Diskusi Pertemuan 6

Diskusi Kelompok Pertemuan 6

Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by dian kagungan dian kagungan -
Number of replies: 29

Tugas utk mhsw hari ini: Upload tugas makalah diskusi bagi kelompok yang belum maju minggu kemarin, lalu silakan beri tanggapan dari kelompok mahasiswa yang lain BERDISKUSI DI V CLASS.

Jangan lupa bagi kelompok yang belum maju untuk upload file makalah di forum diskusi ini agar mahasiswa lain dapat membacanya terlebih dahulu.

Caranya : klik reply pada forum ini, kemudian tulis nama kelompok lalu klik post to forum. Setelah itu, klik edit lalu silahkan upload file makalah kalian, kemudian klik save changes.

(Mahasiswa yang aktif di berikan reward khusus)

In reply to dian kagungan dian kagungan

Re: Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by YOLANDA NATSYA -
MAKALAH KELOMPOK 2 MAKALAH PENYALAHGUNAAN WEWENANG MK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
In reply to YOLANDA NATSYA

Re: Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by DWI CITRA WIDYA NINGSIH -
Izin bertanya untuk kelompok 2:
Saya : Dwi Citra Widya Ningsih
Tidak awal apa si yang harus kita lakukan ketika kita mengetahui salah satu oknum melakukan penyalahgunaan wewenang, dan kira kira mereka akan terjerat pasal apa, dan bagaimana hukuman yang akan di terima oleh oknum tersebut terimakasih.
In reply to DWI CITRA WIDYA NINGSIH

Re: Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by Mutiara Aulia Imani -
Nama : Mutiara Aulia Imani
NPM : 2216041001
Kelompok : 2

Menurut saya, tindakan awal yang kita lakukan jika kita mengetahui salah satu oknum melakukan tindakan penyelewengan wewenang yaitu melaporkan kejadian tersebut ke pihak yang berwenang seperti KPK atau Ombudsman.
Mereka yang melakukan penyelewengan wewenang akan dikenakan Pasal 17 dan Pasal 18, yang dimana Pasal 17 berbunyi “Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang”. Wewenang yang dimaksud dalam Pasal 17 meliputi larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan bertindak sewenang-wenang. (Ayat 1)
Sedangkan pasal 18 berbunyi :
1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang dikategorikan melampaui wewenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan:
a. Melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang.
b. Melampaui batas wilayah berlakunya wewenang.
c. Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan wewenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan:
a. Di luar cakupan bidang atau Menteri wewenang yang diberikan.
b. Bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan.

3. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan:
a. Tanpa dasar kewenangan.
b. Bertentangan dengan keputusan Pengadilan yang berkekuatan hukuman tetap.

Dan terkait dengan hukuman yang diterima jika melakukan tindak pidana penyelewengan wewenang, dimuat dalam Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 yang berbunyi “Bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu (1) tahun dan paling lama dua puluh (20) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.”
In reply to DWI CITRA WIDYA NINGSIH

Re: Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by Titik nur sefti -
NAMA:TITIK NUR SEFTI
NPM:2216041035
KEL:2 REG (A)

IZIN MENJAWAB
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, berikut beberapa sanksi dan/ atau jenis penjatuhan pidana yang dapat dijatuhi oleh hamik
dapam putusannya:
1. Jika Pejabat yang melakukan Tindak Pidana Korupsi
a.Pidana Mati
Setiap orang yang terbukti melakukan perbuatan guna keuntungan untuk memperkaya diri atau
orang lain dengan cara melawan hukum sehingga menimbulkan kerugian baik bagi keuangan
ataupun perekonomian Negara dapat dijatuhi pidana mati yang mana dilakukan dalam keadaan
tertentu, bahwa ketentuannya dapat ditemukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang
Pemberantasan Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
b.Pidana Penjara
1) Pidana penjara seumur hidup atau sesingkat-singkatnya 4 (empat) hingga 20 (dua puluh)
tahun serta denda sedikitnya Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) hingga Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dijatuhi kepada setiap orang yang melakukan
perbuatan seperti di atas, dengan ketentuan yang dapat dilihat dalam pasal yang sama dengan
pidana mati tersebut.
2. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sesingkat-singkatnya 1 (satu) tahun dan/ atau
denda setidaknya sebesar Rp. 50.000.000,00 hingga 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) yang
tertuang dalam Pasal 3 Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 Jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
3. Pidana penjara dan/atau denda berturut-turut sesingkatnya 3 hingga 12 tahun sedangkan denda Rp.
150.000.000,00 - Rp. 600.000.000,00 dijatuhi kepada siapapun yang secara sengaja melakukan
pencegahan, atau berupaya menggagalkan secara langsung maupun tidak setiap penyidikan yang
dilakukan hingga pemeriksaan di sidang baik terhadap para tersangka hingga saksi perkara kasus
yang terjadi merupakan ketentuan pada Pasal 21 Undang-Undang yang sama dengan poin nomor 3.
4. Pidana penjara dan/atau denda berturut-turut 3-12 tahun dengan atau serta denda Rp.
150.000.000,00 - Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) sebagaimana ketentuan pada Pasal
18, 29, 35, serta 36 Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun
1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang mana berlaku untuk siapapun.
b. Pidana Tambahan
1. Perampasan terhadap barang bergerak baik berwujud atau tidak atau barang tidak bergerak
yang dipergunakan serta diperoleh dari hasil perbuatan korupsi, begitu pun perusahaan yang
dimiliki terpidana korupsi itu, begitu juga bagi barang pengganti untuk itu.
2. Mengganti sejumlah yang sama dari yang diperoleh sebagai hasil korupsi dengan membayar
uang pengganti.
3. Ditutupnya sebagian hingga seluruh perusahaan yang dimiliki setidaknya selama 1 (satu)
tahun.
4. Mencabut sebagian hingga atau sebagian dari beberapa hak tertentu, bahkan dapat dihapusnya
sebagian atau seluruh keuntungan tertentu yang telah atau dapat pemerintah berikan kepada
terpidana.
5. Apabila uang pengganti belum dibayarkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah putusan
pengadilan dan dinyatakan berkekuatan hukum tetap, maka dilakukan penyitaan harta benda
oleh jaksa dan dilakukan pelelangan sebagai ganti untuk penutupan jumlah uang pengganti
yang belum dibayarkan tersebut.
Jika tidak tercukupinya harta benda yang dimiliki oleh terpidana dalam melakukan
pembayaran uang pengganti, maka dijatuhi hukuman pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi
ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Pemberantasan
Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 waktu pidana dapat dilihat
pada putusan pengadilan tersebut.
In reply to dian kagungan dian kagungan

Re: Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by Azizah Dzil Izzati Ramadhani -
MAKALAH KELOMPOK 1 KASUS PENYALAHGUNAAN WEWENANG OLEH PEJABAT PUBLIK
In reply to Azizah Dzil Izzati Ramadhani

Re: Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by ROS MILA -
Dari kasus yang anda angkat ini saya menyimpulkan bahwa banyak sekali anggota anggota pemerintah di Indonesia yang tidak memiliki rasa takut untuk melakukan tindak pidana korupsi, pertanyaan saya adalah solusi apakah yang dibutuhkan untuk membuat oknum oknum tindak pidana korupsi enggan dan takut untuk melakukan hal tersebut?
In reply to ROS MILA

Re: Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by Alvivia Dela Veronica -
Nama : Alvivia Dela Veronica
Npm : 2216041027
Kelompok  1
Ingin menjawab Pertanyaan dari ROSMILA

Solusi pencegahan korupsi bagi masyarakat.
1. Tingkatkan pengetahuan masyarakat tentang hukum
2. Tegakan hukum tanpa tebang pilih
3. Tingkatkan kesejahteraan pegawai negara
4. Hilangkan budaya menyuap dari masyarakat
5. Sosialisasi anti korupsi di gencarkan,media masa wajib menayangkan anti korupsi dengan gratis.

Bisa juga dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal, maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat dan pengawasan legislatif.
In reply to dian kagungan dian kagungan

Re: Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by irma yuliana 2216041007 -

kelompok 3 kasus penyalahgunaan wewenag gubernur papua lukas enembe.

In reply to irma yuliana 2216041007

Re: Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by Ratu Alifvia Gusti Amirah Kusuma -
Nama : Ratu Alifvia Gusti AK
NPM : 221041017
Kelas : Reguler A

Izin menanggapi kasus kelompok 3
Menurut pendapat saya Lukas Enembe yang merupakan politikus yaitu Gubernur Papua. Lukas Enembe pantas untuk mendapatkan hukumannya. Karena Lukas sudah terjerat kasus korupsi yang sudah merugikan negara dan juga masyarakat.
In reply to dian kagungan dian kagungan

Re: Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by DANIVAN PRAMUNDIAZ -
Kelompok 3 Makalah Hukum Administrasi Negara (Lukas Enembe)
In reply to DANIVAN PRAMUNDIAZ

Re: Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by Sukma Maulana -
Nama: Sukma Maulana
NPM: 2216041031
Pertanyaan saya untuk kelompok 3, Bagaimana kasus tersebut apabila dilihat dari sudut pandang hukum administrasi negara?

terimakasih.
In reply to Sukma Maulana

Re: Diskusi Kelompok Pertemuan 6

by DANIVAN PRAMUNDIAZ -
Nama: Danivan Pramundiaz
NPM: 2216041038

Izin menjawab pertanyaan dari Sukma Maulana

Dalam sudut pandang hukum administrasi negara, menilai tindakan Gubernur Papua didasarkan pada prinsip-prinsip hukum administrasi negara seperti transparansi, akuntabilitas, dan integritas. Karena telah terbukti melakukan tindakan korupsi, Gubernur Papua dapat dihukum sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Namun, sebagai seorang terdakwa, Gubernur Papua juga berhak atas perlindungan hukum yang adil dan tanpa diskriminasi. Oleh karena itu, proses hukum dalam kasus ini harus dijalankan secara objektif.