Nama : Kartinia Sari
NPM : 2426061019
Tugas 1
1. Pengertian dari "Manajemen" dan "Strategi" menurut 2 tokoh disertai dengan sumber kutipan.
Konsep manajemen merupakan inti dari ilmu administrasi yang sejak awal telah menjadi perdebatan para ahli. Definisi yang dikemukakan berbeda-beda, tetapi memiliki satu benang merah bahwa manajemen adalah upaya mengelola sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu definisi klasik yang sangat berpengaruh datang dari George R. Terry. Ia menyatakan bahwa “management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human beings and other resources.” (Terry, 1960). Definisi ini menekankan bahwa manajemen merupakan sebuah proses yang khas dan berbeda dengan aktivitas lain, karena terdiri atas empat fungsi utama yang saling berkaitan: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengendalian (controlling).
Keempat fungsi tersebut menjadikan manajemen sebagai sistem yang terstruktur. Perencanaan menuntun organisasi untuk memiliki arah dan sasaran yang jelas, pengorganisasian memastikan sumber daya dikelola secara efektif, pelaksanaan menjadi penggerak agar rencana dijalankan dengan tepat, dan pengendalian berfungsi untuk memantau serta memastikan bahwa hasil sesuai dengan standar. Definisi ini banyak digunakan dalam literatur manajemen karena memberikan gambaran praktis bagaimana organisasi seharusnya dikelola. Hingga kini, konsep empat fungsi manajemen ala Terry masih menjadi dasar dalam kurikulum manajemen modern, meskipun sudah diperkaya dengan perspektif baru seperti kepemimpinan partisipatif, inovasi, dan pengelolaan perubahan.
Berbeda dengan Terry yang menekankan aspek fungsional dan proses, Mary Parker Follett lebih menyoroti aspek manusiawi dari manajemen. Follett (1924) menyatakan bahwa “management is the art of getting things done through people.” Definisi ini sederhana namun memiliki makna yang sangat mendalam. Follett menekankan bahwa manajemen pada hakikatnya adalah seni, bukan sekadar ilmu. Seni yang dimaksud adalah keterampilan dalam menggerakkan orang lain, membangun kerja sama, menyelesaikan konflik, dan memotivasi bawahan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, menurut Follett, manajer bukan hanya seorang perencana dan pengendali, tetapi juga seorang pemimpin yang mampu memahami perilaku manusia dan mengarahkan mereka ke arah tujuan organisasi.
Definisi Follett menjadi sangat relevan dalam konteks modern, ketika organisasi tidak hanya dihadapkan pada tantangan teknis, tetapi juga tantangan sosial dan psikologis. Era globalisasi, digitalisasi, dan keragaman budaya menuntut manajer untuk tidak hanya menguasai keterampilan teknis, tetapi juga keterampilan interpersonal. Dengan kata lain, jika Terry menekankan ilmu dalam manajemen, maka Follett menekankan seni dalam manajemen. Kedua definisi ini saling melengkapi: organisasi membutuhkan proses yang sistematis sekaligus kepemimpinan yang humanis agar dapat berjalan efektif.
Selain manajemen, konsep strategi juga merupakan aspek vital dalam ilmu organisasi. Tokoh yang pertama kali mendefinisikan strategi secara sistematis adalah Alfred D. Chandler. Menurutnya, “strategy is the determination of the basic long-term goals and objectives of an enterprise, and the adoption of courses of action and the allocation of resources necessary for carrying out these goals.” (Chandler, 1962). Definisi ini menegaskan bahwa strategi berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, bukan hanya target jangka pendek. Lebih jauh, strategi menuntut organisasi untuk memilih langkah yang tepat dan mengalokasikan sumber daya secara efektif agar tujuan jangka panjang tersebut dapat tercapai.
Dalam definisi Chandler, strategi adalah kerangka kerja yang memberikan arah bagi organisasi, terutama dalam menghadapi lingkungan yang berubah. Organisasi tanpa strategi akan mudah kehilangan arah, sementara organisasi dengan strategi yang jelas dapat menjaga konsistensi dan kesinambungan. Oleh karena itu, pandangan Chandler menjadi fondasi bagi perkembangan ilmu manajemen strategis, karena ia berhasil menekankan hubungan antara tujuan jangka panjang, tindakan nyata, dan struktur organisasi yang mendukung pencapaian tujuan tersebut.
Pandangan Chandler kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Michael E. Porter, seorang pakar strategi yang sangat berpengaruh dalam era modern. Dalam artikelnya yang berjudul What is Strategy?, Porter (1996) menyatakan bahwa “strategy is the creation of a unique and valuable position, involving a different set of activities.” Definisi Porter menegaskan bahwa strategi bukan hanya tentang tujuan jangka panjang, tetapi juga tentang bagaimana organisasi menempatkan dirinya secara unik dalam persaingan. Ia menekankan bahwa strategi sejatinya adalah pilihan: memilih aktivitas apa yang akan dilakukan dan apa yang tidak akan dilakukan. Dengan cara ini, organisasi menciptakan diferensiasi dan keunggulan kompetitif yang sulit ditiru oleh pesaing.
Konsep Porter sangat relevan dalam era persaingan global yang ketat. Misalnya, sebuah perusahaan logistik tidak cukup hanya menetapkan tujuan jangka panjang (seperti dalam definisi Chandler), tetapi juga harus menentukan aktivitas unik yang membedakannya dari pesaing, misalnya dengan layanan berbasis digital atau jaringan distribusi yang lebih luas. Inilah esensi strategi menurut Porter: keunggulan kompetitif lahir dari perbedaan aktivitas yang dilakukan organisasi.
Jika keempat definisi di atas dibandingkan, terlihat bahwa manajemen menurut Terry berfokus pada proses fungsional yang sistematis, sedangkan Follett menekankan aspek seni dan hubungan manusia dalam menggerakkan organisasi. Sementara itu, strategi menurut Chandler berorientasi pada penentuan tujuan jangka panjang dan alokasi sumber daya, sedangkan Porter menekankan penciptaan posisi unik melalui diferensiasi aktivitas. Perbedaan ini memperlihatkan betapa luasnya cakupan ilmu manajemen dan strategi, sekaligus menunjukkan bahwa tidak ada satu definisi tunggal yang mampu menjelaskan semuanya.
Namun, justru melalui keberagaman definisi inilah kita mendapatkan pemahaman yang lebih utuh. Manajemen tanpa seni kepemimpinan akan kaku, sementara strategi tanpa diferensiasi akan mudah ditiru. Dengan menggabungkan pandangan Terry, Follett, Chandler, dan Porter, organisasi dapat membangun sistem internal yang solid sekaligus menciptakan posisi eksternal yang unik. Hal ini menjadikan organisasi tidak hanya efisien dalam mengelola sumber daya, tetapi juga efektif dalam menghadapi persaingan global yang semakin kompleks.
DAFTAR PUSTAKA
Chandler, A. D. (1962). Strategy and structure: Chapters in the history of the American industrial enterprise. Cambridge, MA: MIT Press.
Follett, M. P. (1924). Creative experience. New York, NY: Longmans, Green & Co.
Porter, M. E. (1996). What is strategy? Harvard Business Review, 74(6), 61–78. Diakses dari Harvard Business Review
Terry, G. R. (1960). Principles of management. Homewood, IL: Richard D. Irwin. Ringkasan definisi dapat dilihat di CMP World
2. Pilih salah satu organisasi publik, kemudian lakukan OHA terhadap organisasi publik tersebut.
Organisational Health Audit (OHA) Disdukcapil Kota Bandar
Lampung
1) Ruang Lingkup & Metodologi
Objek
audit: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bandar
Lampung.
Pendekatan: OHA berbasis Human Activity System (HAS) — menilai kesehatan
organisasi melalui faktor/unsur yang saling berelasi dan mempengaruhi kinerja
serta kesejahteraan pegawai (values, structure, atmosphere/relationship,
discipline/adaptation), dilanjutkan teknik diagnostik berurutan (symptoms →
framework → causes → tests → diagnosis → therapy).
2) OHA Berdasarkan Dimensi HAS
A.
Values (Nilai-Nilai) & Identity
Nilai inti
pelayanan cepat, akurat, dan adil telah tertuang di profil unit, namun
internalisasi nilai belum merata. Gejala yang muncul: keluhan masyarakat
terkait keramahan dan konsistensi pelayanan.
B.
Structure (Kerangka)
Struktur
organisasi jelas, namun koordinasi antarbagian masih lemah. Gejala: tumpang
tindih kewenangan antarbidang dan waktu tunggu layanan yang tidak konsisten.
C.
Atmosphere & Relationship
Hubungan
antarpegawai cukup harmonis, namun ketegangan meningkat saat terjadi lonjakan
permohonan. Gejala: penurunan kesabaran pegawai dan meningkatnya komplain
masyarakat.
D.
Discipline & Adaptation
Kedisiplinan
bervariasi; sebagian pegawai masih kurang disiplin pada jam sibuk. Adaptasi
terhadap layanan digital sudah dimulai, tetapi literasi digital masyarakat
masih menjadi kendala.
3) Teknik Diagnostik
Gejala
pokok: antrean panjang dan keluhan masyarakat.
Gejala terkait: koordinasi antarbidang lemah, adopsi digital rendah.
Hipotesis: kurangnya manajemen SDM dan integrasi sistem digital.
Diagnosis: kelemahan pada struktur, atmosfer, dan adaptasi.
Terapi: pelatihan pegawai, integrasi sistem antrean online, penguatan
koordinasi lintas bidang.
4) Environmental Scanning (ES)
Faktor
eksternal yang memengaruhi Disdukcapil: demografi (lonjakan permohonan
musiman), sosial-budaya (hari besar agama), kebijakan nasional, serta teknologi
(digitalisasi layanan publik).
5) Indikator Kinerja & Target Perbaikan
- Average
Waiting Time (AWT): target -30% dalam 3 bulan.
- First-Time Right (FTR) dokumen daring: +25% dalam 3 bulan.
- Customer Satisfaction Score (CSAT): +15 poin.
- Kepatuhan SOP & pelatihan digitalisasi untuk semua pegawai frontliner.
OHA
menunjukkan tiga fokus perbaikan utama: (1) penegasan process ownership &
SLA antarfungsi (struktur), (2) penguatan budaya layanan yang tahan stres
(values & atmosphere), (3) percepatan adopsi digital yang inklusif
(discipline & adaptation). Dengan implementasi ini, Disdukcapil diharapkan
mampu meningkatkan kualitas layanan publiknya.
Lampiran: Tabel OHA Disdukcapil
|
Dimensi
|
Gejala (Symptoms)
|
Diagnosis
|
Terapi (Perbaikan)
|
|
Values (Nilai-Nilai)
|
Kurangnya internalisasi nilai
pelayanan prima; keluhan keramahan.
|
Nilai organisasi tidak sepenuhnya
dihayati pegawai.
|
Pelatihan layanan prima &
coaching nilai organisasi.
|
|
Structure (Kerangka)
|
Tumpang tindih kewenangan,
koordinasi lemah.
|
SOP dan SLA antarbagian belum
jelas.
|
Penetapan Process Owner, SOP
terintegrasi, SLA yang tegas.
|
|
Atmosphere & Relationship
|
Ketegangan meningkat saat
lonjakan permohonan, menurunnya courtesy.
|
Budaya kerja rentan stres;
mekanisme cooling down kurang.
|
Rotasi loket, microbreaks,
briefing rutin, coaching atasan.
|
|
Discipline & Adaptation
|
Kedisiplinan bervariasi; literasi
digital rendah; antrean online kurang efektif.
|
Kepatuhan SOP belum merata;
adopsi digital belum optimal.
|
Pengawasan disiplin, sosialisasi
digital, help desk digital, kios layanan mandiri.
|