Nama : DIta Dwi Yentina
NPM : 2012011022
Pemahaman dan analisis saya terhadap ketentuan dalam UU No 35 Tahun 2009 tentang narkotika adalah Dalam sistem hukum di Indonesia, penyalahgunaan narkotika dikualifikasi sebagai kejahatan di bidang narkotika yang diatur dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Tindak pidana narkotika dipandang sebagai bentuk kejahatan yang menimbulkan akibat serius bagi masa depan bangsa ini, merusak kehidupan dan masa depan terutama generasi muda. Menurut Pasal 127 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009, Setiap Penyalah Guna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
Setiap Penyalah Guna Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan Setiap Penyalah Guna Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. Adapun yang dimaksud dengan Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa Penyalah Guna adalah pengguna. Namun, UU tidak memuat apa yang dimaksud dengan “pengguna narkotika” sebagai subyek (orang), yang banyak ditemukan adalah penggunaan sebagai kata kerja. Apabila dikaitkan dengan pengertian Narkotika sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009, maka Pengguna Narkotika adalah orang yang menggunakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. Penggunaan istilah “Pengguna Narkotika” digunakan untuk memudahkan dalam penyebutan bagi orang yang menggunakan narkotika dan untuk membedakan dengan penanam, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika. Walaupun penanam, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika kadang juga menggunakan narkotika, namun dalam tulisan ini yang dimaksud pengguna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri, bukan penanam, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika. Jika dikaitkan dengan orang yang menggunakan narkotika, dalam UU No. 35 Tahun 2009 dapat ditemukan berbagai istilah, yaitu:
a. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
b. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.
c. Korban penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/ atau diancam untuk menggunakan Narkotika.
d. Mantan Pecandu Narkotika adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik maupun psikis.
Npm : 2012011015
Izin menjawab
Berdasarkan analisis Narkotika dalam UU 35 Tahun 2009, Narkotika merupakan zat atau obat dari tanaman sintesis maupun semisintesis yang digunakan untuk pengobatan medis maupun pendidikan yang membuat hilang dan penurunan kesadaran dan khayalan. Yang terdiri dari 3 golongan, hingga penting adanya UU yang mengatur mengenai Narkotika agar terhindar dari penyalahgunaan. Sanksi pidana nya antara lain pidana mati, penjara, denda dan kurungan bila tidak di tentukan dalam UU No.35 tahun 2009 maka akan menggunakan KUHAP.
UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika memiliki tujuan untuk:
1. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
2.mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika;
memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
3. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.
Undang undang No 35 tahun 2009 tentang tindak pidana korupsi dengan ketentuan pidana dalam KUHAP memiliki ke khusus an terlihat jelas dalam pasal 75 UU No. 35 tahun 2009. Terkait dengan teknik penyidikan tindak pidana narkotika telah tertulis dengan jelas dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengenai kewenangan penyidik dalam melakukan penyidikan dengan teknik pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan. Jika di dalam KUHAP surat penangkapan terhadap pelaku korupsi hanya 1 x 24 jam, namun di dalam UU No. 35 tahun 2009 pasal 76 penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat di perpanjang paling lama 3x 24 jam.
Re: Diskusi
Npm: 2012011036
Menurut analisa saya, UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika memiliki tujuan untuk mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika, memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009.Terdapat kekhususan, keunikan, dan kespesifikasian dalam Undang-Undang Narkotika. Jika Kita melihat undang-undang lain, tidak ada yang mengatur secara eksplisit tentang peran serta masyarakat. Bahkan di dalam Undang-Undang Narkotika terdapat satu bab yang membahas khusus tentang peran serta masyarakat untuk permasalahan Narkoba ini. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 ini juga membentuk sebuah badan nasional, yaitu BNN,(Badan Narkotika Nasional) untuk menangani kasus narkotika.
Re: Diskusi
Nama : Steven Saputra
NPM : 2012011025
Dalam ketentuan UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika merupakan suatu zat atau obat yang bersumber dari suatu tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang hal itu dapat menyebabkan pengaruh terhadap orang yang mengkonsumsi hal tersebut akan mengalami hilangnya kesadaran, ketergantungan, hilang rasa dan juga akan mengalami kerusakan saraf-saraf, dan memiliki suatu tujuan untuk :
- Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
- Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia
- Memberantas pengedaraan gelap
- Menjamin upaya rehabilitas medis dan sosial bagi pengguna dan pecandu narkotika
Dan dalam UU 35 Tahun 2009 tentang narkotika ini terbagi beberapa golongan dalam pasal 6 (terkait penggolongan) dan terkait juga dengan pasal 127 (penyalah gunaan)
- Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun (yang digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak untuk tercapai)
- Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun (yang digunakan untuk pengobatan sebagai pilihan terakhir dan juga terapi)
- Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun (yang digunakan untuk pengobatan dan terapi)
Nama : Muhammad Fariel Zuleika
NPM. : 2012011220
Menurut saya berdasarkan analisis terhadap pemaparan dari kelompok 3 tadi mengenaj UU NO 35 Tahun 2009 adalah bahwa Dalam UU tersebut disebutkan bahwa narkotika digolongkan menjadi Golongan 1, Golongan 2, dan Golongan 3 dengan masing masing penindakan terhadap hukuman berbeda beda.
Dalam penindakan Hukum pidana penyalahgunaan narkoba diberikan wewenang untuk menyidik yaitu dari lembaga kepolisian dan pns yang diberi wewenang, contohnya yaitu BNN yang menangani tindak pidana khusus di ranah penyalahgunaan Narkoba.
Dalam masa sesudah masa Tahanan Narapidana diberikan Rehabilitasi yang dibagi menjadi 2 yaitu Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, guna untuk mencegah pengguna melakukan tindak serupa saat keluar dari lembaga pemasyarakatan.
kemudian dalam UU tersebut juga menyatakan bahwa jenis jenis narkoba apa yang dilarang dalam UU tersebut salah satunya mengenai bahan Prekursor yang menjadi bahan formula narkotika untuk perluasan hukuman penyalahgunaan narkotika itu sendiri, apabila narkotika tidak disebutkan/belum diatur maka pengguna jenis narkotika yang tidak disebutkan tidak dapat di pidana.
kemudian untuk penggunaan bahan narkotika sendiri menurut penjelasan ibu emilia bahwa penggunaan narkoba dibolehkan asalkan di disalahgunakan, contohnya seperti ganja digunakan untuk bumbu masak dan obat herbal, akan tetapi dalam penegakannya masih menemui masalah dalam penggunaan ganja sebagai obat masih dianggap sebagai tindak pidana narkoba itu sendiri.
NPM: 2012011038
Izin menjawab pertanyaan terkait diskusi tentang bagaimanakah pemahaman dan analisis anda terhadap ketentuan dalam UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menurut pemahaman dan analisis saya yaitu, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika digolongkan menjadi Golongan 1, Golongan 2, dan Golongan 3 dengan masing masing penindakan terhadap hukuman berbeda beda. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika ini juga membentuk sebuah badan nasional, yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika memiliki tujuan untuk:
1. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
2. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika;
3. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
4. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.
Tahanan Narapidana diberikan Rehabilitasi yang dibagi menjadi 2 yaitu Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, guna untuk mencegah pengguna melakukan tindak serupa terulang kembali.
NPM : 2012011033
Menurut saya, berdasarkan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika ini memiliki tujuan untuk mencegah, melindungi, dan menyelamatkan warga negara Indonesia dari penyalahgunaan narkotika, memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, serta menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika. Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sebenarnya penggunaan narkotika ini diperbolehkan apabila berdasarkan atas izin dari arahan dokter atau tenaga medis lainnya, karena jika pemakaian narkotika disalahgunakan dapat mengakibatkan kerusakan secara fisik, kesehatan mental, dan emosi dalam diri kita.
Dalam Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, membagi narkotika menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya heroin, kokain, daun kokain, opim, ganja, jicing, katinon, dan ekstasi. Dapat dipidana penjara paling lama empat tahun.
2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya morfin, pitidin, fentanil, metadon. Dapat dipidana penjara paling lama dua tahun.
3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya kodein, buprenofin, etilmorfina, nikokodina, polkrodina, dan propiram. Dapat dipidana penjara paling lama satu tahun.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 membentuk sebuah badan nasional, yaitu BNN(Badan Narkotika Nasional) untuk menangani dan memberantas kasus narkotika.
2012011063
Menurut saya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis. Dampak mengkonsumsi narkotika dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Nama: Marisa Nafa Kusuma
NPM: 2012011011
Izin memberikan pendapat bu
Menurut pemahaman dan hasil analisis saya, UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang disahkan pada tanggal 12 Oktober 2009 ini memiliki tujuan untuk:
- Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.
- Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika
- Memberantas pengedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
- Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika
Selain itu, UU No. 35 Tahun 2009 juga berisi tentang Penjelasan Umum (berisi tentang penjelasan mengenai apa itu narkotika dan akibat penyalahgunaannya), Ketentuan Umum, Dasar, Asas dan Tujuan, Penggolongan Narkotika (Digolongkan menjadi III bagian), dan Pasal-pasal mengenai Pengadaan, Pencegahan, Pemberantasan, hingga Ketentuan Pidana untuk orang orang yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika.
Tambahan:
Izin mengumpulkan tugas 2 minggu lalu mengenai TPE (tugas tanggal 14 September 2021) berikut lampiran tugas:
NPM : 2012011012
Berdasarkan analisis Narkotika dalam UU 35 Tahun 2009, Narkotika merupakan zat/ obat dari tanaman sintesis maupun semisintesis yang digankan untuk pengbatan, medis, maupun pendidikan yang membuat hilang dan penurunan kesadaran dan hayalan. Yang dibagi menjadi 3 golongan. Hingga penting adanya UU yang mengatur mengenai Narkotika agar terhindar dari penyalhgunaan. Dengan pidana mati, penjara, denda dan kurungan yang apbila tdk d tentukan dlm UU 35 maka akan menggunakan KUHAP. UU 35 Tahun 2009 juga ikut serta melindungi korban narkotika yakni pemakai narkotika dengan adanya rehabilitasi yg diatur di dalamnya. Serta adanya aturan atau pembahasan BNN sebagai lembaga yang memberantas narkotika dari tujuan dan fungsi, wewenang, hingga prosesnya.
Npm: 2012011035
Izin menjawab Bu.
Pengertian narkotika menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009 adalah:
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-Undang ini.
Peraturan narkotika tentu memiliki tujuan yang mendasari eksistensi UU No. 35 Tahun 2009.
Hal itu telah diatur di dalam Pasal 4 UU No. 35 Tahun 2009 sebagai berikut:
Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:
a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan
Narkotika;
c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan
pecandu Narkotika.
Tujuan UU No. 35 Tahun 2009 menunjukkan bahwa narkotika tidak boleh digunakan di luar
kepentingan tersebut dan hanya dapat digunakan oleh dokter atau pakar kesehatan yang
telah resmi dengan dosis yang tepat. Hal tersebut juga diperjelas dengan Pasal 7 UU No. 35
Tahun 2009 bahwa, “Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”. Permasalahan yang
banyak terjadi adalah penyalahguna atau pecandu narkotika menggunakannya di luar
kepentingan atau kebutuhan medis, bahkan terkadang melebihi dosis yang dapat diterima
oleh tubuh sehingga menyebabkan overdosis. Penyalahgunaan narkotika dapat
menyebabkan rusaknya ketahanan masyarakat, bangsa, dan negara. Pihak-pihak yang
menyalahgunakan narkotika menurut UU No. 35 Tahun 2009 terdiri dari pecandu narkotika
yang diatur dalam Pasal 1 angka 13 dan penyalah guna yang diatur dalam Pasal 1 angka 15.
Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan
dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Penyalah
Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Faktor-
faktor penyebab terjadinya tindak pidana narkotika dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari hal-hal dalam diri
pelaku tindak pidana narkotika, seperti jiwa yang goncang dan rasa putus asa yang
memerlukan rasa ketenangan, keamanan, kenyamanan terhadap diri pelaku sehingga dapat
menghilangkan perasaan gelisah dan putus asa yang dirasakan. Faktor eksternal berasal dari
hal-hal diluar diri pelaku tindak pidana narkotika, seperti pergaulan, pengaruh lingkungan,
dan tekanan atau desakan dari pihak-pihak tertentu. Berdasarkan kajian aspek norma hukum maka Undang-Undang Narkotika tidak memberikan pembedaaneksplisit antaradelik pidana dalam Pasal 127 UU Narkotika dengan delik pidana lainyang terdapat dalam UU Narkotika, dimana pengguna narkotika yangmendapatkan narkotika secara melawan hukum, pastilah memenuhiunsur menguasai, memiliki, menyimpan, atau membelinarkotika dimana hal tersebut juga diatur sebagai suatu tindak pidanatersendiri dalam UU Narkotika.Dalam prakteknya aparat penegak hukum mengkaitkan (termasuk/include/juncto) antara delik pidana pengguna narkotika dengan delik pidana penguasaan, pemilik penyimpanan ataupembelian narkotika secara tanpa hak dan melawan hukum dan UUNarkotika tidak memberi batasan daluwarsa yang jelas bagi pengguna narkotika. Narkotika tidak memberikan batasan/daluwarsa yang jelas atastindak pidana yang dapat dikenakan bagi pengguna narkotika. Bagi m a n t a n p e n g gu n a n a r k o t i k a y a n g k e m u d i a n m e n c e r i t a k a npengalamannya menggunakan narkotika dihadapan orang banyak danPengguna narkotika yang sedang menjalani proses rehabilitasi ataskemauaan sendiri (bukan berdasarkan putusan hakim) bisa dikenakanpidana atas pebuatanyang telah lampau (membeli, menggunakan,menguasai atau menyimpan narkotika tanpa hak dan melawan hukum)berpeluang sewaktu-waktu dapat dikenakan hukuman.
Nama : Yulius Parlindungan Situmorang
NPM : 2012011013
Kehadiran UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah pembaruan pemahaman akan Narkotika di Indonesia, sebelumnya telah diatur dalam UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, namun UU No 22 Tahun 1997 belum secara efektif mencegah dan memberantas penyalahgunaan, peredaran gelap Narkotika yang sangat merugikan serta membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Walaupun sanksi pada UU No 22 Tahun 1997 sudah baik seperti, ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Tetapi belum membuat dampak yang signifikan bahkan pada waktu itu tindak pidana Narkotika di masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda. Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional, hal ini yang menjadi awal mula UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hadir agar dapat mencegah adanya kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda serta melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika, mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika. Pembaharuan UU No. 35 Tahun 2009 dapat dilihat pada ketentuan umum yang memuat istilah-istilah baru seperti; Prekursor Narkotika (zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini); Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk Narkotika; Permufakatan Jahat (perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidana Narkotika); Penyadapan (kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon dan/atau alat komunikasi elektronik lainnya); Kejahatan Terorganisasi (kejahatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur yang terdiri atas 3 (tiga) orang atau lebih yang telah ada untuk suatu waktu tertentu dan bertindak bersama dengan tujuan melakukan suatu tindak pidana Narkotika); Menteri (menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan). Selain istilah-istilah baru pada ketentuan umum terdapat penambahan Bab yang memuat Penghargaan pada BAB XIV PENGHARGAAN berisikan Pasal 109 dan 110, hal ini membuktikan bahwa peranan penegak hukum dan masyarakat sebagai upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika menjadi peranan penting, maka dari itu diaturnya penghargaan. Penambahan lain Pada UU No. 35 Tahun 2009 diantaranya terdapat sanksi untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika; Penguatan BNN berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota, penguatan ini diharapakan lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. BNN yang merupakan lembaga non structural, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota. BNN juga diperkuat dengan cara, pengaturan mengenai seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial; Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, Pada UU No. 35 Tahun 2009 diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas melampaui batas negara, Pada UU No. 35 Tahun 2009 diatur mengenai kerja sama, baik bilateral, regional, maupun internasional.
Nurma diski jaya trisnawati 2012011027
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan Narkotika yang ada dalam lampiran UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika disahkan pada tanggal 12 Oktober 2009 di Jakarta oleh Presiden Doktor Haji Susilo Bambang Yudhoyono. UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika diundangkan Menkumham Andi Mattalatta pada tanggal 12 Oktober 2009 di Jakarta. Agar setiap orang mengetahuinya, Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143. Penjelasan Atas UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062.
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika ini membentuk sebuah badan nasional, yaitu BNN, Badan Narkotika Nasional, sebagaimana Undang-Undang lainnya dalam rezim saat itu.
UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika memiliki tujuan untuk:
menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika;
memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
Mencabut
Pasal 153 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa setelah UU 35/2009 tentang Narkotika berlaku maka:
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698); dan
Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Latar Belakang
Pertimbangan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah:
bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan secara terus-menerus, termasuk derajat kesehatannya;
bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama;
bahwa mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menggunakan Narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotika karena sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara serta ketahanan nasional Indonesia;
bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana tersebut;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Narkotika;
Dasar Hukum
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah:
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3085);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3673);
2012011031
Izin menjawab bu, berdasarkan pada UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika dijelaskan mengenai pengertian,penggolongan narkotika, sanksi pidana dan segala hal yang berkaitan mengenai tindak pidana narkotika. Pada dasarnya narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan namun apabila disalah gunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat, narkotika juga dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan bagi diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu dalam undang-undang ini mengimpor,mengekspor,memproduksi,menanam,menyimpan, mengedarkan atau menggunakan narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat serta bertentangan dengan undang-undang merupakan tindak pidana. Dalam UU ini juga dijelaskan mengenai penggolongan narkotika, berikut ini adalah pemaparannya
1. golongan I , merupakan narkotika yang digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi karena memiliki potensi tinggi yaitu dapat menyebabkan ketergantungan. Contohnya heroin,kokain dan ganja.
2. Golongan II, merupakan narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi serta memiliki potensi tinggi yang menyebabkan ketergantungan. Contohnya morfin dan metadon
3. Golongan III, merupakan narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan bertujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi ringan dalam mengakibatkan ketergantungan. Contohnya kodein dan nikokodina.
Dalam UU ini juga sanksi yang dikenakan pada pelaku tindak pidana narkotika sangatlah berat supaya menimbulkan efek jera. Kekhususan dari UU ini juga dapat dilihat dari penyidiknya, sebagaimana dalam UU ini penyidiknya adalah BNN,Polisi dan penyidik pegawai negri sipil.
Re: Diskusi
NPM: 2012011029
Izin menjawab bu,
Berdasarkan pemahaman dan analisis saya terkait dengan ketentuan dalam UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dapat diketahui jika di dalam UU tersebut, memuat tujuan yang lebih khusus dalam pengaturannya di luar KUHP, yaitu pada pasal 4 yang berbunyi jika UU tentang Narkotika bertujuan untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan Kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; memberantas peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Disini dapat dilihat, jika adanya narkotika di Indonesia sebenarnya tidaklah dilarang, dilihat dari adanya negara yang juga menjamin ketersediaan narkotika, namun itu untuk kepentingan pelayanan Kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan dalam hal ini, yang dilarang adalah penyalahgunaan narkotika, seperti pengedar gelap dan pecandu. Namun, walaupun narkotika dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan Kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan, bukan berarti ke dua hal tersebut menjadi bebas dalam penggunaan narkotika. Dalam UU ini juga mengatur mengenai ruang lingkup narkotika, seperti contohnya dalam Pasal 8 yang menyatakan jika narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan Kesehatan. Dalam UU ini juga mengatur mengenai izin khusus dan surat persetujuan impor dan ekspor, sehingga peredaran narkotika tetap dapat terkendali dan mencegah timbulnya penyalahgunaan. Dalam UU ini terdapat banyak sekali aturan-aturan yang mengatur mengenai jenis tindak pidana, distribusi, pengobatan dan rehabilitasi sampai dengan ketentuan peralihan. Dan salah satu kekhususan lainnya dalam UU ini, yaitu adanya pembentukan suatu badan nasional yaitu BNN yang diatur dalam BAB XI Pencegahan dan Pemberantasan, BAB XII Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan dan bab bab lainnya.