SIlahkan dikumpul dalam forum ini, regards
Pertemuan ke 5: Tugas Restorative Justice
Sebagai balasan Kiriman pertama
Re: Pertemuan ke 5: Tugas Restorative Justice
Prinsip Restorative Justice dalam Penyelesaian Sengketa Medik
Prinsip dasar keadilan restoratif (restorative justice) adalah adanya pemulihan kepada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.
Menurut Howard Zehr, restorative justice merupakan kompas dan bukan peta. Artinya merupakan petunjuk arah atau guidance yang bersifat dinamis (tidak statis) untuk mendapatkan solusi secara utuh atas masalah hukum yang tengah dihadapi oleh para pihak disesuaikan dengan kondisi masing-masing yang tengah berperkara dengan tidak mengurangi hak masing-masing untuk saling “adu tawar” guna mendapatkan titik temu yang saling menguntungkan (win-win solution).
Kebijakan restorative justice merupakan respons sekaligus kritik terhadap penerapan sistem peradilan pidana (umum) dengan sistem pemenjaraan yang selama ini terbukti tidak efektif dalam menyelesaikan masalah hukum. Penyelesaian masalah pidana medis dengan pendekatan restorative justice terbukti lebih : 1) memprioritaskan dukungan dan penyembuhan bagi korban, baik secara fisik maupun psikis, 2) mendorong pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada korban, 3) mengedepankan dialog atau musyawarah antara korban dan pelaku untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, 4) meletakkan secara benar dan proporsional atas kerugiaan yang diderita oleh korban, 5) menyadarkan pelaku dan mencegah timbul atau terulangnya kejahatan baru yang sejenis, 6) melibatkan masyarakat dalam proses integrasi antara korban dan pelaku pasca kejadian.
Formula solusi restorative justice secara umum berbentuk : 1) pemberdayaan korban/ keluarga korban dengan pemberian bantuan ekonomi jangka panjang oleh pelaku misalnya berupa bantuan modal usaha dan/ atau pemberian pekerjaan, 2) pelaku memberi kompensasi dalam bentuk unag dengan jumlah tertentu yang disepakati bersama sebagai ganti rugi kepada korban/ keluarga korban, 3) pernyataan dan permohonan maaf dari pihak pelaku kepada korban dan/ atau keluarga korban serta masyarakat secara terbuka melalui media massa, 4) permohonan maaf dari pelaku secara pribadi atau kekeluargaan kepada korban/ keluarga korban dan masyarakat, 5) pengakuan menjadi keluarga oleh pelaku kepada korban/ keluarga korban misalnya sebagai anak asuh, orang tua asuh, keluarga angkat dan sebagainya.
Pendekatan restorative justive dipilih sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan dan mengakhiri perselisihan medis antara dokter dan rumah sakit (pada satu pihak) dan pasien dan/ atau keluarga pasien (pada pihak lain). Hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan restorative justice dalam penyelesaian perkara dugaan adanya tindak pidana medis merupakan solusi yang dianggap paling bermanfaat, bermartabat, berkeadilan dan lebih menguntungkan para pihak bagi korban, pelaku, masyarakat maupun negara bila dibandingkan dengan penyelesaian melalui jalur pengadilan (litigasi).
Prinsip dasar keadilan restoratif (restorative justice) adalah adanya pemulihan kepada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.
Menurut Howard Zehr, restorative justice merupakan kompas dan bukan peta. Artinya merupakan petunjuk arah atau guidance yang bersifat dinamis (tidak statis) untuk mendapatkan solusi secara utuh atas masalah hukum yang tengah dihadapi oleh para pihak disesuaikan dengan kondisi masing-masing yang tengah berperkara dengan tidak mengurangi hak masing-masing untuk saling “adu tawar” guna mendapatkan titik temu yang saling menguntungkan (win-win solution).
Kebijakan restorative justice merupakan respons sekaligus kritik terhadap penerapan sistem peradilan pidana (umum) dengan sistem pemenjaraan yang selama ini terbukti tidak efektif dalam menyelesaikan masalah hukum. Penyelesaian masalah pidana medis dengan pendekatan restorative justice terbukti lebih : 1) memprioritaskan dukungan dan penyembuhan bagi korban, baik secara fisik maupun psikis, 2) mendorong pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada korban, 3) mengedepankan dialog atau musyawarah antara korban dan pelaku untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, 4) meletakkan secara benar dan proporsional atas kerugiaan yang diderita oleh korban, 5) menyadarkan pelaku dan mencegah timbul atau terulangnya kejahatan baru yang sejenis, 6) melibatkan masyarakat dalam proses integrasi antara korban dan pelaku pasca kejadian.
Formula solusi restorative justice secara umum berbentuk : 1) pemberdayaan korban/ keluarga korban dengan pemberian bantuan ekonomi jangka panjang oleh pelaku misalnya berupa bantuan modal usaha dan/ atau pemberian pekerjaan, 2) pelaku memberi kompensasi dalam bentuk unag dengan jumlah tertentu yang disepakati bersama sebagai ganti rugi kepada korban/ keluarga korban, 3) pernyataan dan permohonan maaf dari pihak pelaku kepada korban dan/ atau keluarga korban serta masyarakat secara terbuka melalui media massa, 4) permohonan maaf dari pelaku secara pribadi atau kekeluargaan kepada korban/ keluarga korban dan masyarakat, 5) pengakuan menjadi keluarga oleh pelaku kepada korban/ keluarga korban misalnya sebagai anak asuh, orang tua asuh, keluarga angkat dan sebagainya.
Pendekatan restorative justive dipilih sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan dan mengakhiri perselisihan medis antara dokter dan rumah sakit (pada satu pihak) dan pasien dan/ atau keluarga pasien (pada pihak lain). Hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan restorative justice dalam penyelesaian perkara dugaan adanya tindak pidana medis merupakan solusi yang dianggap paling bermanfaat, bermartabat, berkeadilan dan lebih menguntungkan para pihak bagi korban, pelaku, masyarakat maupun negara bila dibandingkan dengan penyelesaian melalui jalur pengadilan (litigasi).