གནས་བསྐྱོད་བཟོ་མི་ RILIAN TSABITHA SURI 2213053141

Nama: Rilian Tsabitha Suri
NPM: 2213053141
Kelas: 2G

Izin menjawab pertanyaan dari Khairani Ulya:
Keterkaitan antara tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar, evaluasi dan penilaian adalah untuk menciptakan metode pembelajaran yang efektif dan efisien bagi para peserta didik. Tujuan penilaian mencakup hal-hal yang ingin dicapai melalui proses pembelajaran maka dari itu materi atau metode mengajar dalam proses pembelajaran menggunakan tujuan pembelajaran sebagai dasarnya. lalu alat penilaian digunakan untuk mengecek apakah metode pengajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran sudah sesuai atau belum.
Nama: Rilian Tsabitha Suri
NPM: 2213053141
Kelas: 2G
Hasil analisis video:
Identitas nasional merupakan suatu kumpulan nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dari macam-macam aspek kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Hakikat identitas nasional di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila. Adapun unsur identitas nasional yaitu adanya suku bangsa, agama, budaya, dan bahasa. Identitas nasional terdiri dari:
1) identitas fundamental yaitu Pancasila
2) identitas instrumental yaitu UUD 1945
3) identitas alamiah yaitu agama dan kepercayaan

Sedangkan integrasi nasional merupakan kesempurnaan/keseluruhan proses penyesuaian diantara unsur yang berbeda dalam kehidupan masyarakat. Bentuk integrasi nasional seperti asimilasi dan akulturasi. Faktor pendorongnya:
1) sejarah
2) keinginan bersatu
3) cinta tanah air
4) rela berkorban
5) konsensus nasional
Faktor penghambatnya:
1) heterogen
2) ketimpangan
3) etnosentrisme
4) gangguan luar
Nama: Rilian Tsabitha Suri
NPM: 2213053141
Kelas: 2G

Judul Jurnal: INTEGRASI NASIONAL
SEBAGAI PENANGKAL ETNOSENTRISME DI INDONESIA
Penulis: Agus Maladi Irianto

A. Pendahuluan
Disintegrasi dan instabilisasi nasional. Perubahan dari Orde Lama (Orla) ke Orde Baru (Orba) ditandai dengan pemberontakan PKI 30 September 1965 hingga lahirlah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Situasi perpolitikan nasional menjelang runtuhnya Orla ditandai dengan perebutan pengaruh di antara para elite politik negeri pada waktu itu. Setelah Orba mampu berkuasa selama 32 tahun, akhirnya digantikan Pemerintahan Reformasi. Sikap otoriter-represif pemerintahan Orde Baru ini pun menimbulkan perlawanan demi perlawanan, yang memuncak pada peristiwa Mei 1998, yakni tergulingnya rezim pemerintahan Orba yang digantikan dengan Orde Reformasi. Era Reformasi yang tidak memiliki platform secara jelas, justru menimbulkan ketidakmenentuan dan kekacauan. Acuan kehidupan bernegara (gevernance) dan kerukunan sosial (social harmony) menjadi berantakan dan menumbuhkan ketidakpatuhan sosial (social disobedience). Dari sinilah tergambar tentang tindakan anarkis, pelanggaran moral, pelanggaran etika, dan meningkatnya kriminalitas secara kasat mata.

B. Pembahasan
Identitas bukanlah suatu yang selesai dan final, tetapi merupakan suatu kondisi yang selalu disesuaikan kembali, sifat yang selalu diperbaharui, dan keadaan yang dinegosiasi terus-menerus, sehingga wujudnya akan selalu tergantung dari proses yang membentuknya. Integrasi nasional terjadi juga akibat terbentuknya kelompok-kelompok yang dipersatukan oleh suatu isu bersama, baik yang bersifat ideologis, ekonomis, maupun sosial. Misalnya, kelompok pedangang kaki lima (PKL) membentuk jaringan mereka ketika menghadapi Perda yang dikeluarkan Pemda atau ketika mereka harus menghadapai operasi Satpol PP. Demi kepentingan tersebut, seorang PKL yang beretnik Minang akan bersatu dengan PKL- PKL beretnik lain. Singkat kata, integrasi pada dasarnya menyatukan lintas identitas untuk satu kepentingan bersama.

Konsep integrasi nasional pada dasarnya sejalan kondisi Indonesia pada saat ini. Ketika terjadi
konflik antar-etnik, konflik antar-daerah, konflik antar-agama, konflik antar-partai politik, konflik antar-pelajar, serta sejumlah konflik kepentingan lain yang hingga saat ini masih terus-menerus melanda Indonesia. Pada dasarnya pluralitas bagi bangsa Indonesia adalah takdir. Gambaran pluralitas ini, kendati sudah merupakan takdir, namun akhir-akhir ini justru semakin memicu pertentangan di antara sejumlah anggota masyarakat. Maka munculah faham sentrisme yang kemudian melahirkan misalnya, etnosentrisme, religisentrisme, politksentrisme, dan seterusnya.

Semangat otonomi daerah dan pemekaran daerah menjadi berjalan seiring dengan menguatnya etnosentrisme. Sebagai contoh, Setiap provinsi dan setiap kabupaten ingin mendirikan sekolah sendiri baik pada tingkat dasar, tingkat menengah, bahkan pada tingkat perguruan tinggi. Para siswa dan bahkan para mahasiswa yang belajar praktis berasal dari daerah yang sama dan juga dari latar belakang budaya yang sama. Hal ini dalam jangka panjang bukannya tak mungkin akan menyebabkan menyempitnya rasa integrasi nasional, karena integrasi cenderung lebih didasarkan pada faktor-faktor etnis dan faktor daerah semata. Berdasarkan gambaran tersebut, konsep tentang integrasi nasional menjadi penting untuk dijadikan strategi kebudayaan bagi bangsa Indonesia yang telah berusia lebih dari enam dasa warsa ini. Oleh karena itu, mengembangkan konsep integrasi nasional sebagai strategi kebudayaan Indonesia pada dasarnya menyatukan visi dan misi di antara sejumlah kepentingan dan identitas masing-masing anggota masyarakat berlatar belakang kebudayaan yang kompleks.

C. Penutup
Kebijakan otonomi daerah yang kini marak di sejumlah penjuru negeri ini, justru menjadi penghambat cita-cita menerapkan konsep integrasi nasional. Cita-cita menerapkan konsep integrasi nasional akan terwujud, manakala sekelompok anggota masyarakat bersedia menerobos identitasnya.
NAMA: RILIAN TSABITHA SURI
NPM: 2213053141
KELAS: 2G

Analisis Artikel berjudul "EFEKTIVITAS DESAIN PEMBELAJARAN TERPADU BERBASIS CORE CONTENT DI SEKOLAH DASAR"
Penulis: Een Y. Haenilah
Kata Kunci: Desain, pembelajaran terpadu, core content, SD

Hasil Kesimpulan:
Desain pembelajaran mencerminkan keputusan guru tentang materi pelajaran, aktivitas siswa, skenario pembelajaran, metode yang mendidik, dan media yang mempermudah siswa belajar untuk mencapai tujuan dan cara meng-evaluasinya (Brown, 2009; Beyer & Davis, 2009). Czerniak (2004) menjadikan kurikulum terpadu sebagai cara untuk mengatasi masalah di lingkungan sekitar siswa. Demikian pula, Meier et al (1998) menggunakan kurikulum terpadu sebagai kesempatan bagi siswa untuk memahami duniadimana mereka tinggal dengan mengangkat masalah nyata yang tidak dimuat khusus dalam suatu Mata Pelajaran (Mapel). Berlin & Hillen (1994) menggunakan kurikulum terpadu sebagai bentuk penyelidikan. Ross & Hogaboam-Gray (1998) melaporkan pada kurikulum terpadu sebagai organisasi materi sekitar masalah atau proyek.

Di SD menggunakan pendeka-
tan pembelajaran tematik yang berawal dari konsep interdisipliner dalam kurikulum terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty (1991). Kurikulum terpadu cenderung lebih memandang bahwa suatu pokok bahasan harus terpadu (integrated) secara menyeluruh. Keterpaduan ini dapat dicapai melalui pemusatan pelajaran pada satu masalah tertentu dengan alternatif; 1) pemecahan melalui berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran yang diperlukan atau, 2) fokus pada salah satu bahan ajar yang digunakan untuk menjadi substansi inti pada beberapa mata pelajaran (Fogarty, 1991). Ada tiga ciri pembelajaran tematik: (1) menerobos batas-batas matapelajaran, (2) didasari oleh dorongan-dorongan sewajarnya pada siswa, dan (3) menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung problema.

Penentuan materi inti (corecontent) dari salah satu materi pelajaran yang tepat untuk menjadi alat pengikat antar mata pelajaran berdasarkan homogenitas materi di dalamnya. Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa nilai korelasi antara penggunaan desain pembelajaran tematik berbasis core content dengan hasil belajar siswa dibuktikan dengan hasil 0,891, artinya terdapat hubungan kuat dan positif karena mendekati nilai 1 antara penggunaan desain pembelajaran tematik berbasis core content dengan hasil belajar siswa. Desain pembelajaran tematik berbasis core content berdampak pada penguasaan pengetahuan secara terpadu. Desain ini mengorganisir pengalaman belajar berpusat pada kehidupan nyata yang dilandasi oleh tuntutan ketercapaian semua indikator dari berbagai mata pelajaran, dampaknya siswa memperoleh integrasi pengetahuan melalui integrasi pengalaman. Desain pembelajaran tematik berbasis core content membangun integrasi pengalaman karena ada keterhubungan materi antar mata pelajaran, interaksi siswa dengan guru dan bahan ajar (Beane, 2005). Penelitian ini pada akhirnya membuktikan bahwa hasil belajar siswa SD sangat ditentukan oleh sejauhmana keterlibatannya dalam belajar.