གནས་བསྐྱོད་བཟོ་མི་ Alfajar 2226061014

Nama : Alfajar
NPM : 2226061014

1. Kaasus Perkawinan Anak
Tidak ada satu kuadran yang pasti lebih cocok untuk mengatasi masalah perkawinan anak dalam analisis kebijakan. Pendekatan yang paling efektif tergantung pada konteks dan kondisi spesifik di mana kebijakan tersebut akan diterapkan. Misalnya, jika masalah perkawinan anak terkait dengan tradisi budaya atau agama yang kuat, pendekatan deliberatif yang melibatkan dialog dan partisipasi dari berbagai kelompok masyarakat mungkin lebih efektif. Namun, jika masalah perkawinan anak terkait dengan kemiskinan atau akses terbatas ke pendidikan, pendekatan teknis atau strategis yang menekankan pada intervensi yang dapat diukur dan berorientasi pada hasil mungkin lebih sesuai. Oleh karena itu, penting untuk melakukan analisis situasi yang cermat untuk menentukan pendekatan mana yang paling cocok untuk mengatasi masalah perkawinan anak dalam konteks tertentu.

Menurut International Center for Research on Women (ICRW), terdapat lima strategi berbasis bukti untuk menunda atau mencegah perkawinan anak: 1) Memberdayakan anak perempuan dengan informasi, keterampilan, dan jaringan dukungan; 2) Memberikan dukungan ekonomi dan insentif kepada anak perempuan dan keluarga mereka; 3) Mendidik dan menggerakkan orang tua dan anggota masyarakat; 4) Meningkatkan akses anak perempuan ke pendidikan berkualitas tinggi; dan 5) Mendorong undang-undang dan kebijakan yang mendukung .
Jika kita mendasarkan argumen pada strategi ang telah dibangun oleh ICRW maka kita dapat mengkonfirmasi bahwa perkawinan anak tidak bisa di dekati hanya dengan satu kuadran saja. pada strategi 2-3 lebih dekat pada kuadran deliberatif yang menkankan pada partisipasi banyak pihak, strategi 4 lebih dekat pada kuadran strategis, strategi 5 lebih dekat pada kuadran politis, sementara strategi 1 lebih dekat pada kuadran teknis

2. Penyelamatan Hutan Magrove
Kuadran deliberatif yang melibatkan dialog dan partisipasi dari berbagai kelompok masyarakat mungkin lebih efektif, karena masalah penyelamatan hutan mangrove perkotaan terkait dengan partisipasi masyarakat atau perlindungan lingkungan. pendekatan deliberatif dapat melibatkan diskusi terbuka antara pemerintah, kelompok lingkungan, masyarakat setempat, dan pemangku kepentingan lainnya untuk menentukan solusi terbaik untuk menyelamatkan hutan mangrove perkotaan. Melalui diskusi ini, berbagai pihak dapat berbagi informasi, menyampaikan pandangan mereka, dan bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan bersama tentang cara terbaik untuk menangani masalah tersebut.

Pendekatan deliberatif juga dapat melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat dalam proses pengambilan keputusan kebijakan. Misalnya, masyarakat setempat dapat dilibatkan dalam perencanaan dan implementasi program untuk menyelamatkan hutan mangrove perkotaan. Melalui partisipasi ini, masyarakat setempat dapat memberikan masukan berharga tentang kondisi lokal dan memberikan dukungan untuk implementasi kebijakan yang efektif.
kita dapat mengambil contoh perlindungan hutan magrove perkotaan Bandar lampung sebagaimana dalam jurnal "Saving Mangrove Forest Extinction in Urban Areas: Will Government Interventions Help?" (Tresiana, et all, 2022). Dalam jurnal ini disimpulkan bahwa "Aspek keberlanjutan dari kinerja implementasi kebijakan didefinisikan oleh bagaimana lingkungan implementasi mendorong partisipasi aktor non-pemerintah, termasuk masyarakat. Beberapa praktik terbaik dari masyarakat setempat adalah aspek strategis, berfungsi sebagai saluran pembelajaran antara pemerintah dan masyarakat, yang merupakan kunci untuk implementasi dan pengembangan kebijakan yang berkelanjutan". Simpulan tersebut mnguatkan argumen bahwa penyelamatan hutan magrove lebih tepat dengan kuadran Deliberatif.

3. Pengembangan Desa Wisata hijau
kuadran Deliberatif akan lebih tepat jika dea wisata hijau yang dikembangkan merupakan desa wisata hijau berbasis sejarah sebagaimana dalam jurnal "Developing Forest Coffe Cultural Tourism and Historical Heritage Megalitic Sites in Social Innovation Governance: How Does it Work in a Sustainable Way?" (Tresiana & Duadji, 2022). Dalam jurnal tersebut diinyatakan bahwa Kelompok masyarakat memainkan peran kunci dalam menghubungkan kerjasama pemangku kepentingan dengan bertindak sebagai Innovation Champion, berhubungan dengan kepemimpinan administratif dan politik, mengadopsi reformasi, dan menciptakan ruang inovasi. temuan ini senada dengan Kuadran Deliberatif yang menekankan pada dialog dan partisipasi dari berbagai kelompok masyarakat. Pendekatan ini sering digunakan ketika masalah kebijakan terkait dengan tradisi budaya atau agama yang kuat.
Nama : Alfajar
NPM : 2226061014

1. Dalam Dynamic Governance, terdapat 3 poin penting: Berpikir ulang, Berpikir berbeda, dan Berpikir ke depan. Ketiga poin ini menekankan perlunya birokrat meninjau kembali kebijakan saat ini, berpikir secara berbeda (out of the box), dan melihat jauh ke depan saat membuat keputusan. Ini melibatkan penggunaan literatur dan perspektif baru, menciptakan kreativitas baru dalam birokrasi, dan mengubah aturan yang menghambat inovasi dalam layanan publik. Contoh: Berpikir ulang: Pejabat publik meninjau kembali kebijakan yang telah ada untuk waktu yang lama untuk menentukan apakah masih relevan untuk mengatasi masalah kompleks saat ini seperti meninjau ulang perda atau program yang telah dijalankan. Berpikir berbeda: Pejabat publik mempertimbangkan pendekatan baru dan inovatif untuk menyelesaikan masalah, alih-alih mengandalkan metode tradisional seperti menggandeng pihak swasta dalam pemungutan retribusi parkir untuk meningkatkan PAD. Berpikir ke depan: Pejabat publik mengantisipasi tantangan di masa depan dan mengusulkan solusi yang berorientasi ke depan dan jangka panjang seperti kebijakan singgle identity number menyederhanakan seluruh dokumen dalam satu identitas.

2. Kebijakan yang pintar dan kuat adalah kebijakan yang memenuhi kriteria SMART: Spesifik, Terukur, Dapat Dicapai, Relevan, dan Berbatas Waktu. Ini berarti kebijakan harus memiliki tujuan yang jelas dan spesifik, dapat diukur dalam hal kemajuan dan keberhasilan, dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia, relevan dengan situasi dan kebutuhan saat ini, dan memiliki batas waktu yang ditentukan untuk penyelesaian.

Contoh kebijakan yang pintar dan kuat bisa berupa inisiatif pemerintah untuk Indonesia mencapai Three Zero (Zero New Infection by HIV, Zero New Death by AIDS, dan Zero Stigma and Discrimnation) pada 2030 . Kebijakan tersebut akan memiliki tujuan yang jelas (menihilkan infeksi HIV baru, nihil kematian baru akibat AIDS, dan terbebas dari stigma dan diskriminasi karena HIV AIDS ), dapat diukur (dengan melacak angka kasus pada laporan kementerian kesehatan, spiritia dan indonesia AIDS Coalition), dapat dicapai (dengan penerapan strategi fast track HIV dengan keterlibatan swasta dan Civil Society Organization di dalamnya), relevan (untuk mengatasi kenaikan angka kasus infeksi baru, kemattian akibat AIDS, Stigma dan Diskriminasi), dan memiliki batas waktu yang ditentukan untuk penyelesaian (pada tahun 2030).

3. Dynamic Governance memungkinkan aktor publik membuat keputusan bersama dengan mempertimbangkan kepentingan bersama, dianggap sebagai fondasi untuk perubahan yang berkelanjutan. Dengan menggunakan pendekatan ini, aktor publik dapat menjadi lebih peka, profesional, dan memiliki lebih banyak kebebasan untuk bertindak. Tujuannya adalah untuk mengatur dan mengelola pemerintahan dengan cara yang lebih baik. Di era yang dinamis seperti saat ini, pemerintah perlu menggalakkan gerakan tata kelola pemerintahan yang dinamis. Ciri-ciri tata kelola pemerintahan yang dinamis antara lain cepat, responsif, dan efisien. Untuk mencapai ini, dibutuhkan pemimpin yang mampu berpikir ke depan dan antisipatif, mengkaji ulang apa yang telah dilakukan, dan berpikir berbeda dengan pendekatan linas disiplin,
Nama : Alfajar
NPM : 2226061014

1. teori kontrol birokrasi mengamini dikotomi politik - administrasi, peng aminan tersebut merujuk pada perbedaan tindakan politik dan tindakan administrasi, perbedaan aktor politik dan aktor administrasi juga perbedaan variabel politik (independen) dan Variabel administrasi (Dependen). relasi politik dan birokrasi ini kemudian berkembang menjadi teori agency. dimana pejabat politik digambarkan sebagai pemberi perintah atau prinsipal sementara birokrasi digambarkan sebagai agen. Pejabat terpilih mendelegasikan tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan dan mengelola layanan publik kepada administrator pemerintah. Teori keagenan menunjukkan bahwa mungkin ada konflik kepentingan antara kedua belah pihak, karena tujuan dan insentif mereka mungkin tidak selalu sejalan.

2. unsur penting teori kontrol birokrasi
a. pemisahan peran principal dan agent
b. delegasi tanggung jawab dalam implementasi kebijakan