Posts made by RILIAN TSABITHA SURI 2213053141

Nama: Rilian Tsabitha Suri
NPM: 2213053141
Kelas: 2G

Hasil analisis video yang berjudul "Identitas Nasional" :
Identitas nasional merupakan hal yang mendasar dari suatu negara yang membedakan suatu negara dengan negara lain. Ada 4 unsur identitas nasional, antara lain:
1). Suku bangsa
Terdapat banyak suku bangsa/kelompok etnis di Indonesia dengan lebih kurang 300 dialek. Saat ini diperkirakan 210 juta dan separuhnya beretnis jawa. Sisanya etnis-etnis seperti Suku Makassar dan Bugis 3,68%, Batak 2,4%, Bali 1,88%, Lombok 1,66%, Aceh 1,4%, dan lainnya.
2). Agama
Bangsa Indonesia dikenal dengan bangsa yang agamis. agama-agama yang berkembang dan dipercayai oleh bangsa Indonesia sampai sekarang yaitu: islam, kristen, katolik, hindu, buddha, dan konghucu.
3). Kebudayaan
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya perangkat atau model-model pengetahuan yang digunakan oleh pendukung pendukungnya untuk menafsirkan lingkungan yang dihadapi atau digunakan sebagai rujukan untuk bertindak sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
4. Bahasa
Bahasa merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. bahasa dibentuk atas unsur-unsur bumi atau ucapan manusia dan juga digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia baik secara lisan, tulisan, maupun gerakan/isyarat.

Identitas nasional Indonesia tercantum dalam konstitusi Indonesia UUD 1945 pasal 35 dan 36 C. identitas nasional yang menunjukkan jati diri Indonesia, yaitu:
1). Bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia
2). Bendera negara yaitu bendera merah putih
3). Lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya
4). Lambang negara yaitu Pancasila
5). Semboyan negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
6). Dasar falsafah negara yaitu Pancasila
7). Konstitusi hukum dasar negara yaitu UUD 1945
8). Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat 9). Konsepsi wawasan nusantara
10). Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional.
Nama: Rilian Tsabitha Suri
NPM: 2213053141
Kelas: 2G

IDENTITAS JURNAL:
Judul Jurnal: Kearifan Budaya Lokal Perekat Identitas Bangsa
Volume dan Halaman: Vol. 05 dan 9 - 16
Tahun Terbit: 2016
Nama Jurnal: Bakti Saraswati
Nama Penulis: Ida Bagus Brata

ABSTRAK JURNAL:
Kajian ini terkait dengan permasalahan kesadaran kolektif lokal dan identitas nasional dalam era
globalisasi sangat relevan diwacanakan. Pada kenyataan ini terjadi seiring dengan berbagai perubahan yang
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pasca reformasi.

I. PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku
bangsa dengan kebudayaannya masing-
masing. Sampai saat ini masih terjadi perbedaan
pemahaman dalam mengartikan konsep suku
bangsa, sehingga berapakah tepatnya jumlah
suku bangsa di Indonesia. Ada yang
mengatakan bahwa di Indonesia terdapat
sekitar 300 suku bangsa, bahkan ada yang
menyebutkan jauh lebih banyak dari jumlah
tersebut. Identitas seseorang ditentukan oleh
keanggotaannya di dalam berbagai kesatuan
sosial. Seseorang adalah berasal dari suku
Bugis dengan kebudayaan Bugisnya,
sehingga dapat dikatakan ia mempunyai
identitas Bugis, dan demikian seterusnya
terhadap suku Dani, Amukme, Tugutil, Jawa,
Bali, Manggarai dan lain-lain.

II. KERANGKA KONSEPSUAL DAN
TEORETIK
Menurut Haryati Subadio, kearifan lokal secara keseluruhan dapat dianggap
sama dengan identitas atau keperibadian
budaya suatu bangsa. (dalam Astra,
2004:114) menyebutkan bahwa
sifat-sifat hakiki kearifan lokal adalah: 1)
mampu bertahan terhadap budaya luar; 2)
memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-
unsur budaya luar; 3) mempunyai
kemampuan mengintegrasi unsur-unsur
budaya luar ke dalam kebudayaan asli; 4)
mampu mengendalikan; dan 5) mampu
memberikan arah pada perkembangan
budaya. Atas dasar itu kearifan lokal dapat
diartikan sebagai kebijakan manusia dan
komunitas dengan bersandar pada filosofi,
nilai-nilai, etika maupun perilaku yang
melembaga secara tradisional mengelola
berbagai sumber daya alam, sumber daya
hayati, sumber daya manusia, dan sumber
daya budaya untuk kelestarian sumber daya
tersebut bagi kelangsungan hidup
berkelanjutan.
III. KEARIFAM LOKAL SEBAGAI
PEREKAT IDENTITAS BANGSA
Penguatan jati diri suatu kelompok etnik atau bangsa menjadi begitu penting di era globalisasi, dengan harapan jangan sampai tercerabut dari akar budaya dari para pendahulu di tengah-tengah kecenderungan homogenitas
kebudayaan yang terjadi. Kesenjangan,
ketidakadilan, kurangnya pemerataan
pembangunan yang terjadi di
berbagai wilayah tanah air dalam
kenyataannya telah memicu terjadinya konflik
sosial di berbagai wilayah di Indonesia. Dalam
kaitan inilah Koentjaraningrat (1980), mengemukakan, bahwa dalam rangka
menganalisis hubungan antara suku bangsa
atau antara golongan, beberapa hal yang harus diketahui: 1) Sumber-sumber
konflik; 2) Potensi untuk toleransi; 3) Sikap
dan pandangan dari suku bangsa atau
golongan terhadap sesama suku bangsa atau
golongan; 4) Tingkat masyarakat dimana
hubungan dan pergaulan antara suku bangsa
atau golongan tadi berlangsung. Kemudian lebih lanjut dijelaskan pula bahwa ada lima sumber konflik antara suku-suku bangsa atau golongan yaitu: 1) Konflik bisa terjadi kalau warga dari dua
suku bangsa masing-masing bersaing dalam
hal mendapatkan lapangan mata pencaharian
hidup yang sama; 2) Konflik juga bisa terjadi
kalau warga dari satu suku bangsa mencoba
memaksakan unsur-unsur dari kebudayaannya
kepada warga dari suatu suku bangsa lain; 3)
Konflik yang sama dasarnya, tetapi lebih
fanatik dalam wujudnya, bisa terjadi jika
warga dari satu suku bangsa mencoba
memaksakan konsep agamanya
kepada warga suku bangsa lain yang
berbeda agama; 4) Konflik terang akan terjadi
jika satu suku bangsa berusaha
mendominasi suatu suku bangsa lain secara
politis; 5) Potensi konflik terpendam ada
dalam hubungan antara suku-suku bangsa
yang telah bermusuhan secara adat.

Ada sekurang-kurangnya tujuh indikator berkaitan dengan kemampuan ketahanan modal budaya suatu kolektiva untuk tumbuh secara surplus atau defisit, yaitu: (1)
ketahanan ideal/sistem nilai; (2)
ketahanan struktural (ketahanan
kelembagaan); (3) ketahanan pisikal
(ketahanan sistem budaya fisik); (4)
ketahanan mental (ketahanan sikap mental);
(5) Ketahanan fungsional (ketahanan fungsi
unsure-unsur kebudayaan); (6) ketahanan
sistemik (ketahanan totalitas sistem
masyarakat); dan (7) ketahanan prosesual
(ketahanan dan kelenturan menghadapi
perubahan). Kearifan lokal sebagai modal budaya Indonesia diharapkan mampu menumbuhkembangkan identitas ke-Indonesiaan, menjadi referensi
dalam mengembangkan wawasan
kebangsaan, membangun bobot kualitas
manusia dan bangsa Indonesia, kemuliaan
harkat dan martabat bangsa yang memancar
ke dalam bagi keadaban warga negara bangsa
dan ke luar dalam membangun citra dan
pergaulan antar bangsa dalam bingkai
diplomasi kebudayaan.

IV. SIMPULAN
Kearifan lokal yang dimiliki daerah-
daerah dalam lingkup wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sungguh sangat
luar biasa banyaknya dan yang menunjukkan
keberagaman jenisnya. Secara selektif banyak
di antaranya yang dapat diangkat sebagai
asset kekayaan kebudayaan bangsa dan dapat
dijadikan sebagai perekat sekaligus sebagai
modal dasar untuk memperkokoh
identitas/jati diri bangsa.
NAMA: RILIAN TSABITHA SURI
NPM: 2213053141
KELAS: 2G

Identitas Jurnal:
1. Nama Jurnal: Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial
2. Halaman Jurnal: 201-212
3. Tahun Terbit: 2016
4. Judul Jurnal: Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter Bangsa Melalui Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani
5. Nama Penulis: Aulia Rosa Nasution

Isi Jurnal:
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan
untuk membangun karakter bangsa Indonesia yaitu membentuk kecakapan partisipatif warga
negara yang bermutu dan bertanggung jawab
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
menjadikan warga negara Indonesia yang
cerdas, aktif, kritis dan demokratis, namun
tetap memiliki komitmen menjaga persatuan
dan integritas bangsa, mengembangkan
kultur demokrasi yang berkeadaban yaitu
kebebasan, persamaan, toleransi dan
tanggungjawab. Oleh karena itu, setelah
mahasiswa mengikuti Pendidikan
Kewarganegaraan dengan baik dan benar
diharapkan mereka akan menjadi warga negara
Indonesia yang dapat melakukan perubahan dalam kehidupan nyata.

Demokrasi dapat diartikan sebagai bentuk pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Menurut Nurcholish
Madjid, ada enam norma atau
unsur pokok dalam tatanan masyarakat yang demokratis yaitu 1). kesadaran akan pluralisme. Kesadaran atas kemajemukan diwujudkan dalam sikap dan perilaku
menghargai beragam pandangan dan sikap orang dan kelompok lain, sebagai bagian dari kewajiban warga negara untuk menjaga dan menjamin hak orang lain untuk diakui keberadaannya.
2) musyawarah, yaitu mewujudkan kesadaran warga negara untuk tulus menerima
kemungkinan dalam kompromi-kompromi secara damai dan bebas dalam setiap
keputusan bersama. 3) cara yang sesuai
tujuan. Norma ini menekankan bahwa hidup
demokratis mewajibkan adanya keyakinan
bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan. 4) norma kejujuran dalam
pemufakatan. Sesama masyarakat demokratis
dituntut untuk menjalankan permusyawaratan yang jujur dan sehat untuk mencapai kesepakatan yang memberikan
keuntungan semua pihak dalam mewujudkan
tatanan sosial yang baik untuk semua warga
negara 5) kebebasan nurani, persamaan
hak dan kewajiban. Pengakuan akan kebebasan
nurani, persamaan hak
dan kewajiban bagi semua merupakan norma demokrasi yang harus diintegrasikan dengan sikap percaya pada itikad baik orang dan kelompok lain 6) percobaan dan kesalahan. Dalam hal ini demokrasi
membutuhkan percobaan-percobaan dan
kesediaan semua pihak untuk menerima
kemungkinan ketidaktepatan atau kesalahan
dalam praktik berdemokrasi.

HAM adalah hak dasar setiap
manusia yang dibawa sejak lahir sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa bukan
pemberian manusia atau lembaga kekuasaan. Dalam HAM terdapat empat prinsip
dasar yaitu: 1). kebebasan, 2). kemerdekaan, 3). persamaan dan 4). keadilan. Pelaksanaan HAM telah dilakukan
melalui dua instrumen yaitu kovenan
hak-hak sipil dan politik dan kovenan hak- hak ekonomi, sosial
dan budaya. Tahun 1998 merupakan salah satu era terpenting dalam sejarah HAM di Indonesia yang ditandai dengan lengsernya
kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai
berakhirnya rezim militer di Indonesia dan
datangnya era demokrasi dan HAM.
Pada saat itu, kepemimpinan Presiden
Soeharto digantikan oleh B. J. Habibie.
Dalam berakhirnya pemerintahan Orde
Baru, pemerintah melakukan pengkajian terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Istilah ‘masyarakat madani’ pertama kali
dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan
Wakil Perdana Menteri Malaysia. Menurut Ibrahim, masyarakat madani adalah sistem sosial yang bersih berdasarkan prinsip yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan
individu dengan kestabilan masyarakat. unsur-unsur pokok yang harus dimiliki oleh
masyarakat madani yaitu: 1). wilayah
public yang bebas 2). demokrasi 3). toleransi 4). kemajemukan 5). keadilan
sosial. Upaya mewujudkan masyarakat madani
juga dilakukan dalam ranah organisasi
nonpemerintah atau Non Governmental
Organization (NGO). NGO yaitu merujuk pada
organisasi non-negara yang memiliki kaitan
dengan badan-badan PBB atau mitra mitra PBB
ketika berinteraksi dengan organisasi non-
pemerintah. Peran penting sebagai mahasiswa
dalam proses perjuangan reformasi seharusnya
dapat ditindaklanjuti dengan keterlibatan
mahasiswa dalam proses demokratisasi
bangsa dan pengembangan masyarakat
madani di Indonesia. Mahasiswa jugamempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap nasib masa depan
demokrasi dan masyarakat madani di
Indonesia yang dapat diwujudkan dengan pengembangan sikap-sikap demokratis, toleran,
dan kritis dalam perilaku sehari-hari serta melalui praktik-praktik
demokrasi yang santun dan tertib.