Kiriman dibuat oleh Ninda Putriayu 2213053136

Nama : Ninda Putriayu
NPM : 2213053136
Kelas : 2C

Analisis Video

Demokrasi memfasilitasi silang pendapat, demokrasi juga menjamin kebebasan untuk berpendapat. Negara yang sistem demokrasinya baik, akan mampu mempertahankan keamanan dan kemakmuran jangka panjang, demokrasi juga dipandang sebagai alat paling efektif mewujudkan kesetaraan, mengurangi konflik, dan meningkatkan partisipasi publik. Dari segi penegakan HAM, negara yang menganut demokrasi memiliki skor penegakan HAM yang lebih tinggi. Warga di negara penganut demokrasi juga cenderung mempunyai angka harapan hidup yang tinggi. Jika negara demokrasi dibandingkan dengan non demokrasi secara umum negara demokrasi lebih kaya, mereka mempunyai tingkat perkembangan manusia yang lebih tinggi, demokrasi punya angka korupsi lebih rendah, warga negara demokrasi lebih bahagia dan sehat, dan warga negara demokrasi menikmati lebih banyak jaminan atas HAM.

Pasca perang dingin banyak negara yang ingin kebebasan dan kemakmuran, seperti halnya negara demokrasi. Sejak akhir 1980-an negara yang menganut demokrasi meningkat pesat. Sebaliknya semakin banyak rezim autokrasi yang berjatuhan. Demokrasi menghasilkan pemimpin-pemimpin yang populer anti sains, juga para politikus yang menolak kritik dan menampik kebebasan berpendapat. Beberapa analisis menyatakan demokrasi berada dalam fase krisis. Pada 2019 skor rata-rata indeks demokrasi yang di 165 negara merosot dari 5,48 ke 5,44 itu menjadi skor yang terburuk sejak 2006. Demokrasi dilanda krisis mulai dari rendahnya kepercayaan terhadap pemerintah dan politikus, penurunan jumlah keanggotaan partai politik, hingga regulasi pemerintah yang dianggap tidak transparan. Demokrasi bukanlah tujuan, demokrasi adalah perjalanan yang kita tempuh bersama sebagai warga, bangsa, dan negara.
Nama : Ninda Putriayu
NPM : 2213053136
Kelas : 2C

Analisis Jurnal

Pembangunan demokrasi Indonesia yang tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Satu kandidat menolak hasil pemilu. Sekarang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi penentu akhir hasil pilpres. Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan bisa pula dari masyarakat. Dari sisi masyarakat, pendalaman demokrasi merujuk pada pelembagaan penguatan peran masyarakat dalam aktivitas politik formal di tingkat lokal. Pilpres langsung menjadi langkah awal bagi penguatan peran masyarakat.

Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaik di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama diwarnai dengan berebut suara muslim. Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Secara teoritis konflik atau sengketa dalam pemilu bisa diredam jika peserta pemilu (parpol), penyelenggara pemilu, pemerintah, dan institusi penegak hukum mampu menunjukkan profesionalitas dan memiliki komitmen yang tinggi dalam menyukseskan pemilu. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.