIS: R. SITI ZAHRO
VOLUME DAN NOMOR: VOL. 16 NO. 1
HALAMAN: 1-110
TAHUN TERBIT: JUNI 2019


Kata kunci:
DAN, YANG, POLITIK, PEMILU, INI, DALAM, AHLI, OLEH, DEMOKRASI, Ahli Kajian

Isi jurnal:
Karena itu, kajian-kajian yang dilakukan tidak semata-mata berorientasi pada praksis kebijakan, tetapi juga pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan sosial, khususnya perbahan konsep dan teori-teori baru ilmu politik, perbandingan politik, studi kawasan dan ilmu hubungan internasional yang memiliki kemampuan menjelaskan berbagai fenomena sosial-politik, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional.
Secara umum fungsi ini dijalankan oleh setiap anggota Polri, namun secara khusus fungsi preventif berupa deteksi potensi gangguan keamanan sampai di tingkat desa melekat pada anggota Babinkamtibmas. Kontestasi Politik Menjelang Pemilu 2019" ditulis oleh Defbry Margiansyah mencoba menganalisis transformasi dari persaingan populisme di dua pemilu yang berbeda dan konsekuensi yang ditimbulkan bagi politik elektoral, termasuk elaborasi pola iv | Jurnal Penelitian Politik | Volume 16 No.
Dengan menggunakan konsep populisme secara eklektik dan tesis penyesuaian elit, tulisan ini menunjukkan bagaimana politik populis hanya diinstrumentasikan sebagai wahana kepentingan elit dan oligarki penyiokong dengan mengeskploitasi berbagai aspek mulai dari identitas primordial, relasi klientalistik, prestasi dan kepribadian kandidat secara pragmatis, tetapi tidak memberikan prospek yang lebih besar bagi transformasi politik dan pendalaman demokrasi secara substansial di masa depan.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Fadhila Cahya Ningtyas 2213053271 -
Analisis jurnal
Nama : Fadhila Cahya Ningtyas
Npm : 2213053271
Kelas : 2G

Identitas Jurnal
Judul : Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019
Vol,no,tahun, halaman : Volume 16 No. 1 Juni 2019 | 69–81
Penulis : R. Siti Zuhro
Korespondensi: rszuhro@gmail.com

Abstrak
Abstrak pada jurnal ini dibuat kedalam dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Didalam abstrak dimuat yang yang akan dibahas pada jurnal ini yaitu tantangan konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019.
Kata kunci : Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun Kepercayaan.
Pendahuluan
Indonesia telah menggelar pemilu sebanyak 5 kali setelah era reformasi.Namun pada pemilu yang ke 5 (2019) dimana Jokowi kembali bersaing dengan Prabowo dalam memperebutkan kedudukan sebagai presiden memicu perhatian publik.Yang membuat terjadinya pembelahan sosial masyarakat .

Deepening Democracy dan Tantangannya
Laurence Whitehead (1989),mengatakan bahwa konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik contohnya pada saat pemilu 1999. Demokrasi yang berlangsung di daerah daerah menjadi landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional,seperti pemilihan kepala daeeah secara langsung.Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi.Dasarnya pelaksanaan pilpres adalah tindak lanjut dari kegiatan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan di dalam hak politik.Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan bisa pula dari masyarakat. Dari sisi negara, pendalaman demokrasi dapat bermakna
1.pengembangan pelembagaan mekanisme penciptaan kepercayaan semua aktor politik seperti masyarakat sipil, partai politik dan birokrasi (state apparatus)
2.pengembangan penguatan kapasitas administratifteknokratik yang menyertai pelembagaan yang telah dibentuk.Menurut Migdal (1988), negara dan masyarakat seharusnya saling bersinergi sehingga bisa saling memperkuat perannyamasing-masing.oleh karena itu pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif.

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu merupakan pilar utama dalam demokrasi dan sebagai sarana terbaik bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi politiknya dalam memilih wakil-wakil terbaik rakyat di lembaga legislatif dan presiden atau wakil presidennya.Pemilu pada tahun 2019 merupakan pemilu kelima setelah masa orde baru. Pemilu 2019 menjadi tes cash penguatan sistem presidensial, kelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Dalam memenuhi hal tersebut semua pihak harus berkomitmen meningkatkan kualitas pemilu dengan kata lain pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara yang rasional dewasa profesional adalah jujur bijak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam pelaksanaan pemilu serentak lebih kompleks dan rumit bagi penyelenggara pemilu, parpol,maupun rakyat dan merupakan pemilu yang paling gampang karena disosiasi dengan adanya presidensial threshold mereka harus berkoalisi mengusung pasangan calon presiden dan wakilnya di sisi lain mereka harus berjuang secara mandiri untuk merebut kursi legislatif.

Politisasi identitas: berebut suara muslim.
Sejumlah isu yang dipandang merugikan umat Islam melahirkan gerakan ijtima ulama untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakilnya di mana hasilnya terdapat representasi ulama sebagai penentang pertahanan merekomendasikan Prabowo untuk memilih capres yang berasal dari kalangan ulama.Namun ijtima ulama tersebut malah mendapat sanggahan dari kelompok ulama-ulama lain seperti NU misalnya tidak merasa terlibat dalam ijtima ulama tersebut.Sebagai negara mayoritas muslim berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu sejauh ini dua tokoh NU Salahuddin Wahid dan Hasyim Muzadi juga pernah menjadi cawapres dari capres nasionalis.

Pemilu dan kegagalan parpol

Pemilu tidak hanya sebagai penanda suksesi kepemimpinan tetapi juga sebagai koreksi atau evaluasi terhadap pemerintah dan proses dipending demokrasi. Dalam pemilu 2019 tampak jelas bahwa fungsi parpol tidak maksimal dan proses konsolidasi terhambat hal ini dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebriti sebagai caleg.Dimata masyarakat pengambilan keputusan/kebijakan publik. Parpol tidak melakukan fungsi intermediasi secara maksimal.parpol gagal melaksanakan peran dan fungsinya dan cenderungmenggunakaninstitusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri.Pengalaman dari pemilu ke pemilu menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi relatif sama: perilaku distortif, melanggar hukum dan menghalalkan semua cara (vote buying). Tapi parpol sebagai peserta pemilu belum mampu merespon dan memberi solusi konkrit.

Pemilu dalam Masyarakat Plural

Dikutip dari teori etikel sub Jerman Immanuel kant (1724-1804) mengingatkan bahwa dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, mayoritas, dan kulturnya yang pada akhirnya menjadi konflik.Di di Indonesia sendiri jelas yang dihadapi tidak hanya kemajemukan etnik dan daerah tetapi sub budaya etnik dan daerah yang majemuk.Dalam pilpres 2019 tidak semua pihak memahami pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai pertahanan. Masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang sangat tajam penggunaan istilah-istilah yang bertentangan nilai-nilai luhur dan SARA dilakukan dalam berdemokrasi.Lepas dari itu, harus diakui juga bahwapemilu di era reformasi telah memberikan nilai positif. Misalnya, proses liberalisasi politik di era transisi ini tidak hanya membuat proses politik menjadi semakin plural, tetapi juga kompetitif.Pemilu serentak pada dasarnya merupakan upaya demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal.

Pemilu dan Politisasi Birokrasi.
Reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan koperasi partai politik serta penguasa. ketidaknetralan birokrasi menyebabkan lemahnya legimitasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu, dan hasil. Politisasi birokrasi semakin terlihat nyata dengan dijadikannya menteri-menteri kepala lembaga dan kepala daerah sebagai calon pemenangan paslon dalam pilpres.Setelah dua dekade berlalu, birokrasi Indonesia masih belum terbebas dari model birokrasi patrimonial akibatnya tidak sedikit pejabat yang jabatannya terancam dan seringmuncul protes terhadap mutasi yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur.Sejak era reformasi masalah reformasi birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah menjadi isu dan perdebatan publik. Isu reformasi birokrasi ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan rakyat yang semakin kuat supaya birokrasi menjadi abdi rakyat. Kualitas birokrasi yang buruk menjadi salah satu sumber keterbelakangan Indonesia selain infrastruktur dan korupsi.Pola relasi antara birokrasi dan politik cenderung dinamis, khususnya ketika proses politik berlangsung, yaitu saat birokrasi dan politik sedang memproses penyusunan peraturan atau perundang-undangan dan peraturan daerah.Relasi politik dan birokrasi ditandai dengan ciri-ciri seperti praktik lobi untuk mencari posisi/jabatan dan intervensi politik dalam penentuan jabatan dan politik anggaran.Keberadaan birokrasi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik, tapi pada saat yang sama juga bisa digunakan untuk motif politik tertentu. Hal ini membuat birokrasi cenderung menjadi alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Penutup
Pemilu 2019 merupakan pemilu yang kompleks,pemilu 2019 memiliki tingkat kerumitan yang tinggi dan hasil yang dipersoalkan. Hal tersebut menjadi pelajaran yang dapat dipetik. Intinya pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalinya yang berkualitan pula karena pemilu bukan hanya sebagai sarana suksesi kepemimpinannya yang aspiratif,adil dan damai melainkan menjadi taruhan bagi ketahanan sosial masyarakat dan NKRI. Tantangan besar yang dihadapi pada pemilu serentak 2019 mengakibatkan konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit dibangun. Nilai nilai demokrasi dalam pilpres banyak dikesamlingkan. Oleh karena itu sebagai negara demokrasi,Indonesia belum bisa menampakkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi subtansif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Annisa Fadillah Quraini 2253053026 -
Nama: Annisa Fadillah Quraini
NPM: 2253053026
Kelas: 2G

1. Identitas Jurnal
Jurnal penelitian Politik
Vol. 16, No. 1, Juni 2019
DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019
yang di tulis oleh R. Siti Zuhro

2. Abstrak Jurnal
Pembangunan demokrasi Indonesia sebagaimana tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik sebab pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Satu kandidat menolak hasil pemilu. Adalah jelas pilpres belum selesai. Sekarang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi penentu akhir hasil pilpres karena dua kandidat mengklaim sebagai pemenang pilpres.

3. Pendahuluan
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga
diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat.

4. Pembahasan

- Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’.
Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah sebab demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi.
Demokrasi akan terkonsolidasi apanika aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan.
Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.

-Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Untuk memenuhi hal itu, semua pihak harus berkomitmen untuk selalu meningkatkan kualitas pemilu, bukan saja secara prosedural, melainkan juga secara substansial. Dengan kata lain, pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

-Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Meskipun dikotomi santri-abangan cenderung makin cair, pendapat tentang pentingnya pasangan calon yang merepresentasikan santri dan abangan masih cukup kuat.

-Pemilu dan Kegagalan Parpol
ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu. Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk memetakan dan menjawab persoalan bangsa.

-Pemilu dalam Masyarakat Plural
Pemilu serentak pada dasarnya merupakan upaya demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal. Jika legislator terpilih tidak bekerja dengan baik, rakyat akan mempunyai pilihan untuk tidak memilihnya lagi pada pemilu berikutnya. Pemilu juga signifikan untuk lebih mengenalkan nilai-nilai demokrasi di Indonesia yang merupakan masyarakat heterogen.

-Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya.

5. Kesimpulan
Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas.
Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by NADIA NUR SAFITRI 2213053275 -
Nama : Nadia Nur Safitri
Npm : 2213053275
Kelas : 2G
Analisis Jurnal

A. Identitas Jurnal
Judul jurnal : Demokrasi Dan Pemilu Presiden 2019
Penulis : R. Siti Zuhro
Nama jurnal : Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Tahun : 2019
Volume : 16
Halaman : 69-81
Nomor : 1
Kata kunci : Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun Kepercayaan.

B. Abstrak Jurnal
Jurnal tersebut membahas mengenai konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden 2019. Pembangunan demokrasi Indonesia sebagaimana tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik.

C. Pendahuluan
Sejak era Reformasi, Indonesia telah menyelenggarakan empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden.Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat.

D. pembahasan
- Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,dan untuk rakyat’.proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.pendalaman demokrasi merujuk pada pelembagaan penguatan peran serta masyarakat dalam aktivitas politik formal di tingkat lokal. Pilpres langsung menjadi langkah awal bagi penguatan peran masyarakat.Sulit pungkiri bahwa kompetisi dan kontestasi dalam pilpres melalui kampanye diwarnai oleh tingginya kegaduhan yang terjadi di media massa dan media sosial (medsos).

-Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang. Sebab, di satu sisi dengan
adanya presidential threshold (PT) mereka harus berkoalisi dalam mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presidennya (cawapres), di sisi lain dalam saat yang bersamaan mereka juga harus berjuang secara sendiri-sendiri
untuk merebut kursi legislatif.

- Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim adalah hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Meskipun dikotomi santri-abangan cenderung makin cair, pendapat tentang pentingnya pasangan calon yang merepresentasikan santri dan abangan masih cukup kuat. Tetapi, hal tersebut tidak dengan sendirinya memberikan jaminan kemenangan.

- Pemilu dan Kegagalan Parpol
Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung
menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk memetakan dan menjawab persoalan bangsa.
Parpol hanya memperdebatkan soal electoral threshold sebagai legitimasi kelayakan, namun minim wacana mengenai ide atau program yang hendak ditawarkan pada rakyat. Perhatian parpol pada rakyat umumnya hanya terjadi pada saat
pemilu ketika mereka membutuhkan dukungan suara. Setelah itu, hak dan kedaulatan rakyat tercampakkan.

- Pemilu dalam Masyarakat Plural
Dalam konteks Indonesia, kiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak hanya kemajemukan etnik dan daerah, tetapi pada saat yang bersamaan ialah ’subbudaya etnik dan daerah’ yang majemuk pula. Dalam konteks pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945,NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa.

- Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Ketidaknetralan birokrasi dalam
pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Sejauh ini tataran empirik menunjukkan adanya tarikan politik, khususnya, dari penguasa terhadap birokrasi. Hal ini tampak sangat kuat.
Salah satunya adalah adanya video viral yang memperlihatkan dugaan dukungan camat se-Makassar kepada paslon Joko Widodo-Ma’ruf Amin.Sejak era reformasi masalah reformasi birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah menjadi isu sentral dan perdebatan publik. Krusialnya isu reformasi birokrasi ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan rakyat yang semakin kuat agar birokrasi menjadi ‘abdi rakyat’. Adalah sulit diingkari bahwa kualitas birokrasi yang
buruk menjadi salah satu sumber keterbelakangan Indonesia. Selain infrastruktur dan korupsi,birokrasi telah menjadi salah satu penghambat pembangunan.

E. Penutup
Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggung jawab,tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Safira Sita Salsabilla 2213053027 -
Nama:Safira Sita Salsabilla
NPM :2213053027
Kelas :2G

ANALISIS JURNAL
IDENTITAS JURNAL:
JUDUL JURNAL: DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019
JENIS JURNAL: JURNAL PENELITIAN POLITIK
PENULIS: R. SITI ZAHRO
VOLUME DAN NOMOR: VOL. 16 NO. 1
HALAMAN: 1-110
TAHUN TERBIT: JUNI 2019

Pendahuluan
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelarempat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres)memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head
to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua
kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat.

Pembahasan
A.Deepening Democracy dan Tantangannya Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat’.Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi
beberapa faktor,misalnya budaya politik,perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Demokrasi yang berlangsung di daerah-daerah merupakan landasan utama bagi
berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan bisa pula dari masyarakat. Dari sisi negara, pendalaman demokrasi dapat bermakna, pertama, pengembangan pelembagaan mekanisme penciptaan kepercayaan semua aktor politik seperti masyarakat sipil, partai politik dan birokrasi (state apparatus). Kedua,pengembangan penguatan kapasitas administratif teknokratik yang menyertai pelembagaan yangtelah dibentuk.Dari sisi masyarakat, pendalaman demokrasi merujuk pada pelembagaan penguatan peran serta masyarakat dalam aktivitas politik formal di tingkat lokal. Partisipasi masyarakat (political participation), menggambarkan bagaimana tingkat keterlibatan masyarakat dalam proses politik.

B.Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi
politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya
secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah
dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsauntuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa.Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelimapasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu 2019
menjadi test case penguatan sistem presidensial,pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat.

C.Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi
identitas dan agama. Fenomena politisasi
identitas dan agama juga diwarnai dengan
berebut suara muslim.
Munculnya sejumlah
isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang
merugikan mereka pada akhirnya melahirkan
gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan
calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat
representasi ulama sebagai penantang petahanamerekomendasikan Prabowo untuk memilih
cawapres yang berasal dari kalangan ulama
(pasangan capres-cawapres bertipe nasionalisagamis).Yang menarik hasil ijtima ulama tersebut
justru mendapat sanggahan dari kelompok umat
Islam lainnya karena dinilai tidak mewakili
ulama-ulama lainnya. Sebab, NU, misalnya,
tidak merasa turut terlibat dalam ijtima’ ulama
tersebut.

C.Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu bukan hanya penanda suksesi
kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Bagi massa, parpol gagal melaksanakan peran dan fungsinya dan cenderung menggunakan institusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri.

D.Pemilu dalam Masyarakat Plural
Dalam konteks pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilainilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan
sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam. Penggunaan istilah “cebong” sebagai julukan pendukung Jokowi dan “kampret” sebagai julukan pendukung Prabowo bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Demikian juga dengan penggunaan politisasi identitas (SARA).

E.Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari
pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Sejauh ini tataran empirik menunjukkan adanya tarikan politik, khususnya, dari penguasa terhadap birokrasi.

Penutup
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan
pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga.Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Aura Fitria Ananda 2213053094 -
Nama : Aura Fitria Ananda
NPM : 2213053094
Kelas : 2G

Analisis Jurnal

A. Identitas Jurnal
1. Nama jurnal: Jurnal penelitian politik
2. Halaman jurnal: 69-81
3. Tahun terbit: 2019
4. Judul jurnal: Dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019
5. Nama penulis jurnal: R. Siti Zuhro
6. Kata kunci jurnal: Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun
Kepercayaan.
7. Volume: Vol 16
8. Nomor: 01

B. Isi Jurnal

Secara sederhana, demokrasi dapat diartikan sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk merealisasikan arti tersebut tidaklah mudah karena demokrasi perlu proses yang panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilewati, seperti proses konsolidasi demokrasi. Dalam lingkup Indonesia, terdapat beberapa faktor mempengaruhi proses demokrasi yang berlangsung, misalnya faktor budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Demokrasi yang berlangsung di daerah- daerah adalah landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional.
•Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu didefinisikan sebagai sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, terutama, untuk menyampaikan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu serentak 2019 merupakan pemilu kelima pasca Orde Baru dan juga merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu yang bersamaan.

•Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Pemilu serentak 2019 tidak pernah lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Adanya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden.

•Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, melainkan pemilu merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah serta proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat menjalankan tugasnya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi berjalan tidak maksimal atau terhambat.

•Pemilu dalam Masyarakat Plural
Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724- 1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik.

•Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari beberapa upaya untuk menjadikan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Pemilu dalam konteks demokrasi yaitu ditujukan untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif. Sedangkan salah satu isu krusial pilpres 2019 adalah politisasi birokrasi.

C. Penutup
Sejauh ini Indonesia mampu mengadakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Hal ini penting karena pemilu tidak hanya menjadi sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, melainkan menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Silvia Novi Fitriana 2213053062 -
Nama : Silvia Novi Fitriana
Npm : 2213053062
Kelas : 2G

Analisis jurnal
A. Identitas Jurnal
1. Judul jurnal : Demokrasi Sosial Politik menjelang Pemilu bersatu 2019
2. Penulis : R. Siti Zuhro
3. Tahun terbit : Juni 2019
4. Volume dan nomor : Vol. 16 No.1
5. Kata kunci: Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun
Kepercayaan.

B.Pendahuluan
Sejak masa reformasi Indonesia telah melakukan 4 kali pemilu. Namun pada pemilu kelima tahun 2019 pada pemilihan presiden (pilpres) mempunyai konstelasi politik yang lebih menarik perhatian publik. Dari peristiwa Pilpres 2019 pelajaran yang dapat diambil dari pro kontra terkait kinerja pemerintah dan pentingnya semua pihak untuk menjaga stabilitas sosial politik nasional dan keutuhan NKRI.

C. Pembahasan
• Pendalaman Demokrasi dan Tantangannya
Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (masyarakat politik, masyarakat ekonomi, negara, dan masyarakat sipil) mampu merangkum tindakan konversi sebagai alternatif utama untuk merebut kekuasaan. Adapun tantangan yang dihadapi sejak penyelenggaraan pilpres langsung yang berupa kecenderungan munculnya kompromi-kompromi kepentingan antara elit penguasa dan elit masyarakat harus dicarikan solusinya agar pemilu di Indonesia bisa memenuhi harapan yang diinginkan. Untuk perlu dikedepankan kembali tujuan utama pilpres sebagai sarana untuk menegakkan dan mewujudkan kedaulatan rakyat dan kebebasan
politik masyarakat.

• Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu yang disatukan pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial,
lembaga parpol dan parpol yang terukur dan terformat.

• Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima'ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Dua tokoh utama NU lainnya, yakni Solahuddin Wahid dan Hasyim Muzadi, juga pernah menjadi cawapres dari capres Nasionalis, yakni Wiranto dan Megawati, namun keduanya kalah.

• Pemilu dan Kegagalan Parpol
Parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Parpol gagal menjalankan peran dan fungsinya dan cenderung menggunakan institusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri. Beberapa fungsi yang tak dilakukan parpol tersebut membuat kepercayaan rakyat ke parpol menurun drastis.

• Pemilu dalam Masyarakat Plural
Pemilu di era reformasi telah memberikan nilai positif. Misalnya, proses liberalisasi politik di era transisi ini tidak hanya membuat proses politik menjadi semakin jamak, tetapi juga kompetitif. Pemilu juga signifikan untuk lebih mengenalkan nilai-nilai demokrasi di Indonesia yang merupakan masyarakat heterogen. Tentu ada sejumlah ruang yang harus diisi untuk perbaikan-perbaikan, namun demokrasi masih tetap menjadi agenda bangsa ini.

• Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintahan, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Dalam sistem pemilu saat ini, bahkan netralitas birokrasi sulit tercapai karena banyaknya penetrasi politik ke dalam birokrasi. Akibatnya, seusai pemilu/pilkada tidak sedikit pejabat yang jabatannya terancam. Keseimbangan pola hubungan antara politik dan birokrasi berpengaruh terhadap proses pembangunan, baik di pusat maupun daerah. Keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik, namun pada saat yang sama juga bisa digunakan untuk motif politik tertentu.

D.Penutup
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar dalam kondisi sosial, ekonomi dan politik serta hukum yang kurang memadai. Menumbuhkan rasa saling percaya dalam penyelenggara pemilu, partai politik dan masyarakat adalah persyaratan yang paling penting membangun demokrasi yang berkualitas dan mendukung tercapainya stabilitas politik dan keamanan di masyarakat. Pemilu bukan sekadar alat aspirasi, administrasi yang adil dan kedamaian, tetapi juga pertaruhan jaminan sosial nasional dan negara kesatuan republik indonesia.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Afanin Yuli Safitri 2213053020 -

Nama: Afanin Yuli Safitri
NPM: 2213053020
Kelas: 2G

ANALISIS JURNAL

Judul Jurnal: DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019
Penulis: R. Siti Zuhro
Nama jurnal: Jurnal Penelitian Politik
Tahun: Juni 2019
Volume: 16 No.1

▪︎Pendahuluan
Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu, sejak masa reformasi. Namun, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Pemilu tersebut menarik untuk dilihat di tengah tingginya pro-kontra terkait kinerja pemerintah dan pentingnya semua pihak untuk selalu menjaga stabilitas sosial politik nasional dan keutuhan NKRI.

▪︎Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi diartikan sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Tetapi, untuk mewujudkannya tersebut tidak mudah karena demokrasi membutuhkan proses panjang dan tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Demokrasi dipengaruhi beberapa faktor, seperti budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi berlangsung relatif dinamis.Pilpres yang berkualitas akan berpengaruh positif terhadap pemerintahan yang efektif (governable). Politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat melalui kebijakan publiknya. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip kebebasan individu dan persamaan.

Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan bisa pula dari masyarakat Pendalaman demokrasi dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif. Demokratisasi adalah proses yang terus-menerus dan tak boleh henti. Tantangan berupa kecenderungan munculnya kompromi kepentingan antara elitepenguasa dan elite masyarakat harua dicarikan solusinya dengan mengedepankan tujuan utama pilpres yaitu sarana untuk menegakkan dan mewujudkan kedaulatan rakyat dan kebebasan politik masyarakat. Demokrasi Indonesia masih diwarnai prosedural ketimbang substantif. kepastian sosial politik (social political certainty) semakin menjauh bersama dengan hadirnya keriuhan, kegaduhan, penistaan agama, isu intoleransi, masalah kebhinekaan yang menimbulkan konflik dan silang pendapat serta berita-berita hoax.

▪︎Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru, pelimu pertama yang secara serentak melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Untuk mewujudkannya, seluruh pihak harus berkomitmen untuk selalu meningkatkan kualitas pemilu, secara prosedural dan substansial. Pileg 2019 perlu disikapi dengan cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat harus berkoalisi dalam mengusung pasangan capres dan cawapres, mereka juga harus berjuang secara sendiri sendiri untuk merebut kursi legislatif.

▪︎Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Munculnya isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Sebagai negara mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Sejauh ini, dikotomi santri-abangan telah semakin kurang relevan.


▪︎Pemilu dan Kegagalan Parpol
Ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Seperti dalam pemilu 2019 banyak parpol gagal dalam proses
kaderisasi, dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Perhatian parpol pada rakyat umumnya hanya terjadi pada saat pemilu. Setelahnya hak dan kedaulatan rakyat tercampakkan. fragmentasi parpol yang terjadi belakangan ini menyebabkan parpol tidak solid.fungsi yang tak dilakukan parpol tersebut membuat kepercayaan rakyat ke parpol menurun drastis. Pengalaman dari pemilu ke pemilu menunjukkan permasalahan yang relatif sama: perilaku distortif, melanggar hukum dan menghalalkan semua cara (vote buying).

▪︎Pemilu dalam Masyarakat Plural
Pemilu serentak pada dasarnya merupakan
upaya demokratis yang diharapkan dapat
menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal. Pemilu juga signifikan untuk lebih mengenalkan nilai-nilai demokrasi di Indonesia yang merupakan masyarakat heterogen.

▪︎Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu dapat berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Secara umum, pola relasi antara birokrasi dan politik cenderung dinamis, khususnya ketika proses politik berlangsung, yaitu saat birokrasi dan politik sedang memproses penyusunan peraturan atau perundang-undangan dan peraturan daerah. Keberadaan birokrasi dapatdimanfaatkan untuk kepentingan publik, tapi pada saat yang sama juga bisa digunakan untuk motif politik tertentu. Hal ini membuat birokrasi cenderung menjadi alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.

▪︎Penutup
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan.

In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Chalistya Syahla Ilham Radinda 2213053262 -
Nama : Chalistya Syahla Ilham R
Npm : 2213053262
Kelas : 2G

A. Identitas Jurnal
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Penulis : R. Siti Zahro
Jenis Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Tahun : 2019
Volume : 16
Halaman : 1-110

B. Isi Jurnal
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat. Deepening Democracy dan Tantangannya Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, kepada rakyat, dan untuk rakyat. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan.

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat.Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by LATIFA NURMALA 2213053166 -
Nama : Latifa Nurmala
Npm : 2213053166

Analisis Jurnal

A. IDENTITAS JURNAL

JUDUL JURNAL: DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019
JENIS JURNAL: JURNAL PENELITIAN POLITIK
PENULIS: R. SITI ZAHRO
VOLUME DAN NOMOR: VOL. 16 NO. 1
HALAMAN: 1-110
TAHUN TERBIT: JUNI 2019

B. ISI JURNAL

•Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi.

• Pemilu presiden 2019 dan masalahnya
Keberhasilan penyelenggaraan
pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat. Berbeda dengan sebelumnya pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Untuk memenuhi hal itu, semua pihak harus berkomitmen untuk selalu meningkatkan kualitas pemilu, bukan saja secara prosedural, melainkan juga secara substansial. Dengan kata lain, pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

• Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Hasil ijtima yang di dalamnya terdapat representasi ulama sebagai penantang petahanan, merekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama atau asangan capres-cawapres bertipe nasionalis-agamis.

• Pemilu dan Kegagalan Parpol
Dalam proses konsolidasi
Parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu. Tingkat ketidakpuasan massa terhadap parpol cenderung makin tinggi. Masalahnya, aspirasi dan kepentingan massa tidak terwakili dalam proses pengambilan keputusan/kebijakan publik. Parpol tidak melakukan fungsi intermediasi secara maksimal. Representasi yang seharusnya dilakukan parpol untuk menyuarakan kepentingan dan aspirasi rakyat absen. Parpol juga tampak sibuk dan terjebak dalam pergulatan kepentingannya sendiri dan mengabaikan massa yang menjadi pendukungnya dalam pemilu. Proses pengabaian ini secara lambat tapi pasti telah mendelegitimasi eksistensi parpol.

• Pemilu dalam Masyarakat Plural
Dalam konteks pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai- nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam. Penggunaan istilah “cebong” sebagai julukan pendukung Jokowi dan “kampret” sebagai julukan pendukung Prabowo bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Demikian juga dengan penggunaan politisasi identitas (SARA). Sebagai sarana demokrasi rutin lima tahunan, pilpres dan pileg 2019 belum disikapi secara positif dengan mengedepankan nilai saling menghargai/menghormati, saling mempercayai dan saling berempati sebagaimana tersirat dalam nilai-nilai Pancasila.

• Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Sejauh ini tataran empirik menunjukkan adanya tarikan politik, khususnya, dari penguasa terhadap birokrasi. Hal ini tampak sangat kuat. Salah satunya adalah adanya video viral yang memperlihatkan dugaan dukungan camat se- Makassar kepada paslon Joko Widodo-Ma’ruf Amin.16 Politisasi birokrasi makin tampak nyata dengan dijadikannya menteri-menteri, kepala- kepala lembaga, kepala-kepala daerah sebagai pemenangan paslon dalam pilpres. Artinya, birokrasi terlibat politik praktis tak hanya di pusat, tapi juga sampai ke daerah-daerah Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan demokrasi.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Dinda Kusumawati Subagio 2253053016 -
Nama: Dinda Kusumawati Subagio
Npm: 2253053016
Kelas: 2 G

Analisis jurnal tersebut.

Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada tingkat lembaga-lembaga prosedural politik, tetapi juga pada tingkat masyarakat. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi , yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam menanggapi tuntutan-tuntutan masyarakat lokal.

Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional menunjukkan arahan yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Secara khusus pilpres yang berkualitas akan berpengaruh positif terhadap pemerintahan yang efektif . Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip- prinsip demokrasi yang mencakup jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan kesepakatan, khususnya dalam hak politik.

Sebagai instrumen pendalaman demokrasi, pilpres merupakan upaya penciptaan pemerintahan yang efektif pascapemilu. Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya mewujudkan pemerintahan yang efektif. Untuk itu, sebagian besar pemilih terlebih dulu perlu memiliki kesadaran dan kematangan politik yang cukup memadai. Untuk menjawab hal ini kiranya perlu dipahami bahwa demokrasiasi adalah proses yang terus menerus dan tak boleh berhenti.

Seiring dengan itu, tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pilpres langsung yang berupa kecenderungan munculnya kompromi-kompromi kepentingan antara elit penguasa dan elit masyarakat seharusnya dicarikan solusinya agar pemilu di Indonesia dapat memenuhi harapan yang diinginkan.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Ricca Tri Fadillah 2213053161 -
Nama:Ricca Tri Fadillah
Npm:2213053161
Kelas:2G

Analisis jurnal
Identitas jurnal
Judul jurnal:Dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019
Nama penulis:R. Siti Zuhro
Tahun terbit:Juni 2019
Kata kunci: Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun
Kepercayaan.

Isi jurnal
Abstrak
Perkembangan demokrasi di Indonesia yang tercermin dalam pemilihan presiden masih menghadapi banyak kendala.Peningkatan kualitas demokrasi belum tercapai secara optimal karena elemen-elemen yang menjadi pilar konsolidasi demokrasi belumefektif.Pemilihan presiden tahun 2019 belum berhasil menciptakan kepemimpinan yang berkualitas dan tidak mampu membangun kepercayaan masyarakat.

Pendahuluan
Dalam tulisan ini, akan dibahas mengenai demokrasi di Indonesia melalui fenomena pilpres 2019 yang merupakan salah satu cara untuk memilih pemimpin secara demokratis. Acara politik lima tahunan ini menarik untuk diamati mengingat adanya pro-kontra terkait kinerja yang tinggi.Pemilihan kepala daerah secara langsung juga dianggap sebagai terobosan penting dalam upaya pendalaman demokrasi (deepening democracy). Tujuannya adalah untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, terutama dalam merespon tuntutan-tuntutan dari masyarakat setempat.

Deepening Democracy dan Tantangannya
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung adalah inovasi penting yang bertujuan untuk mendalami demokrasi (deepening democracy), yaitu upaya untuk menangani kelemahan praktek demokrasi yang sebenarnya,terutama dalam merespons kebutuhan masyarakat lokal.Tantangan yang dihadapi sejak pelaksanaan pemilihan presiden langsung adalah munculnya kecenderungan kompromi kepentingan antara elite penguasa dan elite masyarakat, yang harus dicari jalan keluarnya agar pemilu di Indonesia dapat memenuhi harapan masyarakat.Karena itu, tujuan utama pemilihan presiden harus kembali diutamakan sebagai sarana untuk menegakkan dan mewujudkan kedaulatan rakyat serta kebebasan politik masyarakat.

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Semua individu harus menegaskan tekad untuk terus memperbaiki mutu pemilihan umum, tidak hanya dari segi prosedur, tetapi juga dari segi substansi. Dengan kata lain, pemilu presiden dan legislatif tahun 2019 harus diperlakukan dengan cara-cara yang masuk akal, matang, terampil, adil, jujur, cerdik dan beretika sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila.

Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Sebagai sebuah negara dengan mayoritas penduduk yang beragama Islam, persaingan untuk memperoleh dukungan dari umat muslim menjadi sesuatu yang wajar dan selalu berlangsung dalam setiap pemilihan umum. Walaupun perbedaan antara kelompok santri dan abangan semakin tidak jelas, pandangan bahwa pasangan calon yang mewakili kedua kelompok tersebut sangat penting masih sangat dianut. Namun demikian,hal ini belum tentu menjamin kemenangan dalam pemilihan.

Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pengalaman dari satu pemilu ke pemilu berikutnya menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi hampir sama: perilaku yang menyesatkan, pelanggaran hukum, dan menghalalkan segala cara (pembelian suara). Namun, partai politik sebagai peserta pemilu belum dapat menanggapi dan memberikan solusi konkret.

Pemilu dalam Masyarakat Plural
Dalam situasi pilpres 2019, nampaknya tidak semua kelompok menyadari betapa pentingnya memperhatikan nilai-nilai budaya lokal sebagai tameng untuk ketahanan sosial bangsa. Keempat pilar kebangsaan Indonesia, yakni Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, berasal dari filosofi dan sejarah kehidupan bangsa.

Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Terdapat manfaat dari keberadaan birokrasi untuk kepentingan masyarakat, namun sebaliknya, birokrasi juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan politik tertentu. Oleh karena itu, birokrasi cenderung digunakan sebagai sarana untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.

Penutup
Semakin besar tantangan dalam memperdalam demokrasi terjadi ketika kondisi sosial, ekonomi, politik, dan hukum tidak memadai. Situasi ini tidak hanya mempengaruhi kualitas pemilihan umum dan demokrasi, tetapi juga stabilitas negara. Terlebih lagi, ketika pemilihan umum berlangsung di tengah perpecahan sosial, munculnya berita sensasional di media sosial, ujaran kebencian, dan penyebaran berita palsu yang merajalela, membuat hasil pemilihan umum menjadi rentan terhadap sengketa dan konflik.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by ADELIA PRASETIYANI 2213053039 -
Nama : Adelia Prasetiyani
Npm : 2213053039
Kelas : 2G

POST TEST

Judul Jurnal: DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019

Pada tahun 2019, Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak, yang meliputi pemilihan presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pemilu ini merupakan salah satu momen penting dalam dinamika sosial politik di Indonesia, dan memunculkan berbagai tantangan dan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Beberapa jurnal dan studi akademis telah membahas tentang dinamika sosial politik menjelang Pemilu Serentak 2019 di Indonesia. Sebuah jurnal yang terbit pada tahun 2020 berjudul "Dinamika Sosial Politik Indonesia dalam Pemilu 2019" membahas tentang berbagai aspek sosial dan politik yang mempengaruhi pemilihan tersebut.
Jurnal tersebut mencatat bahwa terdapat berbagai dinamika sosial dan politik yang muncul menjelang Pemilu Serentak 2019. Pertama, meningkatnya polarisasi politik di kalangan masyarakat, yang ditandai dengan adanya dukungan yang kuat terhadap salah satu kubu politik dan meningkatnya retorika politik yang tajam. Kedua, peningkatan penggunaan media sosial sebagai alat untuk mempengaruhi opini publik dan memperkuat polarisasi politik. Ketiga, meningkatnya partisipasi politik dan kesadaran politik di kalangan masyarakat, yang tercermin dari tingginya tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu Serentak 2019.
Namun, jurnal tersebut juga mencatat bahwa dinamika sosial politik menjelang Pemilu Serentak 2019 tidak terlepas dari berbagai masalah dan tantangan, seperti terjadinya kecurangan, intimidasi, dan penggunaan uang dalam politik. Selain itu, munculnya isu-isu sensitif seperti agama, etnis, dan isu-isu keamanan nasional juga menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam proses pemilihan tersebut.
Secara keseluruhan, dinamika sosial politik menjelang Pemilu Serentak 2019 di Indonesia menunjukkan kompleksitas dan tantangan yang harus diatasi. Peningkatan partisipasi politik dan kesadaran politik di kalangan masyarakat merupakan hal yang positif, namun harus diimbangi dengan peningkatan integritas dan transparansi dalam proses pemilihan.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by SELVIA NUR SAQINAH 2213053193 -
Nama: Selvia Nur Saqinah
Npm: 2213053193
Kelas: 2G

Nama jurnal : Jurnal Penelitian Politik
volume : 16
Nomer : 1
halaman : 69-110
Tahun terbit : 25 Juni 2019
Judul Jurnal : DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019
Nama penulis: R. Siti Zuhro


PENDAHULUAN JURNAL

Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden.

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mencoba melihat demokrasi Indonesia melalui fenomena pilpres 2019 yang merupakan salah satu sarana untuk memilih


PEMBAHASAN
Dalam konteks Indonesia proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Demokrasi sendiri akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama.


KESIMPULAN
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholdersterkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemenelemen kekuatan lainnya seperti civil society, lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Widia Nata Saputri 2213053057 -
Nama: Widia Nata Saputri
NPM : 2213053057
Kelas : 2G

1. Identitas jurnal
Judul Jurnal :DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019 DEMOCRACY AND THE 2019 ELECTION
Penulis Jurnal : R. Siti Zuhro

2. Pembahasan Isi Jurnal
Tulisan tersebut membahas konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019.
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui.
Secara umum bila demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap kebijakan publiknya.

Secara khusus pilpres yang berkualitas akan berpengaruh positif terhadap pemerintahan yang efektif (governable). Secara umum, apabila demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, maka suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap kebijakan publiknya. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik.
Pilpres langsung bisa dikategorikan sebagai proses demokrasi formal sebagai tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut. Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif. Menurut Migdal (1988), negara dan masyarakat seharusnya saling bersinergi sehingga bisa saling memperkuat perannya masing-masing.

Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai.
Pemilu serentak pada dasarnya merupakan
upaya demokratis yang diharapkan dapat
menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih
akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal. Jika legislator terpilih tidak bekerja dengan baik, rakyat akan mempunyai pilihan untuk tidak memilihnya lagi pada pemilu berikutnya. Pemilu juga signifikan untuk lebih
mengenalkan nilai-nilai demokrasi di Indonesia yang merupakan masyarakat heterogen.
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu danhasilnya.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Farida Juwita 2213053179 -
Nama : Farida Juwita
NPM : 2213053179
Kelas : 2G

Analisis jurnal berjudul "Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019" oleh R. Siti Zuhro

Dalam jurnal ini membahas tentang konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019. Fenomena pilpres 2019 merupakan salah satu sarana untuk memilih pemimpin secara demokratis. Namun, masih juga belum terwujud pendalaman demokrasi tersebut dengan baik. Secara sederhana, demokrasi sendiri ialah 'pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Sehingga apabila demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, maka suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap kebijakan publiknya.

Dalam mewujudkan demokrasi pun perlu proses yang panjang serta tahap-tahap yang mesti dilalui. Seperti di Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor, misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik yang menyertai. Sejak 1999, proses demokrasi atau demokratisasi tersebut sudah berlangsung relatif dinamis. Karena terbukti semakin pesat setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004
dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005. Demokrasi yang berlangsung di daerah inilah yang menjadi landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional.

Setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung, terlihat proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi. Konsolidasi demokrasi sendiri merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Sebagai demokrasi formal, pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan bentuk perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik.
Pendalaman demokrasi ini dapat berasal dari negara maupun dari masyarakat.

Namun terdapat pertanyaan yang muncul terkait akankah pilpres secara lansung relevan dan bermanfaat bagi penguatan demokratisasi. Sedangkan tantangan yang dihadapi sejak penyelenggaraan pilpres langsung berupa kecenderungan munculnya kompromi-kompromi kepentingan antara elite penguasa dan elite masyarakat. Pada pilpres 2019, dinamika politik menjelang cenderung memanas, terkait tuduhan kecurangan. Karena sulit dinafikan bahwa kompetisi dalam pilpres melalui kampanye sudah diwarnai oleh tingginya kegaduhan yang terjadi di media massa dan media sosial. Selain itu, isu politisasi agama dalam pilpres 2019 menjadi salah satu hal yang paling menonjol selama masaa kampanye.
Dampaknya ialah demokrasi yang terbangun mengingkari nilai-nilai budaya positif seperti saling menghargai atau menghormati, saling mempercayai dan saling berempati.

Sehingga didapat kesimpulan bahwa konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar penting didalamnya belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Untuk itu, tujuan utama pilpres perlu dikedepankan kembali sebagai sarana untuk menegakkan dan mewujudkan kedaulatan rakyat dan kebebasan politik masyarakat.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Wike Oktaviana 2213053194 -
Nama : Wike Oktaviana
NPM : 2213053194
Kelas : 2G

Analisis Jurnal berjudul DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019 oleh R. Siti Zuhro

Sejak era Reformasi, Indonesia telah menggelar empat kali pemilu. Namun, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) mempunyai konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Sebagaimana diketahui, dalam kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head
to head, guna memperebutkan kursi presiden. Secara sederhana demokrasi sendiri dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Tetapi, guna mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah dikarenakan demokrasi perlu adanya proses panjang serta tahapan-tahapan penting yang harus dilewati, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti yang dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi
demokrasi adalah salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dan dipengaruhi beberapa faktor, misal budaya politik, perilaku aktor serta kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) ini berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan semakin pesat dan semarak setelah pelaksanaan
pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi yakni pemilu merupakan sarana dan juga momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, guna menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif serta presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih
belum mampu membawa rakyat Indonesia benar-benar berdaulat. Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-elemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan
partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat. Sampai kini Indonesia mampu melaksanakan
pemilu yang aman dan juga damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan
menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Mutiara Deva Gusti 2213053135 -
Nama : Mutiara Deva Gusti
NPM : 2213053135
Kelas : 2G

Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Volume : 16
Nomor : 1
Halaman : 69-81
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama Penulis : R. Siti Zuhro

Hasil Analisis (Pembahasan)
Konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999.
Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsipprinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut. Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres).
Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia. Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemenelemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat.
Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres. Hal tersebut perlu dilakukan karena sukses tidaknya pemilu, konflik tidaknya pilpres sangat bergantung pada tinggi-rendahnya tingkat kepercayaan rakyat kepada para stakeholders tersebut
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Rohmah Shela Saputri 2213053112 -
Nama: Rohmah Shela Saputri
NPM: 2213053112
Kelas: 2G

Analisis Jurnal Mengenai “ Demokrasi Dan Pemilu Presiden 2019”

Identitas Jurnal
Judul Jurnal: DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019
Penulis : R. Siti Zuhro
Nama jurnal: jurnal penelitian politik
Volume, No dan Halaman: Vol. 16, No. 1, Hal. 69-78
Tahun : 1 Juni 2019

Abstrak:
Jurnal ini membahas mengenai konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden 2019. Pembangunan demokrasi Indonesia sebagaimana tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik sebab pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pemilu presiden 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik serta belum mampu pula membangun kepercayaan. Hal ini dapat dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres 2019 oleh komisi pemilihan umum. Saat ini mahkamah konstitusi menjadi penentu akhir hasil pilpres karena dua kandidat mengklaim sebagai pemenang pilpres

Pendahuluan :
Sejak era reformasi Indonesia sudah menggelar 4 kali pemilu tetapi pemilu kelima tahun pada tahun 2019. Khususnya pemilu presiden atau pilpres memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Artikel ini mencoba melihat demokrasi Indonesia melalui fenomena pemilihan presiden 2019 yang merupakan salah satu sarana untuk memilih pemimpin secara demokratis ritual politik lima tahun dan tersebut menarik untuk dilihat di tengah tingginya pro kontra terkait kinerja pemerintah serta pentingnya semua pihak untuk selalu menjaga stabilitas sosial politik nasional dan keutuhan NKRI.

Hasil dan Pembahasan:
Deepening Democracy dan Tantanganya
Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Akan tetapi untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang serta tahapan-tahapan penting yang harus dilalui seperti proses konsolidasi demokrasi. Konsolidasi demokrasi adalah salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi menurut Laurence whitehead (1989). Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil, mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama agar meraih kekuasaan.
Dalam konteks Indonesia proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor contohnya budaya politik, perilaku aktor serta kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi berlangsung relatif dinamis khususnya sejak pemilu 1999. Demokrasi yang berlangsung di daerah-daerah ialah landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional setelah tiga kali dilaksanakan menunjukkan arah yang tak mudah khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres serta pendalaman demokrasi atau konsolidasi demokrasi.
Melaksanakan pelaksanaan pilpres pada dasarnya merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu serta persamaan khususnya dalam hal politik. Dalam konteks ini pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut sehingga dalam studi ini pilpres dilihat bukan hanya sebatas pesta demokrasi semata melainkan juga sebagai instrumen proses pendalaman demokrasi di tingkat nasional.
Pendalaman demokrasi dapat berasal dari negara serta bisa pula dari masyarakat. Pendalaman demokrasi juga bisa dipandang sebagai upaya agar merealisasikan pemerintahan yang efektif. Negara serta masyarakat seharusnya saling bersinergi sehingga bisa saling memperkuat perannya masing-masing menurut miqdal (1988). Dengan kapasitasnya tersebut negara diharapkan bisa melakukan penetrasi ke dalam masyarakat, mengatur relasi sosial, mengambil sumber daya serta mengelolanya. Dan negara juga harus mampu memperdayakan masyarakat agar terlibat aktif dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam kontrol sosial.
Nilai dan nilai-nilai demokrasi telah mendasari perilaku baik elit maupun masyarakat untuk itu sebagian besar pemilihan terlebih dulu perlu memiliki kesadaran dan kematangan politik yang cukup memadai. Dengan cara itu masyarakat diasumsikan mempunyai kapasitas untuk melakukan pilihan serta mengambil keputusan atas pilihannya berdasarkan rasionalitas politik. Tujuan utama pilpres yaitu sebagai sarana untuk menegakkan dan mewujudkan kedaulatan rakyat serta kebebasan politik masyarakat.
Dinamika politik menjelang pemilu 2019 cenderung, terutama terkait tuduhan kecurangan, hingga 20 April 2019 badan pemenangan nasional secara resmi telah melaporkan sekitar 1200 daftar sementara kecurangan pilpres 2019 kepada badan pengawas pemilu. Hal yang sama juga terjadi di tim kampanye nasional Jokowi ma'ruf Amin yang juga menerima 14.843 laporan dugaan pelanggaran atau kecurangan yang menguntungkan paslon Prabowo-sandiaga. Sulit dinafikan bahwa kompetisi dan kontestasi dalam pilpres melalui kampanye diwarnai oleh tingginya kegaduhan yang terjadi di media massa dan media sosial. Masyarakat tak jarang ikut terlibat dan mengundang keprihatinan tersendiri karena tidak sedikit diantaranya yang akhirnya harus berurusan dengan hukum sebab emosinya.
Selain persoalan hoax dan ujaran kebencian isu politisasi agama dalam pilpres 2019 menjadi salah satu hal yang paling menonjol dalam masa kampanye uniknya ke-12 pihak mengklaim paling mewakili suara umat Islam. Penggunaan politisasi agama dan charter asasi nation dalam kampanye semakin mempertajam ketegangan sosial yang berdampak pada munculnya rasa saling tak percaya serta saling tak menghargai antar sesama anak bangsa. Dampaknya demokrasi yang terbangun menafikan nilai-nilai budaya positif seperti saling menghargai, menghormati dan saling mempercayai serta saling berempati.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu adalah sarana serta momentum terbaik bagi, khususnya untuk menyalurkan ekspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif serta presiden atau wakil presidennya secara damai.
Pemilu serentak tahun 2019 adalah pemilu kelima pasca orde baru serta merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Berbeda dengan pemilu pemilu sebelumnya pemilu 2019 menjadi tes case penguatan sistem presidensial, jadi pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak serta beradab sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
Politisasi Indentitas: Berebut Suara Muslim
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas serta agama.: Fenomena politisasi identitas serta agama juga diwarnai dengan merebut suara muslim. Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima ulama untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden. Hasil ijtima yang di dalamnya terdapat representasi ulama sebagai penantang pertahanan merekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama atau pasangan capres cawapres bertipe nasionalis-agamis. Hasil ijtima ulama tersebut justru mendapat sanggahan dari kelompok umat Islam lainnya sebab dinilai tidak mewakili ulama-ulama lainnya oleh karena itu NU misalnya tidak merasa turut terlibat dalam istilah ulama tersebut. Sebagai contoh sekitar 400 kyai serta pengurus pesantren seluruh Indonesia menyatakan mendukung pasangan capres dan cawapres Joko Widodo dan ma'ruf amin.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam berebut suara muslim adalah hal yang logis serta selalu terjadi dalam setiap pemilu. Meskipun dikotomi santri abangan cenderung makin cair pendapat tentang pentingnya pasangan calon yang mempresentasikan santri dan abangan masih cukup kuat. Akan tetapi hal tersebut tidak dengan sendirinya memberikan jaminan kemenangan.
Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan tapi juga merupakan koreksi evaluasi terhadap pemerintahan dan proses deepening Democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat serta bermartabat. Dalam proses konsolidasi tersebut parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon. Akan tetapi ketika fungsi parpol tidak maksimal proses konsolidasi demokrasi menjadi. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses. Sehingga dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis tujuannya menjadikan selebriti tersebut sebagai fotogeter partai dalam pemilu. Contohnya partai Nasdem misalnya tercatat sebagai partai yang paling banyak mengambil arti sebagai calon legislatifnya dalam pemilu 2019.
Pemilu dalam masyarakat Plural
Dalam masalah pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana 4 pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan bhinneka tunggal Ika berasal dari falsafah dan sejarah hidup bangsa.
Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup. Penggunaan istilah cebong sebagai julukan pendukung Jokowi dan kampret sebagai julukan penduduk Prabowo bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Dan juga dengan penggunaan politisasi identitas atau SARA. Sebagai sarana demokrasi rutin lima tahun pilpres dan pilek 2019 belum disikapi secara positif dengan mengedepankan nilai saling menghargai menghormati saling mempercayai dan saling berempati sebagaimana tersirat dalam nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pemilu serentak pada dasarnya merupakan upaya demokrasi yang diharapkan bisa menjadikan legislator serta eksekutif menjadi lebih akuntabel dihadapan rakyat sebagaimana tuntunan demokrasi ideal. Jika legislator terpilih tidak bekerja dengan baik rakyat akan mempunyai pilihan untuk tidak memilihnya lagi pada pemilu berikutnya pemilu juga signifikan untuk lebih mengenali nilai-nilai demokrasi di Indonesia yang merupakan masyarakat heterogen.
Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik serta pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari partisme dan komplikasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa mengakibatkan pada lemahnya registrasi kinerja pemerintah, penyelenggaraan pemilu dan hasilnya. Sejauh ini tataran empirik menunjukkan adanya tarikan politik, khususnya, dari penguasa terhadap birokrasi.
Relasi birokrasi serta menunjukkan kuatnya motif politik dalam birokrasi. Birokrasi, bahkan, bisa dijadikan kekuatan politik sebab mempunyai jaringan struktur hingga ke basis masyarakat, menguasai informasi yang memadai, dan mempunyai kewenangan eksekusi program dan anggaran. Keberadaan birokrasi bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik tapi pada saat yang sama juga bisa dipergunakan untuk motif politik tertentu. Hal ini membuat birokrasi cenderung menjadi alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.

Kesimpulan:
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif serta belum berjalan secara reguler karena pilar-pilar pentingnya seperti pemilu, partai politik, civil society dan media massa. Belum berfungsi efektif serta belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan serta mengoreksi kinerja pemerintah titik pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran keadilan transparansi serta akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi serta komitmen semua elemen bangsa agar mematuhi peraturan yang ada titik konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika plafon melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung kontraining dan tidak konser dengan nilai-nilai demokrasi substansial khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitas kompetisi, political equality dan peningkatan political responsiveness
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Nura Assyifa 2213053134 -
Nama: Nura Assyifa
NPM: 2213053134
Kelas: 2G

Hasil Analisis Jurnal:
DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019


Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Argumen Smith (1985) dan Arghiros (2001) menyatakan bahwa nilai-nilai demokrasi telah mendasari perilaku, baik elite maupun masyarakat. Untuk itu, sebagian besar  pemilih terlebih dulu perlu memiliki kesadaran dan kematangan politik yang cukup memadai.

Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Pemilu serentak pada dasarnya merupakan upaya demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal. Jika legislator terpilih tidak bekerja dengan baik, rakyat akan mempunyai pilihan untuk tidak memilihnya lagi pada pemilu berikutnya.

Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik. Tumbuhnya rasa saling percaya di antara penyelenggara pemilu, parpol dan masyarakat menjadi syarat utama terbangunnya demokrasi yang berkualitas dan penopang terwujudnya stabilitas politik dan keamanan dalam masyarakat.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by RAMADYA VINTIKA LARAS 2213053264 -
Nama : Ramadya vintika Laras
Npm : 2213053264
Kelas : 2G

Analisis jurnal

Judul jurnal : DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019.
Penulis : R. SITI ZAHRO
Tahun terbit: Juni 2019


Pembahasan

Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar
empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun
2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres)
memiliki konstelasi politik yang lebih menyita
perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk
kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali
berhadapan dengan Prabowo Subianto, head
to head, untuk memperebutkan kursi presiden.
Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua
kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres
pun cenderung semakin mempertajam timbulnya
pembelahan sosial dalam masyarakat.

a.Deepening Democracy dan Tantangannya.

Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai
sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan
makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi
memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan
penting yang harus dilalui, seperti proses
konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan
Laurence Whitehead (1989), konsolidasi
demokrasi merupakan salah satu sarana untuk
meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh
lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.

Dalam konteks Indonesia, proses
demokrasi yang berlangsung dipengaruhi
beberapa faktor,misalnya budaya politik,
perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut
berlangsung relatif dinamis,khususnya sejak
Pemilu 1999.
Dinamikanya, bahkan, semakin
pesat dan semarak setelah dilaksanakannya
pemilu presiden secara langsung sejak 2004
dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara
Langsung sejak 2005.
Demokrasi yang berlangsung di daerah-
daerah merupakan landasan utama bagi
berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pemilihan kepala daerah secara langsung
merupakan terobosan penting yang dimaksudkan
sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening
democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi
kelemahan praktek demokrasi substantif,
khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan
masyarakat lokal.

Pendalaman demokrasi bisa berasal dari
negara dan bisa pula dari masyarakat.
Dari sisi masyarakat, pendalaman demokrasi
merujuk pada pelembagaan penguatan peran
serta masyarakat dalam aktivitas politik formal di
tingkat lokal. Pilpres langsung menjadi langkah
awal bagi penguatan peran masyarakat. Peran
ini tentunya harus
berkesinambungan sampai
terjadinya pergantian pemerintahan. Dengan
cara itu, peran masyarakat akan senantiasa
mewarnai implementasi program pemerintah,
dan sebaliknya pemerintah akan mendapat
dukungan penuh dari masyarakat.Pendalaman demokrasi juga dapat
dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif.

"Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya"
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu
merupakan sarana dan momentum terbaik bagi
rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi
politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di
lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya
secara damai. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima
pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak
pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres
dalam waktu bersamaan.
"Politisasi Identitas: Berebut Suara
Muslim"
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi
identitas dan agama. Fenomena politisasi
identitas dan agama juga diwarnai dengan
berebut suara muslim.7
Munculnya sejumlah
isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang
merugikan mereka pada akhirnya melahirkan
gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan
calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat
representasi ulama sebagai penantang penantang merekomendasikan Prabowo untuk memilih
cawapres yang berasal dari kalangan ulama
(pasangancapres-cawapres bertipe
nasionalisagamis).
"Pemilu dan Kegagalan Parpol"
Pemilu bukan hanya penanda suksesi
kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/
evaluasi terhadap pemerintah dan proses
deepening democracy untuk meningkatkan
kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.
"Pemilu dalam Masyarakat Plural"
Mungkin bijak untuk memahami makna
demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan
multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip
teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-
1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu
masyarakat majemuk masing-masing kelompok
mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas,
atau kulturnya, yang menjadi hasilakhirnya
adalah konflik.
"Pemilu dan Politisasi Birokrasi"
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan
demokrasi yang substansial, reformasi politik
dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi
birokrasi yang profesional terbebas dari
pragmatisme dan kooptasi partai politik dan
penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam
pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi
kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan
hasilnya.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by KHAIRANI ULYA 2213053115 -
Nama : Khairani Ulya
NPM : 2213053115

Analisis Jurnal

A. Identitas Jurnal
JUDUL JURNAL: DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019
JENIS JURNAL: JURNAL PENELITIAN POLITIK
PENULIS: R. SITI ZAHRO
VOLUME DAN NOMOR: VOL. 16 NO. 1
HALAMAN: 1-110
TAHUN TERBIT: JUNI 2019

B. Pembahasan
•Deepening Democracy dan Tantangannya•
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi.

•Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim•
Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat representasi ulama sebagai penantang petahana- merekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama (pasangan capres-cawapres bertipe nasionalis- agamis). Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.

•Pemilu dan Kegagalan Parpol•
Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol
sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu. Tingkat ketidakpuasan massa
terhadap parpol cenderung makin tinggi.
Masalahnya, aspirasi dan kepentingan massa tidak terwakili dalam proses pengambilan keputusan/kebijakan publik. Parpol tidak melakukan fungsi intermediasi secara maksimal. Representasi yang seharusnya dilakukan parpol untuk menyuarakan kepentingan dan aspirasi
rakyat absen. Parpol juga tampak sibuk dan
terjebak dalam pergulatan kepentingannya
sendiri dan mengabaikan massa yang menjadi pendukungnya dalam pemilu. Proses pengabaian ini secara lambat tapi pasti telah mendelegitimasi eksistensi parpol.

•Pemilu dalam Masyarakat Plural•
Terbukanya ruang kebebasan membuat
politisi bukan satu-satunya aktor yang
menjalankan fungsi artikulasi dan agregasi
kepentingan rakyat karena setelah era Reformasi bermunculan lembaga-lembaga pengawas extra parlementer yang juga melibatkan diri dalam fungsi artikulatif dan pengawasan terhadap pemerintahan. Dengan demikian, proses liberalisasi politik tidak hanya memunculkan CSO, tetapi juga menghadirkan media-media baik media cetak maupuelektronik yang semakin bebas dan berani dalam mengawasipenyelenggaraan pemerintahan.

•Pemilu dan Politisasi Birokrasi•
Sejak era reformasi masalah reformasi
birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah
menjadi isu sentral dan perdebatan publik.
Krusialnya isu reformasi birokrasi ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan rakyat yang semakin kuat agar birokrasi menjadi ‘abdi rakyat’. Adalah sulit diingkari bahwa kualitas birokrasi yang buruk menjadi salah satu sumber keterbelakangan Indonesia.Selain infrastruktur dan korupsi, birokrasi telah menjadi salah satu penghambat pembangunan yang menunjukkan betapa netralitas birokrasi khususnya dalam memperkuat hak politik pegawai negeri sipil/aparatur sipil negara dan kesetaraan partai politik menjadi tantangan utama yang harus mendapat perhatian untuk membangun iklim demokrasi yang lebih sehat.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by ADELIA PRASETIYANI 2213053039 -
Nama : Adelia Prasetiyani
Npm : 2213053039
Kelas : 2G

Analisis Jurnal

Jurnal yang dibahas oleh R. Siti Zahro membahas tentang dinamika sosial politik menjelang Pemilu Serentak 2019. Dalam artikel ini, penulis mengungkapkan beberapa faktor yang memengaruhi dinamika sosial politik sebelum Pemilu Serentak 2019.

Salah satu faktor yang dikemukakan oleh penulis adalah berkaitan dengan adanya spesifikasi Pilpres dan Pileg. Menurut penulis, ketidaksesuaian antara Pilpres dan Pileg dalam periode ini menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian di benak masyarakat terutama dalam hal persoalan pemilihan anggota legislatif yang sering kali dianggap tidak terlalu penting.

Selain itu, penulis juga menyebutkan bahwa faktor politik yang memengaruhi dinamika sosial di masa perhelatan Pemilu Serentak 2019 tersebut terdiri dari beberapa faktor seperti politik identitas, politik keislaman, dan politik elit.

Politik identitas mengacu pada bagaimana masyarakat terkotak-kotak dan dibagi-bagi menjadi kelompok-kelompok identitas seperti etnis, agama, dan kedaerahan. Sementara itu, politik keislaman sangat berkaitan erat dengan isu-isu agama yang muncul di tengah masyarakat, terutama setelah adanya aksi demonstrasi yang menuntut penindakan atas dugaan penistaan agama di Indonesia. Politik elit bahkan termasuk faktor yang sangat memengaruhi dinamika sosial politik di Indonesia karena penyebaran berita-berita yang dihasilkan oleh mereka bisa menimbulkan efek yang sangat besar pada masyarakat.

Lebih lanjut penulis menyebutkan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi faktor-faktor yang memengaruhi dinamika sosial politik ini. Salah satunya adalah dengan menjalin hubungan baik antara politikus dan masyarakat, sehingga cita-cita untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap politikus dan politik dapat terpenuhi. Selain itu, strategi komunikasi yang efektif pula dianggap penting karena mampu membentuk pola pikir masyarakat dan mempengaruhi perspektif mereka.

Dari analisis jurnal ini, dapat disimpulkan bahwa dinamika sosial politik di masa perhelatan Pemilu Serentak 2019 sangat bergantung pada faktor-faktor seperti spesifikasi Pilpres dan Pileg, politik identitas, politik keislaman, dan politik elit. Oleh karenanya, upaya-upaya untuk mengatasi faktor-faktor ini seperti menjalin hubungan baik antara politikus dan masyarakat serta strategi komunikasi yang efektif akan sangat penting untuk dilakukan.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Shelly Shelly -
Nama: Shelly
Npm: 2253053019
Kelas: 2G

Analisis jurnal

Identitas Jurnal
Judul Jurnal : DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019
Penulis : R. Siti Zuhro, Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Email : rszuhro@gmail.com
Diterima: 26 April 2019; Direvisi: 3 Mei 2019; Disetujui: 25 Juni 2019

Abstrak Jurnal
Jumlah paragraf : 1 Paragraf
Uraian Abstrak : Pada jurnal ini penelitian ini membahas tentang konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden 2019.
Kata Kunci: Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintah Efektif, Membangun Kepercayaan

Pendahuluan Jurnal
demokrasi Indonesia melalui fenomena pilpres 2019 merupakan salah satu sarana bagi masyarakat untuk memilih pemimpinnya secara demokratis. politik selama 5 tahun itu menarik untuk dilihat di tengah tingginya pro dan kontra terkait kinerja pemerintah dan tentunya semua pihak untuk selalu menjaga stabilitas sosial politik nasional dan keutuhan NKRI.

Isi jurnal:
- Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’.
- Pemilu presiden 2019 dan masalahnya
Keberhasilan penyelenggaraan
pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa.
- Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
- Pemilu dan Kegagalan Parpol
Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol
sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi.
- Pemilu dalam Masyarakat Plural
Terbukanya ruang kebebasan membuat
politisi bukan satu-satunya aktor yang
menjalankan fungsi artikulasi dan agregasi
kepentingan rakyat karena setelah era Reformasi bermunculan lembaga-lembaga pengawas extra parlementer yang juga melibatkan diri dalam fungsi artikulatif dan pengawasan terhadap pemerintahan.
- Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sejak era reformasi masalah reformasi
birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah
menjadi isu sentral dan perdebatan publik.
Krusialnya isu reformasi birokrasi ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan rakyat yang semakin kuat agar birokrasi menjadi ‘abdi rakyat’.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by Nola Diva Brilian 2213053199 -
Nama: Nola Diva Brilian
NPM: 2213053199
Kelas: 2G

Analisis Jurnal

A. Identitas Jurnal
1. Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
2. Halaman : 69-81
3. Volume : Vol. 16
4. Nomor : No. 01
5. Tahun Terbit : Juni 2019
6. Judul Jurnal : Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019
7. Nama Penulis : R. Siti Zuhro
8. Kata Kunci : Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun Kepercayaan


B. Isi Jurnal
Pembahasan :
1. Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi merupakan suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Akan tetapi, untuk mewujudkan makna itu bukan suatu hal yang mudah karena demokrasi membutuhkan proses yang panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut.
2. Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu yang bersamaan. Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang. Sebab, di satu sisi dengan adanya presidential threshold (PT) mereka harus berkoalisi dalam mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presidennya (cawapres), di sisi lain dalam saat yang bersamaan mereka juga harus berjuang secara sendiri-sendiri untuk merebut kursi legislatif.
3. Pemilu dalam Masyarakat Plural
Dalam konteks pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilainilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan
sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam. Pemilu serentak pada dasarnya merupakan upaya demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal. Jika legislator terpilih tidak bekerja dengan baik, rakyat akan mempunyai pilihan untuk tidak memilihnya lagi pada pemilu berikutnya.
4. Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Sejauh ini tataran empirik menunjukkan adanya tarikan politik, khususnya, dari penguasa terhadap birokrasi.Salah satunya adalah video viral menunjukkan dugaan dukungan seluruh camat Makassar kepada pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin.16 Politisasi birokrasi semakin kentara dengan mengangkat menteri, kepala lembaga, pengurus daerah kandidat pemenang dalam pemilihan presiden. Itu berarti, birokrasi tidak hanya terlibat dalam politik praktis ke pusat tetapi juga ke daerah.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

by DINDA MULIA SAPUTRI 2253053042 -
Nama : Dinda mulia saputri
npm : 2253053042
kelas : 2G


ANALIS JURNAL
DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019
Dalam inti yang saya ambil dari jurnal tersebut adalah dari demokrasi dan pemilu presiden 2019.
Dalam pemilu presiden mempunyai suatu Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi.oleh karena itu, Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan dalam politik.sementara, Dari sisi masyarakat, pendalaman demokrasi merujuk pada pelembagaan penguatan peran serta masyarakat dalam aktivitas politik formal di tingkat lokal. Pilpres langsung menjadi langkah awal bagi penguatan peran masyarakat. Peran ini tentunya harus berkesinambungan sampai terjadinya pergantian pemerintahan. Seiring dengan itu, tantangan yang dihadapi sejak penyelenggaraan pilpres langsung yang berupa kecenderungan munculnya kompromi-kompromi kepentingan antara elite penguasa dan elite masyarakat seharusnya dicarikan solusinya agar pemilu di Indonesia bisa memenuhi harapan yang diinginkan. Untuk itu, kiranya perlu dikedepankan kembali tujuan utama pilpres sebagai sarana untuk menegakkan dan mewujudkan kedaulatan rakyat dan kebebasan politik masyarakat.
Dalam pemilu yaitu Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya dilembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa.
Dengan adanya politisi negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Meskipun dikotomi santri-abangan cenderung makin cair, pendapat tentang pentingnya pasangan calon yang merepresentasikan santri dan abangan masih cukup kuat. Tetapi, hal tersebut tidak dengan sendirinya memberikan jaminan kemenangan. Yang menarik hasil ijtima ulama tersebut justru mendapat sanggahan dari kelompok umat Islam lainnya karena dinilai tidak mewakili ulama-ulama lainnya. Sebab, NU, misalnya, tidak merasa turut terlibat dalam ijtima’ ulama tersebut. Sebagai contoh, sekitar 400 kiai dan pengurus pesantren seluruh Indonesia menyatakan mendukung pasangan capres dan cawapres Joko Widodo/Jokowi-Ma’ruf Amin.dan dalam Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya.
Dan sudah sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Dalam suatu Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun.