Nama : Aditya Wahyu Pratama
Npm : 1916041041
Kelas : Reguler A
1. Budaya Patrimonial sesungguhnya merupakan bentuk kepemimpinan diktator di mana negara dijalankan sesuai kehendak pribadi pemimpin negara (personal rule). Pemimpin negara memposisikan diri diatas hukum dan hanya mendistribusikan kekuasaan kepada kerabat dan kroni dekatnya. Seringkali menggunakan kekerasan guna mempertahankan posisi kepemimpinannya. Pemerintahan patrimonial bersandarkan diri pada unsur yang membuatnya jadi pemerintahan tradisional dan belum mencapai tahap birokratis dan modern. Seperti dikemukakan Weber (2002:44), birokrasi patrimonial ialah suatu sistem birokrasi dimana jabatan dan perilaku dalam keseluruhan hirarki birokrasi lebih didasarkan pada hubungan familier, hubungan pribadi dan hubungan 'bapak-anak buah' (patron-client).
2. Ketika ditransplantasikan di negara-negara sedang berkembang, praktek birokrasi di negara sedang berkembang masih kental diwarnai budaya patrimonial karena berkaitan dengan Unsur-unsur dari budaya Patrimonial itu sendiri, yaitu :
a. Unsur pertama adalah klientisme.
Istilah ini merujuk pada hubungan kekuasaan yang dibangun oleh penguasa dan lingkungan sekitarnya. Dalam birokrasi modern, pusat loyalitas ada pada impersonal order (hukum). Namun, dalam negara berkembang yang terdapat budaya Patrimonial, loyalitas ada pada pribadi penguasa.
b. Unsur kedua adalah kaburnya wilayah publik.
Dalam birokrasi modern, wilayah publik dan pribadi sangat terpisah. Segala urusan sang pemimpin, di luar urusan rumah tangga pribadi, ada dalam wilayah publik. Karena berada di wilayah publik, urusan itu harus melalui prosedur yang sudah ditetapkan, dan pertanggungjawabannya mesti transparan. Sedangkan dalam negara berkembang yang terdapat budaya Patrimonialisme, batas wilayah publik dan pribadi dibuat kabur. Bantuan uang dari luar negeri, misalnya, yang seharusnya berada dalam wilayah publik, dimasukkan ke wilayah pribadi, tanpa keterbukaan dan tanpa pertanggungjawaban.
c. Unsur Kultural Nonrasional. Birokrasi modern berkembang dalam kultur yang rasional, yang sumber informasi dan validitasnya dapat diverifikasi dalam dunia yang nyata. Sedangkan dalam negara berkembang yang terdapat budaya Patrimonialisme mengembangkan kultur nonrasional, dalam segala bentuk kultus individual. Dalam birokrasi modern, sang penguasa ditampilkan sebagai politisi biasa yang menang pemilu. Sedangkan dalam corak patrimonial, penguasa diberi bobot yang lebih kuat. Ia digambarkan memiliki kekuatan tertentu, atau keturunan sebuah kerajaan secara turun temurun. Dengan penyalahgunaan kekuasaan itu, loyalitas kepada pemimpin menjadi lebih dalam.