Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Nama: Zahara Siti Khodijah
NPM: 2213053267
Kelas: 2D
Tugas Analisis Jurnal
A. Identitas Jurnal
1. Nama Jurnal: Jurnal Penelitian Politik
2. Volume: Vol. 16
3. Nomor: No. 01
4. Tahun terbit: Juni 2019
5. Halaman: 69-81
6. Judul Jurnal: Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019
7. Nama penulis: R. Siti Zuhro
8. Kata kunci: Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun Kepercayaan.
B. Isi Jurnal
Pembahasan
- Deepening Democracy dan Tantangannya Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai
sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Proses demokrasi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti budaya politik, perilaku partisipatif dan kekuatan politik. Sebagai sarana pendalaman demokrasi, pemilihan presiden merupakan upaya untuk menciptakan pemerintahan pasca pemilu yang efektif. Pendalaman demokrasi bisa datang dari negara dan bisa juga dari masyarakat. Dalam kasus negara, pendalaman demokrasi dapat berarti pelembagaan mekanisme pembangunan kepercayaan antara semua aktor politik, seperti masyarakat sipil, partai politik, dan birokrasi (aparat negara). Di sisi masyarakat, pendalaman demokrasi berarti melembagakan penguatan peran masyarakat dalam aktivitas politik formal di tingkat lokal. Pendalaman demokrasi juga dapat dilihat sebagai upaya penerapan pemerintahan yang efektif. Setelah 21 tahun (1998-2019), demokrasi Indonesia masih bercirikan demokrasi prosedural ketimbang substantif. Persoalannya, kepastian sosial politik tampak jauh dengan kegaduhan, kekacauan, penodaan agama, intoleransi, isu keberagaman yang menimbulkan perselisihan/diskusi dan pendapat yang saling bertentangan, serta gencarnya berita bohong. Selain persoalan hoaks dan ujaran kebencian, isu politisasi agama dalam pilpres 2019 menjadi salah satu hal yang paling menonjol dalam masa kampanye.
- Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi menuntut kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Pemilihan serentak jauh lebih rumit dan menyulitkan penyelenggara pemilu, partai politik, dan rakyat. Ini juga pilihan yang paling memusingkan. Karena di sisi lain adanya ambang batas pemilihan presiden (PT). Koalisi untuk mencalonkan calon calon presiden (kandidat) dan wakil presiden(cawapres) tetapi pada saat yang sama mereka juga harus mengatur diri mereka sendiri untuk memenangkan kursi di parlemen.
- Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Munculnya sejumlah isu yang dipandang sebagian umat islam merugikan mereka pada akhirnya munculnya gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden. hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat representasi ulama sebagai penantang petahana merekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama (pasangan capres-cawapres bertipe nasionalisagamis).
- Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pada pemilu 2019 banyak parpol yang gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu.12 Partai Nasdem, misalnya, tercatat sebagai partai yang paling banyak mengambil artis sebagai calon legislatifnya dalam pemilu 2019. Parpol tidak melakukan fungsi intermediasi secara maksimal. Representasi yang seharusnya dilakukan parpol untuk menyuarakan kepentingan dan aspirasi rakyat absen. Bagi massa, parpol gagal melaksanakan peran dan fungsinya dan cenderung menggunakan institusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri.
- Pemilu dalam Masyarakat Plural
Dalam konteks Indonesia, kiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak hanya kemajemukan etnik dan daerah, tetapi pada saat yang bersamaan adalah ’sub budaya etnik dan daerah’ yang majemuk pula. Pemilu juga signifikan untuk lebih mengenalkan nilai-nilai demokrasi di Indonesia yang merupakan masyarakat heterogen. Sudah tentu ada sejumlah ruang yang harus diisi untuk perbaikan-perbaikan, namun hal yang pasti adalah demokrasi masih tetap menjadi agenda bangsa ini.
- Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu dapat menyebabkan lemahnya legitimasi pemerintah, penyelenggara dan operasional pemilu. Hasil Birokrasi bukan hanya tentang politik praktis pusat, tetapi juga ke daerah. Salah satu isu sentral Pilpres 2019 adalah politisasi birokrasi. Persoalannya, bagaimana birokrasi tetap profesional, independen, dan netral secara politik saat pemilu. Persoalan krusial reformasi birokrasi tidak lepas dari tuntutan masyarakat yang semakin meningkat untuk menjadikan birokrasi sebagai “pelayan rakyat”. Hubungan antara birokrasi dan politik biasanya bersifat dinamis, terutama ketika terjadi proses politik, yaitu. ketika birokrasi dan politik menghasilkan regulasi atau undang-undang dan peraturan daerah. Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa hubungan politik-birokrasi dicirikan oleh ciri-ciri seperti lobi jabatan/jabatan dan campur tangan politik dalam menentukan masa jabatan dan kebijakan fiskal. Keberadaan birokrasi dapat digunakan untuk kepentingan publik, tetapi pada saat yang sama.