Diskusi dimulai oleh M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Relasi dan interaksi antara hukum internasional dan nasional (domestic) merupakan isu terakhir sekaligus penutup dalam matakuliah hukum internasional. 

Karena sampai saat ini masih terjadi kontroversial dalam relasi dan interaksinya hukum internasional. Mengomentari hal ini Lambertus Erades mengatakan sebagai berikut: “The relation between international and municipal law is a subject with which many generations of lawyers have wrestled, are westling and will continue to wrestle” (Lambertus Erades: 1980: 376). Meskipun kedua sistem hukum ini memiliki sejumlah perbedaan yang dapat ditelusuri baik dalam praktik maupun teori, namun keduanya memiliki sejumlah titik persamaan, salah satu diantaranya adalah kedua sistem hukum tersebut menjadikan negara sebagai subjek sekaligus objek kajiannya. Persoalan pokoknya adalah, apakah kedua sistem hukum itu merupakan satu kesatuan (Monisme) atau merupakan dua sistem hukum yang terpisah (Dualisme) dan bagaimana pola interaksi diantara kedua sistem hukum tersebut. Para pakar hukum internasional berbeda pendapat dalam mendudukkan masalah ini. Begitu juga praktik negara-negara termasuk Indonesia menunjukkan adanya keragaman sistem dan bentuk relasi serta interaksi diantara keduanya.

Pertama-tama cari sebuah pendapat seorang ahli hukum internasional, dan benturkan dengan isu diatas.. bisa pro/kontra.
Selanjutnya kalian bisa menambahkan pendapat/tanggapan dari prespektif kalian sendiri. 


Hukum internasional modern, tidak hanya meniru, tetapi substansinya sepenuhnya adalah nilai-nilai dan tradisi Eropa. Negara-negara Eropa memproduksi norma hukum internasional dengan tujuan yang jelas, yakni untuk membagi dunia menjadi "selves" (bangsa Eropa) dan "others" (bangsa non-Eropa). Hal ini diperburuk oleh kolonialisme dan imperialisme Eropa, yang memungkinkan nilai-nilai dan tradisi mereka menjadi norma-norma hegemonik yang pada akhirnya menghasilkan paradigma "otherness" (keberlainan) dalam hukum internasional. Negara-negara non-Eropa adalah "others" (liyan) yang dianggap hanya sebagai pengguna nilai-nilai Eropa. Paradigma "otherness” dalam hukum internasional lahir dari klaim universal nilai-nilai bangsa Eropa. Ini adalah teknik hegemonik. Tulisan ini berpendapat bahwa hukum internasional harus berubah dari paradigma "otherness” (keberlainan) ke "togetherness” (kebersamaan). Paradigma ini mensyaratkan pendekatan baru dalam pembuatan norma-norma internasional, dari klaim ke persetujuan (negara), dan saat ini telah mengarah pada pendekatan nilai-nilai global. Paradigma kebersamaan membutuhkan pendekatan antar-peradaban, dan universalitas adalah kata kuncinya. Norma-norma universal tidak boleh diletakkan pada level abstrak; mereka membutuhkan transformasi kedalam idiom-idiom yang lebih detail dan spesifik. Universalitas bukanlah masalah klaim; tetapi merupakan penghormatan dan penerimaan budaya dan nilai-nilai negara lain tidak melulu bangsa barat. Hukum internasional membutuhkan perubahan paradigma, dari konstruksi Barat ke konstruksi global.

 

Pertama-tama cari sebuah pendapat seorang ahli hukum internasional yang terkait.. yang dalam sudut pandangnya melihat bawah hukum internasional merupakan produk hukum barat yang memiliki dominasi nilai-nilai barat.

Pendapat ahli bisa bisa pro/kontra melihat terkait masa depan produk-produk hukum internasional yang akan terbentuk.
Selanjutnya kalian bisa menambahkan pendapat/tanggapan dari prespektif kalian sendiri.


Tugas utama dari the Court of Justice (ICJ) dapat dikatakan secara garis besar adalah untuk menangani masalah-masalah yang berupa contentious cases maupun yang berupa advisory proceedings

Berikan pendapat tentang maksud dari advisory opinion dalam proses advisory proceedings di ICJ!