Nama : Fathussalim Wijaya
NPM : 2112011246
1. Komnas HAM menyimpulkan bahwa penegakan
hak asasi manusia di Indonesia pada 2019 belum mengalami kemajuan yang berarti. Berbagai komitmen dan agenda perbaikan kondisi HAM yang dimandatkan Nawacita, Rencana Pembangunan Jangka Mengengah Nasional (RPJMN), dan Rencana Aksi Nasional
Hak Asasi Manusia (RANHAM) belum menunjukkan pencapaian yang signifikan.
Contohnya Peristiwa Semanggi I dan II
Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 dan menewaskan 17 warga sipil.
Tragedi ini bermula dari pergolakan mahasiswa yang tidak mau mengakui pemerintahan Bacharuddin Jusuf Habibie karena masih diisi oleh orang-orang Orde Baru.
Mahasiswa berusaha menyingkirkan militer dari politik dan menuntut pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
Puluhan ribu mahasiswa pun berkumpul dan menggelar unjuk rasa di kawasan Semanggi.
Aparat keamanan kemudian berdatangan dengan menggunakan kendaraan lapis baja untuk membubarkan aksi mahasiswa.
Namun, mahasiswa tetap bertahan dan akhirnya aparat melepaskan tembakan secara membabi buta hingga mengakibatkan mahasiswa dan masyarakat mengalami luka-luka dan meninggal dunia.
Penembakan terus berlangsung dari pukul 15.00 WIB hingga pukul 02.00 dini hari keesokan harinya.
Aparat juga masuk ke kampus Atma Jaya sehingga membuat bertambahnya korban yang berjatuhan.
Hingga tragedi ini berakhir, sedikitnya ada 17 korban meninggal dunia, yang terdiri dari mahasiswa, masyarakat umum, dan ada juga anak berusia 6 tahun.
Sementara itu, Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999, ketika mahasiswa menggelar aksi untuk menolak Undang-undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang dinilai banyak memberikan kekuasaan militer untuk memuluskan kepentingan mereka.
Massa yang menggelar aksi penolakan UU PKB pun menerima kekerasan dari tentara hingga berakibat terbunuhnya satu orang mahasiswa bernama Universitas Indonesia bernama Yun Hap.
Sementara itu, berdasarkan penyelidikan Komnas HAM, terdapat 11 korban meninggal dunia dan 217 korban luka-luka karena Tragedi Semanggi II.
Meski telah puluhan tahun berlalu, pemerintah Indonesia juga belum memberikan pertanggungjawaban atau menghukum pelaku atas pelanggaran HAM berat yang terjadi dalam Tragedi Semanggi I dan II.
Akibatnya, menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), tragedi serupa Semanggi I dan II terus berulang di Indonesia, yakni aparat bertindak represif dan tidak memperhatikan HAM ketika menghadapi aksi-aksi massa di Indonesia
2. Di Indonesia, Pengadilan HAM diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia.
Mengacu pada undang-undang ini, Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap
pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum.
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Tak hanya di Indonesia, Pengadilan HAM juga berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat yang dilakukan warga negara Indonesia di luar batas teritorial wilayah Indonesia.
Mengacu pada UU Nomor 26 Tahun 2000,
pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi:
kejahatan genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan.