CBL / CASE BASED LEARNING

LEMBAR KERJA CBL KELOMPOK

LEMBAR KERJA CBL KELOMPOK

oleh Dr. NOVA MARDIANA, S.E., M.M. -
Jumlah balasan: 6

LAPORAN CBL KELOMPOK

Sebagai balasan Dr. NOVA MARDIANA, S.E., M.M.

Re: LEMBAR KERJA CBL KELOMPOK

oleh ELIYA AGUSTINA -
STUDI KASUS KELOMPOK 4
Mata pelajaran: Manajemen Talenta

Pokok Bahasan:
1. Developing Leadership Talent Through Experiences
2. Changing Behavior One Leader At A Time

Sub Pokok Bahasan:
Bab 7 (Developing Leadership Talent Through Experiences):
1. Pentingnya pengalaman kerja
2. Pendekatan strategis dalam pengembangan pemimpin
3. Identifikasi berbagai jenis pengalaman kerja
4. Kerangka kerja taksonomi manajemen talenta
Bab 8 (Changing Behavior One Leader At A Time):
1. Empat aspek utama yang digunakan untuk mengukur efektivitas coaching: reaksi, pembelajaran, perubahan perilaku, dan hasil bisnis
2. Cara mengukur perubahan perilaku melalui observasi langsung, wawancara, atau umpan balik dari berbagai pihak
3. Kendala dalam menghitung ROI coaching serta pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai dampaknya secara akurat
4. Kapan waktu yang paling efektif untuk mengevaluasi hasil coaching agar perubahan yang terjadi dapat terukur dengan jelas

Kasus/Problem: PT. Telkom Indonesia

KASUS/PROBLEM:
• Kurangnya kesiapan pemimpin muda dalam menghadapi transformasi digital.
• Kebutuhan akan kepemimpinan yang adaptif di era teknologi.
• Kesenjangan keterampilan antara pemimpin senior dan generasi baru.

1. Tiap kelompok Brainstorming
Kelompok 1: Tanggapan terkait strategi experiential leadership development di PT Telkom Indonesia, yang menjadikan pengalaman sebagai inti dalam pembentukan DNA kepemimpinan dan transformasi budaya organisasi.

Kelompok 2: Tanggapan mengenai tantangan implementasi program rotasi jabatan, khususnya perlunya memastikan pengalaman tersebut menghasilkan pembelajaran bermakna, bukan sekadar formalitas perpindahan posisi.

Kelompok 3: Tanggapan terkait evaluasi strategi experiential learning melalui rotasi jabatan, mentoring, dan proyek strategis, serta pentingnya pembaruan kompetensi secara berkelanjutan dalam menghadapi kesenjangan antar generasi.

Kelompok 5: Tanggapan berupa penguatan keterkaitan program rotasi jabatan dengan model pengembangan 70-20-10, di mana pengalaman kerja langsung menjadi bagian utama dalam pembentukan kepemimpinan strategis.

Kelompok 6: Tanggapan mengenai efektivitas rotasi jabatan dalam mencetak pemimpin adaptif yang memahami lintas fungsi, sekaligus tantangan implementasi berupa resistensi internal dan pentingnya sistem pembinaan dan evaluasi yang kuat.

2. Alternatif Solusi:
PT Telkom Indonesia menerapkan strategi pengembangan kepemimpinan berbasis pengalaman, seperti job rotation, mentorship, dan pelatihan berbasis proyek strategis. Hal ini bertujuan untuk menciptakan pemimpin yang siap menghadapi tantangan bisnis di era digital.

3. Mengumpulkan informasi dan Pengembangan Solusi
PT Telkom Indonesia dapat meningkatkan efektivitas strategi experiential leadership development dan program rotasi jabatan dengan memastikan setiap pengalaman kerja dirancang secara terstruktur dan memiliki tujuan pembelajaran yang jelas.

Pendampingan melalui mentor atau coach internal sangat penting agar pengalaman tersebut bermakna dan tidak menjadi sekadar formalitas.
Penguatan model pembelajaran 70-20-10 juga dapat diterapkan untuk menyeimbangkan pembelajaran dari pengalaman langsung, interaksi sosial, dan pelatihan formal. Selain itu, penting bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi berkala serta membangun sistem komunikasi internal yang baik guna mengurangi resistensi dan meningkatkan keterlibatan karyawan lintas generasi dalam proses pengembangan kepemimpinan.

4. Presentasi (Sharing) dan Penyajian Hasil Karya
• Penyajian materi sudah sesuai dengan referensi utama dan studi kasus terkini.
Tujuan pembelajaran dalam materi presentasi telah disusun dengan jelas.
• Studi kasus dapat didiskusikan dan dikembangkan solusinya secara kolaboratif antar kelompok.
• Pemaparan materi dilakukan secara merata oleh setiap anggota kelompok untuk memastikan pemahaman yang optimal.

SCRIPT-REFLEKSI DAN TINDAK LANJUT

Refleksi:
Transformasi digital di industri telekomunikasi menuntut perubahan kepemimpinan yang cepat dan adaptif. PT Telkom Indonesia menyadari pentingnya pengembangan kepemimpinan di semua tingkat. Namun, adanya keterbatasan pengalaman pemimpin muda dalam pengambilan keputusan strategis dan kesenjangan keterampilan antara generasi senior dan junior menjadi hambatan serius dalam akselerasi perubahan.
Pengalaman dan intuisi bisnis para pemimpin senior perlu dilengkapi dengan semangat inovasi dan literasi digital para pemimpin muda. Tanpa sinergi ini, organisasi akan kesulitan merespons perubahan pasar yang cepat dan kompetitif.

Tindak Lanjut:
Untuk tindak lanjut, Telkom Indonesia menerapkan strategi pengembangan kepemimpinan berbasis pengalaman, seperti job rotation, mentorship, dan pelatihan berbasis proyek strategis. Hal ini bertujuan untuk menciptakan pemimpin yang siap menghadapi tantangan bisnis di era digital.
Sebagai balasan Dr. NOVA MARDIANA, S.E., M.M.

Re: LEMBAR KERJA CBL KELOMPOK

oleh Aidha Chelsea Rizal -
STUDI KASUS KELOMPOK 5
Mata pelajaran: Manajemen Talenta

Pokok Bahasan:
1. Managing Leadership Talent Pools
2. Emloyee Engagement: a Focus on Leader
3. Building Functional Expertise To Enchance Organizational Capability

Sub Pokok Bahasan:
Bab 9 (Managing Leadership Talent Pools):
1.Memahami pentingnya pengelolaan leadership talent pools dalam organisasi.
2. Menjelaskan faktor-faktor utama yang memengaruhi pengelolaan bakat kepemimpinan.
3. Mengidentifikasi proses, peran, dan hasil dari talent review yang efektif.
4. Mengevaluasi praktik terbaik dan tantangan dalam pengelolaan talent pool.

Bab 10 (Emloyee Engagement: a Focus on Leader):
1.Memahami konsep keterikatan karyawan Employee Engagement yang terus berkembang
2. Memahami konsep Employee Engagement yang terus berkembang
3. Meninjau peran kepemimpinan dalam meningkatkan Employee Engagement

Bab 11 (Building Functional Expertise To Enchance Organizational Capability):
1. Memahami Pentingnya Keahlian Fungsional : Menjelaskan mengapa keahlian fungsional krusial untuk eksekusi strategi bisnis di era kompetitif.
2. Membedakan Kemampuan Organisasi dan Keahlian Fungsional: Mengidentifikasi peran keduanya dalam mendukung kinerja organisasi dan Mengantisipasi Tren Masa Depan.

Kasus/Problem: Procer & Gamble (P&G)

SCRIPT – INTRODUCTION/ORIENTASI PADA MASALAH
Orientasi pada masalah/Defining the Problem (Open ended problem/Real life Problem)

KASUS/PROBLEM
-Risiko stagnasi kompetensi jika hanya fokus pada pengalaman lama tanpa pembaruan
-Sulitnya menyiapkan pemimpin masa depan jika hanya mengandalkan jalur teknis tanpa membekali dengan kemampuan
-Kesenjangan antara strategi bisnis dan keahlian teknis jika sistem pengembangan tidak terintegrasi

SCRIPT – ANALISIS MASALAH
1. Tiap kelompok Brainstorming

Kelompok 1:
• Dhika : menekankan pentingnya pendekatan build and buy yang sangat tepat untuk memastikan keseimbangan pengembangan internal sekaligus akuisisi eksternal, dengan poin utama: membangun pemimpin adaptif dan mengembangkan potensi.
• Bagas : menyoroti bahwa P&G mengembangkan karyawan internal lebih dari 90%, mencerminkan fokus jangka panjang dan penghargaan terhadap loyalitas karyawan.
• Fadli : menggarisbawahi adanya jenjang karir dan pelatihan, karena karyawan internal dianggap paling memahami budaya kerja perusahaan, sehingga lebih siap berkembang.

Kelompok 2:
• Adrian Kevin : setuju bahwa keberhasilan strategi build di P&G mencerminkan penghargaan tinggi pada loyalitas karyawan, yang juga diterapkan di perusahaan seperti Bank Lampung.
• Rizki Putri : menilai pendekatan build and buy yang dilakukan P&G sudah efektif tetapi masih perlu penguatan melalui pengembangan teknologi.
• Talitha Nahda : mengakui keberhasilan P&G dalam membangun strategi talenta dengan fokus utama pada build.

Kelompok 3:
• Jennie : melihat bahwa strategi build di P&G sangat menghargai perjalanan karyawan dari awal hingga posisi pimpinan, terbukti lebih dari 90% pemimpin berasal dari internal.
• Ria Yuli : membandingkan dengan tren perusahaan lain yang cenderung memilih talenta eksternal, sementara P&G konsisten mempertahankan pengembangan internal.
• Melly : menyebutkan bahwa meskipun P&G dulunya perusahaan kecil, mereka memegang filosofi “kekuatan dibangun dari dalam,” yang menjadi kekuatan utamanya.
• Evi Komala : menegaskan bahwa P&G berhasil menekankan talenta internal untuk bersaing di pasar global.

Kelompok 4:
• Fifkha : menyoroti bahwa produk P&G yang kita pakai sehari-hari adalah hasil dari proses panjang pengembangan talenta internal, yang membangun loyalitas jangka panjang.
• Willya : menekankan bahwa keberhasilan P&G tidak hanya dari strategi build, tetapi juga dari kombinasi build and buy yang mendukung teknologi dan inovasi.
• Eliya : menyimpulkan bahwa pendekatan build and buy yang seimbang di P&G adalah model ideal yang patut dicontoh untuk pengembangan karyawan.

Kelompok 6:
• Fahmi : menekankan bahwa meskipun P&G fokus pada build, mereka tetap menggabungkannya dengan strategi buy untuk mendukung bisnis.
• Roy Saga : menyebut bahwa P&G sukses menggabungkan kedua strategi tersebut secara efektif.
• Naufal : mengapresiasi P&G sebagai contoh teladan bagi perusahaan lain untuk mensejahterakan karyawan melalui pendekatan pengembangan yang berimbang.

2. Alternatif Solusi
Berdasarkan hasil analisis masalah dan tanggapan dari keenam kelompok, berikut alternatif solusi yang dapat diterapkan oleh Procter & Gamble (P&G) untuk memperkuat strategi pengembangan talenta (build and buy):
1. Meningkatkan program pengembangan internal (build) dengan pendekatan teknologi digital
Memperluas penggunaan platform e-learning, simulasi digital, dan teknologi AI untuk pelatihan karyawan internal, sehingga meningkatkan kapasitas fungsional secara lebih cepat dan relevan dengan tantangan industri.
2. Menyeimbangkan strategi build and buy secara dinamis
Memastikan strategi rekrutmen eksternal (buy) digunakan secara selektif untuk bidang yang benar-benar membutuhkan keahlian baru, seperti digitalisasi, sustainability, dan e-commerce, tanpa mengurangi prioritas pada talenta internal.
3. Memperkuat sistem evaluasi kompetensi dan readiness level
Mengembangkan matriks kompetensi fungsional yang lebih rinci dan memperbarui standar kompetensi setiap 2–3 tahun agar sesuai dengan perubahan strategi bisnis dan tren global.
4. Meningkatkan keberagaman pengalaman (rotasi lintas fungsi dan negara)
Menyiapkan lebih banyak program rotasi kerja lintas departemen atau internasional untuk memperluas wawasan pemimpin masa depan, sehingga mereka tidak hanya ahli teknis tetapi juga memiliki pemahaman lintas budaya dan bisnis.
5. Mengembangkan pipeline kepemimpinan untuk masa depan
Mengidentifikasi early talent (karyawan muda berpotensi tinggi) sejak dini melalui program fast-track atau high-potential leader development untuk mengisi kesenjangan kepemimpinan jangka panjang.
6. Memperkuat budaya inovasi melalui kemitraan eksternal
Tidak hanya fokus pada internalisasi talenta, tetapi juga membangun ekosistem inovasi dengan menggandeng startup, universitas, atau mitra riset untuk memperluas cakupan pengembangan kompetensi.
7. Meningkatkan keterlibatan CEO dan top leaders
Memastikan para eksekutif senior aktif terlibat dalam championing talent development, agar seluruh proses pengembangan selaras dengan visi strategis perusahaan.

SCRIPT-PROBLEM SOLVING ACTIVITES
3. Mengumpulkan informasi dan Pengembangan Solusi

Procter & Gamble (P&G) adalah salah satu perusahaan multinasional terdepan di industri barang konsumsi, dengan portofolio merek global seperti Pampers, Gillette, dan Pantene. Keberhasilan P&G tidak terlepas dari penerapan strategi manajemen talenta yang kuat, terutama melalui filosofi promote from within, di mana lebih dari 90% posisi kepemimpinan diisi oleh karyawan internal.
Untuk menghadapi tantangan global seperti persaingan pasar, digitalisasi, dan kebutuhan inovasi berkelanjutan, P&G memadukan strategi build and buy untuk memastikan keberlanjutan kompetensi fungsional dan kepemimpinan.
Berikut pengembangan solusi berdasarkan studi kasus:
1. Penguatan Sistem Build (Internal)
P&G harus terus mengembangkan talenta internal melalui jalur karir yang terstruktur, program pelatihan khusus (misalnya Brand Building Framework), dan rotasi internasional. Ini bertujuan menciptakan pemimpin masa depan yang adaptif dan relevan dengan perubahan bisnis.
2. Penggunaan Strategi Buy secara Selektif
Di bidang yang memerlukan keahlian baru seperti digitalisasi atau sustainability, P&G dapat merekrut talenta eksternal, misalnya melalui akuisisi startup atau hiring eksekutif strategis, untuk mempercepat adopsi teknologi baru dan memperkuat inovasi.
3. Pemanfaatan Teknologi dalam Talent Development
P&G perlu mengoptimalkan teknologi seperti e-learning, AI assessment tools, dan online competency tracking untuk mendukung pengembangan kompetensi fungsional secara efisien dan terukur.
4. Penguatan Proses Evaluasi & Update Kompetensi
Sistem evaluasi perlu diperbaharui secara berkala (minimal setiap 2–3 tahun) agar standar kompetensi tetap selaras dengan kebutuhan bisnis yang berubah cepat, termasuk mengantisipasi tren global seperti sustainability, digital commerce, dan keberagaman.
5. Peran Aktif Pemimpin Bisnis
Keterlibatan top leaders (termasuk CEO) harus diperkuat sebagai champion dalam pengembangan talenta. Hal ini akan meningkatkan kredibilitas, komitmen, dan integrasi proses talent management ke dalam strategi bisnis jangka panjang.

4. Presentasi (Sharing) dan Penyajian Hasil Karya
-Penyajian materi sudah sesuai dengan isi Buku Robert F. Silzer & Ben Dowell
-Tujuan pembelajaran ada dalam isi materi presentasi
-Studi kasus dapat dibahas dan dikembagkan solusinya secara bersama antar kelompok
-Pemaparan dan penjelasan isi materi telah dilakukan secara baik dan merata antar anggota kelompok presenter

SCRIPT-REFLEKSI DAN TINDAK LANJUT
Melalui refleksi ini, P&G dapat melihat bahwa keberhasilan mereka bukan hanya hasil dari inovasi produk, tetapi juga dari investasi strategis dalam pengembangan SDM. Dengan pendekatan build and buy yang seimbang, perusahaan mampu menjaga keberlanjutan kepemimpinan, meningkatkan loyalitas karyawan, dan mempertahankan daya saing di pasar global.

Tindak lanjut yang dapat dilakukan antara lain:
- Memperkuat program pengembangan untuk high-potential leaders.
- Memperluas rotasi global agar pemimpin masa depan lebih siap menghadapi kompleksitas bisnis.
- Meningkatkan kolaborasi lintas fungsi dan lintas negara agar muncul inovasi yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar.
- Melakukan audit berkala atas sistem kompetensi untuk memastikan keselarasan dengan strategi bisnis jangka panjang.

Dengan refleksi dan tindak lanjut yang tepat, P&G akan tetap menjadi perusahaan panutan global dalam hal manajemen talenta dan inovasi organisasi.
Sebagai balasan Dr. NOVA MARDIANA, S.E., M.M.

Re: LEMBAR KERJA CBL KELOMPOK

oleh Jennie Anggraeni Maesa -
STUDI KASUS KELOMPOK 3

Pokok Bahasan:
- Take The Pepsi Challenge (Chapter 15)
- Manajemen Talenta Terintegrasi Di Microsoft (Chapter 16)
- They Can Do It! You Can Help! Melihat Praktik Talenta Di The Home Depot (Chapter 17)


KASUS/PROBLEM
BYD (Build Your Dreams)
BYD (Build Your Dreams) adalah perusahaan otomotif dan teknologi energi terbarukan asal Tiongkok. Perusahaan ini dikenal sebagai produsen kendaraan listrik (EV) terbesar di dunia pada tahun 2023, melampaui Tesla dalam volume penjualan. Dengan ekspansi global yang agresif ke pasar Eropa, Asia Tenggara, dan Amerika Selatan, serta diversifikasi bisnis ke transportasi publik (bus listrik), penyimpanan energi, dan baterai

BYD menghadapi tantangan kompleks dalam manajemen SDM seiring dengan pertumbuhan perusahaan yang sangat pesat dan ekspansi global yang agresif diantaranya :
1. Kekurangan Talenta di Sektor Kendaraan Energi Baru (NEV), terutama dalam bidang pemeliharaan dan teknologi lintas disiplin.
2. Adaptasi Budaya Kerja di Pasar Internasional
3. Kondisi Kerja dan Kepatuhan Hukum di Luar Negeri. Inspeksi di Brasil pada Desember 2024 menemukan 163 pekerja Tiongkok dalam kondisi kerja yang tidak layak di situs konstruksi pabrik BYD. Pekerja tersebut mengalami jam kerja berlebihan, akomodasi yang buruk, dan penahanan paspor.
4.Ketidakpuasan Karyawan dan Aksi Mogok pada Maret 2025, lebih dari seribu pekerja di pabrik BYD Wuxi melakukan protes terhadap pemotongan upah berbasis kinerja dan penghapusan tunjangan ulang tahun. Aksi ini menyoroti ketidakpuasan terhadap perubahan kebijakan kompensasi.
5. Integrasi Teknologi AI dalam Proses SDM. BYD mulai mengintegrasikan teknologi AI dalam proses manajemen SDM untuk meningkatkan efisiensi.

SCRIPT – ANALISIS MASALAH

1.Tiap kelompok Brainstorming

Kelompok 1: Menanggapi kasus BYD terkait Manajemen Talenta Terintegrasi di BYD
Tanggapan Kelompok 1:
Studi kasus ini menggambarkan bagaimana BYD (Build Your Dreams), perusahaan otomotif dan teknologi energi terbarukan asal Tiongkok, mengelola tantangan besar dalam pengelolaan SDM seiring ekspansi global dan pertumbuhan pesat mereka. Beberapa tantangan mencakup kekurangan talenta di sektor kendaraan energi baru, adaptasi budaya kerja lintas negara, hingga isu kepatuhan hukum dan kepuasan karyawan.
Sebagai solusi, BYD mengembangkan "BYD Talent Map", sistem Manajemen Talenta yang terintegrasi dan strategis, mirip dengan pendekatan Microsoft CareerCompass. Sistem ini memetakan kompetensi teknis dan kepemimpinan, mendorong pengalaman lintas fungsi, serta menyediakan jalur karier yang berbasis kinerja nyata, termasuk kontribusi terhadap paten dan ekspansi pasar.
Selain itu, BYD menerapkan:
• Sistem evaluasi 360 derajat
• Program pengembangan kepemimpinan (Future Leaders Program)
• Penugasan global untuk membentuk pemimpin tangguh di pasar internasional
• Perekrutan global dan khusus (termasuk veteran militer) untuk membangun keberagaman talenta

Studi kasus ini memberikan gambaran inspiratif tentang Manajemen Talenta modern yang adaptif, strategis, dan berorientasi global. Pendekatan BYD menunjukkan bahwa pengelolaan SDM yang sukses tidak hanya soal rekrutmen dan pelatihan, tetapi juga tentang membangun ekosistem talenta yang dinamis dan terintegrasi dengan tujuan bisnis
BYD sedang berada pada tahap transisi dari champion nasional menjadi global disruptor, sehingga Talent Development menjadi kunci pertumbuhan berkelanjutan. Untuk sukses, BYD perlu memperkuat :
• Sistem pengembangan terstruktur,
• Adaptasi budaya global,
• Integrasi teknologi data SDM.
Langkah ini tidak hanya akan memperkuat kapasitas internal, tetapi juga menjadikan BYD lebih kompetitif di pasar otomotif global yang sangat dinamis

Kelompok 2 : Menanggapi kasus BYD terkait tantangan yang dihadapi BYD dalam mengelola SDM seiring ekspansi global.
Tanggapan Kelompok 2 :
1. BYD Talent Map: Strategi BYD yang mengembangkan kerangka kerja mirip CareerCompass Microsoft, yaitu “BYD Talent Map”, adalah langkah yang tepat. Dengan memetakan talenta berdasarkan kompetensi inti seperti keahlian teknis dalam baterai, semikonduktor, dan kendaraan listrik, serta pengalaman lintas departemen dan pengalaman internasional, BYD memastikan bahwa pengelolaan talenta mereka selarasdengan rencana bisnis dan teknologi perusahaan.
2. Peningkatan Program Pelatihan dan Pengembangan Keterampilan Teknis: Mengingat kekurangan talenta di sektor kendaraan energi baru, BYD perlu memperkuat program pelatihan dan pengembangan teknis yang tidak hanya fokus pada keahlian teknis dasar, tetapi juga pada keterampilan yang lebih interdisipliner, mengingat kompleksitas sektor NEV.
3. Penyesuaian dengan Budaya Lokal: Mengingat tantangan adaptasi budaya kerja internasional, BYD bisa mengimplementasikan program orientasi budaya yang lebih mendalam di setiap pasar baru untuk membantu talenta yang dipindahkan atau baru bergabung agar lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan kerja yang berbeda.
4. Mengelola Ketidakpuasan Karyawan dengan Pendekatan yang Lebih Terbuka: Untuk menghindari protes serupa di masa depan, BYD harus lebih terbuka dalam komunikasi kebijakan terkait kompensasi dan tunjangan. Selain itu, membangun saluran komunikasi dua arah yang memungkinkan karyawan untuk menyampaikan keluhan dan aspirasi mereka secara lebih efektif akan sangat membantu dalam meningkatkan kepuasan kerja.
Tanggapan kami berdasarkan Study Case dimana BYD, perusahaan otomotif asal Tiongkok, menghadapi tantangan dalam mengelola talenta seiring dengan ekspansi global yang cukup berlangsung cepat dan telah mengambil langkah-langkah penting dalam mengelola talenta global, seperti menciptakan BYD Talent Map dan program rotasi karyawan internasional.

Meskipun BYD berhasil mengatasi berbagai tantangan dalam Manajemen Talenta dengan menciptakan sistem BYD Talent Map dan program rotasi karyawan antar-pabrik internasional, perusahaan perlu lebih fokus pada peningkatan komunikasi antara manajemen dan karyawan, terutama terkait kebijakan kompensasi dan kondisi kerja. Aksi mogok yang terjadi di beberapa pabrik menunjukkan adanya ketidakpuasan yang dapat mempengaruhi retensi talenta. Selain itu, meskipun teknologi AI digunakan untuk efisiensi, penting bagi BYD untuk memastikan bahwa penggunaan teknologi ini tetap etis dan memperhatikan kebutuhan pelatihan bagi karyawan untuk beradaptasi. Dengan memastikan aspek komunikasi, kesejahteraan karyawan, dan penggunaan teknologi yang tepat, BYD dapat memperkuat posisi mereka dalam pasar global dan meningkatkan kepuasan karyawan.

Kelompok 4 : Menanggapi kasus BYD terkait mengelola strategi manajemen talenta global dan tantangan implementasinya di berbagai negara
Tanggapan Kelompok 4 :
Saya melihat bahwa strategi manajemen talenta yang diterapkan BYD sangat progresif, terutama dengan pengembangan BYD Talent Map dan program Future Leaders. Langkah ini memungkinkan perusahaan untuk menyiapkan SDM unggul yang tidak hanya ahli secara teknis, tetapi juga siap memimpin di pasar internasional. Rotasi lintas negara dan pelatihan budaya merupakan pendekatan yang sangat tepat untuk mendukung ekspansi global. Menurut saya, strategi ini menunjukkan bahwa BYD tidak sekadar mencari talenta, tapi benar-benar membangun ekosistem pengembangan karier yang berkelanjutan. Sistem pengembangan kepemimpinan BYD dirancang menyeluruh, melalui Future Leaders Program, pelatihan lintas budaya, coaching dari eksekutif senior, serta dukungan sistem digital yang membuka ruang umpan balik dua arah. Strategi ini bukan hanya menjaga keberlangsungan inovasi, namun juga memperkuat employer branding BYD sebagai perusahaan global berbasis teknologi yang berorientasi pada SDM. Secara keseluruhan, studi kasus ini menampilkan bagaimana BYD mengintegrasikan strategi manajemen talenta berbasis kompetensi global dan digitalisasi untuk mendukung ekspansi serta keberlanjutan bisnis di era persaingan teknologi yang sangat dinamis.

Dari studi kasus ini, saya tertarik dengan bagaimana tantangan global BYD seperti kekurangan talenta NEV, adaptasi budaya kerja, dan isu ketenagakerjaan di Brasil menunjukkan pentingnya tata kelola SDM yang tidak hanya efisien, tapi juga etis. Kejadian seperti mogok kerja dan kondisi kerja tidak layak menandakan adanya celah dalam implementasi kebijakan. Saya pikir, keberhasilan manajemen talenta bukan hanya soal sistem yang canggih, tapi juga bagaimana perusahaan membangun kepercayaan dan kesejahteraan karyawan di semua lokasi operasionalnya

Kelompok 5 : Menanggapi kasus BYD terkait mengelola keberhasilan ekspansi bisnis global di tengah tantangan serius pada aspek SDM
Tanggapan Kelompok 5 :
Tanggapan kami pada studi kasus BYD bahwa faktanya menunjukkan bahwa pada kuartal keempat 2023, BYD mencatat penjualan lebih dari 526.000 unit kendaraan listrik baterai (BEV), mengalahkan Tesla yang menjual 484.000 unit pada periode yang sama. Pencapaian ini mempertegas posisi BYD sebagai pemimpin global dalam industri EV. Namun keberhasilan ini dibayangi oleh berbagai isu SDM, seperti temuan pelanggaran ketenagakerjaan di Brasil dan aksi protes karyawan di Tiongkok yang menyoroti lemahnya komunikasi dan transparansi kebijakan internal. Meskipun BYD telah meluncurkan Talent Map dan program kepemimpinan seperti Future Leaders, keberlanjutan keberhasilan perusahaan akan sangat bergantung pada implementasi manajemen talenta yang tidak hanya strategis tetapi juga berlandaskan nilai etika dan kepatuhan global. BYD perlu memastikan bahwa ekspansi agresifnya tidak mengorbankan kesejahteraan karyawan, terutama dalam menghadapi tantangan adaptasi budaya kerja dan integrasi AI di berbagai negara.

Kelompok 6 : Menanggapi kasus BYD terkait upaya mengelola manajemen talenta global secara berkelanjutan di tengah ekspansi internasional yang cepat
Tanggapan Kelompok 6 :
Solusi: BYD dapat mengatasi tantangan manajemen talenta dengan memperkuat program rekrutmen global untuk menarik talenta dari berbagai negara, serta mengembangkan pelatihan khusus untuk adaptasi budaya dan kepemimpinan multikultural. Selain itu, memperbaiki kondisi kerja di luar negeri dan meningkatkan transparansi kebijakan kompensasi dapat membantu mengurangi ketidakpuasan karyawan. Mengintegrasikan AI secara bertanggung jawab dan memastikan pelatihan yang sesuai akan mendukung efisiensi dalam manajemen SDM.

Analisis: Pendekatan BYD yang mengembangkan sistem Talent Map dan program pengembangan kepemimpinan berfokus pada pengelolaan talenta untuk memenuhi kebutuhan global perusahaan. Meskipun penggunaan teknologi AI dapat meningkatkan efisiensi, tantangan utama terletak pada penyesuaian dengan budaya kerja internasional dan menjaga kesejahteraan karyawan di pasar baru. Oleh karena itu, memperkuat komunikasi, memastikan kebijakan yang adil, dan memberikan pelatihan yang relevan adalah kunci untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
BYD harus prioritaskan keseimbangan antara ekspansi dan keberlanjutan SDM, dengan fokus pada:
• pemenuhan hak pekerja
• pengembangan talenta
• teknologi yang bertanggung jawab dan langkah proaktif yang dilakukan BYD akan mengubah tantangan menjadi peluang untuk kepemimpinan industri


2. Alternatif Solusi
Berikut alternatif solusi untuk mengatasi masalah BYD:
1. Kompetensi
Keahlian teknis (baterai, semikonduktor, software kendaraan), efisiensi manufaktur, kepemimpinan lintas fungsi, dan kemampuan komunikasi global.
2. Pengalaman Kunci
Proyek lintas departemen, rotasi ke pabrik luar negeri (Thailand, Brasil, Hong Kong), dan keterlibatan dalam peluncuran produk baru.
3. Hambatan Karier
Kesulitan adaptasi terhadap lingkungan kerja internasional, kepemimpinan yang lemah dalam tim multikultural, dan ketergantungan pada model lama.
4. Hasil Tahap Karier
Kinerja proyek, paten teknologi, efisiensi lini produksi, dan kontribusi dalam ekspansi pasar.



SCRIPT-PROBLEM SOLVING ACTIVITES
2. Mengumpulkan informasi dan Pengembangan Solusi
Dalam menghadapi tantangan manajemen talenta, BYD melakukan pendekatan problem solving dengan terlebih dahulu mengumpulkan informasi terkait kekurangan talenta di sektor NEV, adaptasi budaya kerja di pasar internasional, pelanggaran kondisi kerja, ketidakpuasan karyawan, dan tantangan integrasi teknologi AI. Dari data tersebut, BYD mengembangkan solusi melalui penguatan BYD Talent Map yang menekankan kompetensi strategis, rotasi internasional, dan hasil proyek; peningkatan pelatihan lintas budaya serta kepatuhan hukum di pasar luar negeri; revisi sistem kompensasi berbasis umpan balik 360 derajat; serta transformasi digital SDM berbasis AI dengan penekanan pada etika dan pelatihan adaptif, guna memastikan sistem manajemen talenta yang terintegrasi, adil, dan berkelanjutan di tengah ekspansi global perusahaan.

4. Presentasi (Sharing) dan Penyajian Hasil Karya
-Penyajian materi sudah sesuai dengan isi Buku Roberts E. Silzer Ben Dowell
-Tujuan pembelajaran ada dalam isi materi presentasi
-Studi kasus dapat dibahas dan dikembagkan solusinya secara bersama antar kelompok
-Pemaparan dan penjelasan isi materi telah dilakukan secara baik dan merata antar anggota kelompok presenter

SCRIPT-REFLEKSI DAN TINDAK LANJUT
Refleksi dari kasus BYD ini pentingnya sistem SDM yang adaptif, etis, dan berorientasi global untuk mendukung pertumbuhan perusahaan. Penguatan BYD Talent Map, pelatihan lintas budaya, evaluasi sistem kompensasi, serta transformasi digital berbasis AI merupakan langkah strategis yang tidak hanya menyelesaikan masalah saat ini, tetapi juga membangun fondasi SDM yang berkelanjutan. Sebagai tindak lanjut, kami merekomendasikan penyusunan roadmap implementasi solusi, pemantauan berkala melalui KPI yang relevan, serta pelibatan aktif manajemen dan karyawan dalam proses umpan balik untuk memastikan bahwa setiap inisiatif talenta selaras dengan visi ekspansi global BYD.
Sebagai balasan Dr. NOVA MARDIANA, S.E., M.M.

Re: LEMBAR KERJA CBL KELOMPOK

oleh A Bagas Windu Panji Nata -

LAPORAN CBL KELOMPOK 1 

TUJUAN PEMBELAJARAN CH 21

1. MENGENAL PRINSIP UTAMA MANAJEMEN TALENTA STRATEGIS

2. MENGETAHUI MANFAAT PENDEKATAN MANAJEMEN TALENTA STRATEGIS

3. MENGETAHUI TANTANGAN ORGANISASI DALAM MANAJEMEN TALENTA

4. MENGETAHUI TANTANGA PADA TINGKAT INDIVIDU/KARYAWAN

5. MENYIAPKAN ARAH MASA DEPAN MANAJEMEN TALENTA

Tujuan pemebelajaran Ch 22 :

1. Menjelaskan konsep dan ruang lingkup Talent Management dalam konteks organisasi modern.

2. Mengidentifikasi isu-isu kritis dalam penelitian Talent Management seperti definisi talenta, strategi manajemen talenta, dan relevansi kontekstual.

3. Menganalisis pendekatan teoretis dan metodologis yang digunakan dalam penelitian manajemen talenta.

4. Mengevaluasi tantangan dan kesenjangan dalam praktik serta penelitian Talent Management di berbagai sektor industri.

5. Mengembangkan gagasan atau pertanyaan penelitian baru yang kritis dan relevan untuk masa depan manajemen talenta.

TUJUAN PEMBELAJARAN CH 23

Tujuan pembelajaran dari Chapter 23: "Talent Management: An Annotated Bibliography" dalam buku Strategy-Driven Talent Management: A Leadership Imperative adalah untuk menyediakan referensi pustaka yang terkurasi dan dianotasi mengenai topik manajemen talenta. Bab ini bertujuan untuk membantu para profesional dan peneliti dengan:

1. Mengidentifikasi literatur utama dalam bidang manajemen talenta.

2. Meringkas konten inti dari setiap referensi sehingga pembaca bisa cepat memahami isi dan relevansinya.

3. Menunjukkan penerapan praktis dari teori dan praktik manajemen talenta dalam organisasi nyata.

4. Memberikan arahan untuk studi lebih lanjut, baik dalam praktik manajemen SDM maupun dalam penelitian ilmiah.

 

KASUS : GENERAL ELECTRIC

TANGGAPAN KELOMPOK 2:

General Electric (GE) berhasil menunjukkan bahwa manajemen talenta yang berkelanjutan adalah kunci keunggulan kompetitif jangka panjang. Di bawah kepemimpinan Jack Welch, GE menerapkan sistem evaluasi “Session C” untuk mengidentifikasi dan mengembangkan karyawan berpotensi tinggi, serta mendirikan pusat pelatihan eksekutif di Crotonville. Melalui rotasi jabatan, pelatihan intensif, dan budaya yang menempatkan talenta sebagai aset utama, GE menciptakan pipeline kepemimpinan yang kuat dan adaptif. Strategi ini tidak hanya meningkatkan retensi karyawan tetapi juga membuat GE mampu beradaptasi dengan perubahan pasar global. Kesuksesan GE menunjukkan bahwa manajemen talenta yang terstruktur dan berkelanjutan harus menjadi bagian inti dari strategi bisnis.

 

TANGGAPAN KELOMPOK 3

KUntuk perusahaan lain yang ingin meniru keberhasilan General Electric dalam manajemen talenta, implementasi strategi harus terfokus pada tiga pilar utama yang saling mendukung dan berdampak langsung pada kinerja bisnis.

 

Evaluasi Kinerja dan Potensi yang Rutin dan Objektif

Evaluasi karyawan harus dilakukan secara berkala dengan menggunakan metode yang transparan dan berbasis data, seperti sistem penilaian 360 derajat, Key Performance Indicators (KPI), dan assessment center. Ini memungkinkan perusahaan tidak hanya menilai hasil kerja saat ini, tetapi juga potensi pengembangan karyawan dalam jangka panjang. Evaluasi yang objektif membantu mengidentifikasi talenta terbaik sekaligus memberikan sinyal yang jelas bagi karyawan yang perlu didukung atau disiapkan untuk rotasi atau perubahan karir. Tanpa evaluasi yang disiplin dan berkelanjutan, perusahaan akan sulit mengelola SDM secara strategis dan berisiko kehilangan talenta kritikal di tengah persaingan bisnis.

 

Investasi Nyata dalam Pelatihan Kepemimpinan yang Relevan dengan Tantangan Bisnis

Pelatihan tidak boleh hanya formalitas atau rutinitas tahunan yang bersifat umum. Investasi pelatihan harus disesuaikan dengan kebutuhan bisnis saat ini dan masa depan, misalnya leadership agility, digital literacy, atau kemampuan manajerial dalam kondisi krisis. Pendirian pusat pelatihan internal atau kerjasama dengan lembaga profesional menjadi langkah strategis yang memungkinkan transfer ilmu secara intensif dan berkelanjutan. Investasi ini akan menghasilkan pemimpin yang tidak hanya memahami visi dan nilai perusahaan, tetapi juga mampu mengambil keputusan cepat dan tepat dalam menghadapi perubahan pasar.

 

Pengembangan Pengalaman Kerja yang Beragam melalui Rotasi Jabatan

Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk merotasi posisi dan fungsi kerja membantu mereka mengembangkan wawasan bisnis yang holistik dan keterampilan lintas fungsi. Hal ini meningkatkan fleksibilitas organisasi dan kesiapan karyawan dalam mengisi berbagai posisi strategis. Rotasi jabatan juga memperkaya pengalaman dan mempercepat proses pengembangan karir, sekaligus meminimalisir risiko stagnasi dan kejenuhan kerja. Organisasi yang sukses memahami bahwa pengembangan talenta tidak hanya melalui pelatihan teori, tetapi juga melalui pengalaman praktis yang menantang dan variatif.

 

Jika ketiga langkah ini tidak diimplementasikan secara serius dan konsisten, upaya manajemen talenta hanya akan menjadi jargon korporat tanpa dampak nyata pada bisnis. Hal ini bisa menyebabkan kebocoran talenta, rendahnya motivasi, serta kegagalan perusahaan dalam menjawab tantangan persaingan dan perubahan pasar.

 

 

Salah satu aspek paling menarik dari pendekatan GE adalah penciptaan budaya organisasi yang menempatkan talenta sebagai aset utama. Budaya ini menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pengembangan diri, pembelajaran berkelanjutan, dan meritokrasi. Hasil nyata dari strategi ini adalah terbentuknya pipeline kepemimpinan yang kuat, di mana GE mampu menghasilkan banyak pemimpin sukses yang kemudian menempati posisi strategis di perusahaan besar lainnya di seluruh dunia. Ini tidak hanya memperkuat reputasi GE sebagai perusahaan pelopor dalam pengembangan kepemimpinan, tetapi juga menunjukkan bahwa keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang terus dibangun secara sistematis.

 

Strategi ini juga berdampak positif terhadap retensi karyawan, meningkatkan loyalitas serta komitmen individu terhadap organisasi. Lebih dari itu, GE menjadi contoh bagaimana organisasi bisa menjadi lebih adaptif terhadap dinamika perubahan eksternal, lebih responsif terhadap tantangan pasar, dan tetap kompetitif dalam jangka panjang berkat manajemen talenta yang efektif. Dalam konteks ini, manajemen talenta tidak hanya dilihat sebagai alat pengembangan internal, tetapi juga sebagai elemen strategis yang mampu memberikan diferensiasi kompetitif.

 

Jika dikaitkan dengan konteks lokal di Indonesia, pendekatan GE ini dapat menjadi inspirasi bagi perusahaan-perusahaan nasional, baik swasta maupun BUMN, untuk mulai menempatkan pengembangan SDM sebagai prioritas utama. Namun, tentunya perlu disesuaikan dengan kultur organisasi, tingkat kematangan struktur SDM, dan kesiapan manajerial di masing-masing perusahaan. Penerapan sistem seperti “Session C” dan pelatihan kepemimpinan terstruktur bisa menjadi langkah awal untuk menciptakan pipeline kepemimpinan lokal yang kuat dan berdaya saing global.

 

Secara keseluruhan, kasus GE ini memberikan pelajaran penting bahwa investasi pada manusia adalah investasi strategis yang hasilnya dapat dirasakan secara jangka panjang. Manajemen talenta yang terstruktur, berkelanjutan, dan didukung oleh budaya organisasi yang tepat adalah fondasi utama bagi keunggulan kompetitif organisasi di era modern ini.

TANGGAPAN KELOMPOK 4

setuju kalau GE sukses dalam manajemen talenta, tapi menurut saya ada satu hal yang perlu dikritisi. Sistem seperti ‘Session C’ dan pelatihan di Crotonville itu sangat bergantung pada kepemimpinan Jack Welch. Artinya, strategi ini sangat top-down. Nah, gimana kalau pemimpinnya ganti dan nggak punya visi atau komitmen yang sama?

Kalau terlalu bergantung sama satu figur, strategi ini bisa nggak berkelanjutan. Harusnya sistem manajemen talenta itu bisa jalan meskipun pemimpinnya ganti-ganti. Jadi, menurut saya, keberhasilan GE ini perlu dilihat juga dari sisi apakah sistemnya kuat secara institusi, bukan cuma karena pemimpinnya hebat.

 

TANGGAPAN KELOMPOK 5

Menariknya GE ini meskipun perusahaan lama yang sudah berdiri dari 1892 tapi pendekatan yang dilakukan GE justru membalik logika lama dulu, banyak perusahaan fokus ke hasil akhir bukan orangnya. Tapi GE justru taruh talenta di tengah strategi. Ini mirip kaya startup zaman sekarang yang berlomba cari top talent sebelum mikirin profit. Jadi meski modelnya dan berdirinya lama, tapi GE memiliki sistem dan ekosistem jaman sekarang.

 

Ketika kita bicara tentang manajemen talenta, sebenarnya kita sedang membicarakan manusia bukan sekadar karyawan, tapi sosok yang punya mimpi, potensi, dan keinginan untuk tumbuh. Studi kasus General Electric (GE) memberi kita pelajaran penting bahwa perusahaan besar tidak dibangun oleh sistem saja, tetapi oleh orang-orang yang dikembangkan dengan niat dan konsistensi. GE tidak hanya fokus pada hasil, tapi juga pada proses membentuk pemimpin dari dalam. Mereka percaya bahwa dengan sistem yang tepat evaluasi yang adil, pelatihan yang terstruktur, dan budaya saling percaya siapa pun bisa menjadi aset strategis perusahaan.

 

TANGGAPAN KELOMPOK 6

Tantangan dalam Konsistensi Pelaksanaan:
Menjaga konsistensi pelaksanaan sistem evaluasi dan pelatihan di seluruh divisi bisa sulit dan memerlukan monitoring yang ketat.

Risiko Overemphasis pada Talenta Terpilih:
Fokus berlebihan pada segelintir talenta berpotensi membuat karyawan lain merasa terabaikan, sehingga penting menjaga keseimbangan dalam pengelolaan SDM.

Biaya dan Waktu Pelatihan yang Tidak Kecil:
Perusahaan harus menyiapkan sumber daya yang memadai agar investasi pelatihan tidak menjadi beban finansial yang memberatkan.

 

kasus GE menunjukkan bahwa manajemen talenta yang terstruktur dan berkelanjutan, seperti melalui evaluasi “Session C”, pelatihan di Crotonville, dan rotasi jabatan, efektif dalam menciptakan pemimpin berkualitas dan memperkuat daya saing perusahaan. Pendekatan ini meningkatkan retensi, adaptabilitas, dan menjadikan talenta sebagai aset strategis. Jika diterapkan di perusahaan lain, strategi ini berpotensi menciptakan keunggulan jangka panjang, asalkan disesuaikan dengan konteks dan kapasitas masing-masing organisasi.

 

Poin-Poin Kasus General Electric (GE):

  1. Manajemen Talenta sebagai Strategi Inti
    GE menjadikan pengelolaan talenta sebagai bagian dari strategi bisnis jangka panjang.
  2. Sistem Evaluasi “Session C”
    Setiap tahun dilakukan evaluasi karyawan berpotensi tinggi untuk pengembangan lebih lanjut.
  3. Pusat Pelatihan Eksekutif Crotonville
    Dibangun untuk mencetak calon pemimpin masa depan melalui pelatihan intensif dan terstruktur.
  4. Rotasi Jabatan dan Budaya Pengembangan Talenta
    Memberi pengalaman lintas fungsi bagi karyawan, membentuk pipeline kepemimpinan yang kuat.
  5. Hasil dari Strategi Ini:
  • Meningkatkan retensi karyawan.
  • Mencetak pemimpin yang juga sukses di perusahaan lain.
  • Menjadikan GE adaptif dan kompetitif secara global.
Kesimpulan Utama:
Manajemen talenta yang terstruktur, berkelanjutan, dan strategis adalah kunci keunggulan jangka panjang.

Refleksi dan Tindak Lanjut:

  1. Untuk Organisasi atau Perusahaan Lain:
    Perlu mulai membangun sistem manajemen talenta yang proaktif dan strategis, bukan sekadar administratif.
  • Contohnya: sistem pemetaan potensi (talent mapping), program kaderisasi, dan pengembangan kepemimpinan berjenjang.
Untuk Manajemen SDM:
HR harus berperan sebagai mitra strategis yang mendesain karier dan masa depan karyawan, bukan hanya merekrut dan mengelola administrasi.
Tindak Lanjut di Lingkungan Akademik atau Pemerintahan:
Dapat mengadopsi model pelatihan berkelanjutan dan sistem rotasi tugas agar SDM tidak stagnan serta siap menghadapi tantangan perubahan global.
Untuk Individu Profesional:
Penting untuk aktif mencari peluang pengembangan diri, mengikuti pelatihan, dan membuka diri terhadap rotasi jabatan sebagai bekal untuk masa depan karier.

 


Sebagai balasan Dr. NOVA MARDIANA, S.E., M.M.

Re: LEMBAR KERJA CBL KELOMPOK

oleh Roy Saga -
Studi kasus kelompok 6
Mata Kuliah: Manajemen Talenta

Pokok Bahasan:
1. Managing And Measuring the Talent Management Function
2. Managing Talent in a Global Organization
3. Managing Talent in China

Sub pokok bahasan:
Bab 12 (Managing And Measuring the Talent Management Function)
1. menjelaskan strategi dalam pengelolaan talenta yang efektif
2. mempelajari teknik teknik pengukuran kinerja dalam manajemen talenta
3. menilai pentingnya peran manajer dalam mengelola dan mengukur talenta diorganisasi
4. ⁠menganalisis tantangan dan solusi dalam manajemen talenta diberbagai industri

Bab 13 (Managing Talent in a Global Organization)
1. memahami pentingnya menyelaraskan manajemen talenta global dengan strategi bisnis secara keseluruhan
2. ⁠mengidentifikasi tren dan tantangan utama dalam mengelola tenaga kerja global
3. ⁠menganalisis peran budaya dalam manajemen kinerja, penilaian dan pengembangan kepemimpinan

Bab 14 (Managing Talent in China)
1. Memahami Pentingnya Manajemen Talenta Strategis
2. ⁠Menerapkan Prinsip-Prinsip Strategi Manajemen Talenta
3. ⁠Menggunakan Kerangka Kerja Terintegrasi
4. ⁠Menjelaskan Peran Kepemimpinan Senior
5. ⁠Menggunakan Alat Penilaian dan Pengembangan
6. ⁠Menganalisis Tantangan dan Arah Masa Depan
7. ⁠Menyimpulkan Nilai Manajemen Talenta Strategis

Kasus/ problem : PT. Unilever

Kasus/problem:
1. Pipeline Kepemimpinan Regional yang Tersendat : Hanya 40 % jabatan Country Manager di pasar berkembang yang memiliki kandidat internal siap pakai; sisanya diisi oleh ekspatriat dari Eropa atau Amerika.
2. Kurangnya Standarisasi Proses Talent Review : Setiap region menjalankan performance appraisal dan talent review dengan formulir dan skala berbeda, sehingga sulit membandingkan dan memindahkan kandidat antar-wilayah.
3. Retensi High‑Potentials Rendah : Angka turnover untuk karyawan berusia 25–35 tahun mencapai 18 % per tahun (vs. target < 10 %), karena tidak melihat jalur karier yang menantang di dalam grup.

1. Tiap kelompok Brainstorming
Kelompok 1: Studi kasus dari Unilever memberikan refleksi mendalam: perusahaan ini tidak hanya membentuk pemimpin global, tetapi justru memberdayakan pemimpin lokal untuk tampil di panggung internasional. Filosofi mereka, "Lead from everywhere," menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak harus lahir dari pusat korporat di Eropa atau Amerika, tetapi dapat bertumbuh dari Mumbai, Lagos, hingga Jakarta. Hal ini hanya mungkin jika organisasi berani membuka jalur karier lintas batas, membongkar bias budaya, dan berinvestasi dalam pengalaman lintas fungsi dan lintas negara.
Kelompok 2: Unilever menerapkan pendekatan Strategic Workforce Planning dengan memfokuskan pada beberapa area kritikal:
• Pipeline Kepemimpinan Regional: Implementasi “Future Leaders Programme” untuk mempersiapkan calon pemimpin regional melalui rotasi kerja dan pengembangan keterampilan.
• Kompetensi Digital: Meluncurkan Digital Academy untuk meningkatkan keterampilan digital dan penggunaan data analytics.
• Retensi High-Potentials: Meningkatkan program talent mobility dan memberikan jalur karier yang jelas agar talenta potensial tidak kehilangan motivasi.
• Standarisasi Proses Talent Review: Menggunakan 9-Box Grid untuk penilaian karyawan agar lebih objektif dan transparan.
Dengan penerapan pendekatan ini, Unilever berhasil mengatasi tantangan dalam pengelolaan talenta global dan meningkatkan kesiapan serta ketersediaan talenta lokal. Sistem yang lebih terstandarisasi dan berbasis data memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan efektivitas dan daya saing di pasar global.
Kelompok 3: Menurut kami, kasus Unilever ini sangat relevan dengan tantangan manajemen SDM global saat ini, terutama dalam hal bagaimana sebuah perusahaan multinasional harus menyiapkan dan mengelola talenta secara strategis. Kami melihat bahwa Unilever menghadapi tiga masalah besar, yaitu kekosongan pimpinan regional, tidak seragamnya sistem penilaian karyawan, dan tingginya turnover karyawan muda yang potensial.

Hal ini menunjukkan bahwa walaupun Unilever adalah perusahaan besar, mereka tetap harus berbenah dalam hal manajemen talenta, apalagi dalam kondisi dunia yang cepat berubah karena digitalisasi dan pandemi. Kami setuju dengan langkah mereka menggunakan pendekatan Strategic Workforce Planning (SWP) karena pendekatan ini bisa membantu mereka memetakan kebutuhan SDM di masa depan secara lebih akurat, berdasarkan data, bukan hanya asumsi.
Program-program seperti Future Leaders Programme dan Digital Academy menurut kami sangat bagus karena tidak hanya mengandalkan rekrutmen dari luar, tapi juga mengembangkan karyawan dari dalam. Ini penting banget untuk retensi, apalagi bagi generasi muda yang sering merasa nggak punya jalur karier yang jelas. Selain itu, adanya Talent Mobility Hub juga bisa jadi solusi biar karyawan lebih mudah pindah antar negara dan merasakan pengalaman baru yang bisa memperkaya karier mereka.
Kami juga menyadari bahwa global talent management itu nggak gampang. Perusahaan harus bisa menggabungkan antara kebutuhan lokal dan strategi global. Unilever udah mulai melakukan ini, tapi menurut kami mereka juga harus hati-hati soal perbedaan budaya kerja di tiap negara, supaya program rotasi atau pelatihan bisa berjalan efektif.
Pada intinya Unilever udah berada di jalur yang tepat dengan strategi berbasis data dan pengembangan internal, tapi mereka tetap harus menjaga agar pelaksanaan program-program ini sesuai dengan konteks lokal di tiap negara. Buat kami sebagai mahasiswa, ini jadi pelajaran penting bahwa manajemen SDM di perusahaan global itu nggak cuma soal rekrutmen, tapi juga soal strategi jangka panjang dan adaptasi budaya.
Kelompok 4:
Dari studi kasus ini, kami menyoroti pentingnya reskilling dan upskilling dalam menghadapi disrupsi digital. Kesenjangan keterampilan digital di negara-negara berkembang seperti Asia Tenggara sangat relevan, apalagi dengan makin dominannya e-commerce dan digital marketing. Peluncuran “Digital Academy” oleh Unilever merupakan langkah nyata untuk membangun kapabilitas internal secara cepat. Bagi kami, ini merupakan contoh implementasi learning organization, di mana pembelajaran menjadi bagian dari budaya perusahaan.
Kelompok 5: Studi kasus Unilever ini menunjukkan tantangan besar dalam mengelola talent di perusahaan global, terutama saat terjadi disrupsi digital dan pandemi. Masalah seperti kurangnya pemimpin senior, mobilitas karyawan yang rendah, dan kesenjangan keterampilan digital jadi perhatian utama. Untuk mengatasinya, perusahaan perlu menyiapkan calon pemimpin dari dalam, mempermudah sistem rotasi kerja, dan meningkatkan pelatihan digital. Salah satu solusinya adalah membangun sistem mobilitas internal berbasis teknologi, seperti HRIS dengan AI, agar proses rotasi dan pemindahan karyawan lebih cepat, efisien, dan sesuai kebutuhan tiap negara.

2. Alternatif Solusi:
1. Memperkuat Pipeline Kepemimpinan Regional: Implementasi “Future Leaders Programme” dengan rotasi 6–12 bulan antar-region untuk menyiapkan kandidat lokal yang siap menggantikan ekspatriat.
2. Menutup Gap Kompetensi Digital : Peluncuran Digital Academy: pelatihan intensif sertifikasi digital marketing & data analytics bagi tim regional.
3. Meningkatkan Retensi High‑Potentials: Buat Talent Mobility Hub: platform internal untuk melihat dan melamar assignment lintas negara/fungsi—memberi jalur karier menantang dan cepat.
4. Standarisasi Proses Talent Review: Gunakan 9‑Box Grid dan form penilaian seragam di seluruh region, sehingga kinerja dan potensi mudah dibandingkan.
5. Meningkatkan Data & Visibility: Kembangkan Talent Dashboard Global (HRIS) yang menampilkan real‑time data kompetensi, readiness, dan pengalaman lintas negara untuk mendukung keputusan cepat.

3. Mengumpulkan informasi dan Pengembangan Solusi
Dengan menerapkan pendekatan Strategic Workforce Planning, Unilever berhasil mengidentifikasi dan mengatasi tantangan utama dalam manajemen talenta global—mulai dari kekosongan pipeline kepemimpinan regional dan gap kompetensi digital, hingga retensi high-potentials, standarisasi proses, dan keterbatasan data. Melalui program rotasi "Future Leaders", "Digital Academy", platform "Talent Mobility Hub", penggunaan 9-Box Grid seragam, serta Talent real-time, Unilever meningkatkan kesiapan kandidat lokal, menutup gap keterampilan, menurunkan turnover, dan mempercepat pengisian posisi kritikal. Hasilnya, organisasi menjadi lebih agile, data-driven, dan mampu mendukung pertumbuhan di berbagai pasar global.

4. Presentasi (Sharing) dan Penyajian Hasil Karya
• Penyajian materi sudah sesuai dengan referensi utama dan studi kasus terkini.
Tujuan pembelajaran dalam materi presentasi telah disusun dengan jelas.
• Studi kasus dapat didiskusikan dan dikembangkan solusinya secara kolaboratif antar kelompok.
• Pemaparan materi dilakukan secara merata oleh setiap anggota kelompok untuk memastikan pemahaman yang optimal.
Sebagai balasan Dr. NOVA MARDIANA, S.E., M.M.

Re: LEMBAR KERJA CBL KELOMPOK

oleh Rizki Novita Putri Ayudya -
STUDI KASUS KELOMPOK 2
Mata Pembelajaran : Manajemen Talenta

Pokok Bahasan :
1. endekatan “Goof Hands” Allstate Dalam Manajemen Talenta
Berdasarkan wawancara antara Ed Liddy & Joan Crockett (CEO & SVP HR Allstate)
2. A View from the Top on Talent Management
Wawancara Eksklusif dengan Warren Staley,Mantan CEO Cargil
3. Chief Human Resource Officer Perspectives On Talent Management

Sub Pokok Bahasan :
Bab 18 :
1. Memahami filosofi manajemen talenta berbasis strategi di Allstate
2. Menjelaskan pengaruh kepemimpinan terhadap Keputusan strategis SDM
3. Mengkaji penerapan dan revisi Critical Success Factors (CSFs)
4. Menilai dampak sinergi antara strategi bisnis dan pengelolaan SDM

Bab 19 :
1. Memahami bagaimana pemimpin puncak membentuk budaya manajemen talenta.
2. Mengetahui praktik nyata dalam transformasi organisasi berbasis perilaku.
3. Mempelajari cara membangun sistem sukses dan kepemimpinan berkelanjutan.
4. Mengkaji peran pemimpin sebagai pengajar dalam proses perubahan.

Bab 20 :
1. Menjelaskan peran strategis CHRO dalam talent management.
2. Menggali hubungan antara strategi bisnis dan strategi talenta.
3. Mengidentifikasi tantangan dan praktik terbaik dari tiga CHRO.
4. Menyajikan pelajaran penting dan arah masa depan talent management.

Kasus/Problem : UNILEVER
1. Ketersediaan Pemimpin yang Kompeten
2. Kompleksitas Organisasi Global
3. Risiko Kekosongan Posisi Strategis

Tiap Kelompok Brainstorming


Kelompok 1:

Strategi Pengelolaan Talenta Unilever

Unilever menunjukkan praktik manajemen talenta kelas dunia dengan menempatkan pengembangan kepemimpinan sebagai inti dari strategi bisnisnya. Pendekatannya menekankan bahwa keberhasilan perusahaan jangka panjang tidak bisa dilepaskan dari investasi sistematis terhadap human capital.


1. People-Centric Strategy

Unilever menerapkan leadership development pipeline yang kuat, mulai dari rekrutmen, pelatihan berkelanjutan, hingga promosi yang berbasis kompetensi. Ini menciptakan alur regenerasi kepemimpinan yang tidak bergantung pada individu, tapi pada sistem yang tumbuh.


2. Talenta sebagai Aset Strategis

Talenta tidak hanya dianggap sebagai pelaksana operasional, tetapi sebagai penggerak inovasi dan pertumbuhan. Program talenta Unilever menyasar posisi-posisi kunci dan memastikan kesiapan suksesi dengan bench strength yang solid.


3. Kepemimpinan yang Adaptif dan Global

Unilever membentuk pemimpin yang tangguh di berbagai level, berpikiran global namun berakar pada nilai lokal. Pemimpin dilatih untuk menghadapi perubahan pasar, keberagaman budaya, serta ekspektasi konsumen yang terus berubah.


4. Dampak pada Keunggulan Kompetitif

Pendekatan ini menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Dengan pipeline talenta yang siap pakai, Unilever mampu beradaptasi cepat dalam lanskap bisnis global yang dinamis. Ini mengurangi risiko bisnis sekaligus mempercepat inovasi.

Kesimpulan
Unilever membuktikan bahwa talenta bukan sekadar SDM, melainkan modal strategis yang menentukan arah bisnis. Strateginya menjawab tantangan zaman: bagaimana menciptakan organisasi yang bukan hanya kuat secara struktur, tapi juga unggul secara karakter dan kepemimpinan.

Jika ingin menaklukkan masa depan, milikilah pemimpin yang siap hari ini dan sistem yang membentuknya kemarin.

Kelompok 3:

Izin memberikan tanggapan bu,

Studi kasus mengenai manajemen talenta di Unilever ini mencerminkan kompleksitas dan tantangan nyata dalam konteks globalisasi dan keberagaman.
Budaya organisasi Unilever, sebagai perusahaan global yang beroperasi di lebih dari 190 negara, menghadapi tantangan fundamental dalam hal:
• Menjamin keberlangsungan kepemimpinan yang kompeten dan selaras dengan nilai-nilai perusahaan,
• Mengelola pipeline talenta internal di tengah risiko kekosongan posisi strategis,
• Menjaga konsistensi standar kepemimpinan di berbagai wilayah dengan latar budaya yang beragam.

Permasalahan ini menekankan pentingnya tata kelola talenta yang terintegrasi dengan strategi bisnis global serta adaptif terhadap dinamika lokal.

Solusi yang diadopsi oleh Unilever menunjukkan pendekatan yang sangat relevan dengan teori strategic human resource management, di mana organisasi tidak hanya fokus pada pengisian posisi, tetapi juga pada sustainability dan leadership continuity. Di antara strategi yang patut diapresiasi adalah:
• Pengembangan kepemimpinan yang dilakukan sejak dini dan menyeluruh,
• Sistem penilaian yang objektif dan berbasis kompetensi,
• Pembinaan dan pelatihan berkelanjutan yang dikaitkan dengan tujuan jangka panjang organisasi.

Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa Unilever tidak sekadar membentuk pemimpin yang berorientasi pada hasil, tetapi juga menciptakan culture carrier—pemimpin yang mampu menjadi agen perubahan dan penjaga nilai organisasi.

Refleksi dan Rekomendasi :
Terdapat beberapa poin reflektif yang dapat ditarik:
• Pertama, perlunya integrasi antara talent management framework dengan sistem penilaian kinerja lintas budaya.
• Kedua, pemanfaatan data analitik dalam talent forecasting dan perencanaan suksesi akan sangat membantu dalam mengurangi risiko kekosongan kepemimpinan.
• Ketiga, strategi global harus senantiasa mempertimbangkan local responsiveness—suatu prinsip penting dalam transnational HR strategy.

Dengan demikian, strategi Unilever dapat dikatakan telah berada pada jalur yang tepat, meskipun ruang untuk inovasi dalam pemanfaatan teknologi dan pendekatan berbasis bukti (evidence-based HR) masih dapat dikembangkan lebih lanjut.

Kasus ini memperlihatkan bahwa manajemen talenta tidak lagi dapat dipandang sebagai fungsi administratif semata, melainkan sebagai bagian integral dari strategi korporasi jangka panjang. Unilever, melalui pendekatannya yang berbasis nilai, kompetensi, dan pembelajaran berkelanjutan, memberikan teladan tentang bagaimana organisasi dapat membangun kepemimpinan yang tangguh, adaptif, dan berdaya transformasi tinggi.

 Kelompok 4 :

1. Unilever menghadapi tantangan besar dalam memastikan ketersediaan pemimpin yang kompeten di berbagai negara. Namun, pendekatan yang digunakan masih terlalu fokus pada sistem dan standarisasi. Ini berbeda dengan pendekatan “Good Hands” Allstate yang menekankan pentingnya kepemimpinan berbasis empati, kepercayaan, dan perhatian nyata terhadap karyawan.

Jika Unilever hanya menyiapkan talenta untuk mengisi posisi tanpa membangun hubungan yang kuat secara emosional, maka karyawan bisa merasa tidak dihargai sebagai individu. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menurunkan loyalitas dan semangat kerja. Pemimpin seharusnya tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga mampu menciptakan rasa aman dan kepercayaan, seperti filosofi “di tangan yang tepat” yang diusung Allstate.

2. Pendekatan yang diterapkan oleh Allstate menitikberatkan pada komitmen jangka panjang dalam membina dan menjaga talenta. Hal ini bertujuan agar setiap individu dapat berkembang dalam lingkungan yang stabil dan mendukung. Sebagai contoh, dalam studi kasus Unilever, program seperti Unilever Future Leaders Programme (UFLP) menunjukkan bagaimana perusahaan berinvestasi secara serius untuk menumbuhkan kepercayaan kepada talenta internal agar siap mengisi posisi strategis di masa depan. Pendekatan ini mencerminkan prinsip “Good Hands,” yaitu perusahaan tidak hanya sekadar mempekerjakan, tetapi juga merawat, membina, dan mempercayakan masa depan perusahaan kepada sumber daya manusianya sendiri.

3 Dapat disimpulkan bahwa filosofi "Good Hands" dari Allstate sangat relevan dan tercermin dalam strategi manajemen talenta Unilever. Dengan menyoroti pentingnya kepemimpinan yang peduli dan bertanggung jawab, yang menciptakan rasa aman dan kepercayaan dalam organisasi.
Kemudian dengan menekankan investasi jangka panjang terhadap pengembangan talenta internal, seperti melalui program UFLP, sebagai bukti kepercayaan perusahaan terhadap karyawannya. Lalu dengan menegaskan pentingnya budaya organisasi yang inklusif, adaptif, dan berbasis nilai, yang membuat karyawan merasa dihargai dan diberdayakan. Namun secara keseluruhan, Unilever telah berhasil menerapkan prinsip “Good Hands” dengan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pertumbuhan, keterlibatan, dan kesejahteraan karyawan secara menyeluruh.

Kelompok 5 :

1. sesuai dengan studi kasusnya, tantangan yang dihadapi Unilever dalam memastikan ketersediaan pemimpin yang kompeten dan sejalan dengan nilai perusahaan di lebih dari 190 negara tapi bagaimana membangun pipeline talenta internal yang kuat dan konsisten di tengah berbagai budaya dan dinamika pasar.
Sehingga kedepannya, Unilever perlu fokus pada pengembangan talenta dari dalam melalui program yang terstruktur, Manfaatkan rotasi lintas negara dan fungsi
mentoring dan coaching global

Ini membuka perspektif baru dan membantu mereka menavigasi tantangan budaya. Mentor bisa berbagi pengalaman tentang bagaimana kepemimpinan atau pengambilan keputusan bekerja di konteks mereka. Hal ini menyelaraskan strategi manajemen talenta sepenuhnya dengan tujuan bisnis mereka. Ini akan memungkinkan mereka tidak hanya menghasilkan kinerja bisnis yang unggul, tetapi juga membangun pemimpin yang adaptif, tim yang kuat, dan menjaga budaya perusahaan yang kokoh.

2. Secara keseluruhan, Unilever telah membangun sistem manajemen talenta yang terstruktur dan berorientasi pada nilai-nilai perusahaan. Namun, tantangan terbesar tetap pada menjaga keseimbangan antara standar global dan adaptasi lokal, mempercepat kesiapan talenta internal, serta memastikan bahwa pemimpin tidak hanya berkinerja baik secara bisnis tetapi juga membangun budaya yang inklusif dan berkelanjutan. Keberhasilan Unilever dalam mengelola talenta akan sangat bergantung pada kemampuan perusahaan untuk terus menyesuaikan strateginya dengan dinamika pasar dan perubahan generasi tenaga kerja. Intinya, Unilever sudah punya sistem talenta kuat, tapi di dunia yang terus berubah, adaptasi adalah kunci keberhasilan.

Kelompok 6:

Unilever sebagai perusahaan multinasional besar memang menghadapi tantangan yang cukup kompleks dalam mengelola talenta di berbagai negara. Mengingat Unilever beroperasi di lebih dari 100 negara dengan budaya dan kondisi yang berbeda-beda, menjaga konsistensi standar kepemimpinan tentu bukan perkara mudah. Hal ini menuntut perusahaan untuk tidak hanya mencari pemimpin yang kompeten, tetapi juga yang mampu beradaptasi dengan situasi dan dinamika lokal.

Saya melihat strategi Unilever yang menggunakan Unilever Leadership Framework sangat relevan dan efektif. Dengan fokus pada empat pilar utama seperti Growth Mindset, Customer Focus, Bias for Action, serta Accountability and Ownership, Unilever berhasil menempatkan kompetensi kepemimpinan sebagai dasar utama pengembangan talenta. Pendekatan ini menurut saya sangat penting agar pemimpin tidak hanya mampu menjalankan tugasnya secara teknis, tapi juga dapat menginspirasi dan memimpin tim dengan nilai-nilai yang selaras dengan budaya perusahaan.

Program pengembangan talenta seperti Unilever Future Leaders Programme (UFLP) juga menurut saya menjadi langkah strategis yang tepat. Melalui rotasi lintas fungsi dan negara serta pelatihan intensif, program ini memastikan bahwa talenta yang dikembangkan tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas, tetapi juga pengalaman yang beragam. Ini sangat krusial untuk membentuk pipeline pemimpin masa depan yang siap menghadapi tantangan bisnis global yang dinamis.

Selain itu, saya mengapresiasi adanya coaching dan mentoring dari pemimpin senior dalam proses pengembangan talenta. Hal ini menunjukkan bahwa Unilever tidak hanya fokus pada hasil bisnis, tetapi juga pada pengembangan manusia secara berkelanjutan. Pendekatan ini menurut saya mencerminkan budaya perusahaan yang sehat dan berorientasi pada pertumbuhan individu serta tim secara bersama-sama.

Secara keseluruhan, menurut saya Unilever sudah menjalankan manajemen talenta dengan cara yang sistematis dan terstruktur. Meski tantangan pengelolaan talenta global sangat besar, strategi dan program yang dijalankan oleh Unilever sudah sangat baik dalam memastikan keberlanjutan bisnis sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia.