གནས་བསྐྱོད་བཟོ་མི་ Wike Oktaviana 2213053194

Nama : Wike Oktaviana
NPM : 2213053194
Kelas : 2G

Analisi jurnal "DEMOKRASI SEBAGAI WUJUD NILAI-NILAI SILA KEEMPAT PANCASILA
DALAM PEMILIHAN UMUM DAERAH DI INDONESIA" oleh
Galih Puji Mulyono dan Rizal Fatoni

Pemilihan umum ialah cerminan dari sistem demokrasi yang hakikatnya mengizinkan warga Negara berpartisipasi dalam menjalankan roda pemerintahan. Kegiatan pemilihan umum tersebut sudah tertuang dalam Pancasila tepatnya pada sila keempat yakni "kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan". Jika dicermati, Widodo menyatakan, “arti dan makna Sila ke-4 yakni: a. Hakikat sila ini adalah demokrasi (pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat). b. Pemusyawaratan (membuat putusan secara bulat, dengan dilakukan secara bersama melalui jalan kebijaksanaan). c. Melaksanakan keputusan berdasarkan kejujuran. d. Terkandung asas kerakyatan (rasa kecintaan terhadap rakyat, memperjuangkan cita-cita rakyat, dan memiliki jiwa kerakyatan). Parameter sila keempat sebagai sumber nilai telah termaktub dalam UUD 1945 BAB VIIB Pemilihan Umum pasal 22E, didalam peraturan tersebut tidaklah menjelaskan pemilihan umum yang mengandung tata nilai pancasila sila keempat hanya saja menjelaskan prosedur standart pemilihan umum kepala daerah di Indonesia.

Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala daerah dijelaskan dalam UU Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah adalah entery point perubahan mendasar didalam persoalan kewenangan yang diberikan kepala daerah. Pemilihan umum daerah ialah pemilihan umum yang diselenggaran disetiap daerah Indonesia didalam rangka memilih pemimpin daerah yang telah sesuai dengan amanat rakyat. Pemilihan umum menurut sudut pandang teori merupakan sarana penting bagi demokrasi. Masyarakat dapat
merasakan rasanya demokrasi secara nyata saat proses pemilihan umum diselenggarakan dalam rangka menentukan kandidat diinginkan yang dapat nantinya dapat memimpin dengan bijak sesuai keinginan rakyat didalam tampuk kekuasaan serta kepemimpinan. Di lihat secara empiris di Indonesia, sampai kinipun tidak mencerminkan suatu ideologi yang telah disepakati oleh masyarakat Indonesia. Permasalahan yang dikaji berkaitan dengan Demokrasi Sebagai Wujud Nilai-Nilai Sila Keempat Pancasila dalam Pemilihan Umum di Indonesia. Hal ini disesuaikan oleh amanat konstitusi yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum dan Negara demokrasi. Pancasila sila keempat merupakan penceminan dari asas demokrasi. Sebagai negara hukum, Indonesia memegang demokrasi dalam pelaksanaan proses berbangsa dan bernegara dalam penyelenggaraan sistem pemilihan umumnya. Keberadaan Demokrasi Sebagai Wujud Nilai-Nilai Sila Keempat Pancasila dalam Pemilihan Umum sangat penting bagi bangsa Indonesia sebagai Negara hukum. Oleh karena itu, sebagai negara hukum yang memegang teguh prinsip negara hukum, maka seharusnya juga memegang teguh prinsip demokrasi. Pemilihan umum daerah di Indonesia belum mencerminkan nilai-nilai yang terkadung dalam Pancasila sila keempat yaitu kerakyatan yang dimpimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan.
Nama : Wike Oktaviana
NPM : 2213053194
Kelas : 2G

Analisi video

1. Perkembangan Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan
Demokrasi di masa pemerintahan revolusi kemerdekaan menjadi sangat terbatas. Beberapa pers yang mendukung kemerdekaan antara lain Inspirasi bagi revolusi Indonesia dan para jago dan revolusioner Jakarta.

2. Perkembangan demokrasi parlementer
Demokrasi parlementer ini menjadi masa kejayaan demokrasi di Indonesia, hal ini dikarenakan hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan di dalam perwujudan kehidupan polik yang ada di Indonesia. Namun, kemudian demokrasi parlementer gagal, karena :
•Politik aliran yang menjadi dominan, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan politik, politik alirannya antara lain : partai islam, partai nasionalis, partai non-islam, partai dan jengkol.
•Lemahnya basis ekonomi
•persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan darat, yang sama sama tidak senang dengan proses politik yang sedang berjalan.

3. Perkembangan demokrasi terpimpin (1959-1965)
Politik di masa ini, diwarnai dengan tolak ukur yang sangatlah kuat antara ketiga kekuatan politik yang utama di waktu itu, yaitu ABRI, Presiden, dan PKI.

4. Perkembangan demokrasi dalam pemerintahan orde baru.
Pada 3 tahun awal demokrasi Pancasila (orde baru) kekuasaan seakan akan didistribusikan kepada masyarakat. Namun, 3 tahun setelahnya ABRI menjadi dominan, yang dapat dilihat dari:
•birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik
•Pembatasan peran dan fungsi partai politik
•campur tangan pemerintah dalam persoalan partai politik dan publik
•masa mengembang, monolitisasi ideologi negara dan inkorporasi lembaga non pemerintah.

5. Perkembangan demokrasi pada masa reformasi (1998 - dengan sekarang)
Demokrasi yang diterapkan negara Indonesia pada era reformasi ialah demokrasi Pancasila, hal ini tentu dengan karakteristik yang berbeda dengan orde baru serta sedikit mirip dengan demokrasi parlementer yang diterapkan pada tahun 1950-1959. Demokrasi ini diawali dengan turunnya presiden Soeharto karena adanya unjuk rasa yang di lakukan oleh para mahasiswa. karakteristik demokrasi era reformasi diantaranya:
•pemilu yang dilaksanakan tahun 1999 sampai 2004 jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya
•rotasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampai pada tingkat desa
•pada recruitment politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka
•sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat.
Nama : Wike Oktaviana
NPM : 2213053194
Kelas : 2G

Analisis Jurnal berjudul DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019 oleh R. Siti Zuhro

Sejak era Reformasi, Indonesia telah menggelar empat kali pemilu. Namun, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) mempunyai konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Sebagaimana diketahui, dalam kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head
to head, guna memperebutkan kursi presiden. Secara sederhana demokrasi sendiri dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Tetapi, guna mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah dikarenakan demokrasi perlu adanya proses panjang serta tahapan-tahapan penting yang harus dilewati, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti yang dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi
demokrasi adalah salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dan dipengaruhi beberapa faktor, misal budaya politik, perilaku aktor serta kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) ini berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan semakin pesat dan semarak setelah pelaksanaan
pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi yakni pemilu merupakan sarana dan juga momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, guna menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif serta presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih
belum mampu membawa rakyat Indonesia benar-benar berdaulat. Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-elemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan
partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat. Sampai kini Indonesia mampu melaksanakan
pemilu yang aman dan juga damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan
menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.