NAMA: RATIH APRIYANI
NPM: 2413031073
1. Penjelasan Teori Positif Akuntansi atas Perilaku PT IndoEnergi
Menurut Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory – PAT) yang dikemukakan oleh Watts & Zimmerman (1978, 1986), pilihan kebijakan akuntansi perusahaan dapat dijelaskan melalui tiga hipotesis utama yang menggambarkan motivasi ekonomi manajer:
A. Hipotesis Rancangan Bonus (Bonus Plan Hypothesis):
Manajer yang menerima kompensasi berbasis laba memiliki insentif untuk menyesuaikan metode akuntansi guna mempengaruhi hasil laba. Misalnya, perubahan metode depresiasi dapat digunakan untuk mempercepat atau menunda pengakuan beban agar laba di periode tertentu meningkat atau menurun sesuai kebutuhan kontrak bonus.
B. Hipotesis Kontrak Utang (Debt Covenant Hypothesis):
Manajemen mungkin memilih metode akuntansi yang membantu menghindari pelanggaran perjanjian utang (debt covenant). Dalam konteks depresiasi, perubahan metode dapat dilakukan untuk mempengaruhi rasio keuangan agar tetap sesuai dengan batas yang ditetapkan pemberi pinjaman.
C. Hipotesis Biaya Politik (Political Cost Hypothesis):
Perusahaan besar, terutama yang bergerak di sektor strategis seperti energi, sering menghadapi tekanan politik dan perhatian publik. Untuk mengurangi sorotan, beban pajak, atau ekspektasi dividen, manajemen dapat menurunkan laba secara sengaja melalui metode depresiasi yang mempercepat pengakuan beban, seperti saldo menurun ganda (double-declining balance).
Dalam kasus PT IndoEnergi Tbk, perubahan metode depresiasi dari garis lurus menjadi saldo menurun ganda menyebabkan peningkatan beban depresiasi pada awal masa manfaat aset, sehingga laba tahun berjalan menurun. Berdasarkan ketiga hipotesis di atas, perilaku ini dapat diinterpretasikan sebagai upaya manajemen untuk mengatur laba demi tujuan strategis — baik dalam konteks penghematan pajak, negosiasi utang, maupun pengelolaan persepsi investor dan publik.
2. Perbandingan dengan Praktik di Negara Lain (AS dan IFRS)
Baik US GAAP maupun IFRS memperbolehkan perubahan metode depresiasi asalkan ada dasar ekonomi yang jelas dan pengungkapan yang memadai.
a. Berdasarkan IAS 16 (Property, Plant and Equipment), perubahan metode depresiasi diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi, bukan kebijakan akuntansi, dan harus berlaku prospektif. Manajemen wajib menjelaskan alasan perubahan serta dampaknya terhadap laporan keuangan.
b. US GAAP (ASC 250) mengatur hal serupa, namun menekankan pengungkapan transparan atas alasan dan dampak kuantitatif dari perubahan tersebut.
Penggunaan metode saldo menurun ganda cukup umum untuk aset dengan manfaat ekonomi yang menurun lebih cepat pada tahun-tahun awal, seperti mesin, peralatan industri, atau aset proyek energi.
c. Secara global, praktik ini tidak luar biasa, karena banyak perusahaan menggunakan fleksibilitas metode depresiasi sebagai alat manajemen laba (earnings management) yang masih berada dalam koridor legal dan etis. Studi empiris seperti Healy & Wahlen (1999) dan Holthausen (1990) menunjukkan bahwa praktik semacam ini sering kali dimotivasi oleh tujuan kontraktual dan fiskal, bukan semata-mata manipulasi laporan keuangan.
3.
Penilaian Kritis terhadap Teori Positif Akuntansi
Teori Positif Akuntansi memang relevan dan kuat dalam menjelaskan perilaku manajerial seperti yang dilakukan PT IndoEnergi.
PAT berasumsi bahwa manajer bertindak rasional untuk memaksimalkan utilitas pribadi — misalnya dengan mengubah metode depresiasi guna mengatur laba, pajak, atau ekspektasi dividen. Pendekatan ini didukung oleh banyak penelitian empiris yang menegaskan pengaruh nyata dari insentif ekonomi, kontrak bonus, serta tekanan politik terhadap pilihan kebijakan akuntansi perusahaan.
Namun demikian, PAT juga memiliki keterbatasan, terutama dalam konteks pelaporan keuangan modern dan lintas negara. Teori ini:
1. Terlalu berfokus pada motif ekonomi dan oportunistik, sehingga kurang memperhatikan aspek etika, tanggung jawab sosial, dan tata kelola perusahaan (corporate governance).
2. Tidak sepenuhnya mempertimbangkan perbedaan institusional dan budaya akuntansi antarnegara — misalnya, sistem pengawasan di AS lebih ketat dibanding di Indonesia, sehingga peluang untuk menggunakan kebijakan akuntansi secara oportunistik lebih kecil.
Kurang memperhatikan faktor eksternal baru seperti ESG (Environmental, Social, and Governance) yang kini turut mempengaruhi pilihan pelaporan keuangan.
3. Dengan demikian, meskipun PAT efektif menjelaskan motivasi ekonomi di balik keputusan akuntansi, pemahaman yang lebih komprehensif perlu menggabungkan pendekatan lain seperti Teori Legitimasi dan Teori Institusional, agar dapat menggambarkan perilaku akuntansi dalam konteks global yang lebih kompleks dan multidimensional