Berdasarkan latar belakang masalah, dirumuskan permasalahan antara lain: Apakah terdapat hubungan antara hukum dengan etik; Bagaimana kedudukan hubungan hukum dan etik dalam Politik Hukum di Indonesia. Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri, tetapi tidak sedemikian halnya dengan etika. Tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yang kritis terhadap etika. Sebagaimana diketahui, disiplin etik pada mulanya bersumber pada doktrin-doktrin agama, namun dalam perkembangannya, seiring dengan perkembangan masyarakat, komunitas tersebut juga mulai memikirkan dan merasa memerlukan batasan baik dan buruk atas perilaku anggotanya. Dengan tujuan utama yaitu kehidupan yang baik, bukan sekedar kehidupan benar yang tidak pernah salah.
Melalui artikel tersebut, penulis menyimpulkan bahwa politik hukum merupakan sikap untuk memilih apa saja yang berkembang di masyarakat, kemudian dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi UUD 1945, dan dituangkan dalam produk hukum. Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 dimensi, yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya. Perilaku menyimpang manusia harus melewati sistem etika yang berfungsi sebagai koreksi dan sebisa mungkin tidak perlu memasuki mekanisme hukum dalam penyelesaiannya.
Jika dikaitkan dengan perilaku etik para pejabat publik atau profesional yang sangat mengandalkan kepercayaan publik, pengendalian perilaku melaui sistem etika patut dipertimbangkan. Apabila penyelesaian masalah penyimpangan perilaku para pejabat langsung menggunakan pendekatan hukum, maka kepercayaan masyarakat akan terkikis sejalan dengan berlangsungnya proses hukum.
Melalui artikel tersebut, penulis menyimpulkan bahwa politik hukum merupakan sikap untuk memilih apa saja yang berkembang di masyarakat, kemudian dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi UUD 1945, dan dituangkan dalam produk hukum. Hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 dimensi, yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya. Perilaku menyimpang manusia harus melewati sistem etika yang berfungsi sebagai koreksi dan sebisa mungkin tidak perlu memasuki mekanisme hukum dalam penyelesaiannya.
Jika dikaitkan dengan perilaku etik para pejabat publik atau profesional yang sangat mengandalkan kepercayaan publik, pengendalian perilaku melaui sistem etika patut dipertimbangkan. Apabila penyelesaian masalah penyimpangan perilaku para pejabat langsung menggunakan pendekatan hukum, maka kepercayaan masyarakat akan terkikis sejalan dengan berlangsungnya proses hukum.