Diskusi

Bahasan diskusi

Bahasan diskusi

by Syamsul Ma'arif -
Number of replies: 13

1. Apa yang dimaksud dengan budaya patrimonial? 

2. Birokrasi sejatinya adalah organisasi modern yang muncul di negara-negara maju. Mengapa ketika ditransplantasikan di negara-negara sedang berkembang, birokrasi dalam prakteknya masih kental diwarnai budaya patrimonial ?

In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by Sherly Marlina -
Sherly Marlina / 1946041007
1) Budaya patrimonial merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya.

2) Hal itu dikarenakan masyarakat Indonesia yang terus mengembangkan ikatan-ikatan yang bersifat primordial, yaitu loyalitas berlebihan yang mengutamakan atau menonjolkan kepentingan suatu kelompok agama, ras, daerah, atau keluarga tertentu. Sehingga sering muncul masalah dalam proses pemilihan kepada daerah yang membuat menguatnya sentimen primordial yang lebih terikat pada persamaan etnis, aliran, ikatan darah dan berbagai bentuk sifat kedaerahan lainnya. Pilihan regenerasi model kekerabatan ini jelas merupakan cermin
betapa kita masih mempraktikkan model demokrasi tradisional yang
hanya percaya pada kemampuan yang dimiliki oleh calon-calon yang
segaris dengan keturunan kepala daerah
In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by Aditiya Irawansyah -
Nama : Aditiya Irawansyah
NPM : 1946041010

1. Budaya Patrimonialisme adalah unsur yang buruk terhadap perpolitikan di Indonesia, Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro berpendapat, sekalipun pascareformasi, sistem patrimonial yang rentan terhadap praktik nepotisme dan kolusi masih melekat dalam budaya politik Indonesia. Hal ini terjadi baik di lingkungan partai maupun pemerintahan.

2. Karena rakyat dalam pemerintahan patrimonial tak ubahnya hanya menjadi sapi perah (klien) untuk kepentingan elit politik tertentu dalam mencapai tujuannya. Demokratisasi politik di atas hanya berlangsung secara prosedural dimana kekuasaan berlangsung dan dipertahankan melalui cara dan pola tertentu hanya sebagai alat tujuan untuk kepentingan kelompok atau individu. Fenomena tersebut jelas telah kehilangan identitasnya makna yang sebenarnya, menguatnya fenomena politik transaksional tidak saja telah meruntuhkan legitimasi demokrasi namun mengubah wajah demokrasi hanya merupakan alat untuk kepentingan kelompok tertentu yang Pilihan regenerasi model kekerabatan ini jelas merupakan cermin betapa kita masih mempraktikkan model demokrasi tradisional yang hanya percaya pada kemampuan yang dimiliki oleh calon-calon yang segaris dengan keturunan kepala daerahmembuatnya menjadi.
In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by Amalia Indah Rizki -
Nama : Amalia Indah Rizki
NPM : 1946041012

1. Budaya patrimonial merupakan bentuk kepemimpinan authoritarian, diktator, di mana negara dijalankan sesuai kehendak pribadi pemimpin negara (personal rule). Pemimpin negara memposisikan diri diatas hukum dan hanya mendistribusikan kekuasaan kepada kerabat dan kroni dekatnya. Seringkali menggunakan kekerasan guna mempertahankan posisi kepemimpinannya. Pemerintahan patrimonial bersandarkan diri pada tiga unsur yang membuatnya jadi pemerintahan tradisional dan belum mencapai tahap birokratis dan modern. Budaya patrimonial juga bermakna sebagai pemisahan antara orang-orang kaya terdidik dibidang politik dan orang miskin yang tidak mempunyai kekuasaan sehingga kekuasaan hanya untuk kaum bangsawan atau yang memiliki kekayaan saja

2. Praktik birokrasi ketika diterapkan dinegara-negara berkembang masih diwarnai oleh budaya patrimonial karena dinegara berkembang belum mampu meninggalkan cara tradisional dalam menjalankan pemerintahan. Contohnya Budaya birokrasi patrimonial di Indonesia. Budaya patrimonial suatu gejala budaya yang sulit dipisahkan dengan birokrasi khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Budaya patrimonial merupakan suatu hasil proses sejarah, tradisi, dari zaman kerajaan tradisional, kekuasaan kolonial dan birokrasi Indonesia kontemporer. Gejala birokrasi patrimonial muncul kelompok-kelompok dalam masyarakat yang turut menentukan jalannya rekruitmen jabatan birokrasi. Jabatan-jabatan birokrasi ini lebih banyak ditentukan oleh kecerdikan orang tersebut berhubungan dengan pemegang jabatan di tingkat atas atau hubungan personal. Kenaikan jabatan tersebut lebih banyak ditentukan oleh banyak faktor contohnya seperti karib, hubungan darah, perkawinan, kesamaan etnis dan persamaan keanggotaan politik.
In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by Muhammad Zaidan Fasya Fasya -
Nama : M.Zaidan Fasya
NPM : 1946041011



1.Budaya patrimonial adalah pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya.
2.Budaya birokrasi patrimonial di Indonesia. Budaya patrimonial suatu gejala budaya yang sulit dipisahkan dengan birokrasi khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Budaya patrimonial merupakan suatu hasil proses sejarah, tradisi, dari zaman kerajaan tradisional, kekuasaan kolonial dan birokrasi Indonesia kontemporer. Gejala birokrasi patrimonial muncul kelompok-kelompok dalam masyarakat yang turut menentukan jalannya rekruitmen jabatan birokrasi. Jabatan-jabatan birokrasi ini lebih banyak ditentukan oleh kecerdikan orang tersebut berhubungan dengan pemegang jabatan di tingkat atas atau hubungan personal. Kenaikan jabatan tersebut lebih banyak ditentukan oleh banyak faktor contohnya seperti karib, hubungan darah, perkawinan, kesamaan etnis dan persamaan keanggotaan politik.
In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by Olivia Putri Taryssa -
Nama: Olivia Putri Taryssa
Npm:1946041008

1. Patrimonialisme merupkan istilah yang dikenalkan oleh Max Weber untuk menjelaskan negara-negara yang dimana seorang penguasa mengatur kekayaan dan kekuasaan negara berdasar pada kewenangan tradisional.

2. Budaya patrimonial masih kental di negara-negara kembang karena masih kurangnya upaya untuk mengubah sistem birokrasi patrimonial menjadi sistem birokrasi rasional di negara berkembang hal tersebut terjadi karena adanya warisan turun temurun yang dianut dalam landasan berfikir, struktur dan budaya politik yang menyimpang sehingga menyebabkan munculnya budaya patrimonial.
In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by Dinda Anggun Tasya -
Dinda Anggun Tasya / 1946041013

1. Budaya patrimonial yaitu suatu gejala budaya dalam suatu hasil proses sejarah, tradisi, dari zaman kerajaan tradisional, kekuasaan kolonial dan birokrasi Indonesia kontemporer, gejala patrimonial tampak pada munculnya kelompok-kelompok dalam masyarakat yang turut menentukan jalannya rekruitmen jabatan birokrasi.
2. Budaya patrimonial masih kental di negara-negara kembang karena bersumber pada pola sikap dan tingkah laku politik yang majemuk serta masyarakatnya. musyawarah mufakat berusaha untuk mencapai obyektifitas dalam berbagai bidang yang secara khusus adalah politik. Serta sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Maka itu mengapa mengapa di negara berkembang masih kental damam budaya patrumonial
In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by Agustina Fajriah -
Agustina Fajriah/1946041019

1. budaya patrimonial merupakan suatu gejala budaya yang sulit dipisahkan dengan birokrasi Indonesia. Ia merupakan suatu hasil proses sejarah, tradisi, dari zaman kerajaan tradisional, kekuasaan kolonial dan birokrasi Indonesia kontemporer, mengacu pada sistem regenerasi yang mengutamakan ikatan genealogis atau pewarisan dengan menunjuk langsung. Di era modern ini, politik patrimonial masuk melalui jalur legal, dimana anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan seperti partai politik atau lembaga publik lainnya.
2. karena Ketika orang hidup dalam kerangka budaya warisan, mereka membenci sikap profesional yang diperlukan untuk aparat birokrasi. Sistem rekrutmen dan promosi tidak lagi didasarkan pada sistem keterampilan tetapi didasarkan pada persahabatan, persahabatan atau bahkan suap dari hierarki Yang menjadi pemimpin politik tidak akan pernah bisa menggambarkan kebijakannya sendiri yang progresif karena tidak cukup didukung oleh manusia. sumber daya aparatur birokrasi.
In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by Nicholas Hansori -
Nicholas Hansori/1946041001

1. Budaya Patrimonialisme adalah unsur yang buruk terhadap perpolitikan di Indonesia, Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro berpendapat, sekalipun pascareformasi, sistem patrimonial yang rentan terhadap praktik nepotisme dan kolusi masih melekat dalam budaya politik Indonesia. Hal ini terjadi baik di lingkungan partai maupun pemerintahan.

2. Budaya patrimonial masih kental di negara-negara kembang karena masih kurangnya upaya untuk mengubah sistem birokrasi patrimonial menjadi sistem birokrasi rasional di negara berkembang hal tersebut terjadi karena adanya warisan turun temurun yang dianut dalam landasan berfikir, struktur dan budaya politik yang menyimpang sehingga menyebabkan munculnya budaya patrimonial.
In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by Anada Syofira -
Anada Syofira/ 1946041005

Budaya patrimonial adalah suatu gejala budaya yang sulit dipisahkan dengan birokrasi Indonesia. Budaya ini merupakan suatu hasil proses sejarah, tradisi, dari zaman kerajaan tradisional, kekuasaan kolonial dan birokrasi Indonesia kontemporer. Gejala birokrasi patrimonial tampak pada munculnya kelompok-kelompok dalam masyarakat yang turut menentukan jalannya rekruitmen jabatan birokrasi. Jabatan-jabatan birokrasi lebih banyak ditentukan oleh kecerdikan orang tersebut berhubungan dengan pemegang jabatan di tingkat atas. Kenaikan jabatan lebih banyak ditentukan oleh faktor seperti kawan lama, hubungan darah, perkawinan, kesamaan etnis dan persamaan keanggotaan politik.

Transpalantasi birokrasi negara maju tidak memilik kedudukan yang sama jika di bandingkan dengan nilai-nilai birokrasi di negara maju. Melihat dari masalah birokrasi di negara berkembang, seperti kita tidak bisa menutup mata dengan budaya KKN dari masa lalu yang menyebabkan mudah nya para birokrat nakal untuk korupsi, dan dengan mudah nya mengambil massa demi kepentingan politik partisan, sistem Patron-client yang menjadi norma birokrasi sehingga pola perekrutan lebih banyak berdasarkan hubungan personal daripada faktor kapabilitas, serta birokrasi pemerintah yang digunakan oleh masyarakat sebagai tempat favorit untuk mencari lapangan pekerjaan merupakan sebagian fenomena birokrasi yang terdapat di negara negara berkembang.
In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by Ricana Aji Gantha -
Nama : Ricana Aji Gantha
NPM : 1946041014

1. Budaya patrimonial merupakan suatu gejala budaya yang sulit dipisahkan dengan birokrasi Indonesia. Ia merupakan suatu hasil proses sejarah, tradisi, dari zaman kerajaan tradisional, kekuasaan kolonial dan birokrasi Indonesia kontemporer. Gejala birokrasi patrimonial tampak pada munculnya kelompok-kelompok dalam masyarakat yang turut menentukan jalannya rekruitmen jabatan birokrasi. Jabatan-jabatan birokrasi lebih banyak ditentukan oleh kecerdikan orang tersebut berhubungan dengan pemegang jabatan di tingkat atas. Kenaikan jabatan lebih banyak ditentukan oleh faktor seperti kawan lama, hubungan darah, perkawinan, kesamaan etnis dan persamaan keanggotaan politik.

2. Budaya patrimonial masih kental di negara-negara kembang karena belum mampu meninggalkan cara tradisional dalam menjalankan pemerintahannya hal tersebut terjadi karena adanya warisan turun temurun yang dianut dalam landasan berfikir, struktur dan budaya politik yang menyimpang sehingga menyebabkan munculnya budaya patrimonial.
In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by Ayyas Alfath Sahisnu -
Ayyas Alfath Sahisnu / 1946041015

1. Patrimonialisme sesungguhnya merupakan bentuk kepemimpinan authoritarian, diktator, di mana negara dijalankan sesuai kehendak pribadi pemimpin negara (personal rule). Pemimpin negara memposisikan diri diatas hukum dan hanya mendistribusikan kekuasaan kepada kerabat dan kroni dekatnya.Seringkali menggunakan kekerasan gunamempertahankan posisi kepemimpinannya. Pemerintahan patrimonial bersandarkan diri pada tiga unsur yang membuatnya jadi pemerintahan tradisional dan belum mencapai tahap birokratis dan modern. (Michels, 1984).
2. Menurut saya faktor utamanya yaitu karena SDM yang tidak memadai.
In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by Kezia Rany Simulina Ginting -
Kezia Rany s./1946041003

1. Budaya patrimonial merupakan budaya politik yang berorientasikan pada kekuasaan dan kekayaan.Yang dimana hanya pihak-pihak tertentu saja yang dapat memberikan pengaruh salam suata sistem politik/pemerintah.

2. Masih banyaknya budaya patrimonial dalam negara berkembang disebabkan oleh banyak aspek. Dimana masih adanya pihak penguasa yang mengatur kekayaan dan kekuasaan berdasar pada kewenangan tradisional. Dengan kekuasan dan modal mereka membuat batasan untuk orang lain sehingga dapat menyelamatkan dirinya dan kelompoknya, sehingga kebebasan untuk semua orang hanya bersifat semu.Ini disebabkan karena kurang baiknya mutu sumber daya manusia ataupun masyarakat dalam negara tersebut. Sehingga terjadi kelompok-kelompok yang seperti ini.
In reply to Syamsul Ma'arif

Re: Bahasan diskusi

by fazar satura -
Muhammad Fazar Satura / 1946041020

1. Budaya birokrasi patrimonial merupakan gejala budaya yang sulit dipisahkan dari birokrasi Indonesia. Ini adalah hasil dari proses sejarah, tradisi, dari era kerajaan tradisional, kekuasaan kolonial dan birokrasi Indonesia kontemporer. Gejala birokrasi patrimonial terlihat pada munculnya kelompok-kelompok di masyarakat yang turut menentukan rekrutmen jabatan birokrasi. Promosi jabatan lebih ditentukan oleh faktor-faktor seperti teman lama, ikatan darah, perkawinan, kesamaan etnis dan kesamaan keanggotaan politik

2. Budaya patrimonial masih berkembang di negara berkembang karena akibat dari masih kuatnya hegemoni dan dominasi dari pemerintahan kolonial yang berkuasa, yang imbasnya
pemerintahan pribumi sebagai bawahan-klien, harus sepenuhnya
mengikuti pada penjajah sebagai atasan-patron. Tradisi semacam
inilah yang selanjutnya berkembang hingga mencapai puncaknya pada
masa Orde Baru, dan terus berlanjut hingga sekarang, karena kurangnya
upaya untuk melakukan pemutusan.