Posts made by Aura Fitria Ananda 2213053094

Nama : Aura Fitria Ananda
NPM : 2213053094
Kelas : 3G

Hasil analisis video yang berjudul "Degradasi Moral Pelajar Jaman Modern"

Video tersebut terdapat penjelasan mengenai kasus degradasi moral pelajar modern saat ini yang mengakibatkan seorang siswa menganiaya guru nya hingga terbunuh adalah sebuah kejadian yang sangat memprihatinkan. Kekerasan kepada anak meningkat sejak tahun 2014 hingga 2017 mengalami penurunan.Ada beberapa hal yang menyebabkan perilaku kekerasan oleh anak, di antaranya yaitu pola pengasuhan di rumah dan pengelolaan di kelas oleh guru.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi degradasi moral antara lain:
-Penerapan sanksi bagi pelaku kekerasan agar pelaku jera dan tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum.
-Kesadaran dari masing-masing individu untuk menjaga nilai dan moralitas.

Oleh karena itu orang tua, guru, tokoh masyarakat, dan semua pihak yang terlibat dalam pendidikan harus lebih peduli dan memperhatikan masalah ini.
Guru harus memiliki kelengkapan utama dalam dirinya sebagai sosok pribadi seperti yang sudah diatur dalam UU, bahwa seorang guru mempunyai 4 standar kompetensi utama yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional,kompetensi pedagogik.
Nama : Aura Fitria Ananda
NPM : 2213053094
Kelas : 3G

Hasil Analisis Video yang berjudul “6 Tahap Perkembangan Moral Menurut Kohlberg"

Dalam video tersebut, menurut Lawrence Kohlberg tahap perkembangan moral terbagi menjadi 3 level dan setiap level memiliki 2 tahap sehingga seluruhnya menjadi 6 tahap.

Level 1. Pra-Konvensional
-tahap 1. Menghindari Hukuman
Seseorang mempunyai alasan setiap melakukan suatu tindakan atau tidak, karena untuk menghindari Hukuman. Contohnya ; seseorang tidak menerobos lampu merah di jalan karena ia tidak ingin seorang polisi mengejar dan menilangnya.

-tahap 2. Keuntungan dan Minat Pribadi
Tindakan dilakukan dengan memperhitungkan apa yang akan didapatkan olehnya. Seperti "Apa untungnya bagiku, aku akan membantunya karena suatu hari dia akan membalas membantuku".

Level 2. Konvensional
-tahap 3. Menjaga Sikap Orang Baik
Seseorang memikirkan bagaimana kesepakatan sosial yang ada dan pendapat orang lain terhadapnya. Seseorang lebih memilih diam agar tidak timbul pertengkaran.

-tahap 4. Memelihara Peraturan
Jika Peraturan tidak ada yang mematuhinya maka keadaan akan menjadi kacau. Karena itu Peraturan harus dipatuhi. Contohnya ketika ketua kelas memisahkan temannya yang sedang bertengkar. Hal ini bertujuan untuk memberi kenyamanan untuk seseorang.

Level 3. Pasca Konvensional
-tahap 5. Orientasi Kontrak Sosial
Setiap orang memiliki latar belakang dan situasi yang berbeda. Hak-hak individu harus dilihat bersamaan dengan hukum yang ada.

-tahap 6. Prinsip Etika Universal
Tahap ini menggambarkan prinsip internal seseorang. Seseorang akan melakukan hal yang dianggapnya benar, walaupun hal tersebut bertentangan dengan hukum  yang ada.
Nama : Aura Fitria Ananda
NPM : 2213053094
Kelas : 3G

IDENTITAS JURNAL

Nama Jurnal : JIPSINDO
Judul jurnal : PERKEMBANGAN MORAL SISWA SEKOLAH DASAR BERDASARKAN TEORI KOHLBERG
Penulis Jurnal : Enung Hasanah
Nomer : 2
Volume : 6
Tahun terbit : September 2019
Kata Kunci: teori kohlberg, SD, moral
Korespondensi : enung.hasanah@mp.uad.ac.id

Hasil Analisis

Teori Kohlberg adalah teori yang mengukur tingkatan moral seseorang. Kohlberg mengidentifikasi beberapa masalah filosofis mendasar yang mendasari studi perkembangan moral, seperti pertanyaan tentang definisi konstruk yang adil secara budaya. Psikolog yang mempelajari moralitas atau perkembangan moral harus berurusan dengan masalah relativisme moral atau netralitas nilai, yang bermula dari kata-kata yang bermuatan nilai "moral" dan "pengembangan." Teori Kohlberg mengenai perkembangan moral secara formal disebut cognitive-dvelopmental theory of moralization, yang berakar pada karya Piaget. Asumsi utama Piaget adalah bahwa kognisi (pikiran) dan afek (perasaan) berkembang secara paralel dan keputusan moral merupakan proses perkembangan kognisi secara alami. Sebaliknya, kebanyakan ahli psikologi pada masa itu berasumsi bahwa pikiran moral lebih merupakan proses psikologi dan sosial. Untuk menemukan tahap kepatutan moral seseorang, Kohlberg telah menyusun instrumen penelitian guna menggolongkan proses penalaran orang tersebut dalam mengatasi dilema moral.

Kohlberg tidak memusatkan perhatian pada tingkah laku moral, artinya apa yang dilakukan oleh seorang indivdu tidak menjadi pusat pengamatannya. Mengamati tingkah laku tidak menunjukan banyak mengenai kematangan moral. Kohlberg juga tidak memusatkan perhatian pada pernyataan (statement) seseorang, apakah dia mengatakan sesuatu hal benar atau salah.

Penelitian Kohlberg menunjukan bahwa bila penalaran-penalaran yang diajukan oleh seseorang mengapa ia mempunyai pertimbangan moral tertentu atau melakukan tindakan tertentu diperhatikan, maka akan tampak jelas adanya perbedaan-perbedaan yang berarti dalam pendangan moral orang tersebut. Apa yang membedakan tingkatan moral seseorang apat dilihat dari alasan apa yang digunakan seseorang untuk melakukan sesuatu.

Teori (Kohlberg; L., Hersh, R.H. 1977) tentang Perkembangan Moral dibagi menjadi 3 level, yang masing-masing level dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut:
-Level 1. Moralitas Pra-konvensional.
Tahap 1 - Ketaatan dan Hukuman
Tahap 2 - Individualisme dan Pertukaran.
-Level 2. Moralitas Konvensional.
Tahap 3 - Hubungan Interpersonal.
Tahap 4 - Menjaga Ketertiban Sosial.
-Level 3. Moralitas Pasca-konvensional.
Tahap 5 - Kontrak Sosial dan Hak Perorangan.
Tahap 6 Prinsip Universal.
Nama : Aura Fitria Ananda
NPM : 2213053094
Kelas : 3G

IDENTITAS JURNAL

Nama Jurnal : Cakrawala Pendidikan
Judul jurnal : PENDIDIKAN NILAI MORAL DITINJAU DARI PERSPEKTIF GLOBAL
Penulis Jurnal : Sudiati
Tahun terbit : Juni, 2009
Kata Kunci: moral value education, global perspective (pendidikan nilai moral, perspektif global)

HASIL ANALISIS

Secara hierarkhis nilai instrumental berfungsi sebagai nilai perantara yang akan berujung pada nilai akhir atau terminal yang bersifat inheren, tersem- bunyi di belakang nilai instrumental. Nilai instrumental dan nilai terminal dapat ditanamkan melalui pendidikan nilai moral bagi setiap jenis dan jenjang pendidikan; terutama untuk pendidikan dasar dan menengah. Tentunya pendidikan nilai moral disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing negara berdasarkan ideologi yang dianutnya.

Isu pendidikan nilai moral yang terjadi di empat negara, yaitu Indonesia, Malay- sia, India, dan Cina. Empat negara itu dapat mewakili karakteristik bangsa dengan latar belakang ideologi yang berbeda. Indonesia merupakan negara Pancasila yang mayoritas Islam, India merupakan negara federal yang tetap mempertahankan nilai-nilai agama se- bagai nilai universal. Malaysia merupa- kan representasi negara yang memiliki bangsa mayoritas Islam sebagaimana negara Indonesia, sedangkan Cina merupakan perwakilan negara sosialis komunis. Hasil penelitian Afiyah, dkk. (2003), menyatakan bahwa kelemahan pen- didikan agama antara lain terjadi ka- rena materi pendidikan agama Islam, termasuk bahan ajar akhlak, cenderung terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif), sedangkan pembentukan si- kap (afektif) dan pembiasaan (psikomo- torik) sangat minim.
Dewasa ini, psikolog dan sosiolog banyak membahas nilai-nilai moral dalam kaitannya dengan perkembangan dan pendidikan anak. Pada dasarnya setiap pribadi memperoleh nilainya sendiri dari kebudayaan eksternal.
Pendidikan nilai moral adalah pendidikan yang berusaha mengembangkan komponen-komponen integrasi pribadi. Integrasi pribadi dapat dilukiskan sekurang-kurangnya dengan empat gambaran kepribadian.

Keseluruhan kurikulum sekolah berfungsi sebagai suatu sumber penting pendidikan nilai. Aktivitas dan praktik yang demokratis di sekolah merupakan faktor efektif yang mendukung keberhasilan pendidikan nilai, di samping kesediaan peserta didik itu sendiri. Peserta didik tidak dapat terlepas dari pengaruh apa yang dilakukan para guru mereka yang berkenaan dengan pendidikan nilai di sekolah, baik dengan metode langsung maupun tidak langsung. Metode langsung mulai dengan penentuan perilaku yang dinilai baik sebagai upaya indoktrinasi berbagai ajaran. Caranya dengan memusatkan perhatian secara langsung pada ajaran melalui mendiskusikan, mengilustrasikan, menghafalkan, dan mengucapkannya. Metode tidak langsung tidak dimulai dengan menentukan perilaku yang diinginkan, tetapi dengan menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang baik dapat dipraktikkan. Keseluruhan pengalaman di sekolah dimanfaatkan untuk mengembangkan perilaku yang baik. pendidikan nilai moral dapat diselenggarakan dengan menggunakan metode dogmatis, metode deduktif, metode induktif, dan metode reflektif (Muhadjir, 1988:161).