“Analisis Kebijakan Penurunan
Stunting di Kabupaten Tanggamus”
Stunting adalah kondisi gangguan
pertumbuhan dan perkembangan anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis
dalam jangka waktu lama, yang dapat dimulai sejak masa kehamilan ibu hingga
anak berusia dua tahun. Kondisi ini ditandai dengan tinggi badan anak yang
lebih rendah dari standar rata-rata sesuai usianya, sering kali disebabkan oleh
malnutrisi ibu selama hamil, kurangnya pemberian ASI eksklusif, kualitas MPASI
yang tidak memadai, serta faktor seperti infeksi berulang, sanitasi buruk, dan
akses terbatas terhadap nutrisi serta pelayanan kesehatan. Di Indonesia,
stunting masih menjadi masalah serius dengan prevalensi tinggi, mencapai
sekitar 3 dari 10 anak, yang tidak hanya menghambat pertumbuhan fisik tetapi
juga berpotensi menurunkan kecerdasan, produktivitas, dan meningkatkan risiko
penyakit di masa dewasa. Meskipun tinggi badan pendek bisa dipengaruhi faktor
genetik, stunting khususnya melibatkan keterlambatan perkembangan signifikan
yang memerlukan intervensi dini untuk mencegah dampak jangka panjang seperti
gangguan kognitif dan penyakit metabolik (Kementerian Kesehatan, 2016).
Stunting merupakan salah satu
masalah publik utama di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, yang ditandai
dengan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi
kronis. Masalah ini berdampak pada kualitas sumber daya manusia jangka panjang,
seperti penurunan kemampuan kognitif, produktivitas rendah, dan beban ekonomi
bagi masyarakat serta pemerintah daerah.
Stunting di Kabupaten
Tanggamus, Lampung, merupakan isu publik krusial yang mencerminkan kegagalan
sistemik dalam pemenuhan hak anak atas gizi dan kesehatan, menyebabkan gangguan
pertumbuhan linear pada anak di bawah usia dua tahun. Masalah ini tidak hanya
menurunkan potensi fisik dan intelektual generasi muda, tetapi juga memperlemah
daya saing ekonomi daerah melalui peningkatan beban kesehatan jangka panjang
dan hilangnya produktivitas.
Dalam Sambutan
Bupati Tanggamus menyebutkan bahwa penurunan angka stunting merupakan bagian
dari prioritas pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD), karena menyangkut
masa depan anak-anak Tanggamus. “Kami tidak hanya melihat stunting sebagai masalah
kesehatan semata, tapi juga sebagai persoalan kualitas generasi penerus bangsa.
Kami targetkan angka stunting di Tanggamus turun signifikan hingga di bawah 14%
pada tahun ini. Ini bukan hanya target angka, tapi target masa depan,” ujar
Bupati. (https://tanggamus.go.id/)
Upaya dilakukan
melalui 10 Pasti Intervensi Serentak Pencegahan Stunting, seperti pendataan
calon pengantin, pendampingan ibu hamil dan balita, ketersediaan alat ukur
standar di Posyandu, edukasi gizi, serta pencatatan data real-time (https://tanggamus.go.id/)
Di Tanggamus, prevalensi stunting
menunjukkan tren penurunan dari 20,4% menjadi 17,1% pada tahun-tahun terakhir,
tetapi masih di atas target nasional di bawah 14%. Faktor penyebab utama
meliputi akses gizi yang terbatas, sanitasi buruk, pengetahuan orang tua
rendah, dan kurangnya intervensi dini di wilayah pedesaan seperti Kecamatan
Kota Agung dan Pekon Margoyoso. Prevalensi stunting di Tanggamus mencapai 17,1%
pada 2023, dengan upaya penurunan melalui intervensi gizi spesifik sehingga memerlukan
percepatan konvergensi lintas sektor untuk capai 10% pada 2025 (Hendra Wijayamega, 2025). Kasus stunting di
Tanggamus sering kali memerlukan home visit untuk pemantauan, menunjukkan
masalah akses layanan kesehatan primer (Sari et al., 2022). Penyuluhan
pencegahan stunting di Pekon Margoyoso efektif meningkatkan pengetahuan ibu,
tetapi tantangan tetap pada implementasi berkelanjutan (Rahman et al., 2024).
Faktor sanitasi dan
akses pangan menjadi pendorong utama stunting di wilayah pedesaan Tanggamus,
dengan intervensi dini kurang optimal selama pandemi (Kementerian Kesehatan RI,
2021). Penurunan stunting di Lampung, termasuk Tanggamus, dipengaruhi oleh
program gizi terpadu, meski tantangan koordinasi antar OPD tetap ada (Badan
Pusat Statistik Lampung, 2024).
sehingga dari masalah publik tersebut saya menyarankan beberapa kebijakan yang dapat diterapkan sebagai berikut dalam file pdf.