1. Akar permasalahan: mengapa fasilitas teknologi tidak otomatis meningkatkan kualitas pembelajaran
Adanya perangkat dan infrastrukturseperti LMS, proyektor interaktif, mobile, internet adalah peluang bukan jaminan peningkatan mutu. Akar masalah yang sering muncul:
1. Instruksi masih teacher-centred
Teknologi dipakai untuk menggantikan papan tulis (mis. slide ceramah) bukan mengubah peran siswa, keterlibatan minimal.
2. Kesenjangan desain instruksional bukan masalah teknologi
Tidak ada pemetaan tujuan pembelajaran ke aktivitas teknologi yang secara eksplisit mengembangkan berpikir kritis, empati, atau literasi global (misalnya. kegiatan analisis sumber, debat berbasis bukti, simulasi).
3. Kurangnya integrasi pedagogis (TPACK gap)
Guru mungkin mahir teknologi atau konten, tetapi belum menggabungkan pedagogi + teknologi + konten secara efektif penggunaan teknologinya tidak pedagogis.
4.
Penilaian tidak cocok dengan tujuan abad-21
Instrumen masih mengukur hafalan; tanpa asesmen autentik yang memanfaatkan teknologi (portofolio digital, proyek multimedia, rubrik kolaboratif), hasil kompetensi tak terdeteksi.
5. Kapasitas guru & dukungan profesional rendah
Kurang pelatihan desain aktivitas berteknologi tinggi dan bimbingan metode kolaboratif; guru kembali ke ceramah karena nyaman/efisien.
6. Kultur sekolah & manajemen kelas
Sekolah belum membangun praktik kolaboratif/eksperimental (mis. toleransi kegagalan, pembelajaran inquiry) sehingga teknologi tidak dipakai untuk eksperimen pedagogis.
Intinya: teknologi adalah alat. Untuk berdampak, harus ada desain instruksional yang jelas tujuan, aktivitas,
penilaian dan guru yang mengintegrasikannya secara pedagogis.
2. Model ASSURE: pemakaian rinci untuk topik “Konflik Global dan Upaya Perdamaian”
Model ASSURE = Analyze learners State objectives Select methods, media, and materials Utilize media and materials Require learner participation Evaluate and revise.
A. Analyze Learners (Analisis Peserta Didik)
Langkah: Kumpulkan data tentang kemampuan, gaya belajar, literasi digital, pengetahuan prasyarat, sikap terhadap isu global, nilai budaya sekolah, dan kecenderungan partisipasi.
Aplikasi untuk topik:
1. Survei awal (LMS) untuk mengukur: prior knowledge tentang konflik global, kemampuan analisis sumber, keterampilan debat dan kolaborasi, dan tingkat empati (skala singkat).
2. Identifikasi variasi: beberapa siswa kuat analitis, beberapa kurang nyaman berbicara depan umum, sebagian punya pengalaman keluarga terkait migrasi/immigran.
Bagaimana memecahkan masalah sekolah:
Memungkinkan desain aktivitas yang menyesuaikan perbedaan (differentiation): tugas analisis untuk yang kuat berpikir, scaffold untuk yang butuh dukungan, peran non-verbal (editor, peneliti) bagi siswa pemalu.
S. State Objectives (Rumuskan Tujuan secara Spesifik dan Terukur)
Langkah: Tulis tujuan perilaku (SMART / measurable) dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor/sosial.
Contoh tujuan untuk satu unit (2–3 pertemuan):
1. Kognitif: Siswa dapat menganalisis tiga faktor penyebab konflik etnis di negara X dan menilai dampak sosial-ekonomi-nasionalnya dengan rubrik skor ≥ 3/4.
2. Afektif: Siswa menunjukkan peningkatan empati—terukur lewat refleksi tertulis dan peer-rating—dengan skor rata-rata minimal 70% pada rubrik empati.
3. Psikomotor/sosial: Dalam proyek kelompok, siswa mampu merancang dan menyajikan strategi perdamaian berbasis bukti, mengorganisasi peran, dan bekerjasama efektif sesuai rubrik kolaborasi.
Bagaimana memecahkan masalah:
Tujuan terukur memaksa penggunaan alat
penilaian yang sesuai (portofolio, rubrik) sehingga
penilaian keluar dari hanya hafalan.
S. Select Methods, Media, and Materials (Pilih Metode & Media)
Langkah: Pilih metode pembelajaran dan media teknologi yang mendukung tujuan. Pastikan alignment tujuan ↔ aktivitas ↔
penilaian.
Contoh pilihan (untuk topik konflik global):
1) Metode: Inquiry-based learning, jigsaw, debate, simulation / role-play (negotiation), project-based learning.
2) Media & bahan: artikel berita internasional (LMS), database video (dokumen, wawancara korban/aktivis), peta interaktif, forum diskusi LMS, Google Docs/Padlet untuk kolaborasi, proyektor interaktif untuk analisis dokumen, aplikasi polling real-time, platform simulasi diplomasi (jika tersedia).
Mengatasi masalah:
Teknologi digunakan untuk aktivitas berpikir (analisis sumber primer, simulasi), bukan hanya presentasi; topik diberi konteks global, bukan hanya buku teks.
U. Utilize Media and Materials (Gunakan/Implementasikan Media & Bahan)
Langkah: Rencanakan detail implementasi: persiapan teknis, orientasi siswa ke tools, langkah penggunaan, backup plan.
Contoh implementasi:
1) Sebelum kelas: unggah paket bahan di LMS (video 6–8 menit, 2 artikel, instruksi tugas).
2) Di kelas: 1) warm-up polling live (proyektor interaktif), 2) jigsaw: tiap kelompok ahli baca satu artikel; gunakan Google Docs untuk mencatat temuan, 3) simulasi mini: peran delegasi negara/NGO, gunakan breakout rooms (mobile/laptop), 4) publikasi hasil di Padlet + peer review.
3) Teknis: cek koneksi, buat panduan singkat penggunaan LMS, siapkan versi offline PDF.
Mengatasi masalah:
Memastikan teknologi berfungsi sebagai mediator kegiatan pembelajaran (bukan distraktor). Orientasi meminimalkan hambatan teknis sehingga siswa fokus ke aktivitas kognitif/afektif.
R. Require Learner Participation (Memastikan Partisipasi Aktif)
Langkah: Rancang aktivitas yang memaksa interaksi nyata dan bertanggung jawab: peran, tugas berkontribusi, penugasan antar-anggota yang jelas.
Contoh aktivitas partisipatif:
1) Jigsaw experts: siswa menjadi “pakar” topik kecil (sejarah, penyebab ekonomi, peran internasional) lalu mengajarkan ke kelompok dasar.
2) Debate struktur, tetapi dengan aturan evidence-based: tiap klaim harus didukung sumber yang diunggah di LMS.
3) Simulasi perundingan perdamaian—setiap siswa memegang peran (delegasi, mediator, wartawan). Output: naskah perundingan dan press release.
4) Refleksi empati: menulis surat imajiner kepada korban atau menyiapkan video testimonial.
Mengatasi masalah:
Partisipasi terstruktur mengoptimalkan potensi analitis siswa, membangun empati lewat peran, dan melatih soft skills (negosiasi, komunikasi).
E. Evaluate and Revise (Evaluasi & Revisi)
Langkah: Gunakan
penilaian formatif (selama proses) dan sumatif (produk akhir), kumpulkan data, dan revisi desain.
Contoh instrumen & proses evaluasi:
1. Formatif: kuis singkat di LMS, observasi rubrik kolaborasi, jurnal mingguan.
2. Sumatif: proyek kelompok (strategi perdamaian + presentasi) dinilai dengan rubrik multi-dimensi (kognitif, afektif, kolaborasi), portofolio individu (refleksi, kontribusi), peer assessment.
3. Review: pertemuan guru reflektif untuk menilai: efektivitas media, hambatan, kebutuhan scaffolding.
Mengatasi masalah:
Evaluasi komprehensif membuat kinerja berpikir kritis & empati terlihat; revisi berkelanjutan memperbaiki praktik guru dan penggunaan teknologi.
3. Refleksi kritis-holistik: kelebihan dan keterbatasan ASSURE untuk pembelajaran IPS kontekstual
Kelebihan ASSURE
1. Fokus pada integrasi media & pedagogi: membantu guru memilih media yang tepat untuk tujuan pembelajaran (bukan gadget-for-gadget).
2. Praktis & berorientasi pelaksanaan: memberikan langkah-langkah operasional (analisis siswa persiapan partisipasi evaluasi).
3. Mudah dipakai sebagai checklist bagi guru: cocok untuk guru yang ingin mengintegrasikan LMS/proyektor/mobile secara terencana.
4. Mendukung pembelajaran diferensiasi: analisis awal memaksa guru menyesuaikan materi dengan keragaman siswa.
5. Memfasilitasi asesmen formatif berbasis teknologi: LMS memudahkan kuis, rubrik digital, peer review, portofolio.
Keterbatasan ASSURE
1. Bukan model pedagogi utuh: ASSURE membantu penggunaan media tetapi tidak menyediakan teori pembelajaran mendalam (mis. bagaimana membangun argumen filosofis atau menangani konflik emosional intens). Perlu digabung dengan model pedagogi (PBL, inquiry, konstruktivis).
2. Bergantung pada kapasitas guru teknologi-pedagogis: tanpa pelatihan, langkah-langkah ASSURE bisa terlewati permukaan (mis. memilih media yang "menarik" tapi tidak mendalam).
3. Kurang menekankan dinamika nilai & etika langsung: isu konflik memerlukan fasilitasi emosional, manajemen trauma, dan mediasi — ASSURE tidak memberi panduan khusus itu.
4. Potensi teknokratik: fokus pada media bisa menimbulkan ilusi inovasi kalau pedagogi tidak berubah.
5. Keterbatasan waktu dan sumber daya: meski sekolah punya fasilitas, waktu persiapan, dukungan teknis, dan ruang kelas yang sesuai tetap diperlukan.
Sejauh mana ASSURE mendukung pembelajaran holistik IPS?
1. Kognitif: sangat mendukung pemilihan media dan aktivitas analitis dapat mengasah berpikir
kritis.
2. Afektif: berpotensi mendukung (refleksi digital, role-play), tetapi memerlukan fasilitasi sensitif
dari guru.
3. Sosial: mendukung bila aktivitas kooperatif dan
penilaian kolaboratif dirancang; ASSURE memberi kerangka namun guru harus menekankan aspek proses sosial.
4. Desain Pembelajaran Singkat (berbasis ASSURE) Topik: “Konflik Global dan Upaya Perdamaian”
Durasi: 3 x 45 menit (atau 2 x 90 menit) unit mini dengan output proyek simulasi perdamaian
A. Analisis Karakteristik Peserta Didik
1. Kelas: SMA unggulan, usia 16–17, mayoritas literasi digital tinggi.
2. Profil: kebanyakan mampu berpikir analitis, beberapa memerlukan scaffold berbicara publik; terbiasa menggunakan LMS & mobile.
3. Latar: umumnya peka isu global namun terbatas pada teks; mampu kerja tim; nyaman dengan diskusi online.
B. Tujuan Pembelajaran (SMART, terukur)
1. Kognitif: Dalam bentuk tertulis, siswa dapat menjelaskan minimal 4 faktor penyebab konflik global (politik, ekonomi, identitas, sumber daya) dan menganalisis dampaknya pada masyarakat lokal dan global dengan skor ≥ 75% pada rubrik analisis.
2. Afektif: Setelah simulasi, minimal 80% siswa mampu mengungkapkan refleksi empati yang menunjukkan pemahaman perspektif pihak-pihak terdampak (dinilai lewat rubrik refleksi).
3. Sosial/psikomotorik: Dalam kelompok, siswa dapat menyusun dan mempresentasikan rancangan diplomatic negotiation plan untuk kasus konflik fiksi dengan implementasi strategi perdamaian minimal 3 tindakan konkret, dinilai ≥ 70% pada rubrik kolaborasi & solusi.
C. Metode dan Media
1. Metode: Inquiry-based learning + jigsaw + simulation (negotiation role-play) + peer instruction.
2. Media & Material:
a) LMS: paket bahan (2 artikel, 1 video dokumenter 8 menit, peta interaktif).
b) Proyektor interaktif: untuk polling & menampilkan peta/dokumen.
c) Google Docs / Padlet: kolaborasi dan publikasi hasil.
d) Breakout rooms (platform video conference) untuk simulasi.
e) Formative quiz di LMS (kahoot/quiz) untuk cek pemahaman.
f) Rubrik digital (Google Forms) untuk peer-review.
D. Keterlibatan Siswa (aktivitias langkah demi langkah)
Pertemuan 1 (45–90 menit)
1. Hook & Pre-assess (10 menit): polling interaktif: “Menurutmu, faktor terbesar penyebab konflik global saat ini?” (proyektor).
2. Jigsaw (30 menit): bagi menjadi 4 kelompok ahli: politik, ekonomi, identitas/kultural, sumber daya lingkungan. Tiap anggota baca artikel/video spesifik (tersedia di LMS), catat 3 bukti penyebab + 2 dampak.
3. Sharing & Synthesis (10–20 menit): kelompok gabung: tiap “pakar” mengajar anggota kelompoknya; hasil sintesis ditulis di Google Doc.
4. Formative quiz (5–10 menit): kuis singkat di LMS cek pemahaman fakta.
Pertemuan 2 (45–90 menit)
1. Simulasi Negotiation (60 menit):
a) Bentuk kelompok 5-6; tiap siswa berperan (delegasi negara A/B, mediator, NGO, wartawan). Kasus: konflik sumber daya fiktif.
b) Tugas kelompok: merancang agenda negosiasi, opsi perjanjian, dan kompromi. Gunakan Google Doc untuk drafting; moderator guru memantau breakout rooms.
2. Presentasi & Debrief (20–30 menit): masing-masing kelompok presentasi 7 menit; gunakan proyektor interaktif. Debrief fasilitasi guru: fokus pada bukti, etika, dan empati.
Tugas rumah:
Refleksi tertulis (500 kata) tentang perspektif pihak terdampak dan satu aksi nyata yang bisa siswa lakukan di lokal.
E.
Penilaian dan Umpan Balik
Instrumen:
1. Rubrik Analisis (kognitif): kelengkapan faktor penyebab, kedalaman analisis, referensi bukti.
2. Rubrik Kolaborasi & Negosiasi (sosial/psikomotor): kontribusi, komunikasi, kemampuan negosiasi, pemecahan masalah.
3. Rubrik Refleksi Empati (afektif): kedalaman refleksi, perspektif multiple, rencana aksi lokal.
4. Peer Assessment: tiap siswa memberi skor kontribusi rekan di Google Form.
5. Formative Quizzes & Observasi: hasil kuis + catatan observasi guru pada breakout rooms.
Umpan balik:
1. Format: kombinasi komentar tertulis di LMS (dikembalikan 3 hari kerja), umpan balik lisan setelah presentasi, dan peer feedback terstruktur.
2. Jadwal: feedback formatif segera (1–2 hari), feedback sumatif (rubrik skor + komentar dalam 5 hari).
Penutup :
1. Pelatihan guru singkat (micro-training) tentang desain pembelajaran berbasis ASSURE + strategi fasilitasi diskusi sensitif.
2. SOP teknis & backup (versi offline bahan) untuk mengurangi hambatan teknis.
3. Rubrik & alat
penilaian siap pakai agar
penilaian kompetensi abad-21 terstandardisasi.
4. Refleksi & revisi — guru bertemu tiap akhir unit untuk mengevaluasi praktik dan merevisi design.