NAMA :ELSA TRIANANDA
NPM :2313031053
1.Paradigma Anggaran Tradisional dan Anggaran Berbasis New Public Management (NPM)
Paradigma anggaran tradisional dan anggaran berbasis New Public Management (NPM) memiliki perbedaan mendasar dalam orientasi, proses, dan tujuannya. Anggaran tradisional cenderung bersifat incremental, yaitu penyusunan anggaran tahun berjalan didasarkan pada anggaran tahun sebelumnya dengan sedikit penyesuaian. Dalam paradigma ini, fokus utama anggaran adalah pada input atau besarnya pengeluaran yang dihabiskan, bukan pada hasil (output) atau manfaat (outcome) yang dicapai. Proses penyusunan anggaran lebih menekankan aspek administratif dan kepatuhan terhadap prosedur birokrasi dibandingkan efisiensi atau efektivitas program. Akibatnya, banyak kegiatan rutin yang tetap dibiayai tanpa evaluasi mendalam mengenai relevansi atau dampaknya terhadap tujuan organisasi publik (Kusuma, 2021).
Sementara itu, paradigma anggaran berbasis NPM muncul sebagai bentuk pembaruan terhadap kelemahan sistem tradisional. Pendekatan NPM berfokus pada hasil kinerja dan efisiensi penggunaan sumber daya. Prinsip utama NPM adalah menerapkan nilai-nilai manajerial sektor swasta ke dalam sektor publik, seperti efisiensi, efektivitas, orientasi hasil, akuntabilitas, dan pelayanan publik yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Dalam anggaran berbasis NPM, setiap program atau kegiatan harus disertai dengan indikator kinerja, sasaran, serta target yang jelas. Dengan demikian, anggaran tidak lagi hanya sekadar rencana keuangan, tetapi juga alat untuk mengukur kinerja organisasi publik (Indrawati, 2020).
Kedua paradigma ini menunjukkan pergeseran besar dalam cara pemerintah mengelola sumber daya publik. Jika anggaran tradisional menitikberatkan pada stabilitas administratif dan kepatuhan prosedur, maka anggaran berbasis NPM menuntut transparansi, akuntabilitas, dan hasil yang terukur. Namun, dalam praktiknya, penerapan NPM sering menghadapi kendala, seperti kesulitan dalam menentukan indikator outcome yang akurat, keterbatasan data, serta kemampuan teknis aparatur dalam mengelola sistem kinerja yang berbasis hasil (Indrawati, 2020).
2.Implementasi Zero-Based Budgeting (ZBB) dalam Mengatasi Kesenjangan antara Paradigma Anggaran Tradisional dan NPM
Zero-Based Budgeting (ZBB) hadir sebagai solusi untuk menjembatani kesenjangan antara anggaran tradisional dan anggaran berbasis NPM. Sistem ini mengharuskan setiap unit kerja menyusun anggaran dari titik nol (zero), bukan berdasarkan alokasi tahun sebelumnya. Artinya, setiap program atau kegiatan harus dijustifikasi dari awal dan dibuktikan relevansinya dengan tujuan organisasi. Dengan pendekatan ini, anggaran menjadi lebih rasional, transparan, dan fokus pada kebutuhan nyata, bukan sekadar rutinitas administratif (Putri, 2022).
Dalam proses implementasinya, ZBB melibatkan beberapa tahapan penting. Pertama, identifikasi unit keputusan, yaitu pembagian tanggung jawab keuangan ke dalam unit-unit organisasi yang spesifik. Kedua, setiap unit menyusun budget package yang memuat tujuan, aktivitas, biaya, serta hasil yang diharapkan. Ketiga, semua paket kegiatan tersebut dievaluasi dan diberi prioritas sesuai dengan kontribusinya terhadap tujuan strategis organisasi. Dengan cara ini, setiap pengeluaran dapat dipertanggungjawabkan, dan tidak ada kegiatan yang otomatis dibiayai hanya karena sudah ada di tahun sebelumnya.
ZBB dianggap mampu menggabungkan kelebihan kedua paradigma tersebut. Dari paradigma tradisional, ZBB mempertahankan prinsip kehati-hatian dan kontrol terhadap keuangan publik; sedangkan dari paradigma NPM, ZBB mengadopsi fokus pada efisiensi, efektivitas, serta pencapaian kinerja. Dengan menilai setiap kegiatan berdasarkan justifikasi dan manfaat yang dihasilkan, ZBB membantu pemerintah mengalokasikan sumber daya secara optimal dan menekan pemborosan anggaran (Kurniawan, 2023).
Selain itu, penerapan ZBB juga mendukung terwujudnya prinsip good governance dalam sektor publik. Melalui proses penilaian dan prioritas yang transparan, ZBB memperkuat akuntabilitas serta mendorong keterlibatan publik dalam pengawasan penggunaan anggaran. Dengan demikian, sistem ini bukan hanya alat teknis penganggaran, tetapi juga mekanisme reformasi manajemen publik menuju birokrasi yang lebih efisien dan berorientasi hasil (Rahmawati, 2021).