ACTIVITY: RESUME

ACTIVITY: RESUME

ACTIVITY: RESUME

Jumlah balasan: 25

Ketiklah disini resume singkat esensi dari  jurnal  di atas.

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Nasroh Aulia -
Nama : Nasroh Aulia
NPM : 2413031004

Jurnal “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” membahas isu pokok dalam akuntansi keuangan yaitu pengukuran aset dan liabilitas, khususnya perbedaan antara historical cost dan fair value. Historical cost mengukur aset berdasarkan harga perolehan awal dan hanya berubah bila terjadi penurunan nilai, sedangkan fair value merefleksikan kondisi ekonomi saat ini melalui nilai pasar. IFRS semakin banyak mengadopsi fair value karena dianggap lebih relevan dan objektif, meskipun pada saat pengakuan awal umumnya masih menggunakan historical cost.

Penggunaan fair value memiliki keunggulan dalam meningkatkan relevansi, objektivitas, dan keterbandingan laporan, terutama pada instrumen keuangan. Namun, kelemahan muncul pada aset non-keuangan karena nilai pasar sering sulit ditentukan secara andal, sehingga berisiko menghasilkan informasi yang tidak tepat. Selain itu, pengakuan keuntungan dari revaluasi fair value dapat menimbulkan laba yang belum direalisasi dan berpotensi mengganggu pemeliharaan modal fisik perusahaan.

Krisis keuangan global memperlihatkan keterbatasan fair value karena harga pasar yang jatuh drastis menyebabkan nilai aset turun tajam dan memperburuk kondisi laporan keuangan. Beberapa lembaga, seperti SEC dan FASB, kemudian mengizinkan penggunaan alternatif berbasis estimasi arus kas. Kesimpulannya, jurnal ini menegaskan bahwa tidak ada dasar tunggal yang sepenuhnya ideal, kombinasi antara historical cost dan fair value sesuai jenis aset serta kondisi pasar diperlukan agar informasi akuntansi tetap relevan, andal, dan bermanfaat bagi pengguna laporan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Mourien Ganesti -
Nama : Mourien Ganesti
Npm : 2413031013

Artikel ini secara terperinci mengkaji diskusi utama dalam akuntansi keuangan yang menyangkut penggunaan biaya historis dibandingkan dengan nilai wajar, dengan penekanan pada kerangka Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS). Artikel ini menekankan bahwa pengukuran nilai adalah komponen penting dalam akuntansi modern, mencakup usaha untuk menyatukan US GAAP dan IFRS, penerapan nilai wajar baik saat pengakuan awal maupun pada tanggal neraca, serta kemungkinan revisi metode pengukuran di situasi krisis ekonomi. Walaupun IFRS semakin mengarah pada nilai wajar, khususnya untuk laporan di akhir periode, sebagian besar aset dan liabilitas masih dinilai berdasarkan biaya historis saat pengakuan pertama, kecuali untuk instrumen keuangan dan aset biologis yang sering kali diwajibkan untuk mengadopsi nilai wajar dari awal. Diskusi yang dikeluarkan oleh International Accounting Standards Board (IASB) pada tahun 2005 secara jelas menyarankan agar semua aset dan liabilitas dinilai dengan menggunakan nilai wajar mulai dari pengakuan awal, dengan argumen bahwa pendekatan ini akan meningkatkan relevansi dan keandalan informasi keuangan bagi para pengguna. Meskipun demikian, artikel ini mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait dengan keandalan pengukuran nilai wajar pada aset non-keuangan, terutama ketika pasar aktif tidak tersedia, yang sering kali bergantung pada estimasi subjektif berdasarkan spesifikasi entitas. Selain itu, ada risiko signifikan terkait pengakuan dan distribusi keuntungan yang belum direalisasikan, yang dapat menyesatkan laporan keuangan dan mengancam stabilitas modal perusahaan. Krisis keuangan global yang baru-baru ini terjadi semakin memperparah perdebatan ini, dengan banyak pihak termasuk pengawas dan politisi menyerukan penangguhan sementara penerapan nilai wajar pada instrumen keuangan, karena keruntuhan pasar menyulitkan penetapan nilai wajar yang akurat. Sebagai kesimpulan, artikel ini menyatakan bahwa pengukuran nilai wajar memang memberikan informasi yang relevan, namun perlu dilengkapi dengan langkah-langkah untuk mencegah distribusi keuntungan yang tidak nyata. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan integrasi antara kedua metode pengukuran (nilai wajar dan nilai spesifik entitas) dengan seimbang, serta menyajikan data nilai wajar sebagai informasi tambahan atau alternatif, terutama untuk aset non-keuangan, demi menghindari potensi erosi modal fisik.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Alya Khoirun Nisa -
Nama: Alya Khoirun Nisa
Npm: 2413031019

Jurnal ini membicarakan perbedaan antara historical cost dan fair value sebagai dasar dalam mengukur aset dan liabilitas dalam akuntansi keuangan. Historical cost mengukur aset dan liabilitas berdasarkan harga saat membeli, sedangkan fair value menunjukkan nilai pasar saat ini. IFRS kini lebih mendorong penggunaan fair value, terutama untuk instrumen keuangan, properti investasi, dan aset biologis, karena dianggap lebih tepat dan objektif dibanding historical cost. Namun, penggunaan fair value juga membawa risiko, terutama untuk aset non-keuangan yang tidak memiliki pasar yang aktif, sehingga pengukurannya sering bergantung pada perkiraan yang subjektif dari manajemen.

Penulis menekankan bahwa fair value memberikan informasi yang lebih baik bagi pembaca laporan keuangan, tetapi bisa berisiko jika keuntungan dari revaluasi yang belum terjadi dimasukkan ke dalam laba.
Dalam situasi krisis keuangan, penggunaan fair value justru dipertanyakan karena dapat memperparah ketidakstabilan pasar. Oleh karena itu, Dvořáková menyimpulkan bahwa menggabungkan historical cost dan fair value adalah pilihan terbaik: fair value cocok digunakan untuk instrumen keuangan, sedangkan metode pengukuran yang berbasis pada entity-specific atau historical cost masih relevan untuk aset non-keuangan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Nurida Elsa -
Nama: Nurida Elsa
NPM: 2413031012


Artikel yang berjudul "Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting" membahas dua metode utama dalam mengukur nilai aset dan kewajiban dalam akuntansi keuangan, yaitu biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Pengukuran ini dilakukan pada dua waktu penting, yaitu saat pertama kali aset atau kewajiban diakui dan pada saat penyusunan laporan keuangan (tanggal neraca). Metode biaya historis mencatat nilai aset berdasarkan harga pembeliannya dan hanya mengalami penurunan jika terjadi penurunan nilai aset. Sedangkan metode nilai wajar mencerminkan harga pasar saat ini yang lebih relevan dengan kondisi ekonomi terkini.Nilai wajar biasanya memberikan informasi yang lebih tepat dan dapat dibandingkan bagi pengguna laporan keuangan, namun metode ini memiliki risiko karena membutuhkan estimasi dan data yang bisa saja subjektif, terutama ketika pasar aktif tidak tersedia. Dalam periode krisis keuangan, penerapan nilai wajar menjadi sulit karena harga pasar sulit ditentukan secara andal, sehingga beberapa regulator mengizinkan penggunaan metode alternatif agar laporan keuangan tidak terlalu volatile. Standar akuntansi internasional (IFRS) sendiri mulai banyak mengadopsi pengukuran nilai wajar, terutama untuk instrumen keuangan dan aset biologis, walaupun untuk sebagian besar aset masih menggunakan biaya historis pada pengakuan awalnya.Krisis keuangan menguji keandalan penggunaan nilai wajar karena pasar yang tidak likuid menyebabkan harga tidak realistis. Hal ini memunculkan diskusi tentang apakah metode nilai wajar harus tetap dipakai atau disesuaikan pada kondisi pasar yang berubah-ubah tersebut. Kesimpulannya, kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penggunaan nilai wajar memberikan informasi yang lebih relevan namun berisiko, sementara biaya historis lebih stabil namun informasinya bisa kurang up-to-date. Oleh karena itu, kombinasi kedua metode ini dianggap dapat memberikan gambaran yang paling lengkap dan bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan dalam membuat keputusan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Nashita Shafiyah -
Nama : Nashita Shafiyah
NPM : 2413031009

Artikel ini membahas perbedaan dan perdebatan antara penggunaan historical cost dan fair value dalam pengukuran aset serta kewajiban pada akuntansi keuangan. Historical cost berlandaskan pada harga perolehan awal suatu aset, sehingga relatif stabil, mudah diverifikasi, dan tidak bergantung pada fluktuasi pasar. Namun, metode ini sering dianggap kurang relevan karena tidak mencerminkan kondisi ekonomi terkini, terutama pada instrumen keuangan yang nilainya cepat berubah. Sebaliknya, fair value menawarkan informasi yang lebih sesuai dengan kondisi pasar saat ini, meski membawa risiko ketidakpastian karena bergantung pada estimasi, volatilitas harga, serta ketersediaan pasar aktif.

Dalam perkembangannya, IFRS (International Financial Reporting Standards) semakin mendorong penggunaan fair value, baik pada saat pengakuan awal maupun di tanggal laporan keuangan. Beberapa standar, seperti IAS 16 dan IAS 38, masih memberi opsi historical cost, namun standar lain seperti IAS 40 (Properti Investasi), IAS 39 (Instrumen Keuangan), dan IAS 41 (Agrikultur) lebih mengutamakan fair value. Penekanan ini didasari anggapan bahwa informasi berbasis fair value lebih relevan, objektif, dan dapat diperbandingkan antar entitas. Meski demikian, penerapan penuh fair value tidak lepas dari kritik, khususnya pada aset non-keuangan yang sulit dinilai dengan harga pasar, sehingga sering menimbulkan masalah reliabilitas dan potensi manipulasi.

Penulis juga menyoroti konteks krisis keuangan global, di mana penerapan fair value justru dipandang memperburuk keadaan karena nilai pasar aset anjlok drastis dan sulit diverifikasi. Hal ini memicu perdebatan apakah fair value tetap layak dipakai pada masa krisis atau perlu digantikan sementara oleh metode lain yang lebih konservatif. Pada akhirnya, artikel ini menekankan bahwa tidak ada satu metode yang sempurna. Historical cost memberi kestabilan, sementara fair value menawarkan relevansi, sehingga keduanya sebaiknya dilihat sebagai pendekatan saling melengkapi agar laporan keuangan benar-benar bermanfaat bagi pengambil keputusan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Alissya Putri Kartika -

Nama : Alissya Putri Kartika 

NPM : 2413031011

Jurnal “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” karya Dana Dvořáková (2009) membahas perbedaan antara biaya historis dan nilai wajar dalam akuntansi. Biaya historis mencatat aset berdasarkan harga perolehan awal, dianggap lebih andal dan objektif, tetapi kurang mencerminkan kondisi ekonomi saat ini. Sementara itu, nilai wajar menunjukkan harga pasar terkini sehingga lebih relevan, namun bisa kurang andal jika pasar tidak aktif atau data sulit diperoleh. Dalam IFRS, banyak standar mulai menggunakan nilai wajar—seperti pada aset keuangan, properti investasi, dan aset biologis—meski umumnya masih memakai biaya historis saat pengakuan awal. Dvořáková menilai penggunaan nilai wajar berisiko, terutama saat terjadi krisis keuangan, karena dapat menurunkan nilai aset secara drastis dan membuat laba tidak realistis. Kesimpulannya, kombinasi antara biaya historis dan nilai wajar dianggap paling tepat agar laporan keuangan tetap relevan sekaligus andal.

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Rahma Amelia -
Nama: Rahma Amelia
NPM: 2413031026

Artikel ini membahas dua pendekatan utama dalam pengukuran akuntansi, yaitu historical cost (biaya historis) dan fair value (nilai wajar). Historical cost mengukur aset berdasarkan harga perolehan awal dan hanya berubah jika terjadi penurunan nilai (impairment). Sementara itu, fair value mencerminkan nilai pasar saat ini, yaitu harga yang disepakati antara pihak yang mengetahui kondisi pasar.

Menurut penulis, International Financial Reporting Standards (IFRS) kini cenderung mendorong penggunaan nilai wajar karena dianggap lebih relevan dan informatif, terutama untuk instrumen keuangan. Namun, penggunaan biaya historis dinilai lebih stabil dan mudah diverifikasi. Perdebatan muncul karena nilai wajar sering kali sulit diukur jika tidak ada pasar aktif, sehingga bisa menimbulkan ketidakpastian dan risiko dalam laporan keuangan.

Selain itu, artikel ini menyoroti dampak krisis keuangan global terhadap penggunaan nilai wajar. Pada masa krisis, banyak pihak mempertanyakan keandalan nilai wajar karena harga pasar menjadi tidak stabil. Oleh karena itu, beberapa lembaga seperti SEC dan FASB mengizinkan metode alternatif berbasis estimasi arus kas masa depan.

Kesimpulannya, tidak ada satu metode yang paling benar. Penulis menyarankan agar akuntansi menggunakan kombinasi antara fair value dan entity-specific measurement untuk memberikan informasi yang relevan sekaligus andal bagi pengguna laporan keuangan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Nayla Andara -
Nama: Nayla Andara
NPM: 2413031018

Jurnal ini membahas dua konsep utama pengukuran dalam akuntansi keuangan, yaitu biaya historis (historical costs) dan nilai wajar (fair value). Pengukuran menjadi isu sentral dalam pelaporan keuangan dan standar akuntansi internasional seperti IFRS dan US GAAP saat ini tengah mengupayakan konvergensi dalam penggunaan nilai wajar.

Biaya historis mengukur aset dan kewajiban berdasarkan harga perolehan pada saat pembelian, yang hanya disesuaikan jika terjadi penurunan nilai (impairment). Sebaliknya, pengukuran nilai wajar merefleksikan kondisi ekonomi saat ini dengan penilaian kembali aset dan kewajiban pada tanggal neraca menggunakan harga pasar yang relevan, atau teknik pendekatan pasar lainnya jika harga pasar tidak tersedia.

IFRS cenderung mengutamakan penggunaan nilai wajar terutama pada tanggal neraca, meskipun pada pengakuan awal masih banyak aset dan kewajiban yang diukur dengan biaya historis. Standar seperti IAS 41 tentang pertanian dan IAS 39 tentang instrumen keuangan mengharuskan penggunaan nilai wajar sejak pengakuan awal.

jurnal ini juga membahas kriteria pemilihan basis pengukuran yang tepat, yaitu reliabilitas dan relevansi. Nilai wajar dianggap lebih relevan karena mencerminkan harga pasar dan ekspektasi pasar, namun dalam praktik, terutama untuk aset non-keuangan yang tidak memiliki pasar aktif, pengukuran nilai wajar dapat mengandung unsur estimasi subjektif yang mengurangi reliabilitasnya.

Jurnal juga menyoroti dampak krisis keuangan global terhadap penerapan pengukuran nilai wajar. Pada masa krisis, sulit untuk menentukan nilai wajar yang andal karena pasar yang tidak likuid atau tidak aktif, sehingga ada kecenderungan untuk kembali menggunakan pengukuran berdasarkan entitas (entity-specific measurement) atau biaya historis. Regulasi di Amerika Serikat bahkan mengizinkan metode alternatif untuk penilaian aset yang tidak memiliki pasar aktif.

jadi dapat disimpulkan bahwa pengukuran nilai wajar memberikan informasi yang lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan tetapi membawa risiko terutama jika laba unrealized hasil revaluasi langsung diakui. Oleh karena itu, penggunaan kedua konsep pengukuran, nilai wajar dan biaya historis, secara simultan dapat memberikan informasi yang lebih lengkap dan mengurangi risiko distorsi informasi. Nilai wajar lebih sesuai untuk instrumen keuangan, sementara biaya historis sering lebih dapat diandalkan untuk aset non-keuangan tertentu.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Amara Gusti Kharisma -
Nama : Amara Gusti Kharisma
NPM : 2413031033

"Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting" 

Artikel ini membahas dua metode utama pengukuran aset dan kewajiban dalam akuntansi keuangan, yaitu biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Dalam akuntansi, pengukuran aset dan kewajiban penting dilakukan pada dua momen utama: saat pengakuan awal dan saat penyusunan neraca (balance sheet day). Biaya historis mengacu pada nilai aset dan kewajiban berdasarkan harga perolehan saat transaksi terjadi. Nilai ini hanya akan berkurang apabila terjadi penurunan nilai (impairment) yang diukur berdasarkan kondisi khusus entitas. Sedangkan, nilai wajar mencerminkan kondisi ekonomi saat ini dengan mengacu pada harga pasar yang wajar, yaitu harga yang disepakati oleh pihak-pihak yang memahami kondisi aset dan tidak berada dalam tekanan transaksi.

Standar Internasional Pelaporan Keuangan (IFRS) banyak menggunakan metode nilai wajar terutama pada saat penyusunan neraca, meskipun pada pengakuan awal aset dan kewajiban biasanya masih memakai biaya historis. Penggunaan nilai wajar memberikan keuntungan berupa informasi yang lebih relevan dan objektif bagi para pengguna laporan keuangan karena mencerminkan nilai pasar terkini.

Namun, terdapat tantangan dalam penerapan nilai wajar, terutama ketika pasar aktif tidak tersedia sehingga penentuan nilai harus menggunakan estimasi subjektif yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan risiko ketidakandalan informasi. Masalah ini terasa lebih signifikan pada aset non-keuangan dan saat terjadi krisis keuangan ketika pasar tidak likuid. Artikel juga menyoroti bahwa di masa krisis keuangan, ada kecenderungan penggunaan kembali metode pengukuran yang berbasis pada kondisi khusus entitas (entity-specific measurement) untuk mengurangi risiko volatilitas nilai wajar yang dapat memperparah kondisi keuangan perusahaan.

Kesimpulannya, tidak ada satu metode pengukuran yang paling tepat untuk semua situasi. Penggunaan biaya historis dan nilai wajar sebaiknya dipadukan untuk memberikan informasi yang benar dan bermanfaat kepada pengguna laporan keuangan. Nilai wajar lebih cocok digunakan untuk instrumen keuangan, sementara pengukuran berbasis kondisi entitas terkadang lebih tepat untuk aset non-keuangan. Artikel ini juga menyoroti isu risiko dan ketidakpastian dalam penerapan nilai wajar, terutama selama periode krisis, serta perlunya pendekatan yang hati-hati dan adaptif dalam pengukuran akuntansi demi menjaga akurasi dan relevansi laporan keuangan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Syifa Dwi Putriyani -
Nama: Syifa Dwi Putriyani
NPM: 2413031024

Jurnal berjudul “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” karya Dana Dvořáková membahas perbandingan dua pendekatan utama dalam pengukuran aset dan liabilitas, yaitu biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis menilai aset berdasarkan harga perolehannya saat pertama kali dibeli dan hanya berubah jika terjadi penurunan nilai. Pendekatan ini dikenal sederhana dan dapat diandalkan, namun sering dianggap kurang relevan karena tidak mencerminkan kondisi ekonomi terkini. Sebaliknya, nilai wajar menilai aset berdasarkan harga pasar saat ini, sehingga memberikan informasi yang lebih relevan, objektif, dan dapat dibandingkan. Hal ini membuatnya banyak diadopsi dalam standar IFRS, terutama pada pengukuran instrumen keuangan, properti investasi, dan aset biologis.

IASB mendorong penerapan nilai wajar tidak hanya pada saat pelaporan, tetapi juga ketika pengakuan awal jika dapat diukur secara andal. Tujuannya adalah untuk meningkatkan relevansi informasi keuangan sekaligus menjaga modal fisik. Namun, penerapan metode ini tidak lepas dari tantangan, seperti kesulitan menentukan nilai ketika pasar tidak aktif, adanya unsur subjektivitas dalam estimasi, dan risiko pengakuan laba yang belum terealisasi. Meski pengukuran berbasis pasar dianggap lebih relevan, pengukuran berbasis entitas terkadang lebih tepat digunakan untuk aset non-keuangan.

Pengalaman krisis keuangan global menunjukkan bahwa penerapan nilai wajar bisa menjadi sulit saat pasar tidak berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, beberapa regulator memperbolehkan penggunaan metode alternatif berbasis proyeksi arus kas masa depan. Kesimpulannya, tidak ada metode yang benar-benar sempurna. Kombinasi antara biaya historis dan nilai wajar dinilai mampu menghasilkan informasi yang lebih relevan, seimbang, dan andal, dengan nilai wajar lebih sesuai untuk instrumen keuangan dan biaya historis lebih tepat untuk aset non-keuangan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Eris Ana Dita -
Nama : Eris Ana Dita
Npm : 2413031017

Jurnal "Historical Costs Versus Fair Value in Financial Accounting membahas dua konsep utama pengukuran aset dan kewajiban dalam akuntansi keuangan, yaitu biaya historis (historical costs) dan pengukuran nilai wajar (fair value). Pengukuran diperlukan pada dua momen penting, yaitu saat pengakuan awal dan saat tanggal neraca. IFRS umumnya menggunakan nilai wajar saat tanggal neraca, sementara pengakuan awal masih didominasi biaya historis.

Nilai wajar dipandang lebih relevan dalam mencerminkan kondisi ekonomi saat ini dan memberikan informasi yang lebih objektif dan dapat dibandingkan dibandingkan biaya historis yang berbasis pada harga perolehan. Namun, pengukuran nilai wajar juga membawa risiko, terutama ketika nilai wajar tidak dapat diobservasi dari pasar aktif dan harus memperhitungkan subyektivitas manajemen.

Jurnal ini juga mengkaji dampak krisis keuangan terhadap pendekatan pengukuran, di mana terdapat kecenderungan penangguhan penggunaan nilai wajar karena ketidakpastian pasar dan kesulitan dalam menilai nilai wajar aset. Penulis menyimpulkan bahwa kombinasi antara pengukuran nilai wajar dan pengukuran spesifik entitas dapat memberikan informasi akuntansi yang lebih akurat dan mengurangi risiko distribusi laba yang tidak realistis.

Kesimpulan utama adalah tidak ada satu pendekatan pengukuran yang sempurna; nilai wajar sesuai untuk instrumen keuangan, tetapi untuk aset non-keuangan pengukuran spesifik entitas mungkin lebih tepat. Dalam kondisi krisis, penggunaan nilai wajar perlu dipertimbangkan kembali untuk menghindari dampak negatif pada pelaporan keuangan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Resti Gustin -
NAMA : Resti Gustin
NPM : 2413031020

Jurnal “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” membahas dua konsep utama dalam pengukuran aset dan kewajiban dalam akuntansi keuangan, yaitu biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis mengacu pada pencatatan aset berdasarkan harga perolehan awal, sedangkan nilai wajar mencerminkan kondisi ekonomi saat ini dengan menggunakan harga pasar. Jurnal ini mengulas penggunaan standar pelaporan keuangan internasional (IFRS) yang semakin mengadopsi pengukuran nilai wajar, terutama pada tanggal neraca, meskipun pada pengakuan awal aset dan kewajiban biasanya dicatat berdasarkan biaya historis.

Jurnal ini menyoroti beberapa alasan pergeseran menuju nilai wajar, seperti rendahnya potensi informasi dari biaya historis dalam beberapa kasus (misalnya investasi dan instrumen keuangan), kebutuhan untuk mempertahankan modal fisik, serta objektivitas dan keterbandingan pengukuran nilai wajar. Namun, juga dibahas risiko dan masalah penerapan nilai wajar, terutama ketika pasar aktif tidak ada atau selama masa krisis keuangan, yang dapat menyebabkan nilai wajar sulit diestimasi dengan andal.

Pada periode krisis, terjadi kecenderungan untuk menunda atau mengganti penggunaan nilai wajar dengan pengukuran berbasis entitas spesifik karena pasar tidak stabil. Jurnal menyimpulkan bahwa kedua pendekatan biaya historis dan nilai wajar sebaiknya digunakan secara komplementer agar informasi akuntansi tetap relevan dan dapat dipercaya. Nilai wajar lebih cocok untuk instrumen keuangan, sedangkan pengukuran berbasis entitas mungkin lebih tepat untuk aset non keuangan dalam beberapa kasus.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Waly Tanti Fitrani -
NAMA : WALY TANTI FITRANI
NPM : 2413031031

Jurnal “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” oleh Dana Dvořáková (2009) membahas perbedaan dan implikasi antara penggunaan biaya historis dan nilai wajar dalam pelaporan keuangan. Biaya historis mencatat aset dan kewajiban berdasarkan harga perolehannya, sedangkan nilai wajar mengukur berdasarkan harga pasar saat ini. Dalam perkembangan standar akuntansi internasional (IFRS), terjadi pergeseran menuju penerapan nilai wajar karena dianggap lebih relevan dan mencerminkan kondisi ekonomi aktual.

Namun, penulis menyoroti bahwa penggunaan nilai wajar juga membawa risiko, terutama saat pasar tidak aktif atau dalam kondisi krisis keuangan, karena penilaian menjadi kurang andal dan dapat menyebabkan fluktuasi besar dalam laporan keuangan. Dvořáková menegaskan bahwa meskipun nilai wajar memberikan informasi yang lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan, biaya historis tetap penting karena memberikan kestabilan dan keandalan data. Kesimpulannya, jurnal ini merekomendasikan pendekatan kombinasi antara pengukuran biaya historis dan nilai wajar untuk mencapai keseimbangan antara relevansi dan keandalan informasi akuntansi, sehingga laporan keuangan dapat lebih akurat mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara nyata.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Refamei Kudadiri -
Nama: Refamei Kudadiri
Npm: 2413031014

Artikel ini membahas perbandingan antara pengukuran biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value) dalam akuntansi keuangan. Menurut penulis, pengukuran merupakan aspek inti dari pelaporan keuangan karena menentukan bagaimana aset dan liabilitas diakui pada saat awal (initial recognition) dan pada tanggal neraca (balance sheet date).Dalam praktiknya, standar akuntansi internasional (IFRS) semakin mengarah pada penggunaan fair value, terutama untuk instrumen keuangan, properti investasi, dan aset biologis. Fair value dianggap lebih informatif karena mencerminkan kondisi ekonomi saat ini, memberikan relevansi dan komparabilitas yang lebih tinggi dibandingkan biaya historis. Namun, biaya historis tetap digunakan pada pengakuan awal karena dianggap lebih andal (reliable), terutama ketika tidak ada pasar aktif untuk menilai aset.Penulis menyoroti bahwa penerapan fair value juga membawa risiko, seperti ketidakpastian pengukuran saat pasar tidak aktif, serta potensi pengakuan keuntungan yang belum direalisasi (unrealized gains) yang dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan. Selama krisis keuangan global, muncul kritik bahwa fair value memperburuk situasi karena nilai pasar aset menurun drastis, mendorong beberapa lembaga seperti SEC dan FASB untuk mempertimbangkan kembali aturan “mark-to-market”.Dvořáková menyimpulkan bahwa tidak ada satu dasar pengukuran yang ideal untuk semua kondisi. Kombinasi antara nilai wajar dan pengukuran spesifik entitas (entity-specific measurement) dianggap paling tepat. Nilai wajar cocok untuk instrumen keuangan yang memiliki pasar aktif, sementara biaya historis atau pengukuran entitas lebih sesuai untuk aset non-keuangan agar menjaga keandalan dan keberlanjutan modal fisik perusahaan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Fathiyah Dzahirah 2413031001 -
Nama : Fathiyah Dzahirah
NPM : 2413031001

Artikel ini membahas dua pendekatan utama dalam pengukuran akuntansi keuangan, yaitu historical cost dan fair value measurement. Historical cost menilai aset berdasarkan harga perolehan awal yang hanya disesuaikan jika terjadi penurunan nilai, sedangkan fair value mencerminkan kondisi ekonomi saat ini dengan penilaian berdasarkan harga pasar yang berlaku. Perubahan standar akuntansi internasional (IFRS) menunjukkan pergeseran menuju penggunaan fair value karena dianggap lebih relevan, objektif, dan informatif bagi pengguna laporan keuangan. Namun, penerapan fair value menghadapi tantangan, terutama pada aset nonkeuangan yang tidak memiliki pasar aktif sehingga mengurangi reliabilitas dan meningkatkan unsur subjektivitas.

Dalam konteks krisis keuangan, penggunaan fair value juga menuai kritik karena dapat memperburuk fluktuasi nilai aset dan memengaruhi stabilitas perusahaan. Penulis menekankan bahwa meskipun fair value memberikan informasi yang relevan, perlu kehati-hatian agar laba yang belum terealisasi tidak didistribusikan dan tidak mengganggu pemeliharaan modal fisik. Kesimpulannya, kombinasi antara fair value untuk instrumen keuangan dan entity-specific measurement untuk aset nonkeuangan merupakan pendekatan yang paling tepat untuk menjaga keseimbangan antara relevansi dan keandalan informasi akuntansi.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Laila Asia Somad -
NAMA : LAILA ASIA SOMAD
NPM : 2413031005

Jurnal ini membahas perbandingan antara pengukuran biaya historis (historical cost) dan pengukuran nilai wajar (fair value) dalam pelaporan keuangan berdasarkan standar IFRS. Dvořáková menyoroti bahwa pengukuran merupakan inti dari akuntansi keuangan dan terdapat dua momen penting pengukuran, yaitu saat pengakuan awal aset dan liabilitas, serta pada tanggal laporan posisi keuangan.
Penggunaan nilai wajar semakin meluas dalam IFRS karena dianggap lebih mencerminkan kondisi ekonomi saat ini dan memberikan informasi yang relevan bagi pengguna laporan keuangan. Namun, penulis menekankan bahwa penerapan nilai wajar membawa risiko, terutama ketika pasar tidak aktif atau harga pasar sulit ditentukan secara andal. Dalam kondisi tersebut, pengukuran berbasis biaya historis dinilai lebih dapat diverifikasi dan stabil.
Dvořáková juga mengulas bahwa selama krisis keuangan, penggunaan nilai wajar menimbulkan perdebatan karena menyebabkan fluktuasi besar dalam nilai aset, terutama instrumen keuangan. Beberapa lembaga seperti SEC dan FASB bahkan mengizinkan metode alternatif untuk mengatasi kelemahan “mark-to-market accounting”.
Kesimpulannya, tidak ada satu metode pengukuran yang ideal untuk semua kondisi. Nilai wajar lebih tepat digunakan untuk instrumen keuangan yang memiliki pasar aktif, sedangkan pengukuran entitas-spesifik atau biaya historis masih relevan untuk aset non-keuangan. Kombinasi kedua pendekatan dianggap paling tepat untuk menghasilkan informasi yang relevan dan andal bagi pengguna laporan keuangan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Serly Natasa -
Nama: Serly Natasa
NPM: 2423031028

Jurnal ini membahas dua metode pengukuran utama dalam akuntansi keuangan yaitu biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis mengukur aset berdasarkan harga saat pembelian, sedangkan nilai wajar menilai aset berdasarkan kondisi pasar saat ini. IFRS semakin mengutamakan pengukuran nilai wajar terutama untuk instrumen keuangan karena dianggap lebih relevan dan objektif dibanding biaya historis yang kurang mencerminkan kondisi pasar terkini.

Meski demikian, pada pengakuan awal sebagian besar aset masih diukur dengan biaya historis, terutama untuk aset non-keuangan yang sulit menentukan nilai wajarnya karena kurangnya pasar aktif. Selama krisis keuangan, penggunaan nilai wajar menjadi kontroversial karena harga pasar menjadi tidak stabil atau tidak tersedia, sehingga ada kecenderungan menggunakan metode alternatif seperti estimasi arus kas masa depan.Jurnal menekankan tidak ada satu metode pengukuran yang sempurna; kombinasi antara nilai wajar dan biaya historis perlu diterapkan untuk menghasilkan informasi keuangan yang andal dan relevan. Nilai wajar memberikan gambaran kondisi ekonomi saat ini, tetapi perlu kehati-hatian agar keuntungan belum direalisasi tidak didistribusikan secara prematur. Sementara itu, biaya historis memberikan kestabilan dan keandalan terutama untuk aset yang tidak mudah dipasarkan.

Kesimpulannya yaitu, perpaduan kedua metode pengukuran ini penting agar laporan keuangan bisa memberikan informasi yang tepat sesuai karakteristik aset dan kondisi pasar
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Tantowi Jauhari -
Nama : Tantowi Jauhari
NPM : 2413031008

Jurnal “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” oleh Dana Dvořáková (2009) membahas secara mendalam perbedaan antara dua metode utama pengukuran akuntansi, yaitu biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Historical cost mengukur aset berdasarkan harga perolehan awal dan bersifat objektif, stabil, serta mudah diverifikasi, namun sering kali tidak mencerminkan nilai ekonomi terkini. Sementara itu, fair value mengukur aset berdasarkan harga pasar saat ini sehingga lebih relevan dan informatif bagi pengguna laporan keuangan, tetapi cenderung fluktuatif dan bisa subjektif bila tidak ada pasar aktif.

Penulis menjelaskan bahwa standar IFRS semakin mendorong penggunaan fair value, terutama pada instrumen keuangan dan aset tertentu seperti properti investasi (IAS 40) dan aset biologis (IAS 41). Namun, sebagian besar aset masih diukur menggunakan historical cost pada saat pengakuan awal. Dalam konteks krisis keuangan global, Dvořáková juga menyoroti bahwa penggunaan fair value menjadi kontroversial karena sulit menentukan nilai pasar yang realistis ketika pasar tidak stabil.

Jadi kesimpulannya, jurnal ini menegaskan bahwa tidak ada metode pengukuran yang sepenuhnya ideal. Penggabungan antara historical cost dan fair value dianggap paling tepat untuk menghasilkan laporan keuangan yang relevan, andal, serta mencerminkan kondisi ekonomi perusahaan secara lebih akurat dan seimbang.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Reyhta Putri Herdian -
NAMA: REYHTA PUTRI HERDIAN
NNPM: 2413031035

Jurnal karya Dana Dvořáková membahas perdebatan antara biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value) sebagai dasar pengukuran aset dan kewajiban dalam akuntansi keuangan. Biaya historis mengukur aset berdasarkan harga perolehan awal dan hanya berubah jika terjadi penurunan nilai, sedangkan nilai wajar menilai aset berdasarkan harga pasar saat ini yang mencerminkan kondisi ekonomi terkini.

Dalam perkembangan IFRS, penggunaan nilai wajar semakin luas karena dianggap memberikan informasi yang lebih relevan, objektif, dan mencerminkan keadaan pasar. Standar seperti IAS 40 dan IAS 41 bahkan mewajibkan penggunaan nilai wajar. Namun, penerapan nilai wajar memiliki kelemahan, terutama ketika pasar aktif tidak tersedia, sehingga penilaian menjadi subjektif dan sulit diverifikasi.

Dvořáková menegaskan bahwa tidak ada metode yang sepenuhnya sempurna. Nilai wajar lebih cocok untuk instrumen keuangan karena relevan dengan kondisi pasar, sedangkan biaya historis lebih tepat untuk aset non-keuangan karena lebih stabil dan andal. Oleh karena itu, kombinasi keduanya diperlukan agar laporan keuangan tetap relevan dan dapat dipercaya.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Eka Saryuni -
Nama : Eka Saryuni
Npm : 2413031030

Jurnal tersebut membahas perdebatan antara penggunaan biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value) dalam pengukuran akuntansi keuangan. Pengukuran merupakan isu utama dalam pelaporan keuangan modern karena menentukan bagaimana aset dan liabilitas dinilai baik pada saat pengakuan awal maupun pada tanggal pelaporan.
Biaya historis mengukur aset berdasarkan harga perolehan awal dan hanya disesuaikan jika terjadi penurunan nilai (impairment). Sementara itu, nilai wajar mencerminkan kondisi ekonomi saat ini dengan menilai aset dan liabilitas berdasarkan harga pasar yang disepakati antara pihak yang berpengetahuan dan bersedia bertransaksi. Pendekatan ini dianggap lebih relevan karena memberikan informasi yang lebih mencerminkan nilai ekonomi aktual.
Dvořáková menjelaskan bahwa International Financial Reporting Standards (IFRS) semakin mengarah pada penggunaan nilai wajar, terutama untuk instrumen keuangan dan aset biologis (IAS 39 dan IAS 41). Namun, penerapan nilai wajar menimbulkan risiko seperti ketidakandalan ketika pasar tidak aktif, serta potensi distorsi laba akibat pengakuan keuntungan yang belum direalisasi.
Selama krisis keuangan global, banyak pihak mempertanyakan relevansi penggunaan nilai wajar karena volatilitas pasar menyebabkan nilai aset turun drastis. Beberapa lembaga seperti SEC dan FASB bahkan mengizinkan penilaian berdasarkan arus kas masa depan alih-alih harga pasar.
Dvořáková menyimpulkan bahwa tidak ada satu metode pengukuran yang sepenuhnya tepat. Nilai wajar memberikan relevansi dan transparansi lebih tinggi untuk instrumen keuangan, sementara biaya historis tetap lebih andal untuk aset non-keuangan. Kombinasi keduanya dianggap sebagai solusi terbaik agar laporan keuangan tetap informatif dan stabil.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Alya Nurani -
Nama: ALYA NURANI
Npm: 2413031025

Dalam artikel ini,  membahas dua pendekatan utama dalam akuntansi: nilai wajar (nilai wajar) dan biaya historis (biaya historis). Biaya historis mengukur aset berdasarkan harga perolehan awal dan hanya berubah jika terjadi impairment, yaitu penurunan nilai. Nilai wajar, di sisi lain, menunjukkan nilai pasar saat ini, yaitu harga yang disepakati antara pihak yang mengetahui kondisi pasar. Menurut penulis, International Financial Reporting Standards (IFRS) saat ini cenderung mendorong penggunaan nilai wajar karena, terutama untuk instrumen keuangan, dianggap lebih relevan dan informatif. Penggunaan biaya historis, di sisi lain, dianggap lebih konsisten dan mudah dilacak. Nilai wajar seringkali sulit dihitung tanpa pasar aktif, yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan risiko dalam laporan keuangan, yang menyebabkan perdebatan. Artikel ini juga membahas bagaimana krisis keuangan global berdampak pada penggunaan nilai wajar. Karena harga pasar menjadi tidak stabil selama krisis, banyak orang mempertanyakan keandalan nilai wajar. Oleh karena itu, organisasi seperti SEC dan FASB mengizinkan teknik alternatif yang berbasis estimasi arus kas masa depan. Singkatnya, tidak ada satu cara yang benar. Penulis menyarankan agar akuntansi memberikan informasi yang relevan sekaligus andal bagi pengguna laporan keuangan dengan menggabungkan pengukuran yang sesuai dengan entitas dan nilai yang wajar.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Rahmi Taqiya Darmawanti -
Rahmi Taqiya Darmawanti
2413031006

Artikel ini membahas dua basis pengukuran utama dalam akuntansi keuangan, yaitu biaya historis dan nilai wajar, yang digunakan untuk mengukur aset dan kewajiban pada saat pengakuan awal dan pada tanggal neraca. Biaya historis mengacu pada harga perolehan aset yang dicatat dan hanya dikurangi jika terjadi penurunan nilai (impairment). Sedangkan nilai wajar didasarkan pada harga pasar saat ini yang mencerminkan kondisi ekonomi terkini.

International Financial Reporting Standards (IFRS) semakin mengutamakan pengukuran berdasarkan nilai wajar, khususnya pada tanggal neraca, karena dianggap lebih relevan dan dapat memberikan informasi yang lebih objektif dan dapat dibandingkan bagi pengguna laporan keuangan. Nilai wajar mengacu pada harga yang akan diterima dalam transaksi wajar antara pihak-pihak yang berpengetahuan dan bersedia.

Namun, penggunaan nilai wajar menyimpan risiko tinggi terutama saat pasar tidak aktif dan data pasar sulit diperoleh secara andal, sehingga menghasilkan estimasi yang subjektif. Dalam kondisi tersebut, biaya historis masih lebih andal karena berdasarkan transaksi nyata.

Artikel juga menyoroti dampak krisis keuangan terhadap pengukuran nilai wajar, di mana standar akuntansi memberikan fleksibilitas dalam menggunakan metode pengukuran yang lebih konservatif saat pasar tidak stabil. Pada akhirnya, artikel menyarankan penggunaan kedua pendekatan secara seimbang, dengan menyesuaikan tipe aset dan kondisi pasar untuk memberikan informasi yang akurat dan berguna bagi pengambil keputusan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Davina Nur Ramadhani -
Nama: Davina Nur Ramadhani
NPM: 2413031010

jurnal tersebut membahas perdebatan antara dua pendekatan utama dalam pengukuran akuntansi, yaitu biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Menurut Dvořáková, pengukuran merupakan isu sentral dalam pelaporan keuangan, terutama karena perubahan kondisi ekonomi dan upaya konvergensi antara standar IFRS dan US GAAP.

Pendekatan biaya historis menilai aset berdasarkan harga perolehan awal dan hanya diubah jika terjadi penurunan nilai (impairment). Kelebihannya terletak pada objektivitas dan kemudahan verifikasi, tetapi kelemahannya adalah informasi yang kurang relevan terhadap kondisi pasar saat ini. Sebaliknya, nilai wajar mencerminkan nilai pasar terkini sehingga lebih relevan untuk pengambilan keputusan, meskipun memiliki tingkat subjektivitas dan ketidakpastian yang lebih tinggi, terutama ketika tidak ada pasar aktif.

Artikel ini menyoroti bahwa IFRS semakin mendorong penggunaan nilai wajar, baik pada saat pengakuan awal maupun pada tanggal pelaporan, sebagaimana terlihat pada standar seperti IAS 16, IAS 38, IAS 40, IAS 39, dan IAS 41. Namun, penggunaan nilai wajar juga menghadirkan risiko, terutama saat kondisi pasar tidak stabil seperti dalam krisis keuangan global 2008, ketika harga pasar jatuh drastis dan nilai wajar menjadi sulit ditentukan secara objektif.

Dvořáková menyimpulkan bahwa tidak ada satu metode pengukuran yang sepenuhnya tepat. Kombinasi antara nilai historis dan nilai wajar dianggap sebagai pendekatan terbaik untuk menjaga keseimbangan antara relevansi informasi dan keandalan laporan keuangan. Nilai wajar lebih cocok untuk instrumen keuangan, sedangkan pengukuran berbasis entitas (entity-specific) lebih relevan untuk aset non-keuangan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh Susan Ti -
NAMA:SUSANTI
NPM:2413031034

Jurnal ini membahas perdebatan konseptual dan praktis antara penggunaan biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value) sebagai dasar pengukuran dalam akuntansi keuangan modern. Dvořáková menegaskan bahwa pengukuran merupakan inti dari pelaporan keuangan dan menjadi isu utama yang dihadapi lembaga standar seperti IASB dan FASB dalam upaya konvergensi standar internasional.

Menurut penulis, biaya historis menilai aset berdasarkan harga perolehan awal dan hanya menyesuaikan nilainya ketika terjadi penurunan nilai (impairment). Meskipun metode ini memiliki keunggulan berupa objektivitas dan verifiabilitas tinggi, kelemahannya terletak pada rendahnya relevansi informasi karena tidak mencerminkan kondisi ekonomi terkini. Sebaliknya, pengukuran nilai wajar mencerminkan kondisi pasar saat ini dan memberikan informasi yang lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan, khususnya investor. Namun, penggunaan fair value juga menimbulkan risiko subjektivitas dan volatilitas, terutama ketika pasar aktif tidak tersedia.

Dvořáková menyoroti bahwa IFRS semakin mendorong penggunaan nilai wajar, baik pada saat pengakuan awal maupun pada tanggal pelaporan, seperti terlihat pada standar IAS 16, IAS 38, IAS 40, dan IAS 41. Namun, penulis memperingatkan bahwa penerapan luas fair value pada aset non-keuangan dapat menurunkan reliabilitas laporan karena bergantung pada estimasi manajemen.

Selain itu, penulis membahas pengaruh krisis keuangan global terhadap praktik pengukuran, di mana banyak pihak menyerukan pembatasan penggunaan fair value karena dapat memperburuk instabilitas pasar. Dvořáková menyimpulkan bahwa tidak ada satu basis pengukuran yang ideal. Kombinasi antara biaya historis dan nilai wajar perlu digunakan secara selektif untuk menjaga keseimbangan antara relevansi dan keandalan informasi akuntansi.

Dengan demikian, jurnal ini menegaskan perlunya pendekatan yang fleksibel dan kontekstual dalam menentukan basis pengukuran yang paling tepat bagi entitas pelapor di berbagai kondisi ekonomi.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: ACTIVITY: RESUME

oleh TRIASWARI AYUNANDINI -
Nama: Triaswari Ayunandini
Npm: 2413031029

Jurnal ini membahas perdebatan mengenai dua konsep utama pengukuran dalam akuntansi keuangan: Biaya Historis (Historical Costs) dan Pengukuran Nilai Wajar (Fair Value Measurement), terutama dalam konteks standar akuntansi internasional (IFRS) dan usulan dari International Accounting Standards Board (IASB).

Poin-Poin Utama:

  • Dua Momen Pengukuran: Aset dan liabilitas perlu diukur pada dua momen penting: pengakuan awal (initial recognition) dan tanggal neraca (at a balance sheet day).

  • Biaya Historis: Diduga berdasarkan harga beli atau biaya yang dikeluarkan pada saat pembelian. Nilai ini hanya berkurang jika aset mengalami penurunan nilai (impairment).

  • Nilai Wajar: Diduga mencerminkan kondisi ekonomi saat ini pada tanggal pengukuran. Didefinisikan sebagai jumlah yang dapat dipertukarkan untuk suatu aset, atau diselesaikan untuk suatu liabilitas, antara pihak-pihak yang berpengetahuan dan berkeinginan dalam transaksi yang wajar (arm's length transaction).

  • IFRS dan Nilai Wajar: International Financial Reporting Standards (IFRS) cenderung mengarah pada penggunaan Nilai Wajar yang semakin luas. Banyak IFRS menggunakannya, terutama pada tanggal neraca, meskipun pengakuan awal biasanya masih menggunakan biaya (kecuali untuk beberapa standar seperti IAS 41 - Pertanian dan IAS 39 - Instrumen Keuangan).

  • Alasan Meninggalkan Biaya Historis: Argumen untuk beralih dari Biaya Historis pada tanggal neraca meliputi:

    • Potensi informasi yang rendah dari Biaya Historis (terutama untuk instrumen keuangan).

    • Masalah pemeliharaan modal fisik (physical capital maintenance erosion), di mana Biaya Historis yang kurang dihargai oleh inflasi dapat menyebabkan laba yang lebih tinggi, dan jika didistribusikan, dapat mengganggu kemampuan perusahaan untuk membiayai reproduksi penuh input.

    • Objektivitas dan komparabilitas pengukuran Nilai Wajar dibandingkan Biaya Historis pada pengakuan awal.

  • Proposal IASB untuk Pengakuan Awal
    Discussion paper IASB pada tahun 2005 mengusulkan agar semua aset dan liabilitas diukur pada Nilai Wajar saat pengakuan awal, jika dapat diestimasi secara andal. Alasannya adalah bahwa Nilai Wajar, yang mencerminkan harapan pasar, dianggap lebih relevan daripada pengukuran yang spesifik entitas (entity-specific measurement).

  • Risiko dan Krisis Keuangan
    Jurnal ini menyoroti risiko perluasan Nilai Wajar, terutama untuk aset non-keuangan, di mana pengukuran dapat menjadi subjektif jika pasar aktif tidak ada. Krisis keuangan juga memunculkan keraguan tentang penggunaan Nilai Wajar, terutama untuk instrumen keuangan, karena sulitnya menentukan Nilai Wajar di pasar yang terdisintegrasi, yang bahkan mendorong SEC dan FASB untuk mengeluarkan "klarifikasi" yang mengizinkan perusahaan menilai aset berdasarkan estimasi arus kas masa depan, bukan harga pasar saat ini.

Kesimpulannya

Pengukuran yang mencerminkan kondisi ekonomi saat ini (Nilai Wajar) sangat berguna, tetapi perlu dicegah distribusi keuntungan yang belum direalisasi. Jurnal menyarankan untuk menggunakan kedua pendekatan pengukuran (Nilai Wajar dan Nilai Spesifik Entitas/Biaya Historis) untuk memberikan informasi yang lebih lengkap, dan Nilai Spesifik Entitas mungkin lebih baik untuk aset non-keuangan, sementara Nilai Wajar lebih tepat untuk instrumen keuangan.