Nama : Silmi Nur'Afifah
NPM : 2213053129
Kelas : 2H
Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Volume : 16
Nomor : 1
Halaman : 69-81
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama Penulis : R. Siti Zuhro
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. untuk mewujudkan makna tersebut demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis,khususnya sejak Pemilu 1999. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam
pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif.
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat.
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka padaakhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Yang menarik hasil ijtima ulama tersebut justru mendapat sanggahan dari kelompok umat Islam lainnya karena dinilai tidak mewakili ulama-ulama lainnya. Sebab, NU, misalnya, tidak merasa turut terlibat dalam ijtima’ ulama tersebut. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.
Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan
kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institusi penegak
hukum.
Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-elemen kekuatan lainnya seperti civil society,
elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Hal tersebut perlu dilakukan karena sukses tidaknya pemilu, konflik tidaknya pilpres sangat bergantung pada tinggi-rendahnya tingkat kepercayaan rakyat
kepada para stakeholders tersebut.
Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
NPM : 2213053129
Kelas : 2H
Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
Volume : 16
Nomor : 1
Halaman : 69-81
Tahun Terbit : ISSN 1829-8001
Judul Jurnal : Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Nama Penulis : R. Siti Zuhro
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. untuk mewujudkan makna tersebut demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis,khususnya sejak Pemilu 1999. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam
pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif.
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat.
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka padaakhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Yang menarik hasil ijtima ulama tersebut justru mendapat sanggahan dari kelompok umat Islam lainnya karena dinilai tidak mewakili ulama-ulama lainnya. Sebab, NU, misalnya, tidak merasa turut terlibat dalam ijtima’ ulama tersebut. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.
Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan
kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institusi penegak
hukum.
Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-elemen kekuatan lainnya seperti civil society,
elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Hal tersebut perlu dilakukan karena sukses tidaknya pemilu, konflik tidaknya pilpres sangat bergantung pada tinggi-rendahnya tingkat kepercayaan rakyat
kepada para stakeholders tersebut.
Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.